Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Kita Memilih Dia?" Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, memilih bukan suatu pekerjaan yang gampang, apalagi memilih pasangan hidup yang untuk selamanya. Tetapi apa sebenarnya yang melandasi seseorang untuk memilih orang lain sebagai pasangan hidupnya.
PG : Pada dasarnya, kita tidak memilih pribadi. Sebetulnya kita memilih orang yang memiliki kriteria yang kita idamkan. Dengan kata lain, sebelum kita bertemu dengan seseorang, sesungguhnya kita telah memunyai kriteria seperti apakah pasangan hidup yang kita dambakan. Waktu kita bertemu dengan orang tersebut, kita menjumpai kriteria itu pada dirinya, itulah yang membuat kita tertarik kepada dia.
GS : Walaupun kita sudah tentukan kriteria itu, karena kita tidak menemukannya, lalu kita mengubah kriteria itu. Itu bagaimana, Pak Paul ?
PG : Saya kira pada akhirnya kita juga harus menyesuaikan diri dengan keadaan, adakalanya kriteria yang kita inginkan tidak dapat kita temukan, kita mesti memilah-milah manakah yang pokok yang tidak bisa dikompromikan dan manakah yang masih bisa dikompromikan. Misalkan, kita tidak mengkompromikan menikah dengan yang seiman, yang di dalam Kristus karena itulah perintah Tuhan, ini tidak bisa ditawar-tawar. Ini adalah bagian dari kehendak Tuhan. Kita menikah juga dengan yang cocok, yang bisa menjadi penolong buat kita saling terlibat dalam upaya untuk menumbuhkan diri. Ini juga kriteria yang penting. Jangan sampai kita menikah dengan orang yang kita tahu sangat tidak cocok dengan kita. Setelah dua hal ini kita penuhi mungkin yang lain-lainnya bisa kita kompromikan.
GS : Berarti menentukan kriteria itu cukup menentukan, Pak Paul? Siapakah pasangan hidup kita. Tapi bagaimana bila kita kesulitan dalam menentukan kriteria itu ?
PG : Walaupun kita tidak menyadari, sesungguhnya dalam diri kita sudah ada kriteria itu. Memang ada orang yang secara sadar menetapkan kriteria itu, misalnya saya hanya mau menikah dengan orang yang berpendidikan sarjana. Di luar itu sebetulnya ada sekurang-kurangnya dua kriteria dasar yang kita bawa ke mana pun dan ini ada pada diri kita semua. Orang yang dapat memenuhi dua kriteria itulah yang akhirnya menjadi orang kepadanyalah kita tertarik.
GS : Apakah kedua kriteria itu, Pak Paul ?
PG : Yang pertama adalah sebetulnya kita mencari orang yang membuat kita merasa nyaman. Apa itu yang saya maksud dengan rasa nyaman? Nyaman di sini ialah terpenuhinya semua kebutuhan dan pengharapan yang penting, yang ada dalam diri kita. Dengan kata lain, kita akan memilih orang yang dapat memenuhi kebutuhan dan pengharapan kita, misalnya ada di antara kita yang membutuhkan kasih sayang. Nah waktu kita bertemu dengan seseorang dan orang ini begitu penuh kasih sayang, dengan sendirinya kita tertarik kepadanya. Atau kita mengharapkan seorang pribadi yang matang atau bijak, waktu kita bertemu dengan pribadi yang seperti itu dengan sendirinya kita pun tertarik. Mengapa kita tertarik kepada mereka? Sebab di dalam diri kita adanya keinginan atau kebutuhan untuk merasa nyaman dan orang-orang ini memang sanggup membuat kita nyaman, karena kebutuhan yang kita miliki dapat dipenuhinya.
GS : Tapi itu cukup sulit untuk kita ketahui secara cepat, butuh waktu yang cukup lama. Dan bagaimana caranya kita tahu bahwa pasangan kita ini dapat memberikan rasa nyaman pada kita ?
PG : Memang hal ini harus melalui proses waktu dan kebersamaan. Waktu kita bersama dia, apakah kita mendapatkan yang kita butuhkan itu? Waktu pada saat tertentu akhirnya kita menyadari yang kita butuhkan tidak dapat diberikannya. Itulah saat di mana kita mulai menimbang ulang, apakah kita mau terus dengan pasangan kita ini. Memang sebaiknya dan seharusnya ini dilakukan selama kita berpacaran. Kita harus melalui proses waktu dan jangan terlalu pendek agar kita benar-benar dapat melihat kecocokan kita dan apakah pasangan kita itu dapat memenuhi kebutuhan kita. Jadi tanpa disadari sebenarnya motor yang membawa kita pada orang tertentu adalah motor rasa nyaman. Kalau ada orang yang sanggup membawa kepada kita rasa nyaman, memenuhi kebutuhan kita, maka kita cenderung tertarik pada orang itu.
GS : Kriteria yang lain, apa Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah rasa aman. Kalau yang pertama rasa nyaman, yang kedua rasa aman. Di sini artinya adalah kepastian bahwa dia menerima diri kita apa adanya. Kita cenderung memilih orang yang tidak mengancam keberadaan diri kita. Kita memilih orang yang makin meneguhkan keberadaan diri kita. Misalnya, kita bisa melihat kalau bertemu dengan orang yang cenderung mencederai diri kita, melukai kita maka kita akan bereaksi menjauhi dia. Itu sebabnya kita akhirnya tidak mau dekat-dekat dengan orang yang menghina kita, melecehkan atau merendahkan kita. Sebaliknya kalau kita bertemu dengan orang yang mengagumi apa yang ada pada diri kita, maka kita merasa diri kita aman. Mengapa kita merasa aman dengan orang yang mengagumi kita? Sebab kekaguman pada dasarnya meneguhkan keberadaan diri kita. Singkat kata, kita mencari orang yang akan dapat meneguhkan keberadaan diri kita. Makin kita dikokohkan atau diteguhkan, makin kita merasa aman. Sebaliknya makin orang itu menghina, tidak menerima kita, menolak, mengkritisi kita maka kita merasa tidak aman dan kita akan menjauh dari orang seperti itu. Sebagai kesimpulan, Pak Gunawan, dua kriteria umum yang kita gunakan dalam memilih pasangan hidup sebetulnya dua hal yang sangat sederhana, rasa nyaman dan rasa aman. Kalau kita bertemu dengan orang yang membuat kita rasa nyaman dan rasa aman, dengan mudah kita tertarik kepadanya.
GS : Di dalam hal rasa aman tadi itu Pak Paul, apakah juga termasuk rasa aman secara finansial? Artinya kita bisa melihat bahwa memang dia dapat mengelola harta atau uang yang kita dapatkan.
PG : Tepat sekali jadi memang meneguhkan keberadaan diri kita itu menyangkut banyak aspek, Pak Gunawan. Salah satunya aspek finansial, karena kalau kita membayangkan masa depan kita akan suram, kita mungkin akan melarat dan kelaparan, berarti itu akan mengancam keberadaan diri kita. Jadi ada kecenderungan kita mau bersama orang yang kita bayangkan akan dapat memberi sumbangsih meneguhkan keberadaan diri kita bahkan juga secara ekonomi.
GS : Tapi ternyata Pak Paul, dasar pemilihan ini tidak hanya sekadar punya rasa nyaman dan aman, rupanya kompleks sekali. Apakah hal itu memang demikian?
PG : Memang betul, Pak Gunawan. Justru kita mesti berhati-hati. Saya memunculkan kedua faktor tersebut dengan tujuan agar kita menyadarinya sekaligus memahami bahaya yang bisa muncul dari kedua faktor ini. Karena ada kalanya kita tertangkap, tertelan oleh dua kebutuhan ini, sehingga kita bisa memilih pasangan yang keliru. Untuk itulah kita ingin memberi sedikit waktu membahas bahaya-bahaya yang terkait dengan kedua faktor tersebut.
GS : Bahaya apa saja itu, Pak Paul ?
PG : Sekurangnya ada empat yang bisa saya bagikan.
Yang pertama, oleh karena pasangan terlalu mengidolakan kita pada akhirnya kita terbuai dan gagal melihat area di mana kita harus bertumbuh. Tadi sudah saya singgung, kita tertarik pada orang yang memberi rasa aman pada diri kita. Bagaimanakah orang memberi rasa aman pada diri kita, salah satunya memberikan afirmasi akan diri kita, meneguhkan siapa kita, kebisaan kita, kebaikan kita, kelebihan-kelebihan kita dan mengagumi kita. Itu memang aspek-aspek yang meneguhkan kita, tapi ada orang yang mengidolakan kita. Dia sangat-sangat mengidolakan kita, sudah tentu meneguhkan kita oleh pengidolaannya. Tapi masalahnya kalau kita akhirnya masuk ke dalam relasi berpacaran apalagi nanti menikah dengan dia tanpa menyadari dan mengoreksi hal ini, saya kira kita akan terlibat dalam relasi yang tidak sehat dan ini yang penting yaitu kita tidak bertumbuh. Saya jelaskan, relasi yang sehat mesti didasari atas penerimaan dan penghargaan, saya kira semua tahu hal itu. Namun tetap memberi ruang untuk pertumbuhan. Pertumbuhan biasanya terjadi tatkala kita berani terbuka untuk menyatakan ketidakpuasan terhadap pasangan. Sebaliknya pengidolaan mematikan pertumbuhan, kenapa? Sebab kalau kita terlalu mengidolakan seseorang, kita tidak berani mengemukakan apa yang menjadi ketidakpuasan kita, apa yang menjadi kekurangan dirinya, apa yang dalam dirinya kita rasakan perlu bertumbuh namun kita tidak berani mengemukakan hal-hal itu, karena apa? Terlalu terpukau dan mengidolakan dia, akhirnya relasi itu mati tidak lagi bertumbuh dan kalau kita yang menjadi obyek pengidolaan itu akhirnya kita menganggap diri kita sempurna. Tidak ada lagi yang perlu dikoreksi akhirnya karena kita merasa begitu diteguhkan oleh orang ini, kita mengiyakan mau menikah dengan dia, karena kita merasa sangat-sangat enak, sangat aman, tidak ada lagi yang mengancam, tidak pernah dikritik, tidak pernah dicela, semua tentang diri kita adalah baik, dia selalu meneguhkan kita, masalahnya adalah yang pertama tidak baik buat kita. Karena kita akhirnya menganggap kita sempurna. Nanti setelah kita menikah kemudian dia mulai melontarkan kata-kata yang tidak kita senangi maka kita marah. Atau orang lain di luar pernikahan kita yang ingin menolong kita, memberikan masukan, kritikan kepada kita, bukan hanya kita merasa tersinggung tapi pasangan kita yang mengidolakan kita juga tersinggung, sehingga kita berdua menjadi pasukan yang saling melengkapi saling membela, tapi buta terhadap satu sama lain. Memang ada masalah, memang ada hal yang perlu diubah dalam diri kita dan salah satu bahayanya yang sering kali terjadi dan ada satu lagi yang sangat penting kalau kita masuk dalam relasi dimana kita yang diidolakan, kita berdua akhirnya tidak bertumbuh. Tidak bertumbuh karena yang satu terus menutup-nutupi ketidakpuasannya terhadap kita.
GS : Jadi di situ dibutuhkan kejujuran penilaian dari pasangan kita terhadap kita, tapi sering kali juga ada orang yang minta diidolakan secara berlebihan dan itu mematikan komunikasi, Pak Paul ?
PG : Ada orang yang seperti itu, Pak Gunawan. Dia terbiasa diidolakan, disanjung-sanjung sejak kecil, dia dianggap anak yang paling pandai, paling baik, paling cantik, paling tampan dan sebagainya, sehingga dia juga menuntut orang untuk mengidolakan dia. Jadi dia menganggap bahwa dirinya seperti itu dan selayaknyalah orang memberikan peneguhan-peneguhan seperti itu kepada dirinya. Masalahnya, yang seringkali terjadi ialah ketidakcocokan, namun karena kita sudah terlalu tersanjung, diidolakan padahal terbentang jurang di antara kita dalam hal lainnya. Ini yang sering terjadi, dalam banyak kasus orang yang terlalu mengidolakan dalam pernikahan, yang satu merasa beruntung mendapat pasangan yang begitu menyanjung-nyanjung saya, tapi di balik itu ada segudang perbedaan, ketidakcocokan yang tidak pernah diangkat. Setelah menikah bertahun-tahun barulah muncul, yang satu yang biasa diidolakan cepat marah, "Mengapa sekarang kamu menyerang saya, saya tidak bisa terima waktu ditegur", yang satu mengatakan, "Saya sudah lama simpan-simpan ketidakpuasan ini. Kita tidak cocok di sini, kita tidak cocok di sana". Nah akhirnya berantakan. Jadi meskipun rasa aman itu adalah motor yang mendorong kita dekat dengan seseorang, mesti kita waspadai jangan sampai kita buta.
GS : Yang dikuatirkan pengidolaan itu hanya semu, Pak Paul. Hanya untuk mencapai tujuannya dia, karena tahu bahwa pasangannya ini senang diidolakan. Setelah menikah, setelah ia mendapatkan pasangannya, kondisinya sangat berbalik, Pak Paul.
PG : Hal itu pun terjadi. Ada kalanya karena ingin mendapatkan seseorang, dia akan melakukan segala upaya supaya yang diidamkan bisa didapatkannya termasuk salah satunya adalah yang bermulut gombal, mengidolakan pasangannya sehingga akhirnya termakanlah dia oleh pengidolaannya dan bersedia menikah, tapi setelah menikah barulah kelihatan taring-taringnya. Dia akan kuasai pasangannya, dia akan injak-injak haknya dan akhirnya pernikahan itu berantakan.
GS : Apakah ada bahaya yang lain, Pak Paul ?
PG : Bahaya yang berikut adakalanya kebutuhan yang kita miliki sangat besar sehingga pasangan mengalami kesukaran untuk memenuhinya. Tadi sudah saya sebut bahwa kita didorong oleh rasa nyaman, kalau kita bertemu dengan orang yang dapat memenuhi kebutuhan kita, kita merasa nyaman. Nah kita tertarik pada orang yang membuat kita merasa nyaman, tapi adakalanya kebutuhan kita sangat besar, akhirnya kita menjadi sangat sukar didekati oleh siapa pun. Misalnya kita lahir dan bertumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis, besar kemungkinan kita pun membawa kebutuhan dan pengharapan yang terlalu tinggi. Sudah tentu kondisi ini akan menyulitkan orang untuk mau dan dapat bersama kita. Kita merasa tidak cocok dengan si A, tidak cocok dengan si B, rasa tidak pas dengan si C. Mengapa tidak jadi-jadi setelah berpacaran berkali-kali, sebenarnya masalahnya karena kita tidak pernah merasa nyaman. Mengapa tidak pernah merasa nyaman, karena kebutuhan-kebutuhan kita tidak terpenuhi dan mungkin sekali kita tidak menyadari malah menyalahkan pacar-pacar kita itu yang tidak bisa memenuhinya, padahal masalah terletak pada diri kita. Kebutuhan kita yang terlalu besar, kita menuntut pasangan untuk dia bisa selalu memenuhinya atau pengharapan dia akan orang yang terlalu tinggi dan tidak realistis, sehingga dia pun tidak sanggup menjadi orang yang kita idamkan. Kalau terus-menerus kita putus dengan pacar, mungkin perlu kita evaluasi ulang, mungkin masalahnya ada pada diri kita yaitu kebutuhan kita terlalu besar sehingga kita tidak pernah merasa nyaman dengan seorang pun.
GS : Itu berarti kita harus menurunkan tuntutan-tuntutan kita atau bagaimana, Pak Paul ?
PG : Sebaiknya kalau itu yang terjadi, kita mesti membereskannya, Pak Gunawan. Saya mendorong kita-kita ini untuk menjalani konseling pribadi lewat bantuan seorang hamba Tuhan atau seorang konselor sehingga kita bisa menggali apa yang menjadi penyebab, mengapa kebutuhan kita untuk dihargai begitu tinggi? Kebutuhan kita untuk merasa penting begitu tinggi, kebutuhan kita untuk dilibatkan dalam kehidupan orang begitu besar, kebutuhan kita untuk bisa bersumbangsih, untuk bisa dikasihi begitu besar. Kalau kita sadari ternyata ada cerita di belakang ini, kenapa saya mengembangkan kebutuhan yang begitu besar atau saya mengidealkan orang harus begini, harus sabar, tidak boleh marah, orang harus selalu bisa menerima kita tanpa harus menghakimi kita, karena dulu kita kenyang dihakimi atau selalu ditolak, sehingga kita butuh orang selalu menerima kita. Kita harus membereskan itu terlebih dahulu sebelum kita memulai relasi dengan seseorang.
GS : Apakah ada bahaya yang lain, Pak Paul ?
PG : Bahaya yang lain adalah kadang kemampuan kita untuk memenuhi kebutuhan memang lemah, artinya kita susah untuk membuat orang merasa nyaman. Tadi sudah saya definisikan nyaman adalah terpenuhinya kebutuhan kita. Adakalanya kita memunyai masalah dalam hal ini sehingga kita tidak sanggup memenuhi kebutuhan pasangan sekecil apa pun. Diminta sedikit rasanya berat buat kita, kita tidak siap memberi dan ada juga di antara kita yang tidak tahu bagaimana memberi. Tidak tahu memberikan kasih sayang, tidak tahu bagaimana bisa mementingkan perasaan orang, akhirnya apa yang terjadi? Kita susah memenuhi kebutuhan orang alias kita susah membuat orang nyaman, akhirnya orang susah dekat dengan kita dan kita akhirnya tidak pernah bisa bersama dengan orang. Karena bagaimana pun juga orang memunyai kebutuhan dan dia mau merasa nyaman dekat kita.
GS : Kalau kelemahan kita saat ini tidak bisa memenuhi kebutuhan itu tapi nanti setelah menikah kita yakin kita bisa, itu bagaimana Pak Paul ?
PG : Sudah tentu kalau kita memunyai keyakinan seperti itu, selayaknyalah sejak masih berpacaranlah kita mencoba untuk menerapkannya, untuk melakukannya. Jangan kita berkata "Nanti pasti bisalah." Sudah tentu pihak yang satunya, dia pun mesti melihat bukti. Bisakah kita memenuhi kebutuhannya? Jadi pentingnya waktu bersama dalam berpacaran agar kita juga bisa menimbang, apakah kita bisa atau tidak memenuhi kebutuhan pasangan kita. Hal ini baik untuk kita ketahui sebelum kita menikah. Kalau kita bertemu dengan orang yang bagi kita kebutuhannya terlalu besar dan kita tidak mampu memenuhinya, maka kita harus berterus terang dan kita berkata tidak sanggup kalau harus dituntut seperti ini oleh kamu. Mungkin tuntutan kamu tidak setinggi apa, tapi maaf saya tidak bisa, tinggal kita tanya apakah mau terus, apakah bisa ada penyesuaian atau tidak. Kalau memang tidak, sebaiknyalah pada masa berpacaran kita akhirnya berkata "Kita berhenti di sini." Kita mesti realistis dengan apa yang bisa atau tidak bisa kita lakukan.
GS : Repotnya ada orang yang terlalu optimis merasa bisa, tapi kenyataannya sulit sekali untuk dia bisa memenuhi kebutuhan pasangannya, Pak Paul.
PG : Betul, kuncinya di sini adalah bisa melihat diri dengan tepat dan realistis.
GS : Bahaya yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Yang keempat atau yang terakhir adalah oleh karena kita begitu terfokus pada pemenuhan kebutuhan tertentu, kita pun akhirnya luput melihat bahwa sesungguhnya terdapat banyak ketidakcocokan di antara kita. Kembali lagi kepada faktor nyaman, kita merasa nyaman karena ada satu kebutuhan kita yang dapat dipenuhi oleh pasangan kita. Misalnya kita mau diayomi, si pria dapat memberi kita pengayoman tersebut. Kita langsung dengan cepat mengatakan "Ya" kepadanya untuk menikah dengannya. Masalahnya kita luput melihat bahwa di luar kebutuhan ini banyak ketidakcocokan dalam diri kita, nilai-nilai moralnya tidak cocok, cara dia melihat dan memecahkan masalah juga tidak cocok, cara dia membesarkan anak juga tidak cocok. Begitu banyak perbedaan tapi semua itu luput diangkat pada masa berpacaran karena kita menganggap sudah pasti cocok, sudah pasti cocok karena satu-satunya kebutuhan penting kita dipenuhi olehnya. Jadi jangan sampai rasa nyaman karena satu kebutuhan dipenuhi, membutakan mata kita melihat perbedaan yang ada di antara kita.
GS : Kadang-kadang kita menghibur diri sendiri dan mengatakan bahwa sulit kedua faktor itu dipenuhi yaitu nyaman dan aman. Seringkali orang bisa merasa nyaman tapi tidak aman atau sebaliknya merasa aman tapi tidak nyaman, bagaimana Pak Paul ?
PG : Saya kira pada akhirnya kebanyakan kita tetap akan berusaha mendapatkan keduanya, kita mau ada rasa nyaman karena kebutuhan kita dipenuhi, kita mau rasa aman karena kita tahu dia akan meneguhkan dan menerima keberadaan kita. Saya kita itu lumrah dan tidak apa-apa tapi yang tadi sudah kita bicarakan bahaya-bahayanya, jadi kita mesti waspadai Pak Gunawan.
GS : Maksudnya kita tidak terfokus pada satu aspek saja, itu caranya bagaimana, Pak Paul ?
PG : Supaya kita tidak terjebak pada satu kebutuhan saja, kita mesti terbuka mendengarkan penilaian orang. Kadang-kadang teman baik kita atau orang tua kita akan berkata, "Rasanya ada ketidakcocokan, kamu orangnya begini dia orangnya begitu. Apakah kamu yakin dia bisa cocok dengan kamu?" Atau ada orang yang sudah lama mengenal kita dan berkata, "Dari dulu kamu susah untuk dekat dengan orang yang memunyai kriteria seperti ini, mengapa sekarang tiba-tiba kamu bisa sama dia? Kenapa, apa yang terjadi?" Dengarkan, terbukalah dan mintalah pendapat. Konsultasilah dengan orang, terbukalah, kita mau benar-benar melibatkan lebih banyak orang dalam pengambilan keputusan yang penting ini.
GS : Tapi pada masa pacaran biasanya kita tidak bisa seobjektif itu, Pak Paul. Balum lagi ada tekanan-tekanan yang lain entah itu dari faktor usia atau faktor-faktor lain yang mendesak.
PG : Nomor satu kita mesti berdoa, Pak Gunawan. Sebelum berpacaran atau selagi berpacaran kita mesti berdoa meminta Tuhan menuntun kita, memberikan tanda-tanda yang jelas supaya kita tahu apakah ini kehendak-Nya atau tidak. Dengan cara itulah kita bisa dibawa Tuhan kepada jalan atau kehendak-Nya.
GS : Pak Paul apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Di Amsal 3:7 berkata, "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan Tuhan dan jauhilah kejahatan". Jadi kita mesti melibatkan Tuhan dalam proses pemilihan pasangan hidup, jangan menganggap diri kita bijak, kita tahu ini yang paling cocok, yang paling benar. Minta Tuhan menolong, memimpin kita, minta pendapat orang yang lebih matang dan lebih rohani daripada kita, supaya kita bisa mengetahui bahwa dia orang yang tepat untuk kita dan kita pun orang yang tepat untuk dia.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Kita Memilih Dia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
grace
Rab, 13/04/2011 - 7:58pm
Link permanen
Bagaimana mengenali petunjuk Tuhan?
TELAGA
Sen, 18/04/2011 - 5:53pm
Link permanen
Sdri. Grace yang dikasihi
starchaty
Sab, 01/03/2014 - 9:20am
Link permanen
pertanyaan yang sama dengan sdri. Grace
TELAGA
Jum, 14/03/2014 - 5:47pm
Link permanen
Bisa. Silahkan menghubungi