Putusnya Komunikasi dan Pemberontakan Anak

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T296A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Dalam keluarga, komunikasi merupakan suatu keniscayaan. Bukan saja komunikasi berperan penting dalam pembangunan dan penyatuan keluarga, komunikasi juga merupakan pengisi kebutuhan anak yang hakiki akan interaksi. Tanpa komunikasi anak akan bertumbuh dalam kehampaan. Tidak ada yang mengajaknya bicara dan tidak ada yang menstimulasi dirinya. Tanpa kita sadari hal itu bisa membuat anak menjadi mudah memberontak. Bagaimana mengenai hal ini dan apa yang bisa kita lakukan?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Dalam keluarga, komunikasi merupakan suatu keniscayaan. Bukan saja komunikasi berperan penting dalam pembangunan dan penyatuan keluarga, komunikasi juga merupakan pengisi kebutuhan anak yang hakiki akan interaksi. Tanpa komunikasi anak akan bertumbuh dalam kehampaan. Tidak ada yang mengajaknya bicara dan tidak ada yang menstimulasi dirinya. Setidaknya ada dua hal yang terjadi yang dapat mengakibatkan timbulnya pemberontakan.

  • Pertama, hilangnya komunikasi berpotensi membuat anak tidak didengarkan. Apa yang disampaikannya berlalu begitu saja atau malah lebih buruk lagi, ia tidak lagi mau mengatakan apa-apa sebab ia merasa percuma. Rasa tidak didengarkan adalah bahan yang dapat membuat anak memberontak. Ia merasa seperti berhadapan dengan tembok sehingga untuk menembusnya, ia harus menabrak dan menghancurkan tembok itu. Inilah pemberontakan.
  • Sewaktu anak harus hidup dalam keluarga yang miskin komunikasi, ia pun akan harus kehilangan pembelajaran penting yaitu bagaimana berkomunikasi dengan benar. Alhasil ia miskin keterampilan berkomunikasi. Manakala sesuatu mengganggunya, ia tidak paham bagaimana mengutarakannya dengan benar. Ia tidak tahu bagaimana menyikapi perbedaan pendapat atau meminta sesuatu dengan benar. Akhirnya cara yang dikembangkannya adalah menerjang atau memberontak. Apa yang dikatakan orang tua bila tidak disukainya akan dilawannya sebab inilah satu-satunya cara yang diketahuinya.
Cara Penanganan
  • Tidak bisa tidak, sebagai orang tua kita harus bersedia memerbaiki komunikasi. Jika tidak berhasil, kita harus segera mencari pertolongan pihak ketiga yakni konselor keluarga.
  • Komunikasi dengan anak tidak harus menunggu sampai komunikasi di antara kita membaik. Langkah pertama adalah mengajaknya bicara hati ke hati dan meminta maaf kepadanya akan kurangnya komunikasi yang telah terjadi selama ini. Akui kepadanya bahwa selama ini memang kita kurang mendengarkannya. Akui dan terima pula kemungkinan bahwa sekarang ia tidak lagi berminat untuk berkomunikasi dengan kita. "Menerima" di sini berarti menerima keputusannya untuk tidak berkomunikasi dan menunggunya hingga ia siap. Kita tidak dapat memaksanya untuk berkomunikasi. Namun, sampaikan pula kepadanya bahwa kendati ia tidak lagi berminat, kita tetap ingin belajar dari kesalahan di masa lampau. Jadi, tanyakan kepadanya apakah yang telah dilihat dan dialaminya selama ini agar kita dapat memerbaiki diri.
  • Terakhir, kita harus menunjukkan usaha memerbaiki keadaan. Jangan sampai ia merasa bahwa apa yang telah disampaikannya berlalu begitu saja. Mungkin ia belum bersedia kembali menjalin komunikasi sekarang, namun jika ia melihat usaha kita menanggapi masukannya, besar kemungkinan suatu hari kelak ia akan membuka pintu komunikasi dengan kita.
  • Firman Tuhan memberi kita pedoman untuk berkomunikasi, "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah" (Yakobus 1:19). Lambat untuk berkata-kata sudah tentu bukan berarti menghilangkan komunikasi. Di sini lambat untuk berkata dan lambat untuk marah disebut dalam konteks perbandingan dengan mendengar. Jadi, perbandingan antara mendengarkan dan berkata-kata serta marah haruslah berkebalikan, sama seperti cepat dan lambat. Komunikasi yang sehat dibangun di atas upaya mendengarkan yang optimal. Inilah resep Tuhan untuk komunikasi.