Pola Asuh Mendewakan Anak

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T564B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Mendewakan anak berdampak pada pertumbuhannya, anak akan mengembangkan kepercayaan diri yang berlebihan, sikap membenarkan diri yang berlebihan, mengembangkan diri yang terbelah, perlakuan orangtua sangat memegang peranan penting demi terhindarnya anak dari hal-hal yang merusak dirinya.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

Salah satu sukacita terbesar dalam hidup adalah sukacita dikaruniai anak. Sukacita itu niscaya bertambah manakala anak yang kita lahirkan tampil cantik dan bertubuh indah, atau berparas tampan dan bertubuh atletis. Sukacita mencapai puncaknya apabila anak itu ternyata cerdas serta dikaruniai banyak talenta, seperti mahir berolahraga atau bermain musik. Tidak ada salahnya bersukacita asalkan kita tidak mendewakan anak. Malangnya, kadang kita lupa; bukan saja bersukacita, kita berbangga hati dan akhirnya menyanjung anak secara berlebihan. Tanpa kita sadari, kita memerlakukannya bak dewa, di mana bukan saja ia selalu benar, ia pun sempurna, tanpa cacat cela. Tidak bisa tidak, pola asuh ini berdampak pada pertumbuhan diri anak; berikut akan dipaparkan beberapa dampaknya.

Pertama, Anak Akan Mengembangkan Kepercayaan Diri Yang Berlebihan. Sudah tentu adalah baik bagi anak untuk memiliki kepercayaan diri dan tidaklah baik bagi anak untuk takut bersuara mengeluarkan pendapat karena tidak memunyai kepercayaan diri. Namun tidaklah baik bagi anak mengembangkan kepercayaan diri yang berlebihan, di mana ia merasa bisa melakukan segalanya dan tidak ada yang tidak dapat dikerjakannya.

Kepercayaan diri dibangun di atas pengenalan dan penerimaan diri yang realistik; seharusnya anak mengenal dan menerima kelebihan dan kekurangannya. Di atas kebisaannya, anak yakin akan kemampuannya dan di atas kekurangannya, anak mengakui keterbatasannya. Dan, berdasarkan kekurangannya, anak bersedia untuk menerima masukan dan bantuan yang dibutuhkannya. Sebaliknya, di atas kelebihannya, anak bersedia untuk berbagi dengan sesama yang memerlukan pertolongannya. Inilah kepercayaan diri yang sehat.

Bila anak menerima pola asuh yang mendewakannya, besar kemungkinan ia mengembangkan kepercayaan diri yang berlebihan. Anak menganggap diri bisa mengerjakan semua hal—tidak ada yang tidak bisa dilakukannya—dan ia pun akan menuntut orang untuk mengakuinya serta memberikannya kesempatan untuk melakukan apa pun yang diinginkannya. Pada akhirnya sikap seperti ini menimbulkan masalah, dimulai dalam keluarga sendiri, berakhir dengan teman.

Di dalam keluarga sendiri akan timbul masalah sebab ia merasa diri berbeda dari kakak dan adiknya. Alhasil ia selalu merasa diri istimewa dan menuntut perlakuan istimewa dari orangtuanya, dan ini akan menimbulkan iri hati pada kakak dan adiknya. Di luar rumah, ia pun bersikap selalu tahu dan ingin melakukan segalanya tanpa mengenal keterbatasan, membuat teman-temannya tidak nyaman dengannya. Akhirnya mereka pun menjauhinya.

Kedua, Anak Akan Mengembangkan Sikap Membenarkan Diri Yang Berlebihan. Sampai titik tertentu, kita mesti memunyai kemampuan untuk membenarkan diri. Sewaktu orang mengkritik atau menyalahkan perbuatan kita, adalah baik untuk dapat menjelaskan dan membenarkan diri. Terpenting adalah kita dapat melihat dengan jelas kekurangan dan kesalahan kita sehingga kita tidak secara membabi buta membenarkan diri.

Apabila anak menerima perlakuan dari orangtua yang mendewakannya, besar kemungkinan ia tidak dapat melihat diri secara tepat. Ia menganggap diri sempurna, tanpa cacat, dan tidak mungkin salah. Alhasil ia sukar menerima teguran. Semua usaha untuk mengoreksi akan ditampiknya dan dilawannya, membuat orang enggan untuk memberi tanggapan apa pun kepadanya. Pada akhirnya ia akan hidup di dalam gelembung balonnya sendiri.

Anak yang menerima perlakuan orangtua yang mendewakannya cenderung dominan, dalam pengertian, ia menuntut agar kehendaknya terjadi. Ia sukar menerima otoritas di atasnya dan tidak mau mengikuti aturan yang berlaku. Ia merasa diri lebih baik dari orang lain, jadi, ia beranggapan, selayaknyalah ia dikecualikan dari segala aturan yang berlaku. Itu sebab anak ini mudah sekali jatuh ke dalam dosa sebab pada akhirnya ia pun merasa bahwa aturan Tuhan pun tidak berlaku atas dirinya. Singkat kata, ia tidak merasa perlu untuk tunduk kepada Tuhan.

Ketiga, Anak Akan Mengembangkan Diri Yang Terbelah.. Tidak ada orang yang tahan untuk diperlakukan sempurna dan hidup sempurna sebab pada kenyataannya tidak ada orang yang sempurna. Itu sebab, pada akhirnya anak yang didewakan orangtuanya mulai retak. Ia tidak tahan menanggung beban yang berat itu dan mulailah ia mengembangkan kebiasaan yang tidak sehat untuk mengobati dan menyegarkan dirinya yang kelelahan. Ada yang lari ke perjudian, pelacuran, penggunaan narkoba, atau segala bentuk perbuatan yang tercemar.

Pada akhirnya anak ini akan memunyai dua kehidupan yang bertolak belakang. Di hadapan orangtua dan orang yang mengenalnya sebagai figur yang baik, ia berlaku baik dan bermoral tinggi. Di luar mereka, ia melakukan perbuatan-perbuatan yang salah dan malah merusak dirinya. Seyogianya ia mengakui keberadaan dirinya tetapi ini tidak dapat dilakukannya oleh karena ia ingin terus menampilkan diri yang sempurna itu. Alhasil makin hari makin ia terbenam di dalam kehidupan ganda dan terbelah ini. Untuk dapat terus hidup di dalam dua dunia ini, akhirnya ia berbohong. Makin sering ia berbohong, makin terbiasa ia berbohong dan pada akhirnya kebohongan menjadi bagian dirinya.

Nasihat Firman Tuhan

Hukum Pertama sebagaimana tertera di Keluaran 20:3 adalah, "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku." Ada orangtua begitu bergantung pada anaknya yang dianggap sempurna seakan-akan anak itu adalah ilah lain di hadapan Allah. Kita mesti mengasihi anak dengan sungguh tetapi kita pun mesti mengasihinya dengan tepat. Dan, mengasihi dengan tepat berarti memerlakukannya dengan tepat—sebagai manusia yang tidak sempurna dan berdosa. Amsal 22:6 mengingatkan, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu."