Relasi Orangtua dan Anak di Hari Tua

Versi printer-friendly
Oktober


Relasi orangtua - anak dibangun di awal kehidupan anak. Di dalam pengalaman 12 tahun pertama, inilah dasar relasi terbentuk dan menentukan corak relasi selanjutnya, termasuk di hari tua. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang mesti kita pahami guna menciptakan relasi orangtua - anak yang indah di hari tua.

  1. Di hari tua, anak cenderung bersikap terhadap orangtua sesuai dengan kondisi relasi itu sekarang. Mungkin tatkala anak kecil, ia tidak memunyai banyak pilihan selain mengikuti kehendak orangtuanya. Setelah dewasa ia lebih memiliki banyak pilihan dan besar kemungkinan ia lebih bebas untuk menyatakan kemerdekaannya. Jadi, bila ia tidak setuju atau menyukai gaya hidup orangtuanya, di masa tua ia akan lebih tidak mau berdekatan dengan orangtuanya. Penting bagi anak untuk menyadari bahwa tidak banyak yang dapat ia lakukan untuk mengubah orangtuanya. Sebaiknya anak menerima orangtua apa adanya sehingga relasi tidak terus menjadi tegang. Sebaliknya, anak pun perlu menjaga batas agar relasi dengan orangtua yang tidak harmonis ini tidak memengaruhi kehidupan pribadi atau keluarganya. Jadi lakukanlah sedapatnya dan sebanyaknya tanpa merusak relasi itu sendiri atau relasi dengan keluarga sekarang.
  2. Orangtua kembali menjadi seperti anak dalam pengertian ia sekarang dibatasi oleh kelemahan fisiknya. Seperti seorang anak, ia pun harus bergantung pada orang lain - pada kesediaan waktu dan keinginan. Jika relasinya dengan anak tidak terlalu akrab, dapat dimengerti bila di masa tua relasi ini akan menjadi canggung karena ia tidak terbiasa meminta bantuan anak. Bila inilah corak relasinya, sebaiknya orangtua berinisiatif mengakui kekurangan dan keterlibatannya dalam kehidupan anak di masa lampau dan ungkapkan pengertian bahwa di masa tua ini, ia harus memulai relasi yang baru dengan anak. Jika ada kesalahan yang perlu diakui, akuilah dan mintalah maaf.
  3. Kalau pun relasi orangtua - anak baik, tetap saja akan ada ketegangan yang mesti dihadapi bersama. Orangtua dapat merasa bersalah menjadi beban buat anak dan sebaliknya, anak pun merasa bersalah karena tidak dapat berbuat lebih buat orangtuanya. Ia pun sibuk dengan keluarga dan tanggung jawab pribadinya sehingga tidak dapat meluangkan lebih banyak waktu. Itu sebabnya penting bagi orangtua dan anak untuk saling terbuka dengan pengharapan masing-masing agar relasi ini tidak menjadi relasi yang sarat rasa bersalah.
  4. Dalam melayani orangtua, anak-anak perlu membagi tugas supaya tidak membebani salah seorang anak secara berlebihan atau menimbulkan iri hati. Orangtua pun akan dapat melihat bahwa semua anak mengasihi mereka tanpa terkecuali.

Firman Tuhan: "Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi ini." (Efesus 6:2)


oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Ringkasan audio T 196 B
Simak di www.telaga.org











PERTANYAAN:

Dengan hormat, Saya pendengar setia acara Telaga dan topik "Hidup Sendiri Lagi" mendorong saya untuk bertanya sesuatu.


Sekarang ini saya berumur 63 tahun dan saya hidup sendiri sebab suami sudah meninggal dunia karena sakit paru-paru bertahun-tahun. Suami telah melakukan pengobatan bertahun-tahun dan menghabiskan biaya yang banyak. Namun kita hanya manusia yang bisa berusaha, dan Yang Maha Kuasa saja Penentunya. Sedari muda saya tidak aktif di gereja untuk mengambil pelayanan gerejawi sebab banyak kesibukan di rumah yang harus saya jalani. Namun jika ada persekutuan keluarga yang bergilir atau persekutuan warga, maka saya pun mempersilakan mereka untuk menggunakan tempat saya dan melayani mereka.


Sekarang ini saya mencari kesibukan seperti berjalan/ bersepeda di pagi hari dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga rutin. Selesai itu saya berdoa, membaca Alkitab dan mendengarkan siaran kotbah di radio. Untuk saat ini saya belum merasa kesepian dan tidak ada keinginan untuk ikut anak-anak, karena saya orang yang agak sulit/keras nanti takutnya malah memunculkan pertengkaran dalam rumah tangga mereka. Saya berkeinginan tinggal di panti jompo. Ada 2 panti yang saya pikirkan agar tidak membuat repot anak-anak di kemudian hari. Pertama di Solo yang dekat dengan anak, atau di Batu, Malang yaitu Panti Wreda Simon Petrus, atau dimanapun yang anak-anak saya setuju.


Setelah suami saya meninggal ada banyak hal yang harus diurus terutama masalah warisan untuk dibagikan ke anak dan untuk saya sendiri dimana nantinya akan saya gunakan untuk pembiayaan di panti jompo tersebut. Menurut pertimbangan dan pemikiran Bapak, apakah langkah-langkah yang saya rencanakan ini ialah kemauan dari seorang tua yang egois yang memikirkan diri sendiri dan ingin memisahkan diri dari lingkaran keluarga? Apakah bisa dibenarkan kemauan saya untuk hidup di panti jompo? Sekian dulu pertanyaan saya dan terima kasih atas segala jawaban dari TELAGA.



JAWABAN:

Salam sejahtera dalam kasih Kristus, Terima kasih untuk surat Ibu yang telah kami terima. Harapan dan doa kami, Ibu dalam keadaan sehat selalu. Kami senang dan berterima kasih karena Ibu adalah pendengar yang setia acara TELAGA. Di bawah ini adalah jawaban kami atas surat Ibu yang berhubungan dengan topik "Hidup Sendiri Lagi".


Keinginan Ibu untuk tinggal di panti jompo bukanlah merupakan keputusan yang egois. Ini menunjukkan pemikiran yang bijaksana dari Ibu dan juga menjadi bukti bahwa Ibu sayang pada keluarga anak-anak Ibu. Karena keinginan tersebut didasari pada pengakuan Ibu akan keadaan & karakter diri sendiri, sehingga Ibu tidak ingin menimbulkan masalah dalam rumah tangga mereka jika seandainya Ibu tinggal dengan mereka.


Memang dalam masyarakat kita di Indonesia masih ada anggapan dan dugaan bahwa kalau seseorang tinggal di panti jompo, itu berarti anak-anaknya "membuang" atau tidak mau peduli lagi terhadap orangtua. Padahal kalau keputusan untuk tinggal di panti jompo itu sudah dipertimbangkan dengan baik dan disetujui oleh kedua belah pihak (orangtua dan anak) maka itu tidaklah salah. Dengan tinggal di panti jompo memang secara fisik Ibu terpisah dari keluarga, tetapi relasi dan komunikasi dengan keluarga tetap bisa dilakukan. Misalnya dengan surat-menyurat, saling menelpon atau saling mengunjungi.


Mulai sekarang Ibu bisa berdoa agar Tuhan mempersiapkan Ibu dan anak-anak Ibu, sehingga jika kelak Ibu tinggal di panti jompo hubungan kekeluargaan bisa tetap terjalin dengan baik. Pada waktu Ibu mulai tinggal di panti jompo pasti akan mengalami masa adaptasi. Penyesuaian dengan tempat tinggal, lingkungan, dan teman-teman baru tidaklah mudah. Tapi dengan kesiapan hati dan pertolongan Tuhan tentu semua akan bisa dilalui. Ibu juga bisa menjadi "saksi Tuhan". Ceritakanlah tentang kasih Tuhan Yesus yang sudah dan terus Ibu alami. Bagikanlah pengharapan Ibu akan hidup kekal kepada teman-teman di panti jompo. Dengan demikian Ibu menjadi "saluran berkat" bagi mereka.


Demikianlah balasan kami, semoga cukup jelas dan bisa Ibu mengerti. Sebagai penutup surat ini kami kutip ayat Alkitab yang mungkin tidak asing lagi bagi Ibu, semoga ayat ini bisa menguatkan dan menjadi berkat. "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4)


Teriring salam dan doa kami,
Tim Pengasuh Program TELAGA











  1. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari NN di Surabaya (Rp 2.000.000,-), NN di Tangerang (2x Rp 650.000,-) dan dari Ibu Gan May Kwee di Solo (Rp 500.000,-).
  2. Bersyukur selama Bp. Paul Gunadi berada di Malang 4 minggu telah mengadakan 7x rekaman.








  3. Bersyukur Telaga bisa ikut memeriahkan HUT ke-25 dari Yayasan Lembaga SABDA di Orient Convention Hall, Solo pada tanggal 14 Oktober 2019. Hadir sekitar 450 orang dalam seminar tentang "Alkitab dan Teknologi".
  4. Bersyukur pelantikan Presiden dan Wakil Presiden telah berlangsung pada tanggal 20 Oktober 2019 yang lalu dan terbentuknya kabinet Indonesia Maju. Kita doakan untuk pemerintah dan segenap jajarannya.
  5. Bersyukur sebagai ganti radio Harmoni FM di Blitar yang tidak lagi mengudara, program Telaga bisa disiarkan oleh Radio Suara Gracia FM di Wlingi-Blitar dan di-relay oleh Radio Suara Agape FM di Kediri setiap hari pk.16.30 WIB. Demikian pula radio MARS FM di Palu yang tahun lalu terkena gempa, sudah kembali mengudara sekalipun menjadi radio komunitas. Radio Agape di Semarang, yang sejak tahun 2016 tidak lagi menyiarkan Telaga, telah bekerjasama kembali.
  6. Bersyukur atas pernikahan putri sulung dari Bp.& Ibu Suriptono, Ph.D. yaitu Sdri. Ina Kristiana dengan Sdr. Jes Shatton pada tgl.27 Oktober 2019 di Perth.
  7. Kita doakan agar dalam waktu dekat pelayanan Telaga Kehidupan di Sidoarjo mendapatkan tempat yang memadai untuk tempat Pusat Bina Iman Anak dan Pusat Konseling, sehingga bisa dikenal dan berkembang.
  8. Tetap doakan untuk rencana penerbitan buku Telaga-7 yang berjudul "Mengapa Menikah", bekerjasama dengan C.V. Evernity Fisher Media di Malang. Semoga dalam waktu 2 minggu draft bisa diselesaikan, diperiksa dan disempurnakan.
  9. Doakan untuk rencana rekaman bersama Ibu Pdt. Dr. Vivian A.Soesilo sebagai narasumber pada hari Senin, 4 Nopember 2019 yad.
  10. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari donatur tetap di Malang yaitu dari : 003 untuk 5 bulan : Rp 1.000.000,- 006 untuk 1 bulan : Rp 150.000,- 015 untuk 3 bulan : Rp 2.250.000,-










Menurut raja Salomo, ada 3 hal yang sia-sia bila kita mencarinya di luar Tuhan, yaitu:

  1. Kebahagiaan - Salomo berkata, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya." Rumah merupakan tempat di mana kita diterima dan dikasihi. Rumah melambangkan kebahagiaan kita. Kita perlu membangun dan mendasarkan rumah tangga kita di dalam Tuhan.
  2. Keamanan - Salomo berkata, "Jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." Perasaan aman dalam diri kita tidaklah ditentukan oleh sesuatu yang berada di luar kita tetapi siapa yang bertahta dalam hidup kita. Perasaan aman dan damai ada dalam hati orang yang memiliki Tuhan, Raja Damai.
  3. Kekayaan - Salomo berkata bahwa kemampuan kita untuk menikmati makanan dan untuk menikmati hidup adalah karunia atau pemberian Tuhan. Sia-sialah kita memiliki kekayaan bilamana kita tidak dapat menikmatinya! Oleh sebab itu, jadilah orang yang kaya di hadapan Tuhan!