Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), bersama Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan juga Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau berdua adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang kali ini kami beri judul "Tahap Perkembangan Cinta dalam Pernikahan". Kami percaya perbincangan ini akan sangat menarik dan bermanfaat bagi Anda sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, di dalam bahasa Indonesia mungkin kita hanya mengenal kata cinta atau kasih yang sering kali kita gunakan sehari-hari tapi kalau tidak salah saya mendengar dalam bahasa Yunani itu ada beberapa istilah. Apa benar seperti itu, Pak Paul?
PG : Benar Pak Gunawan, jadi dalam bahasa Yunani ada beberapa kata yang digunakan untuk melukiskan makna cinta. Kita akan bicarakan pada kesempatan ini yaitu 3 kata cinta itu, Pak Gunawan.
(2) GS : Itu kaitannya dengan cinta yang kita rasakan atau kita alami di dalam hubungan suami-istri bagaimana, Pak Paul?
PG : Bahasa Yunani menyoroti cinta secara lebih spesifik dan lebih tajam, oleh karena itulah ketiga jenis kata yang digunakan ini dapat kita kaitkan dengan perkembangan cinta di dalam keluarga.Ada beberapa, yang pertama akan kita bahas adalah kasih eros, dari kata eros muncullah kata erotik.
Jadi kata eros itu sendiri sebetulnya adalah kasih yang didasari atas ketertarikan jasmaniah secara fisik.
ET : Sebenarnya kalau ketertarikan seperti itu dibenarkan atau tidak, Pak Paul?
PG : Tidak apa-apa sebetulnya, Bu Esther, jadi ketertarikan secara fisik adalah sesuatu yang alamiah bukan sesuatu yang salah dan Tuhan pun tidak memarahi kita karena kita tertarik kepada seseoang secara fisik.
Bahkan seorang hamba Tuhan yang lain bernama George McDowell menegaskan bahwa unsur eros adalah unsur yang juga penting dalam pernikahan. Dengan kata lain tanpa adanya unsur eros cinta itu juga akan kehilangan unsur "passion" ya, unsur "passion" itu kalau diterjemahkan bukannya nafsu tapi suatu ketertarikan atau pendambaan yang kuat. Mungkin juga suatu hasrat, keinginan untuk intim dan sebagainya, karena adanya ketertarikan secara fisik.
GS : Secara naluri memang manusia dibekali dengan itu ya, Pak?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi karena kita ini manusia yang mempunyai hormon-hormon memang sudah dibekali Tuhan untuk bisa menyukai orang karena ketertarikan secara fisik itu.
GS : Tetapi ada orang yang tertarik dengan sesama jenisnya, apakah itu tergolong di situ juga?
PG : Itu juga sama, jadi masuk dalam kategori eros yaitu ketertarikan secara jasmaniah. Pada esensinya, tahap ini adalah tahap awal dalam menjalin hubungan. Kita menyukai seseorang karena ada hl-hal tentang dirinya secara fisik yang kita sukai.
Dapat kita katakan dalam satu kalimat, cinta eros adalah cinta yang berkata: "Aku tertarik kepadamu sebab engkau memberikan sesuatu yang aku inginkan." Nah boleh juga saya gunakan istilah ini adalah cinta yang lebih ke arah saya sendiri secara pribadi, jadi cinta ini cinta searah. Namun arahnya adalah dari orang kepada kita karena orang memberikan sesuatu yang kita inginkan atau menyenangkan hati kita.
ET : Jadi fokusnya lebih kepada diri sendiri dulu Pak Paul, mungkin seperti keuntungan apa yang bisa saya dapatkan dari orang ini.
PG : Mungkin tidak melulu keuntungan tapi sesuatu yang menyenangkan hati secara jasmaniah, mungkin wajahnya, tubuhnya, penampakannya yang memang membuat kita senang, jadi benar-benar searah dar dia untuk kita.
Boleh juga kita gunakan istilah ini adalah cinta terpesona, benar-benar rasanya kita terpesona dengan penampakannya, kehadirannya.
ET : Mungkin dari situ muncul suatu istilah jatuh cinta pada pandangan pertama berarti tergolong eros juga ya, Pak Paul?
PG : Betul, cinta pada pandangan pertama pastilah cinta eros karena kita belum mengenal orang itu tapi kita sudah menyukainya, jadi yang kita sukai biasanya adalah yang kita lihat. Cinta eros ii adalah cinta yang bersifat sementara, karena kita tidak mungkin terpesona terus-menerus.
Sebagus apapun pasangan kita atau seindah apapun pasangan kita setelah kita hidup bersamanya untuk jangka yang panjang, magnet itu makin mengecil tidak bisa kita hindari. Kita bukannya akan kehilangan cinta, tapi rasa terpesona itu memang akan berkurang, ini yang kadang-kadang membuat sebagian orang berkesimpulan bahwa saya sudah tidak lagi mencintainya. Ya kadang-kadang kita menggunakan istilah cinta ala Hollywood. Sebab para bintang Hollywood itu dikenal secara negatif sebagai orang-orang yang kawin cerai dengan begitu mudah, mencintai seseorang setahun, 2 tahun kemudian bercerai. Karena sebagian dari orang-orang ini berkata tidak ada lagi cinta semula itu, nah yang mereka maksud sebetulnya adalah unsur terpesonanya tidak ada lagi. Justru yang mau kita tekankan di sini adalah memang unsur terpesona itu bersifat sementara, jarang bisa terus berlangsung untuk waktu yang sangat lama karena kita akan terbiasa dengan pasangan kita. Pada kesempatan ini yang ingin kita bahas adalah cinta itu sebetulnya akan mengalami progresi, perubahan wujud, perkembangan atau pertumbuhan dan meninggalkan terpesona memasuki tahapan yang lain.
GS : Apa itu Pak Paul, jadi tahapan berikutnya setelah eros itu tadi mulai berkurang?
PG : Yang tahap berikutnya adalah tahap phileo, ini bahasa Yunani berarti kawan, persahabatan. Dari kata inilah muncul sebuah nama kota di Amerika Serikat Filadelfia itu. Phileo adalah kasih pesahabatan, jadi pada tahap ini relasi diikat oleh kecocokan, berbeda dengan eros di mana relasi diikat oleh ketertarikan.
Pada tahap phileo, relasi kita dengan pasangan diikat oleh kecocokan. Dengan kata lain kita bergerak meninggalkan eros yang bersifat jasmani masuk ke dalam relasi yang lebih bersifat non-jasmaniah, kecocokan sifatnya, karakteristiknya, kesamaan berpikir, bisa mengerti kita, kita bisa mengertinya. Kalau kita bilang kecocokan berarti memang ini timbal balik. Kalau tadi satu arah dari pasangan kepada kita, sekarang timbal balik kita ke dia dan dia ke kita, saling mengisi, saling cocok, saling menyegarkan. Kalau saya boleh intisarikan cinta phileo adalah cinta yang berkata aku senang bersamamu, sebab kita sepadan.
ET : Dan untuk urusan sepadan ini memang perlu waktu untuk bisa menguji kecocokan itu. Dengan kata lain, kalau orang-orang pada masa-masa eros sudah langsung mungkin buat komitmen sampai ke pernikahan, jangan-jangan nanti sampai pernikahan juga belum sampai sebenarnya ke tahap untuk phileo dan untuk kecocokan ini, Pak?
PG : Betul, nah Ibu Esther memunculkan suatu point yang bagus ya, orang-orang dulu itu menikah secara "paksa" karena ditentukan oleh orang tua mereka. Tidak pernah mengenal tapi orangsering berkata kenapa pernikahan mereka bisa langgeng sampai meninggal dunia, sekarang berkenalan lama tapi akhirnya bubar.
Nah bedanya adalah begini, dulu kemungkinan besar memang cinta itu tidak pernah sampai ke tahap phileo pada awal-awalnya karena belum kenal. Tapi ikatan sosial sangat kuat sehingga sanksi sosial sangatlah menyakitkan dan besar bagi mereka yang bercerai, karena itulah pasangan-pasangan ini dipaksa untuk tetap tinggal dalam ikatan nikah. Karena dipaksa mereka akhirnya memaksa diri untuk mengembangkan kasih itu mulai dari eros ke phileo. Sedangkan zaman sekarang bisa jadi yang tadi Ibu Esther katakan, masalahnya menjadi ketertarikan secara eros, secara erotis senang dengan hal-hal yang bersifat jasmaniah langsung mengikatkan diri dalam pernikahan e....setelah menikah baru menyadari betapa banyaknya ketidakcocokan, phileo tidak pernah terbentuk di situ sehingga eros pudar. Kita hanya bisa terpesona untuk jangka waktu tertentu, tapi kalau tidak digantikan oleh phileo memang berbahaya sekali.
GS : Pernikahan itu dari dua pribadi yang menikah, katakan satu dari mereka itu sudah mencapai ke tahap phileo tetapi yang satunya itu masih di tahap eros, bagaimana Pak?
PG : Menjadi pincang, sebab bisa jadi yang satu tidak menemukan kecocokan pada yang lainnya. Atau yang menekankan aspek eros akan berkata engkau tidak terpesona lagi kepadaku, bisa jadi memang khirnya muncul kepincangan di sini.
Jadi seyogyanya memang setelah melewati fase pertama itu yang mungkin berlangsung secara singkat 2, 3 tahun ya, seyogyanyalah yang akan mengikat kedua pasangan suami-istri ini adalah kasih phileo, persahabatan. Dan sebetulnya phileo ini akan menempati porsi yang besar dalam pernikahan misalkan 2, 3 tahun pertama adalah porsi eros boleh dikata setelah itu bisa sampai 40 tahun yang akan mengikat kedua orang ini adalah phileo, persahabatan. Ya erosnya makin pudar, tapi yang mengikat adalah persahabatan, dia bisa mengerti saya, saya bisa mengerti dia, bahu-membahu, saling menolong, membesarkan anak dan sebagainya.
GS : Tapi sampai ke tahap phileo itu Pak Paul, apakah kasih eros itu sudah tidak ada lagi di dalam pasangan itu?
PG : Sewaktu saya di seminari saya masih ingat sekali ada seorang teman yang usianya sudah lanjut, tapi dia bersekolah kembali sebagai seorang pendeta. Dan dia memberikan satu komentar yang bags sekali sewaktu membicarakan hal seksual dalam pernikahan.
Dia memberikan suatu bahasa kiasan "Semakin tua, semakin mengecil ranjang pengantin kami". Jadi maksudnya adalah ketertarikan secara jasmaniah dan kebutuhan untuk pemenuhan hasrat seksual memang makin menyusut, sehingga harus ada yang menggantikannya dan seyogyanyalah yang menggantikan itu adalah persahabatan. Sudah tentu bagi yang berpacaran jangan berkata o...ini tumbuhnya nanti setelah menikah o.....tidak, justru aspek phileo ini sudah harus mulai dirintis sejak masih berpacaran. Dapatkah pasangan kita itu menjadi sahabat kita, bukan saja seseorang yang membuat kita tertarik terhadapnya, tapi seseorang yang menjadi teman kita, bisa kita ajak bicara, kalau berkomunikasi bisa mengena. Jangan sampai karena masih berpacaran tidak bisa berkomunikasi, sering bertengkar tapi eros begitu kuat, saling tertarik secara fisik akhirnya menikah. Nah pernikahan seperti itu umumnya tidak akan langgeng.
ET : Mungkin atau tidak pasangan itu mengawali relasi dengan phileo terlebih dahulu sebelum adanya eros, Pak Paul?
PG : Bisa jadi, tapi tidak bisa murni sebab bagaimanapun kita ini tertarik kepada seseorang biasanya pada hal-hal yang bersifat fisik terlebih dahulu. Kalau kita sudah tidak punya perasaan sukamelihat penampakannya, sukar bagi kita untuk dekat dengan dia, jadi bukannya tergila-gila dia itu seperti apa gantengnya dan cantiknya ya tidak harus begitu eros, tapi senang melihat penampakannya, penampilannya begitu.
GS : Perselingkuhan itu juga timbul dorongan, jadi terhadap istrinya mungkin dia sudah ke tahap phileo tetapi lalu timbul rangsangan lagi, desakan lagi tertarik pada orang lain. Nah itu bagaimana, Pak Paul?
PG : Inilah yang menjadi masalah besar Pak Gunawan, dan Pak Gunawan telah memunculkan pertanyaan yang sangat relevan. Bukankah ini yang sering kali dicari oleh sebagian orang yaitu setrum, setrm romantis, eros dan mereka berkata: "Hambar hubunganku dengan istriku atau hubunganku dengan suamiku."
Tapi sekarang setelah aku bertemu dengan si dia hidupku ini menjadi bersemarak, bergairah, bersemangat lagi, rasanya tidak ada hidup sebelumnya seperti sekarang hidupku kembali." Betul, eros itu memang mempunyai sifat memberikan energi, memompa energi, memberikan kita suatu kesenangan kembali untuk menikmati hidup tapi sekali lagi hal ini tidak akan permanen. Kalau kita boleh berbicara langsung kepada mereka yang pernah berselingkuh dan tanyakan apakah api selingkuh itu ada pada tahap pertama perkenalan mereka, dugaan saya tidak ada. Jadi mereka yang mencari setrum-setrum romantis ini memang cenderung akhirnya terjebak dalam konsep yang keliru o....tidak ada lagi hubungan cinta dengan istri saya, harus mencarinya di luar. Padahalnya dengan yang di luar pun pada akhirnya akan mengalami nasib yang sama.
ET : Dapatkah kita mengatakan kalau orang-orang yang ingin mencari setrum baru itu besar kemungkinannya kwalitas phileonya ini memang mulai diragukan, jadi mungkin memang kedekatan persahabatan dengan pasangan ini rasanya perlu dievaluasi ya, Pak Paul?
PG : Sudah tentu itu bisa menjadi sumbang sih yang besar sekali, Bu Esther, jadi orang-orang ini memang sudah mempunyai masalah dalam pernikahan. Tapi saya tidak bisa menyangkali juga ada kasusdi mana hubungan nikahnya lumayan baik, namun orang-orang ini seolah-olah keranjingan dengan setrum-setrum romantis, setrum-setrum erotis ini sehingga akhirnya tetap mencari-cari yang di luar.
GS : Apa ada tahapan berikutnya?
PG : Ada yaitu tahap agape, inilah puncaknya dan sudah tentu tahapan ini tidak berarti hanya bisa ada di akhir pernikahan kita. Kasih agape adalah kasih searah sama seperti eros, namun bedanya rahnya itu terbalik.
Kalau eros arahnya dari dia kepadaku, kasih agape adalah arahnya dari aku kepada dia, kepada pasangan kita. Inilah kasih yang kita sebut kasih tanpa kondisi, sifat utamanya adalah memberi tanpa menghiraukan respons penerimanya. Jadi sungguh-sungguh kasih di sini hanya ingin memberikan tanpa menghiraukan apakah yang menerima kasih itu menunjukkan respons seperti yang kita inginkan. Kalaupun tidak memberikan respons seperti yang kita inginkan, cinta kita tetap kita berikan, jadi kita katakan agape itu tidak mementingkan diri sendiri. Agape hanya memikirkan dan berbuat sesuai dengan kepentingan si penerima kasih itu. Itu sebabnya penulis Alkitab menggunakan istilah agape untuk menggambarkan kasih Tuhan kepada manusia.
GS : Tapi manusiapun juga bisa melakukan sampai ke tingkat kasih agape itu, Pak?
PG : Bisa, karena sering kali bukan akibat pilihan kita, tapi akibat tempaan hidup dan akibat kuatnya dasar phileo. Jadi tanpa ada dasar phileo dapat saya katakan mustahil untuk menyempurnakan asih ini menjadi kasih agape.
Contohnya kita menghadapi badai kehidupan, diterjang oleh PHK misalnya atau kematian anak yang kita kasihi atau kehilangan rumah dan sebagainya. Namun suami-istri bahu-membahu menghadapi terjangan hidup yang begitu berat, saling menguatkan. Akhirnya apa yang terjadi misalkan kita adalah orangnya, kita akan benar-benar tersentuh dengan bantuan, cinta kasih, pengertian dari pasangan kita. Akibat dari semua itu adalah muncul kasih agape yaitu kasih yang ingin melindungi, memberikan dan menyayanginya. Meskipun akhirnya kita bertambah tua, tapi perasaan yang muncul bukannya justru mau menyingkirkan, tetapi menyayanginya sebagai sesuatu yang berharga, sebab dia berharga buat kita. Kita tidak lagi terpesona karena memang usia makin menanjak dan sebagainya, tapi kita merasakan dia adalah berharga buat kita, dia pernah begitu baik dan menolong kita sebagai sahabat.
ET : Kalau ternyata ini hanya sepihak saja bagaimana, Pak Paul?
PG : Itu bisa terjadi Bu Esther, yang satu tidak mempunyai kemampuan dan kematangan menjadi seperti yang Tuhan kehendaki yaitu memberikan kasih agape, akhirnya pincang kalau seperti itu. Jadi trus-menerus cinta itu merupakan transaksi bagi mereka-mereka ini, aku memberikan engkau memberikan, aku berikan satu engkau berikan satu, ya susah.
Namun seharusnya melalui tempaan-tempaan hidup orang dibentuk Tuhan untuk memiliki kasih agape ini, tapi tidak menutup kemungkinan akan ada orang yang tidak matang-matang, terus-menerus berhitungan seperti itu.
ET : Saya hanya membayangkan mungkin misalnya salah satu pihak memang benar-benar murni tanpa mengharapkan balasan tetapi pasangannya tidak tahu diri, malah mungkin mencari ke yang lain dan memerlakukan yang mengasihi dengan agape ini justru dengan perlakuan yang buruk ya.
PG : Itu yang kadang-kadang harus kita temui dalam hidup ini, di mana ada seseorang mengasihi pasangannya dengan kasih agape, memberikan tanpa kondisi sedangkan pasangannya tidak tahu diri, menalahgunakan kasih yang begitu besar.
Tapi dalam situasi seperti itu, kasih yang tetap ada adalah kasih agape sebab sungguh-sungguh dia tidak menerima apapun, tidak ada lagi yang dia bisa katakan inilah timbal baliknya dari yang saya berikan, tapi dia tetap mengasihi. Di sinilah cintanya menjadi seperti cinta Tuhan kepada manusia, meski kita berdosa tetap memberikan dirinya kepada kita.
GS : Tapi kalau tadi Pak Paul katakan eros itu tidak kekal, artinya bukan untuk jangka panjang apakah agape itu untuk jangka panjang, Pak Paul?
PG : Semakin cepat kita membentuk kasih agape, sebetulnya semakin memperkuat ikatan nikah kita. Tapi sekali lagi saya harus mengakui, Pak Gunawan, bahwa kita ini tidak bisa menciptakan kasih agpe dengan sendirinya.
Kita hanya bisa melewati situasi-situasi kehidupan dan taat kepada Tuhan melalui masalah-masalah yang kita hadapi dan tiba-tiba tanpa kita sadari kapan munculnya, cinta agape itu barulah mulai keluar. Tahunya dari mana kita mulai memiliki cinta agape? Nomor satu yang muncul dalam hati kita adalah perasaan tadi yang saya sebut sayang kepada pasangan kita, sayang bahwa dia itu berharga buat kita. Yang berikutnya kita benar-benar tahu tidak ada lagi yang bisa dia berikan untuk kita, tapi kita ingin memberikan diri kita kepadanya. Saya berikan satu contoh, Pak Gunawan dan Ibu Esther, saya pernah mendengar suatu kesaksian dari seorang hamba Tuhan yang istrinya terkena penyakit sehingga lumpuh, harus diberikan makan, disuapi dan sebagainya tapi ke mana-mana dia bawa istrinya itu. Dan dia pernah berkata dalam bahasa Inggrisnya 'Biasanya istri itu dikatakan seperti tumbuh-tumbuhan, vegetable tapi dia berkata istri saya adalah tomat yang paling manis, jadi meskipun istrinya tidak bisa memberikan apapun untuk dia tapi tetap dia cintai. Nah itulah contoh kasih agape, yang kalau dia sendiri ciptakan saya rasa tidak mungkin. Tapi melewati peristiwa kehidupan itulah dia bisa memunculkannya.
GS : Jadi orang yang merasakan sentuhan kasih Allah dengan kasih agape, saya rasa akan menyalurkan kasih itu juga kepada pasangannya ya, Pak Paul. Tadi Pak Paul katakan di dalam Alkitab itu sering kali digunakan istilah agape, sebelum kita mengakhiri perbincangan kita mungkin ada bagian Alkitab yang bisa mendukung itu.
PG : Saya akan bacakan Markus 9:35, "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Kasih agapediwujudnyatakan dalam bentuk yang nyata yaitu sebagai pelayan dan mendahulukan orang lain dan dengan rela kita ini yang terbelakang.
Dalam pernikahan kita harus ingat prinsip Tuhan, Tuhan pun datang untuk melayani dan mendahulukan yang dilayaninya yaitu kita manusia. Jadi hendaklah sebagai suami istri kita juga mewujudnyatakan cinta Tuhan dalam hidup kita, mendahulukan pasangan kita dan melayani dia. Dan kalau dua-dua bisa melakukan seperti itu, betapa indahnya pernikahan mereka.
GS : Kalau melihat sifat dari kasih agape itu bukan hanya ditujukan kepada pasangan kita, bisa ke anak, bisa ke keluarga lain, bisa ke orang lain yang bukan sanak keluarga kita. Apa betul seperti itu, Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi cinta yang memang kita sebarkan kepada semuanya.
GS : Terima kasih, Pak Paul dan Ibu Esther, untuk perbicangan kita saat ini dan saudara-saudara pendengar Anda baru saja mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang suatu topik yaitu "Tahap Perkembangan Cinta dalam Pernikahan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sel, 05/05/2009 - 4:09pm
Link permanen
Mekrin
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sel, 05/05/2009 - 4:12pm
Link permanen
Mekrin (Putra Oh'aem)
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sel, 05/05/2009 - 4:18pm
Link permanen
Mekrin Tapatab