Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Tugas dan Tantangan Istri Gembala Sidang" bagian kedua. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita sudah membahas sebagian tentang tugas dan tantangan istri gembala sidang. Setidaknya kita sudah membicarakan dua tugas dan tantangan dari istri gembala sidang. Sebelum kita melanjutkan pada tugas dan tantangan yang berikutnya, mungkin Pak Paul bisa mengulas secara singkat apa yang sudah kita bicarakan pada kesempatan yang lampau ?
PG : Kita mengangkat topik tentang peranan dan tugas serta tantangan istri gembala sidang karena kita mau lebih mengerti betapa tidak mudahnya tugas dan tantangan yang dihadapi istri gembala sidang. Ada dua yang telah kita bahas. Yang pertama sebagai tugas terutama adalah memelihara hubungan yang erat dengan Tuhan itu sendiri. Karena dia itu nantinya akan sangat mempengaruhi bukan saja kehidupan dan pelayanan si suami tapi nanti juga gereja dimana dia berada. Semakin dia dekat dengan Tuhan, semakin dia akan menjadi alat Tuhan yang dipakai Tuhan memberikan pengaruh yang positif kepada suaminya dan juga kepada jemaat yang dilayani. Tugas yang kedua adalah ia adalah orang yang paling dekat dengan si suami, jadi dia yang paling bisa mengerti si suami. Ia perlu menjaga hubungan yang intim dengan suami. Salah satu caranya adalah dengan belajar lebih menguasai diri. Tidak begitu saja, kapan saja, meluapkan emosi dan menuntut pengertian dari suami. Sebab memang suaminya sebagai gembala sidang mengemban tugas yang unik. Dia terus-menerus harus memikirkan pemberitaan Firman, persoalan jemaat karena dia mau tidak mau dilibatkan dalam persoalan jemaat. Jadi, tidak bisa tidak, si istri akan sedikit banyak merasa disisihkan tapi dia mesti memahami tugas si suami. Jadi, pengertian si istri, penguasaan dirinya, itu akan menolong si suami menjadi hamba Tuhan yang lebih baik. Kita juga bahas, dia harus menjadi seperti Nabi Natan kepada Raja Daud. Dia yang paling tahu si suami. Kalau dia melihat suami makin jauh dari Tuhan, atau mulai bermain api dengan dosa, dia mesti bersuara, dia mesti mengingatkan suaminya. Saya kira itulah yang telah kita bahas, Pak Gunawan.
GS : Iya. Kalau begitu kita lanjutkan tugas berikutnya dari istri gembala sidang ini apa, Pak Paul ?
PG : Tugas ketiga istri gembala sidang adalah MEMELIHARA HUBUNGAN YANG ERAT DENGAN ANAK. Tidak bisa tidak suami akan sering berada di luar rumah sehingga kesempatan bersama anak tidak banyak. Itu sebab kedekatan hubungan antara anak dan ayah sebagai gembala sidang akan terbatas. Istri gembala selayaknyalah berupaya mengkompensasi kekurangan ini dan menjadi jembatan penghubung antara anak dan ayah. Tapi saya akan jelaskan tentang peranan ini dengan lebih mendetail. Ada tiga hal yang saya mau angkat. Yang pertama, istri gembala menjadi penghubung antara anak dan ayah bukan dengan cara mengambil alih tugas dan tanggung jawab ayah. Semua yang harus dilakukan ayah seperti mendisiplin anak, tetap dilakukan ayah. Namun oleh karena terbatasnya waktu di rumah, maka volume akan berkurang. Nah, disinilah istri gembala berperan. Jadi, tidak berarti – misalnya tadi itu tentang mendisiplin anak, karena si ayah memang harus sering berada di luar – dia sama sekali tidak mendisiplin anak. Itu keliru. Si istri akan lebih sering mendisiplin anak. Itu betul karena dia lebih banyak di rumah. Tapi kadang kala, apalagi untuk hal-hal yang penting dan serius, suami atau si gembala sidang harus turun tangan. Harus menerapkan disiplin. Mengasihi anak, dekat dengan anak, memang istri akan lebih berperan karena dia lebih sering di rumah, tapi si gembala sidang tidak boleh 100% membebastugaskan dirinya. Dia juga harus berusaha dekat dengan anak. Sekali-sekali ajak anaknya pergi, mengobrol, tanya, telepon dan sebagainya. Meskipun tidak sesering si istri. Ini poin pertama yang saya mau angkat, memelihara hubungan dengan anak tidak berarti meniadakan tugas ayah. Si ayah tetap harus berfungsi.
GS : Ya. Yang selanjutnya apa, Pak Paul ?
PG : Istri gembala memelihara hubungan yang erat dengan anak bukan kapasitas sebagai sepenanggungan dan senasib, dalam pengertian sebagai sesama korban dari ayah yang kurang memberi perhatian. Maksud saya begini, Pak Gunawan. Ada istri gembala yang memang mengasihani diri. "Nasib saya kok malang, tidak diperhatikan suami, suami lebih memperhatikan jemaat daripada saya." Akhirnya sering bicara sama anak-anak, curhat pada anak-anak. Anak-anak juga berkata, "Iya, papa itu kok tidak peduli pada kita ya, ma." Akhirnya anak dengan mama makin hari makin dekat karena merasa sepenanggungan. Bukan itu maksudnya. Istri gembala justru membangun kedekatan dengan anak di atas dasar pengertian yang sama yaitu semua adalah bagian dari pelayanan untuk Kristus dimana si ayah bertugas di luar sedang mereka bertugas di dalam, memberi dukungan dan berdoa untuknya. Jadi, ajaklah anak-anak berdoa untuk papa yang sedang melayani Tuhan.
GS : Ya. Mungkin penting sekali peran dari istri seorang gembala sidang ini untuk menjelaskan kepada anak-anaknya apa sebenarnya tugas yang dikerjakan oleh ayahnya ini, Pak Paul.
PG : Ya.
GS : Karena anak-anak ini agak sulit membayangkan mengapa ayahnya ini agak lain dari ayah teman-temannya, Pak Paul. Penjelasan itu yang saya rasa penting untuk diberikan oleh seorang istri gembala sidang.
PG : Ya. Kita juga bisa melihat betapa krusialnya peranan si istri ini, Pak Gunawan. Sebab dia memang bisa memberikan gambaran yang positif sehingga anak-anak menghargai apa yang ayahnya kerjakan tapi bisa juga memberikan gambaran yang negatif sehingga anak-anak tidak menghargai ayahnya dan juga akhirnya tidak menghargai pelayanan.
GS : Iya. Mungkin yang anak-anak kenal di sekolah cuma guru agama atau guru-guru yang lain. Tetapi sebagai seorang gembala sidang, buat anak agak sulit. Pengertian tentang gembala itu saja sudah membingungkan anak ini.
PG : Betul. Jadi, kita sudah melihat betapa penting peranan seorang istri gembala sidang di dalam membesarkan anak-anaknya dan mengarahkan anak-anaknya.
GS : Caranya bagaimana, Pak Paul ?
PG : Selanjutnya yang ketiga adalah, istri gembala memelihara hubungan dengan anak dengan cara terlibat di dalam kehidupan anak. Bukan saja dia terlibat dalam aktivitas sehari-hari, dia pun terlibat dalam kehidupan emosional dan sosial anak. Sebagaimana kita ketahui anak gembala sering menerima sorotan dari lingkungan. Nah, istri gembala dan juga bapak gembala seyogianyalah menyampaikan pengertian ini kepada anak dan tidak menambah tuntutan yang tidak perlu. Ada anak-anak yang baik, yang menerima temannya yang adalah anak pendeta. Tapi cukup banyak anak-anak yang akan memang mengolok-olok temannya yang adalah anak pendeta. Atau di gereja, kadang-kadang anak-anak juga suka nakal mengatakan hal-hal yang melecehkan menghina pendetanya, nah anak pendetanya ada di depan mereka dan anak itu harus mendengar. Poinnya adalah anak-anak ini sudah cukup harus menderita memikul beban yang cukup berat, maka penting sekali si ibu atau si istri gembala dan juga si bapak gembala sudah tentu mengerti anak ya. Jangan sampai merohanikan semuanya. Jangan berkata, "Kamu tidak seharusnya merasa malu. Tidak seharusnya kamu takut. Kamu justru harus bangga." Ya karena memang anak-anak itu justru sedang dalam kesusahan. Yang dia perlukan adalah orangtua yang berkata, "Kami mengerti, Nak, tidak gampang. Kami mengerti, Nak, kamu kadang-kadang mungkin malu mengaku kamu anak pendeta." Nah, rasa dimengerti ini akan menolong si anak untuk justru maju terus.
GS : Berarti ada tantangan yang harus dihadapi oleh seorang istri gembala sidang ini sehubungan dengan anaknya, Pak Paul ?
PG : Salah satu tantangan yang kerap dihadapi oleh istri gembala dalam kaitannya dengan anak adalah PEMBERONTAKAN ANAK, Pak Gunawan. Anak yang berkemauan keras mulai menunjukkan jiwa pemberontakannya sejak awal. Dia tidak mudah disuruh dan cenderung membantah. Di dalam kevakuman peran ayah, anak akan lebih sering memberontak. Tidak bisa tidak istri gembala harus lebih sering menghadapinya. Pemberontakan masa kecil tidak mudah, tetapi pemberontakan masa remaja dan pemuda jauh lebih sulit. Pada masa remaja dan pemuda, pemberontakan anak biasanya melibatkan orang lain dan obyek lain, seperti berpacaran dengan yang tidak seiman, bergaul dengan teman yang bermasalah, menggunakan obat terlarang, atau terlibat dalam perilaku kriminal, dan terberat sudah tentu adalah menolak iman kepercayaan orangtua dan hidup di luar Tuhan. Nah, ini adalah tantangan berat yang akan menguras tenaga dan air mata. Istri gembala mesti melibatkan suami menghadapi semua ini. Dia tidak bisa menghadapinya sendirian. Jika tidak berhati-hati ya, dia bisa jatuh ke dalam lembah kepahitan dan mengasihani diri. Ia pahit terhadap suami yang dianggapnya berandil besar dalam pemberontakan anak. Dia dapat terjerumus ke dalam lubang mengasihani diri, merasa diri begitu malang. Akhirnya kepahitan merembes masuk ke dalam relasinya dengan Tuhan pula. Dia melihat Tuhan tidak adil dan tidak memerhatikan pengorbanannya. Jadi, semua ini adalah tantangan yang berat, Pak Gunawan. Istri gembala bukan wanita super yang selalu tahan banting dan tidak bisa retak. Itu sebab dia perlu meminta pertolongan kepada suami dan kepada sesama rekan yang bisa dipercaya atau kepada seorang konselor Kristiani. Terutama dia perlu datang membawa beban yang berat ini kepada Tuhan. Sesungguhnya dia tidak sendirian, Tuhan Yesus yang telah memanggilnya akan terus bersamanya. Tetapi Tuhan memunyai waktu-Nya dan cara-Nya untuk menolong.
GS : Ya. Memang pergumulan ini berat sekali bagi seorang istri hamba Tuhan ya. Tapi kita percaya bahwa kalau hubungannya dekat dengan Tuhan, ada pengharapan di dalam dirinya. Pak Paul, selain tugas-tugas yang sudah Pak Paul sampaikan, apakah masih ada tugas yang lain ?
PG : Terakhir, tugas istri gembala sidang adalah MEMELIHARA HUBUNGAN YANG BAIK DENGAN GEREJA, Pak Gunawan. Istri gembala dapat membawa pengaruh baik atau buruk bagi pelayanan suaminya. Tidak jarang gembala sidang dirugikan akibat perilaku istri yang tidak baik. Sebaliknya banyak gembala sidang diuntungkan oleh kelakuan istri yang baik. Jadi, kita melihat hubungan antara suami istri dan keluarga hamba Tuhan akan nanti berdampak pada hubungan dengan gereja. Ini yang kita mau lihat ya. Ada beberapa yang mau kita soroti. Yang pertama, istri gembala HARUS DAPAT MENJAGA RAHASIA. Baik itu rahasia suami maupun rahasia jemaat. Ciptakanlah rumah tangga yang aman bagi suami sehingga ia tahu bahwa apa yang disampaikannya kepada istri tidak akan disampaikan kembali kepada salah seorang jemaat yang kebetulan dekat dengan istrinya. Kadang istri karena merasa dekat dengan seseorang di gereja, suaminya bicara ini itu, maksudnya suami ya berbagi duka berbagi cerita dengan istri, istrinya kurang bijaksana dia ceritakan kepada temannya di gereja, sehingga akhirnya temannya sampaikan kepada orang lain, akhirnya si gembala sidang takut cerita kepada istri karena takut bocor kemana-mana. Jemaat juga perlu tahu secara pasti bahwa apa yang disampaikannya kepada istri gembala akan dirahasiakan dan tidak akan disebarluaskan kepada jemaat lainnya. Kadang ada yang kurang bijaksana, Pak Gunawan. Dengan kata-kata pembukaan, "Eh, tolong doakan ya si A lagi ada masalah." Akhirnya dia ceritakan… nah, akhirnya jemaat tidak berani cerita dengan istri gembala sidang karena tahu pasti nanti diketahui oleh semua orang.
GS : Iya. Padahal jemaat juga mau mengutarakan isi hatinya kepada istri dari gembala sidangnya supaya disampaikan kepada gembala sidang, tidak mau langsung. Tapi kalau jadi penyebar gosip seperti ini maka orang menjadi kurang aman untuk menceritakan persoalannya ya.
PG : Betul. Yang lain adalah Istri gembala harus dapat berkomunikasi dengan tepat, Pak Gunawan. Masalah dan kesalahpahaman mudah timbul gara-gara miskomunikasi. Jadi, istri gembala perlu berhati-hati dalam berkomunikasi. Dalam menyampaikan data atau fakta mesti tepat. Jangan sampai tidak tepat. Misalnya, sakit kemudian masuk Rumah Sakit. Nah, kalau tidak hati-hati, misalnya berubah menjadi sudah terlambat masuk rumah sakit, sehingga timbul kekagetan di tengah jemaat bahwa seseorang sudah meninggal dunia, padahal kebalik. Jadi mesti berhati-hati ya. Kalau kita ini tidak dalam konteks sebagai seorang gembala sidang, tidak apa-apa berbicara salah, "Eh, maaf salah ya…" tapi kalau sebagai gembala atau sebagai istri gembala, itu memengaruhi banyak orang. Jadi, benar-benar mesti berhati-hati dalam berbicara.
GS : Itu termasuk dengan koleganya sendiri, misalnya sesama istri gembala sidang, Pak Paul. Itu pun harus hati-hati bicara supaya tidak salah persepsi.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Yang ketiga adalah istri harus menyeimbangkan dengan bijak antara membela kebenaran dan membela suami. Ini dalam konteks memelihara hubungan yang baik dengan gereja. Istri gembala tidak menikah dengan seorang yang sempurna. Sebagai seorang yang tidak sempurna, gembala dapat melakukan kesalahan. Pada saat seperti ini posisi istri gembala menjadi terjepit, Pak Gunawan. Apakah yang mesti dilakukannya ? Membela suami tanpa kondisi ataukah membela kebenaran dalam hal ini membela kepentingan gereja. Istri gembala harus membela kebenaran dan gereja Tuhan tapi dia pun harus mendampingi suami. Respek jemaat kepada istri gembala barulah dapat muncul jika gereja melihat bahwa istri gembala dapat melihat dan mengakui kekurangan suaminya. Namun pada akhirnya istri gembala harus menegaskan bahwa tempatnya adalah di samping suami bukan di hadapan atau berseberangan dengan suaminya. Poinnya adalah kalau sampai ada orang berbicara tentang si gembala sidang yang berkaitan dengan kelemahannya, misalnya dia itu tidak sabar dan cepat marah, si istri jangan sampai malah membela si suami menutupi kelemahannya dan menyalahkan orang. "Bukannya suami saya itu kurang sabar tapi kalian itulah yang memang mudah bikin marah orang" dan sebagainya, dan sebagainya. Itu akhirnya membuat jemaat tidak mau ngomong lagi. Lebih baik kalau memang si istri bisa melihat jelas suaminya memang kurang sabar dan mudah emosi, mengakuinya dan berkata, "Saya tahu itu kelemahan dia. Saya adalah istrinya jadi saya tahu itu kelemahan dia. Tapi saya juga tahu dia berhati baik, dia sebetulnya sangat peduli pada orang, tapi ya memang dia kurang sabar. Namun saya selalu mengingatkan dia, saya cinta kepada dia karena saya tahu dia adalah seorang suami yang berhati baik." Dengan si istri bicara seperti itu, jemaat tahu, si istri gembala tidak buta, si istri gembala juga tidak membabi buta membela suami, tetapi si istri gembala setia kepada suami. Ini menjadi teladan yang baik.
GS : Bahkan istri gembala itu kalau memang perlu dan suaminya memang salah, tidak perlu ragu untuk meminta maaf ya.
PG : Betul sekali.
GS : Mungkin suaminya tidak mau meminta maaf tetapi istri bisa meminta maaf untuk suaminya itu.
PG : Betul. Karena pada akhirnya panggilan kita adalah membela kepentingan Tuhan dan kebenaran Tuhan bukan manusia.
GS : Tantangannya apa, Pak Paul ?
PG : Berkaitan dengan tugas memelihara hubungan yang baik dengan gereja, ada satu tantangan yang kerap harus dihadapi istri gembala yaitu keberdosaan manusia. Gereja adalah tubuh Kristus yang kudus tapi gereja tidak diisi oleh orang yang kudus. Gereja diisi oleh manusia yang berdosa seperti kita dan ada di antara jemaat gereja yang sangat berdosa sehingga sanggup melakukan hal-hal yang buruk, baik terhadap sesama maupun keluarga gembala sidang. Inilah yang kadang mesti dihadapi oleh istri gembala. Ada kalanya istri gembala sidang begitu terkejut dan terpukul melihat ulah segelintir jemaat yang berusaha menghancurkan gembala sidang dengan pelbagai cara. Tidak bisa tidak dia dapat kecewa dan akhirnya mengalami kepahitan. Dia mungkin merasa dikhianati dan ini bisa membuatnya kehilangan bukan saja kepercayaan tetapi juga keinginan untuk melayani Tuhan. Ada yang bahkan memutuskan meninggalkan pelayanan dan meminta suami untuk mengikuti jejaknya, Pak Gunawan. Sebab dia tidak lagi dapat memercayai gereja dan akhirnya memutuskan relasi dengan gereja. Ada yang bertahan dalam gereja. Ada ya. Karena suami tidak mau meninggalkan pelayanan. Tapi hati sudah terlanjur terluka. Akhirnya dia memutuskan relasi dengan jemaat, hanya hadir dalam ibadah minggu, tidak lagi dapat mendukung pelayanan suami karena hatinya sudah tawar. Dia tidak menyangka bahwa jemaat bisa berbuat begitu jahat kepadanya atau pada suaminya. Dengan begitu mudahnya jemaat itu melupakan semua pengorbanan dan pelayanan mereka. Nah, tantangan seperti ini memang berat, Pak Gunawan. Tidak gampang. Jadi, kita mau coba lihat apakah ada yang bisa kita lakukan untuk menghadapi tantangan seperti ini. Ada dua, Pak Gunawan. Yang pertama adalah dengan MEMUSATKAN PANDANGAN PADA YESUS. Istri gembala perlu menambatkan iman pada kuasa dan pemeliharaan Tuhan. Yesus Sang Kepala Gereja tidak akan berdiam diri. Dia pasti akan bertindak, IA akan membela yang benar dan menghukum yang salah. Yang kedua, dengan MEMUSATKAN PANDANGAN PADA JEMAAT YANG TULUS DAN MENGASIHI TUHAN SERTA HAMBA-NYA. Puji Tuhan ada banyak jemaat yang seperti ini, Pak Gunawan. Merekalah alasan mengapa kita tidak meninggalkan pelayanan di gereja. Tuhan sudah memberitahukan bahwa di tengah gandum pasti ada lalang. Ingat Tuhan tidak menanam lalang, Iblis menanam lalang, seperti dikatakan di Matius 13:24-30. Tapi… Nah, ini yang harus kita ingat, akan datang waktunya dimana Tuhan akan membakar lalang, IA akan bertindak. Ini dua cara yang bisa kita gunakan untuk menghadapi tantangan besar yaitu keberdosaan manusia.
GS : Ya. Jadi, menghadapi orang-orang di dalam gereja memang bukan sesuatu hal yang mudah bagi keluarga gembala sidang, Pak Paul. Sehingga mereka mau tidak mau harus menjadi satu tim yang betul-betul solid – antara gemala sidang itu, istrinya, termasuk anak-anaknya. Karena tanpa mereka solid, saya rasa sulit buat mereka untuk bertahan di dalam gereja itu.
PG : Ya.
GS : Nah, dari perbincangan ini, kesimpulan apa yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Tugas dan tantangan istri gembala tidak mudah. Itu kesimpulannya, Pak Gunawan. Namun ingatlah, sama seperti gembala, istri gembala hanya sekadar hamba bukan empunya gereja. Kita bekerja melakukan tugas yang diembankannya tapi kita tidak bekerja sendirian. Tuhan pun turut bekerja, bahkan IA sudah bekerja sebelum kita bekerja. Kembali kepada perumpamaan tentang lalang di antara gandum. Kita adalah benih gandum yang baik, yang ditanam oleh Tuhan Yesus sendiri. Nah, firman Tuhan mengakhiri perumpamaan itu dengan perkataan ini, saya kutip dari Matius 13:43, "Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka." Bila kita terus hidup benar, kita akan bercahaya seperti matahari di dalam gereja Bapa. Jika istri gembala terus hidup benar, dia akan bercahaya seperti matahari di dalam gereja Bapa.
GS : Iya. Itu sebabnya jemaat dan kita semua perlu berdoa buat gembala sidangnya tetapi juga berdoa buat keluarga dari gembala sidang ini karena tantangannya begitu berat dan Iblis bisa saja menebar lalang disana.
PG : Betul.
GS : Terima kasih untuk perbincangan ini, Pak Paul. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tugas dan Tantangan Istri Gembala Sidang" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.