Pernak-Pernik Perjodohan 2

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T063B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Kelanjutan dari T63A

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Keraguan yang muncul pada saat menjelang pernikahan dibagi dalam beberapa fase:

  1. Fase pertama, yaitu pada awal kita bertemu dan berpacaran, seyogyanya yang lebih natural sering terjadi adalah tidak ada keraguan, kita berpikir inilah jodoh kita, dialah yang paling cocok dengan kita, ini pasti kehendak Tuhan dsb.

  2. Fase kedua adalah fase di mana justru timbul keragu-raguan karena di situlah mereka mulai menemukan bahwa mereka tidak sama dengan pasangan mereka, dan pasangan mereka tidak bisa selalu mengerti diri mereka. Pada saat itu keragu-raguan biasanya muncul dan itu hal yang baik, ini adalah hal yang justru kita harus terima sebagai suatu bagian dari masa berpacaran yang sehat.

  3. Fase ketiga antara 6 bulan sampai setahun sebelum pernikahan, seharusnya mereka justru merasa damai dan lebih banyak tenteramnya daripada keragu-raguan.

Fase-fase berpacaran dari yang paling umum sampai yang spesfik:

  1. Pertama, saya ini menganjurkan kita ini bergaul dengan luas, maka saya tidak setuju anak SMP atau SMA berpacaran.

  2. Setelah itu kita mulai mengenal pasangan kita atau orang tersebut dalam kelompok kecil, jalinlah hubungan dengan dia namun dalam kelompok 2, 3, 4, sehingga kita mulai bersahabat dengan dia.

  3. Setelah kita mengenal dia dengan lebih baik, menjadi sahabat dia dengan baik, dalam kelompok kecil baru kita mulai persahabatan dengan dia secara pribadi. Kita ajak dia mulai berdoa dan tetapkan suatu jangka waktu, bagaimana selama 6 bulan kita saling mendoakan, saling mengenal.

  4. Setelah 6 bulan kita akan duduk bersama dan mengevaluasi apakah kita cocok, apakah engkau tetap mempunyai perasaan yang sama atau makin bertambah atau tidak.

  5. Setelah masa itu berlangsung dan kita merasakan makin cocok, dua-dua bisa berkata OK…..sekarang kita tuntaskan kita memasuki masa berpacaran.

Di sinilah orang tua harus berperan, artinya sejak anak kecil orang tua sesungguhnya sudah harus mulai menanamkan benih-benih kriteria yang baik. Siapakah istri yang baik, apakah suami yang baik, kriteria-kriteria itu harus mulai kita tanamkan pada diri anak kita. Sebagai orang tua kita harus mengakui bahwa kita mempunyai tugas, tapi wewenang kita terbatas, ini kita harus sadari.

Beberapa panduan karakteristik orang-orang yang cocok untuk menikah:

  1. Kita menikahi orang yang kita hormati, jadi jangan sampai kita menikah dengan seseorang yang tidak kita hormati atau tidak kita segani. Sebaliknya kita pun harus jadi orang yang disegani, dihormati oleh pasangan kita.

  2. Kita menikahi orang yang kita percayai, demikian juga sebaliknya kita pun harus jadi orang yang dipercayai oleh pasangan kita.

  3. Kita harus menikahi orang yang kita cintai, orang yang layak dan dapat dicintai, orang yang mempunyai karakteristik "lovable" yang kita kagumi, yang membuat kita sayang kepada dia. Sebaliknya demikian juga kita harus menjadi orang yang "lovable."

  4. Kita menikahi orang yang siap untuk meninggalkan kehidupan lajangnya. Artinya kita harus menikahi orang yang memang siap untuk terikat.

  5. Kita menikahi orang yang siap berkeluarga. Artinya siap menjadi suami-istri, siap menjadi ayah atau ibu. Orang yang siap menjadi ayah dan ibu, orang yang siap membagi dan mengorbankan hidupnya.

  6. Kita menikahi orang yang fleksibel atau orang yang bersedia menyesuaikan diri dengan perubahan.

Amsal 31:30 mengingatkan "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi istri yang takut akan Tuhan dipuji-puji." Saya coba balik untuk yang pria di sini, kegantengan adalah bohong dan ketampanan adalah sia-sia, tetapi suami yang takut akan Tuhan dipuji-puji. Jadi sekali lagi jangan kita ini dibutakan oleh penampilan fisik, kita harus pegang prinsip yang paling penting, yaitu carilah istri atau suami yang takut akan Tuhan.