Tanggung Jawab Anak Terhadap Orang Tua
Berita Telaga Edisi No. 59 /Tahun V/ Juli 2009
Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagaindo.net.id Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account : BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon
Salah satu dari Sepuluh Hukum Tuhan adalah "Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu" (Keluaran 20:12). Sebenarnya apakah makna "hormat" di sini?
Hormat berarti bersikap santun dan patuh terhadap orangtua. Di dalam hukum Taurat tertera perintah yang mengharuskan orang Israel untuk menjatuhkan sanksi berat-kematian-kepada anak yang mengutuki orangtuanya, "Apabila ada seseorang yang mengutuki ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati; ia telah mengutuki ayahnya atau ibunya, maka darahnya tertimpa kepadanya sendiri" (Imamat 20:9).
Hormat berarti bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup orangtua. Tuhan Yesus menegur orang Yahudi yang menyele-wengkan perintah Tuhan akan persembahan atas dasar ketidak-relaan memenuhi kebutuhan orangtua (Matius 15:3-6). Juga, sebelum Tuhan Yesus mati di kayu salib, Ia meminta Yohanes untuk memelihara Maria, ibu-Nya (Yohanes 19:26-27). Semua ini memperlihatkan bahwa Tuhan menginginkan kita untuk bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup orangtua kita.
Namun kita juga harus memahami batas hormat kepada orangtua sebab perintah ini diberikan bukan tanpa batas.
Kendati kita harus patuh kepada orangtua namun kepatuhan kita tidak boleh melebihi kepatuhan kepada Tuhan sendiri. Firman Tuhan mengingatkan, "Barang-siapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku . . ." (Matius 10:37).
Walaupun keluarga jasmaniah adalah penting namun bagi Tuhan terpenting adalah keluarga rohaniah. Pada waktu Tuhan tengah mengajar, ibu dan saudara Tuhan Yesus datang mengunjungi-Nya. Tuhan menegaskan, "Siapa-kah ibu-Ku dan siapakah saudara-saudara-Ku? . . . Sebab siapa pun yang melakukan kehendak bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku . . . dialah ibu-Ku" (Matius 12:46-50).
Tanggung jawab kepada orangtua lebih bersifat fisik ketimbang emosional. Anak berkewajiban memelihara kelangsungan hidup orangtua di masa orangtua tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan-nya. Namun anak tidak berkewa-jiban membuat orangtua senang secara membabi buta; menye-nangkan orangtua memunyai batasnya. Firman Tuhan menca-tat, "Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya berkata kepada-Nya, 'Tuhan, izinkanlah aku pergi terlebih dahulu menguburkan ayahku.' Tetapi Yesus berkata kepadanya, 'Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka' " (Matius 8:21-22).
Setelah kita menikah, kita harus mengutamakan keluarga sendiri tanpa harus melepaskan tanggung jawab kita sebagai anak kepada orangtua. Itu sebabnya Tuhan berfirman, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" (Kejadian 2:24). Harus ada sebuah tindak pemisahan dan prioritas sehingga keluarga yang baru dapat berdiri dengan mandiri.
Oleh: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Bersyukur Radio Mensana FM sudah mengudara seperti biasa, karena kerusakan peralatan sudah teratasi mulai awal Juli 2009.
Setelah 3 bulan tidak disiarkan, doakan agar dalam waktu dekat ada kepastian, apakah program Telaga masih dapat disiarkan oleh Radio Solagracia FM di Malang.
Bersyukur Radio Blessing FM di Pekalongan telah mendapatkan ijin. Mereka langsung mengunduh program Telaga dari situs dan saat ini program Telaga telah disiarkan secara rutin.
Doakan untuk kerjasama dengan radio Sakti FM atau WOW FM di Madiun, yang masih menunggu kejelasan kapan Telaga mulai disiarkan oleh salah satu dari radio tersebut.
Kerjasama dengan radio Debora AM di Bandung masih tersendat, karena masalah antar pemilik saham radio yang belum terselesaikan.
Bersyukur untuk tambahan 1 artikel yang selesai dikerjakan oleh Bp. Paul Gunadi. Doakan agar 5 judul yang telah dikirim ke Literatur SAAT dapat dicetak & diterbitkan pada bulan Agustus 2009 yad.
Doakan untuk Bp. Heman Elia dan Bp. Paul Gunadi dalam pengerjaan 11 artikel yang akan diterbitkan dalam bentuk booklet oleh Literatur SAAT.
Doakan agar rencana menitipkan kaset-kaset Telaga di Pastorium serta tawaran kepada beberapa alamat, mendapatkan respons yang positif.
TANYA
Saya seorang istri dan ibu dari dua anak. Masalah dalam keluarga saya timbul dikarenakan pada awal kehamilan anak pertama saya, entah kenapa saya merasa sangat benci kepada suami. Disentuh atau diajak bicara saja saya sudah enggan, apalagi berhubungan intim. Namun suami tidak mau mengerti keadaan saya malahan dia mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati saya dan parahnya suami sering mengancam akan meninggalkan saya (padahal saya tidak pernah menyuruhnya pergi dari rumah). Untuk diketahui, kami tinggal di rumah yang diberikan oleh orang tua saya.
Sekitar 3 tahun ini suami saya tidak bekerja sehingga sayalah yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Saya mengerti sekali kalau harga dirinya pasti terpukul karena tidak dapat membiayai kami, karenanya saya tidak menuntut apa-apa darinya.
Saya semakin sakit hati karena setiap ada masalah dia pasti memojokkan saya. Bahkan dia sering mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas kepada saya meski di depan orang lain. Dia bertanggung jawab pada berbagai peran di luar sana (banyak organisasi yang dia ikuti) dan dia dinilai orang sebagai sosok yang baik hati dan tidak mungkin melalaikan tanggung jawab.
Dia pernah mengajukan cerai, tapi tidak pernah saya tanggapi. Terus terang saya merasa malu karena kami berdua sebelum menikah adalah aktivis gereja yang menjadi panutan, namun sekarang hanya saya bersama anak dan pembantu rumah tangga yang pergi ke gereja. Bagaimana saya harus menghadapi masalah ini ?
JAWAB
Nampaknya konflik sudah dimulai sejak ibu hamil anak pertama. Penolakan ibu untuk berhubungan intim pada waktu itu telah menyinggung harga diri suami ibu. Perlu ibu ketahui bahwa harga diri seorang laki-laki terletak pada tiga bidang saja yaitu seksual, harta, dan tahta. Penolakan ibu untuk berhubungan intim pada waktu hamil anak pertama telah melukai harga dirinya sebagai laki-laki. Ditambah lagi kenyataan bahwa rumah yang sekarang ditempati itu adalah pemberian orang tua ibu, itu membuat suami makin merasa tertolak, walaupun ibu tidak pernah mengusirnya. Maka kalau sejak saat itu suami sering marah-marah dan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati ibu, itu merupakan pembalasan atas luka yang disebabkan oleh penolakan maupun perasaan tidak bisa memunyai harta/rumah. Jika sekarang suami lebih suka mengurus organisasi (sekalipun tidak menghasilkan uang), itu semata-mata karena disitulah ia mendapatkan harga dirinya, disanalah dia mendapatkan penghormatan, penghargaan dan pengakuan. Disitulah ia menemukan "tahta"nya.
Dari pihak ibu. Memang benar kehamilan membuat tubuh mengalami perubahan-perubahan hormonal yang dapat menye-babkan perubahan-perubahan emosi. Suami seharusnya mengerti dan memaklumi keadaan ini. Ketika suami marah-marah dan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan, maka hati ibu juga terluka. Terlebih saat ini sejak suami tidak bekerja, stres atau tekanan yang ibu tanggung semakin besar.
Setelah melihat apa yang terjadi pada kedua belah pihak, dapat disimpulkan kedua belah pihak pada pendapatnya masing-masing. Keadaan ini membuat komunikasi terhambat dan membuat interaksi semakin beku.
Ada beberapa aspek yang perlu ibu perhatikan :
Cinta. Pengalaman cinta menjadi luntur akibat pengalaman-pengalaman yang menyakitkan itu. Maka ibu dapat memulai membangun cinta dengan "mencintainya". Cinta bukan hanya dirasakan tapi juga dikerjakan.
Pengorbanan. Dalam Efesus 5:25 dijelaskan bahwa suami istri diminta untuk melihat dan meniru pengorbanan Kristus. Melayani berhubungan intim dengan suami walaupun ibu merasa kurang "mood", adalah pengorbanan.
Komunikasi. Komunikasi suami istri berperan penting dalam membangun cinta dalam kehidupan keluarga.
Pengampunan. Pengampunan merupa- kan kunci utama untuk penyembuhan luka batin yang ibu alami. Mungkin ibu bertanya, "Mengapa saya yang harus mengampuni ? Bukankah suami saya yang bersalah ? Ini tidak adil bagi saya". Memang kalau ibu mengampuni suami, nampaknya tidak adil tetapi mengampuni itu bermanfaat bagi ibu.
Pengharapan. Maksudnya selalu melihat bahwa di tengah-tengah konflik yang sulit masih ada pengharapan. Segala sesuatu yang nampaknya sebagai kegagalan, jangan dilihat sebagai kegagalan. Misalnya, kalau suami belum berhasil, jangan putus asa, kegagalan adalah sukses yang tertunda atau belum musimnya.
Kiranya Tuhan menolong ibu untuk bisa menerapkan aspek-aspek tersebut di atas.
- T271 A Menatap Diri dan Menata Diri
- T271 B Bukan Barang Rongsokan
- T272 A Adakah Sifat Dasar ?
- T272 B Dapatkah Mengubah Sifat Dasar ?
- T273 A Remaja Putra dan Pornografi
- T273 B Melindungi Remaja Terhadap Pornografi
- T274 A Remaja Putri dan Cinta (I)
- T274 B Remaja Putri dan Cinta (II)
- T275 A Komitmen dan Keintiman (I)
- T275 B Komitmen dan Keintiman (II)
- T276 A Bertahan dalam Bencana Ekonomi
- T276 B Bersiaga dalam Badai Ekonomi
- T277 A Panggilan Tuhan
- T277 B Dipakai Tuhan sepert Gideon
- T278 A Hidup dalam Kekecewaan
- T278 B Hidup dengan Orang yang Kecewa
- T279 A Kekerasan dalam Rumah Tangga (I)
- T279 B Kekerasan dalam Rumah Tangga(II)
- T280 A Mengakhiri dengan Baik (I)
- T280 B Mengakhiri dengan Baik (II)
- T281 A Krisis dalam Keluarga Kristen
- T281 B Iman dalam Krisis Keluarga
- T282 A Tuhan di Tengah Keluarga
- T282 B Mengasihi Anak Lebih dari Tuhan
Beberapa orang pernah menghubungi kami dan menanyakan tentang CD SABDA 3.0 Final, namun sampai saat ini CD tersebut belum tersedia. Jadi mereka yang menginginkan program tersebut bisa mengunduhnya melalui http://alkitab/sabda/org atau yang dikenal dengan situs SABDA.net. Selamat mencoba !!
Kresek
Seringkali kalau kita membeli makanan atau gorengan, adakalanya oleh penjualnya dimasukkan kedalam kresek warna hitam.
Awas ini tidak baik untuk kesehatan !!!
Berikut kutipan "Public Warning" dari Badan POM No. KH.00.02.1.55.2890, tanggal 14 Juli 2009.
Kantong plastik berwarna terutama hitam kebanyakan merupakan produk daur ulang yang sering digunakan untuk mewadahi makanan.
Dalam proses daur ulang tersebut riwayat penggunaan sebelumnya tidak diketahui, apakah bekas wadah pestisida, limbah rumah sakit, kotoran hewan atau manusia, limbah logam berat, dll. Dalam proses tersebut juga ditambahkan berbagai bahan kimia yang menambah dampak bahayanya bagi kesehatan.
Jangan menggunakan kantong plastik kresek daur ulang tersebut untuk mewa-ahi LANGSUNG makanan siap santap.
Info lebih lanjut websitenya WWW.pom.go.id atau email ulpk@pom.go.id (disingkat) ttd. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Dr. Husniah Rubiana Thamrin Akib, MS, MKes, SpFK
- 12385 kali dibaca