Peran Orangtua Menghadapi Anak Berpacaran

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T024A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Materi ini mengarahkan orangtua untuk menyampaikan pesan-pesan moral secara positif jauh sebelum anak masuk dalam jenjang berpacaran. Juga membahas bagaimana sikap orangtua ketika mengetahui anak berpacaran dengan yang tidak seiman.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Yang membedakan berpacaran dengan berteman akrab adalah:
Perbedaan utamanya adalah ketertarikan secara romantis dan emosional. Persahabatan biasanya diikat oleh rasa kebutuhan, kebutuhan emosional yang dipenuhi oleh seorang sahabat. Sedangkan berpacaran mengandung unsur suatu ketertarikan secara romantis.

Teman juga memberikan pengaruh dalam kehidupan remaja, apalagi kalau mereka mulai berteman secara eksklusif. Misalkan pada usia 15 tahun, mayoritas teman-teman belum berpacaran, biasanya anak-anak remaja mulai berpacaran secara eksklusif pada usia 16 tahun ke atas. Waktu umur 15, 14 mulai mengembangkan persahabatan yang eksklusif dengan lawan jenis, dia juga malu untuk membuka fakta itu di hadapan teman-temannya. Jadi kecenderungan anak remaja juga menyembunyikan fakta tersebut, karena malu di hadapan teman-teman dianggap terlalu dini berpacaran dan sebagainya.

Yang perlu dilakukan orangtua kalau mengetahui anaknya sudah mulai berpacaran:

  1. Jauh sebelum anak kita berpacaran, kita seharusnya sudah mulai berbicara pada dia tentang calon pacarnya, tentang suami atau istri yang baik. Sehingga anak kita mempunyai kerangka atau standar atau tolok ukur sewaktu dia akhirnya mulai dekat dengan seorang pria, tanpa disadarinya prinsip-prinsip atau kriteria yang kita berikan itu melekat padanya dan menjadi panduan yang dia akan gunakan.

Ada kecenderungan anak justru tertarik kepada yang tidak seiman, sebetulnya dipengaruhi oleh kematangan iman, kematangan usia dan jiwa anak. Artinya ada anak-anak yang usia 11-12 tahun, 13 tahun yang memiliki kematangan rohani. Tapi pada umumnya kalau kita lihat secara umum, kebanyakan kita ini mulai memikirkan dengan serius akan iman, akan Tuhan pada umumnya sekitar usia 17, 18 tahun ke atas. Artinya pada usia sebelumnya hal-hal rohani itu kurang menempati posisi yang penting di dalam kehidupannya, dan pada umumnya pintu pertama yang menjadi penghubungnya antara kita dengan yang kita sukai adalah ketertarikan fisik. Soal kedua kecocokan kepribadiannya, sifat-sifatnya.

Melalui hal ini kita bisa tarik kesimpulan bahwa sewaktu anak menjalin hubungan dengan lawan jenisnya yang kebetulan tidak seiman itu dilakukannya tidak dengan sengaja, bukannya dia sengaja mencari yang tidak seiman tapi karena prosesnyalah memang begitu. Dari situ baru mulai memusingkan faktor-faktor lainnya, sifat-sifatnya, kebaikan hatinya, kecocokannya dan nanti yang terakhir yang dia akan pikirkan barulah kesamaan iman. Orang tua yang mengetahui anaknya pacaran dengan yang tidak seiman, reaksi pertamanya adalah panik dan kita takut itu akan membawa kerugian bagi si anak.

Yang perlu orang tua lakukan adalah pertama, berdialog dengan dia, larangan yang keras kurang begitu efektif. Salah satunya kita bisa membacakan satu ayat yang ditulis oleh Amsal 19:14, "Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi istri yang berakal budi adalah karunia Tuhan." Kita dapat bertanya: "Dapatkah engkau mempertanggungjawabkan keputusanmu ini dan berkata bahwa dia adalah pemberian Tuhan." Sebab sebagai orang Kristen kita harus berkata bahwa pasangan hidup kita itu adalah pemberian Tuhan, pemberian Tuhan berarti sesuai dengan kehendak Tuhan. Firman Tuhan meminta kita menikah dengan yang seiman, kita tidak diizinkan untuk menikah dengan yang tidak seiman.