Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang Peran Teman Dalam Kehidupan Remaja. Kami percaya Anda semua ingin tahu apa yang akan kami bicarakan pada saat ini, karenanya dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, kalau kita mengamati kehidupan para remaja saat-saat ini dan juga mungkin pada waktu-waktu yang lampau itu, usia-usia mereka itu ditandai dengan banyaknya teman yang mereka miliki Pak Paul; kadang-kadang ketika mereka itu bermain-main di rumah terasa bising sekali di rumah itu, tapi kadang-kadang kalau anak-anak meninggalkan rumah, kami orang tua itu kepikiran, apa yang mereka perbuat di luar. Nah sebenarnya apa perlunya mereka itu berteman Pak Paul, dulu kami juga pernah merasakan itu tetapi 'kan tidak pernah memikirkannya.
PG : Saya akan membawa kita kembali ke masa yang lebih awal Pak Gunawan, sebetulnya anak-anak itu secara natural, secara alamiah memang sudah membutuhkan teman. Jadi kalau sampai ada anak yag tidak mau berteman, yang maunya menyendiri itu bukanlah sesuatu yang alamiah, itu adalah suatu penyimpangan.
Jadi yang lebih alamiah adalah anak-anak membutuhkan teman. Peranan teman dalam kehidupan remaja memang tidak selalu sama Pak Gunawan, pada masa kecil teman-teman itu lebih berfungsi sebagai teman main, jadi mereka sebetulnya jarang berdialog atau berinteraksi secara relasional, secara hubungan. Sebab mereka itu lebih sering bergerak bersama atau memainkan mainan bersama, tapi memang itulah yang dibutuhkan pada masa kecil. Anak-anak pada masa kecil tidak terlalu membutuhkan teman dialog, teman untuk mencurahkan hati dan sebagainya, tidak terlalu memerlukan hal itu. Nah, Tuhan sudah mendesain kehidupan ini dengan begitu sempurnanya, maka anak-anak yang memang belum begitu fasih mengungkapkan perasaannya, dalam membentuk atau mengkonsepkan pikirannya supaya bisa disampaikan kepada temannya. Nah, dalam kekurangmampuannya itu Tuhan memang melihat dan mendesain bahwa yang dibutuhkan anak-anak kecil adalah teman main. Begitu dia menginjak dewasa mulailah teman berganti peran atau dengan kata lain mulailah teman-teman itu mempunyai suatu misi khusus dalam pertumbuhan remaja itu. Sekurang-kurangnya ada 3 peranan yang penting sekali yang dimainkan oleh teman dalam kehidupan si remaja, terutama dalam hal pembentukan jati dirinya. Yang pertama adalah teman itu berfungsi sebagai pembanding Pak Gunawan, artinya dengan adanya teman si anak remaja itu mulai membandingkan diri dengan sesamanya, nah ini tidak sama dengan misalkan dia membandingkan diri dengan adik atau kakaknya atau bahkan dengan orang tuanya, tidak sama, sebab dia perlu membandingkan diri dengan teman sebayanya.
GS : Makanya pada waktu semasa itu mereka masih berteman dengan teman yang sejenis, yang perempuan dengan yang perempuan, yang pria dengan yang pria itu mungkin salah satu wujudnya.
PG : Ya pada masa remaja awal mereka cenderung berkelompok dengan yang sejenis, tapi memasuki masa remaja pertengahan serta remaja akhir. Remaja awal itu kira-kira usia 11 - 13, 14, tengah skitar 15 - 16, 17, remaja akhir adalah mulai usia 17 - 18 hingga 20 tahun.
Nah, pada usia remaja tengah dan akhir mulailah masuk lawan jenis, nah itu menambah kekomplekan usia remaja dengan sesamanya. Tapi yang penting adalah baik itu secara sejenis maupun lawan jenis dia mempunyai rekan untuk membandingkan dirinya.
GS : Tetap dibutuhkan ya?
PG : Tetap dibutuhkan, misalnya dia melihat bahwa dia tidak setinggi temannya atau dia tidaklah seramping temannya atau dia tidaklah seatletik temannya dalam cabang- cabang olah raga atau tiaklah sepandai atau seganteng temannya.
Nah, informasi- informasi ini dia perlukan, supaya dari informasi-informasi yang dia temukan melalui perbandingan diri dengan orang-orang lain itu, dia akan mempunyai gambaran tentang siapa dia, gambaran inilah yang membentuk jati dirinya atau konsep tentang siapa dirinya.
GS : Tapi prosesnya bagaimana sampai dia bisa menemukan jati dirinya lewat perbandingan itu Pak Paul, apakah dia tidak semakin mengetahui kelemahan-kelemahan dirinya dan dia menjadi anak yang rendah diri Pak Paul?
PG : Nah, di sini peranan orang tua memang sangat penting, untuk bisa mengkomunikasikan penerimaan. Sebab anak yang sejak kecil diterima oleh orang tua apa adanya, orang tua memang menuntut emacu anak, tapi yang paling penting anak tahu bahwa dia diterima apa adanya oleh orang tua.
Nah dalam keadaan seperti itu dia diterima sepenuhnya oleh orang tua meskipun dia menemukan dirinya kurang dibandingkan dengan teman-teman yang lain, perasaan atau pengetahuan bahwa dia kurang ini tidaklah akan menghancurkan dirinya, sebab dia tahu dia masih mempunyai suatu basis di rumah; makanya penting sekali basis itu di rumah yang bisa benar-benar membuka tangan dan merangkul dia. Atau dia tahu dia kurang dalam hal-hal tertentu tapi dia menyadari dia kuat juga dalam hal-hal yang lainnya, nah ini akan menyeimbangkan perasaannya tapi yang Pak Gunawan katakan memang betul, itu sebabnya adakalanya remaja pada masa tertentu seolah-olah merasa tidak bersemangat, dirundung kesedihan karena apa, karena dia melihat temannya kok lebih pandai, lebih bagus; dia diterima lebih populer di kalangan teman-temannya, nah ini membuat perasaannya menjadi kecil hati dan sebagainya.
IR : Kemudian anak-anak remaja di dalam bergaul Pak, mereka itu setia sekali kepada temannya, kalau sampai temannya diganggu oleh orang lain, mereka tidak terima, itu pengaruh apa Pak Paul?
PG : Begini Ibu Ida, yang Ibu Ida katakan memang itu betul pengamatan yang tepat sekali, setiap kita sebetulnya mempunyai milik yang dapat kita katakan milikku, jadi waktu masih kecil mainanmainanlah yang kita sebut sebagai milikku, baik itu boneka, kuda-kudaan, mobil-mobilan, itu menjadi milikku.
Begitu menginjak usia remaja, memang masih ada benda yang kita kaitkan dengan diri kita sebagai milik kita. Tapi dengan bertambahnya usia si anak dan memasuki usia remaja ini si remaja sebetulnya mulai memindahkan atau mengalihkan kepemilikannya, dari memiliki benda ke memiliki teman. Dulu dia dikenal sebagai yang punya playstation, yang punya video, yang punya sepeda, waktu dia menginjak usia dewasa akan dikenal sebagai temannya si Amir, temannya si Ina. Nah jadi pada usia remaja, anak-anak remaja ini mengaitkan diri dengan teman dan mereka seolah-olah menjadi miliknya, bukan kepunyaan tapi maksudnya milik kepanjangan dirinya, itu sebabnya teman menjadi sangat penting.
IR : Dan mereka tidak selektif Pak Paul, di dalam memilih teman?
PG : Nah ini yang sering terjadi, betul Ibu Ida kenapa kok remaja itu kurang selektif ini yang sering menjadi pertanyaan kita. Begini Bu Ida, kebanyakan anak remaja itu belum bisa mendefiniskan teman yang baik secara betul.
Kebanyakan mereka mendefinisikan teman yang baik adalah seseorang yang baik kepadaku. Dia belum bisa menilai bahwa seseorang itu baik kepadaku, tapi sangat tidak baik kepada orang tuanya, sangat tidak baik kepada gurunya, sangat tidak baik kepada teman-temannya yang lain, nah anak-anak remaja belum bisa melihat sekomprehensif itu secara menyeluruh, sehingga akhirnya dia hanya akan menilai seseorang ini baik kepada saya sebagai dasar ini adalah teman yang baik. Itu sebabnya Ibu Ida punya anak remaja juga, Pak Gunawan juga punya anak remaja yang juga pasti pasti bergumul dalam hal ini. Upaya kita untuk memberitahu si anak, jauhilah dia, temanmu ini bukan orang yang baik, tidak bisa diterima oleh si anak sebab definisinya dia adalah dia baik kepadaku.
GS : Nah selain berperan sebagai pembanding Pak Paul, hal apalagi yang bisa dilakukan oleh seorang teman itu?
PG : Yang kedua, teman juga berfungsi sebagai pemantul, sebagai reflektor yang merefleksikan siapa kita, kalau kita hidup sendiri dinding di sekitar kita tidak bisa merefleksikan siapa kita.Tapi teman-teman bisa merefleksikan atau memberi cerminan siapa kita, misalnya teman berkata kamu kok orangnya cepat tersinggung ya, masa baru begitu saja kamu sudah marah atau teman memberikan komentar kamu pantang menyerah itu sikap yang bagus, memang seharusnyalah orang itu pantang menyerah.
Atau teman berujar saya kagum kepada kamu, kamu orangnya disiplin, belajarnya tekun, kamu orangnya lurus kalau bicara tidak berbelit-belit, tidak bengkok-bengkok nah informasi-informasi yang dilontarkan teman sebetulnya saat itu berfungsi sebagai pemantul, merefleksikan siapa kita, nah akhirnya dari informasi ini sekali lagi, kita mencatat secara tidak sadar data-data pribadi kita dan data inilah yang akan kita gunakan menyusun kerangka jati diri kita. O.......saya ini orang yang lurus, saya ini adalah orang yang disiplin dan sebagainya.
GS : Tapi ada kemungkinan dalam menerima refleksi itu Pak Paul, orang menyebut kepada temannya misalnya kamu disiplin tetapi temannya yang lain mengatakan kamu ini tidak disiplin, apa itu tidak menimbulkan kebingungan buat dia?
PG : Bisa jadi menimbulkan kebingungan, itupun baik, itupun tidak apa-apa, karena apa? Itulah bagian dari kehidupan, dia akan mendapatkan penilaian tertentu dari sebagian teman tapi ada sebaian orang yang memberikan penilaian yang berlawanan, yang berbeda.
Apa yang terjadi, yang Pak Gunawan katakan dia mungkin bingung, nah dalam kebingungannya dia mungkin akan mencari orang tua atau pembimbing atau gurunya dan akan bertanya menurut engkau saya ini orangnya seperti apa, atau dia akan mencari teman yang lain yang netral bukan dari 2 kelompok itu dan bertanya, saya ini menurut kamu seperti apa, nah yang terjadi adalah bisa-bisa 2 kelompok sudah memberikan penilaian yang berbeda, jadi dia bertanya ke kelompok ketiga, eh..... kelompok ketiga memberikan penilaian yang sama sekali berlainan dari dua kelompok tadi, itu membuat tambah bingung. Tapi inilah indahnya kehidupan yaitu apa, di dalam kebingungan dan di tengah tarik-menarik ini dia akhirnya harus kembali kepada dirinya, dia akhirnya harus menyimpulkan saya tidak begitu ah, ah saya tidak setuju dengan penilaian kelompok A, saya juga tidak begitu pas dengan penilaian kelompok B, dengan penilaian kelompok C ada yang saya setuju ada yang saya tidak setuju juga, tapi yang paling penting dia memproses semua masukan ini untuk menciptakan pendapatnya sendiri tentang siapa dia. Tapi dia memerlukan komentar-komentar itu yang hanya dia bisa peroleh kalau dia bergaul dengan teman-teman, nah di sinilah teman-teman bersumbangsih besar, memberikan dia pantulan atau cerminan yang memang dia butuhkan.
GS : Tapi ada ulah remaja yang acuh begitu saja, wah kamu ngomong apa saja terserah kamulah, saya tidak pusing dengan itu, nah pendapat seperti itu bagaimana?
PG : Tergantung ya, kalau dia memang sudah memiliki suatu konsep diri siapa dia dan tidak lagi mendengarkan masukan yang lain, bisa positif, bisa negatif. Bisa positif berarti dia tidak muda diombang-ambingkan, dia sudah mempunyai gambaran yang jelas.
Sering kali anak-anak yang dibesarkan di rumah tangga yang kuat memiliki konsep diri yang lumayan baik bahkan sebelum dia terjun berteman dengan rekan-rekan sebayanya. Tapi kalau dia menutup diri juga terus-menerus itupun tidak baik karena apa, karena dia juga tetap memerlukan masukan, diri adalah sesuatu yang dinamis, yang tidak permanen, yang kaku yang mati. Diri itu senantiasa akhirnya diperbaharui dengan bertambahnya usia.
GS : Nah kita sudah berbicara tentang 2 peran tadi Pak Paul, tadi Pak Paul katakan sebenarnya ada 3 peran, nah yang ketiga itu apa, Pak Paul?
PG : Yang ketiga adalah teman-teman itu berfungsi sebagai penguji. Penguji artinya apa, teman-teman ini akan memberikan tantangan pada si remaja, kamu sanggup atau tidak mengerjakan ini, kam berani atau tidak melakukan itu, nah secara positifnya tantangan teman-teman ini akan memaksanya membuktikan diri yang yang positif yang bisa keluar dari proses ini adalah keyakinan diri.
Dari keyakinan diri inilah si remaja akan mulai berani melangkah masuk ke dalam kehidupan, sebab dia tahu batas kemampuannya. Anak yang tidak bergaul dengan teman-teman remajanya, tidak bisa mengembangkan batas kemampuannya secara maksimal dan secara meluas dalam konteks teman-temannya itu. Dia mungkin membuktikan dirinya sebatas pelajaran sekolah, nah sebatas di rumah dengan orang tuanya, tapi kita tahu bahwa untuk hidup di masyarakat, dia memerlukan lebih banyak ujian-ujian, tantangan-tantangan dan itu seyogyanya dia peroleh dari teman-teman sebayanya. Misalnya yang negatif, kau berani tidak dengan saya naik motor, ya kita di Jawa Timur tahu yang namanya Trawas atau Tretes. Nah kalau si remaja berkata berani saya naik motor sama yuk ikut rame-rame nah mereka akan pergi. Nah waktu pulang memang ada rasa takut, orang tua tidak tahu, kalau tahu pasti dimarahi, tapi di pihak yang sama ada rasa bangga bahwa saya berhasil naik motor ke Tretes.
IR : Bagaimana Pak Paul, kalau tantangan itu sifatnya negatif misalnya, berani atau tidak kamu merokok, minuman keras, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Kadang kala hal-hal ini memang tidak bisa dihindarkan oleh remaja, karena apa, memang mereka sangat membutuhkan pengakuan dari teman-temannya. Meskipun teman-temannya tidak menantang pu waktu dia berhadapan dengan teman-teman yang sedang merokok itu sudah menjadi tantangan bagi si remaja, saya berani tidak merokok.
Waktu dia mulai merokok nah dia merasa bahwa dirinya berani. Atau yang negatif yang lain adalah di Jawa Timur kita tahu trek-trekan, balapan motor. Nah balapan motor memang akan membawa perasaan bangga, dia sanggup naik motor dengan kecepatan yang tinggi tapi kita tahu itu memang beresiko tinggi sekali, bisa membahayakan jiwanya. Jadi di sinilah peranan orang tua sangat dibutuhkan, waktu orang tua melihat dia sering naik motor dan kalau naik motornya mulai kelihatan cepat-cepat orang tua harus mulai memberitahu si anak. Ada hal-hal yang boleh kamu lakukan untuk menguji batas kemampuanmu, tapi ada hal-hal jangan kau coba, sebab kalau engkau terus coba resikonya sangat besar, bisa suatu kali kau akan cedera atau bahkan kehilangan nyawamu dan di sini orang tua memang harus berperan lebih aktif.
GS : Nah Pak Paul 3 peran teman tadi, jadi sebagai pembanding, sebagai reflektor, maupun sebagai penguji apakah itu tidak bisa didapatkan oleh si remaja di tengah-tengah keluarga, entah itu lewat kakaknya atau adiknya Pak Paul?
PG : Dia harus mendapatkannya dari keluarga, itu adalah titik pertama, basis pertama dia sebetulnya harus mendapatkan ketiga hal itu dari keluarganya dulu. Dan dari keluarga ini dia sudah muai memiliki sedikit banyak konsep tentang siapa dia, baru terjun ke teman-temannya.
Maka kalau orang tua baru mau dekat dengan anak waktu anak usia 16 tahun sudah mulai terlambat karena apa, seharusnya orang tua sudah terlibat dalam kehidupan si anak pada usia yang masih lebih kecil sehingga si orang tua sudah memasukkan ke dalam diri si anak, menanamkan pada diri si anak, pengetahuan-pengetahuan atau informasi-informasi tentang siapa dia dan apalagi dibungkus dengan penerimaan yang penuh, yang orang tua bisa berikan kepada si anak. Itu menimbulkan rasa aman dan kemantapan pada diri si anak, waktu dia terjun ke arah teman-teman atau ke dalam teman-temannya dia tidak terjun dalam kehampaan dan kekosongan. Yang bahaya adalah anak-anak yang di rumah tidak akrab dengan orang tua atau orang tua dua-dua tidak punya waktu untuk diberikan kepada anak-anak, sehingga anak-anak bertumbuh besar dari umur 0 sampai usia 14 tahun itu relatif kekurangan masukan tentang siapa dia itu, sebab orang tuanya tidak memberikan kepadanya. Waktu dia terjun ke kancah teman-teman sebayanya, teman-temannya memberikan masukan, kalau masukannya betul dan positif ya baik, tapi kalau kebetulan tidak positif pengujiannya juga negatif, dia terseret arus.
GS : Tapi kelihatannya memang anak tunggal yang tidak punya saudara itu, agak sulit untuk bergaul dengan teman-temannya, apa memang begitu Pak Paul?
PG : Ada kecenderungan demikian meskipun tidak harus begitu, sebab kalau orang tua ini pandai-pandai membawa si anak ke teman-teman sejak kecil ke saudara misalnya itu akan mengkompensasi, tpi kalau tidak si anak akan kehilangan kesempatan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain.
Kalau dia ada adik atau ada kakak dia terpaksa ya misalkan meminjamkan mainannya, dia terpaksa untuk tidak memakai kamar mandi karena sedang dipakai oleh adiknya, nah hal-hal ini baik buat pertumbuhan si anak. Kalau tidak ada itu semuanya dia akan kehilangan kesempatan tersebut, nah biasanya karena dia tidak biasa membagi dirinya atau miliknya dengan orang lain waktu nanti berhadapan dengan teman-teman dia juga menerapkan perilaku yang sama, tidak mau membagi, mau menang sendiri akhirnya teman-temannya tidak cocok dengan dia. Diapun tidak cocok dengan teman-teman karena tidak biasa membagi hidup dengan orang lain.
(2) GS : Tapi ada anak itu yang memang sejak kecil sulit sekali untuk bergaul, nah ini sebenarnya apa penyebabnya itu? Bersaudara saja kadang-kadang ya, yang satu itu gampang sekali bergaul, sehingga temannya banyak tapi yang satu itu dia lebih menyendiri, mainannya mainan-mainan yang sendiri.
PG : Ada yang introvert ada juga anak yang ekstrovert. Kecenderungannya memang introvert itu tidak memiliki banyak teman namun tidak apa-apa yang penting dia berteman, jadi tidak semua anak ama.
Yang berteman banyak biarlah dia berteman banyak, yang tidak berteman banyak biarlah dia berteman dengan beberapa. Kita sebagai orang tua harus mengambil inisiatif, jadi sejak ia kecil kita mengajak dia ke rumah temannya atau membawa temannya ke rumah kita, sehingga mereka bisa bermain bersama. Jadi yang paling penting bukan soal kwantitas berapa banyak jumlah temannya, tapi dia berteman atau tidak, bahkan dengan beberapa pun itu sudah cukup baik.
GS : Pada masa remaja itu biasanya mereka suka berganti-ganti teman, sebentar dengan temannya yang ini biasanya sekelas, lalu naik kelas berikutnya ganti lagi temannya, itu ada pengaruhnya tidak Pak Paul, maksud saya itu dampaknya lebih baik kalau gonta-ganti atau dengan orang-orang tertentu saja yang bisa menjadi temannya?
PG : Yang ideal adalah untuk misalkan 1 periode remaja misalkan kita bagi dalam 2 kategori besar, usia SMP dan usia SMA. Sebaiknya selama 3 tahun itu ada beberapa teman yang menjadi teman pemanen kemudian tahap berikutnya waktu SMA akan ada lagi beberapa teman yang menjadi teman-teman yang lumayan permanen, saya kira itu yang baik.
Di luar teman-teman yang permanen ini yang biasanya hanya 2, 3 orang silakan dia bergonta-ganti teman karena itu memang bagian dari kehidupan dan pertumbuhan itu akan muncul dari gonta-ganti teman. Kadang-kadang mereka dipaksa berganti teman karena perselisihan atau mereka ditinggalkan oleh teman yang sekarang, mau main dengan teman-teman yang lain itu pun baik meskipun bisa rasa kecewalah, tertolaklah, tapi dalam kehidupan si anak remaja itu justru itu hal yang positif asalkan dia bisa bicara dengan orang tua, orang tua bisa mengarahkan sehingga dia bisa mengatasi rasa kecewanya karena ditinggalkan teman.
IR : Pada usia remaja Pak Paul, biasanya anak-anak itu lebih senang pergi dengan teman daripada dengan keluarga, apa itu karena pengaruh teman itu lebih kuat daripada dengan keluarga?
PG : Betul sekali Bu Ida, pada usia remaja itu menjadi penentu harga dirinya, jadi penilaian dari orang tua tetap mereka hargai tapi tidaklah memiliki bobot sebesar pendapat teman-temannya. an itu hal yang memang sudah Tuhan desain pula, sebab masa remaja masa persiapan si anak itu memasuki usia akil baliq.
Memasuki usia di mana dia akhirnya akan terlepas dari orang tua. Jadi memang si anak remaja harus mulai menggali sumber dayanya sendiri di luar orang tuanya, waktu dia sudah dewasa dia akan lebih banyak memanfaatkan atau mendayagunakan nara sumber atau sumber-sumber kekuatan dari lingkungannya bukan dari orang tuanya. Dan demikianlah memang alur kehidupan yang alamiah.
GS : Saya percaya bahwa di dalam Alkitab banyak pedoman yang bisa digunakan khususnya oleh para remaja untuk berteman, mungkin Pak Paul bisa menyampaikannya.
PG : Saya akan kutip 1 Korintus 15 : 33, "Pergaulan yang buruk (atau sebetulnya bisa juga diterjemahkan teman-teman yang buruk) merusakkan kebiasaan yang baik." Kata kebiasaan sbetulnya berasal dari kata karakter, jadi kalau saya terjemahkan bebas teman-teman yang buruk merusakkan karakter yang baik.
Jadi teman bisa buruk atau baik, Tuhan meminta kita memilih dengan tepat. Nah kriterianya adalah bukan teman itu baik kepada saya atau tidak, kriterianya adalah dia orang yang baik atau tidak secara keseluruhan dan menurut standar Tuhan. Itu yang harus anak miliki sehingga dia bisa menilai orang dengan tepat bukan menilai secara subyektif. Selama dia baik kepada saya dia orang yang baik itulah yang dia mesti jadikan temannya, sebab orang yang baik itu juga akan berpengaruh positif terhadap karakternya, nah di sinilah orang tua berperan besar untuk menjelaskan kriteria Alkitab pada anak itu.
GS : Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan ke hadapan Anda sebuah perbincangan tentang peranan teman di dalam kehidupan remaja, bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 48 A
- Apa manfaat teman bagi remaja…?
- Apa yang menyebabkan anak sulit bergaul…?
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 19/01/2009 - 7:21pm
Link permanen
Thanks a lot
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 03/05/2010 - 3:08pm
Link permanen
tolong donk krim bagaimana