Pernikahan Dihancurkan Oleh Kejengkelan, Bukan Kebencian

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T545A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Penggunaan uang, penggunaan waktu dan penggunaan kata oleh pasangan dan ada perbedaan prinsip, maka ‘kerikil-kerikil kecil ini’ yang tidak pernah dibereskan akan berbuah kejengkelan. Dan akhirnya kejengkelan yang berulang-ulang akan menimbulkan kebencian terhadap pasangan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
dpo. Pdt. Dr. Paul Gunadi

Sering kali kita beranggapan bahwa kalau sampai terjadi perceraian, penyebabnya pastilah suatu masalah besar, misalkan perzinahan. Kita menduga, sebagai akibat masalah besar seperti perzinahan, maka timbullah kebencian besar, yang akhirnya mengakibatkan perceraian. Pada kenyataannya kebanyakan pernikahan dihancurkan bukan oleh kebencian atau masalah besar seperti perzinahan, melainkan oleh hal-hal kecil yang menjengkelkan, yang terjadi terus-menerus. Berikut akan dipaparkan beberapa masalah kecil yang menimbulkan kejengkelan itu, sekaligus cara untuk mengatasinya.

  1. PENGGUNAAN UANG. Betapa seringnya pernikahan hancur gara-gara penggunaan uang. Ada orang yang mencatat setiap pengeluaran dan ada orang yang bahkan tidak ingat bahwa ia telah mengeluarkan uang. Sudah tentu bagi orang yang memerhatikan pengeluaran uang, cara penggunaan uang yang begitu bebas sangatlah mengganggunya. Pada saat ia sibuk mengetatkan pinggang dan memerhatikan arus pengeluaran, dengan mudahnya pasangannya memakai uang tanpa memikirkan dampaknya. Nah, bila ini terjadi terus-menerus, dapat kita bayangkan kejengkelan berkembang dan akhirnya mulai menggerogoti cinta dan respek terhadap pasangan. Jika tidak ada perubahan, besar kemungkinan pernikahan akan hancur. Sudah tentu perlu KEPERCAYAAN dan PENGERTIAN untuk menyelesaikan masalah ini. Diperlukan KEPERCAYAAN sebab masing-masing harus percaya bahwa pasangannya tidak bermaksud buruk. Yang ketat memikirkan masa depan, sedang yang longgar memikirkan masa sekarang. Yang ketat memikirkan kepentingan keluarga sedang yang longgar kadang memikirkan kebutuhan orang lain. Tidak ada yang sengaja berniat melukai pasangannya. PENGERTIAN pun dibutuhkan karena acap kali orang yang ketat dengan uang dibesarkan dalam keluarga yang sederhana, dimana setiap pengeluaran berpotensi menimbulkan masalah keuangan yang parah. Atau, kalaupun ia tidak dibesarkan dalam kondisi minim, ia dididik untuk berdisiplin dengan pengeluaran. Itu sebab, ia terbiasa dengan pengawasan uang yang ketat. Sebaliknya, orang yang bebas dengan pengeluaran biasanya dibesarkan dalam kecukupan. Ia tidak pernah khawatir akan uang karena kebutuhannya senantiasa tercukupi. Pengertian dibutuhkan untuk memahami bahwa pengaruh masa lalu tidak hilang begitu saja. Selain kepercayaan dan pengertian, hal lain yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah penggunaan uang ini adalah PENGATURAN. Sebaiknya pengeluaran setiap bulan diatur bersama. Sisihkan uang untuk pengeluaran rutin seperti listrik dan air serta keperluan dapur dan transportasi. Juga, untuk keperluan sekolah serta kebutuhan anak. Sudah tentu sisihkan pula uang untuk persembahan dan tabungan. Dan, jangan lupa sisihkan uang jajan bagi masing-masing. Tanyakan kepada pasangan yang longgar dalam penggunaan uang, berapa jumlah yang dibutuhkannya sebulan untuk keperluan jajannya dan mintalah ia berusaha mencukupi diri.
  2. PENGGUNAAN WAKTU. Ada yang menggunakan waktu seefisien mungkin dan ada yang menggunakan sepuas mungkin. Sudah tentu orang yang menggunakan waktu seefisien mungkin,jengkel melihat pasangannya menggunakan waktu seenaknya. Ya, orang yang menggunakan waktu seefisien mungkin paling tidak suka melihat orang membuang-buang waktu. Jika kondisi tidak berubah, kejengkelan pun berubah menjadi ketidaksukaan. Untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan kerelaan untuk berubah dari kedua belah pihak. Sudah tentu orang yang menggunakan waktunya seenaknya kurang mempertimbangkan perasaan dan kepentingan orang. Ia perlu belajar mengindahkan perasaan dan kepentingan orang. Sebaliknya, orang yang menggunakan waktunya seefisien mungkin sering kali susah menikmati kesantaian dan tidak suka melihat orang santai. Ini pun tidak sehat. Jadi, sebaiknya keduanya duduk bersama dan sepakat untuk membicarakan tentang apa yang diharapkan dari pihak yang menggunakan waktu seefisien mungkin. Kewajiban pihak yang menggunakan waktu secara santai adalah menyelesaikan tanggungjawabnya. Setelah ia menyelesaikannya, ia bebas untuk menggunakan waktunya sesuai keinginannya dan pihak pasangan tidak boleh mempersoalkannya. Singkat kata, ia mesti memberi kebebasan kepada pasangan untuk menjadi dirinya apa adanya. Santai bukanlah masalahnya, pokok masalah adalah tanggung-jawab. Selama sudah bertanggung-jawab, tidak ada yang perlu dipersoalkan.
  3. PENGGUNAAN KATA. Betapa seringnya kita dibuat jengkel oleh perkataan yang dilontarkan oleh pasangan. Walau kita sudah memberitahukan bahwa kita tidak menyukainya, ia tetap saja mengeluarkan perkataan yang sama, yang melukakan hati dan menggusarkan kalbu. Akhirnya kita tidak tahan dan mulai membalas. Kita pun mengeluarkan perkataan yang kita tahu akan membuatnya tersinggung. Kita sengaja menyakitinya supaya ia sadar. Mungkin kita berdalih bahwa kita tidak bermaksud melukainya; kita beralasan bahwa itulah cara kita berbicara. Atau, kita menuduh pasangan terlalu sensitif dan mudah tersinggung. Mungkin semua itu benar, tetapi dalam pernikahan, kita memang mesti mempelajari bahasa yang baru. Kita tidak boleh mempertahankan cara lama berkomunikasi; kita harus mempelajari cara yang paling efektif berbicara dengan pasangan.

Sebaliknya, kita pun harus menerima kemungkinan bahwa tidak selalu pasangan berniat menyakiti hati kita. Kadang ia benar-benar lupa. Itu sebab kita mesti menoleransi kesalahan-kesalahan seperti itu. Dan, jika memang benar kita terlalu peka, sebaiknyalah kita berupaya memperkuat perasaan supaya tidak terlalu rapuh. Satu perkataan yang mesti sering keluar dari mulut kita berdua adalah, "Saya minta maaf; saya tidak akan mengulangi perbuatan ini."

Pernikahan dihancurkan bukan oleh kebencian melainkan kejengkelan. Jadi, berusahalah untuk berubah supaya kejengkelan makin berkurang. Amsal 12:1 mengingatkan, "Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu."