Tatkala Hidup Berhenti dengan Tiba-Tiba

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T381B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Tanpa kita sadari, setiap hari kita bangun dari tidur kita berharap bahwa hari ini akan berjalan sama seperti kemarin. Aktivitas yang kita lakukan kemarin akan kita lakukan hari ini dan apa yang terjadi kemarin akan terjadi hari ini. Singkat kata, kita tidak berharap hidup akan berubah dalam sekejap. Masalahnya adalah, hidup kadang berubah dengan sekejap dan kita pun harus membangun hidup dari nol lagi. Faktor apa yang dapat membuat kita kehilangan hidup dengan sekejap? Apa yang mesti kita lakukan bila hal seperti itu menimpa kita?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Tanpa kita sadari, setiap hari kita bangun dari tidur kita berharap bahwa hari ini akan berjalan sama seperti kemarin. Aktivitas yang kita lakukan kemarin akan kita lakukan hari ini dan apa yang terjadi kemarin akan terjadi hari ini. Singkat kata, kita tidak berharap bahwa hidup akan berubah dengan sekejap. Masalahnya adalah, hidup kadang berubah dengan sekejap dan kita pun harus membangun hidup dari nol lagi.

Pada dasarnya ada tiga sumber atau faktor yang dapat membuat kita kehilangan hidup dengan sekejap: alam, orang lain, dan diri sendiri. Sebagaimana kita ketahui BENCANA ALAM dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Pada saat alam berguncang, kita pun terguncang. Kita kehilangan harta milik dan adakalanya orang yang kita kasihi.

Hal kedua adalah ORANG LAIN. Salah satu fakta dalam kehidupan yang kadang mesti kita hadapi adalah kita harus menjadi korban perbuatan orang lain. Ada orang yang harus kehilangan barang berharga akibat perampokan. Ada yang kehilangan rumah karena ditipu. Dan, ada yang mesti kehilangan kebahagiaan berumah tangga karena diceraikan pasangan. Namun ada satu lagi yang berkaitan dengan orang lain namun tidak berhubungan dengan perbuatan jahat yakni kematian orang yang kita kasihi. Pada saat seperti itu tidak bisa tidak, adakalanya muncul pemikiran bahwa kita pun telah menjadi "korban" perbuatannya meninggalkan kita dalam ketidaksiapan.

Hal ketiga adalah DIRI SENDIRI. Adakalanya oleh karena perbuatan sendiri maka kita harus menanggung kehilangan besar. Karena ketidakmampuan kita menjaga batas, kita terlibat perselingkuhan dan sebagai akibatnya, kita kehilangan keluarga. Ada pula yang salah bertindak sehingga harus mendekam di penjara. Dan, ada pula orang yang tidak bijaksana berusaha sehingga harus kehilangan harta milik.

Sebagaimana kita lihat ketiga sumber bencana di atas dapat menyapu bersih kehidupan kita secara mendadak. Secara tiba-tiba hidup yang kita kenal, lenyap. Dan, kita dipaksa untuk merajut sebuah kehidupan yang baru dengan menggunakan apa yang tersisa. Apakah yang mesti dilakukan bila hal seperti itu menimpa kita?

  • Pertama, kita mesti MENGIZINKAN DIRI UNTUK MERASAKAN KEHILANGAN DAN DAMPAKNYA PADA DIRI KITA.
    Tidak apa menangis dan tidak apa bingung. Tidak apa kecewa dan tidak apa marah. Semua adalah reaksi yang wajar. Jadi, berilah kesempatan kepada diri untuk mengungkap perasaan yang berkecamuk baik secara verbal atau emosional. Setelah semua perasaan ini muncul keluar, pada saatnya pergolakan emosional ini pun akan mereda. Kita akan merasa lebih tenang.
  • Pada titik inilah kita mulai memasuki tahap berikut yaitu MERASAKAN KEKOSONGAN DI DALAM DIRI SENDIRI.
    Jika pada tahap awal kita memfokuskan mata pada kehilangan itu sendiri—pada obyek yang sekarang telah tiada—di tahap berikut ini kita mulai menengok ke dalam diri sendiri. Pada saat itulah kita disadarkan akan kehampaan yang bersarang di kalbu. Tidak bisa tidak, pada saat itu kita akan terkejut melihat diri sendiri yang seolah tidak kita kenali lagi. Kita telah berubah; kita tidak sama lagi. Ada sesuatu yang telah terhilang. Reaksi seperti ini adalah wajar dikarenakan konsep diri sebetulnya dibangun di atas banyak faktor yang terkait dengan diri kita. Misalkan, kita selalu memunyai konsep bahwa kita adalah seorang ayah. Bayangkan bila kita harus kehilangan anak semata wayang ! Tidak bisa tidak, kita akan melongok ke dalam diri dan menemukan kekosongan. Anak yang kita kasihi yang selama ini menempati hidup kita telah tiada.
  • Itu sebabnya kita terpaksa melanjutkan perjalanan hidup ini dan masuk ke tahap berikut yaitu MULAI MEMBANGUN SEBUAH KEHIDUPAN YANG BARU.
    Diri yang lama telah tiada; mau tidak mau kita harus melepasnya. Nah, satu hal yang mesti kita camkan dalam membangun diri yang baru adalah kita tidak bisa membangun diri yang baru seperti yang lama!

Kita harus menerima kenyataan bahwa kita tidak tahu seperti apakah hidup kita kelak. Kita tidak tahu seperti apakah diri yang baru itu. Salah satu kesalahan yang sering diperbuat adalah kita berusaha keras membangun sebuah kehidupan atau diri yang persis sama dengan diri yang lama. Pada kenyataannya kita tidak mungkin melakukannya. Materi yang baru akan menghasilkan produk yang baru ! Singkat kata mulai dari titik itu kita berjalan sepenuhnya dengan iman !

Firman Tuhan di Yesaya 12:2 berkata, "Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gemetar, sebab Tuhan Allah itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku." Sewaktu hidup tiba-tiba berhenti, pandanglah kepada Tuhan. Mulai dari saat itu, terus pandanglah Tuhan untuk memimpin kita memasuki kehidupan yang baru. Jangan berdoa meminta kehidupan yang lama itu. Berdoalah meminta kehidupan yang baru !