Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pelajaran dari Daud". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena Alkitab, kitab suci kita tidak menutupi kejelekan seseorang, tokoh-tokoh di dalam Alkitab. Sekalipun banyak menguraikan tentang kelebihannya sehingga dari dalamnya kita bisa belajar tentang kehidupan pribadi seseorang dengan cukup lengkap. Salah satunya kita bisa belajar tentang Daud. Mulai sejak kecil sampai wafatnya kita bisa pelajari sesuatu yang unik, bukan begitu, Pak Paul?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Alkitab memang tidak ragu untuk mengungkapkan siapakah manusia itu. Alkitab itu tidak mempunyai kepentingan menutupi kelemahan manusia, justru Alkitab itu dengangamblang memaparkan keadaan manusia apa adanya, baik dalam kondisi terbaiknya ataupun dalam kondisi terburuknya.
Saya kira dari sosok Daud inilah kita bisa melihat sebuah kelengkapan hidup di dalam Tuhan, hidup dalam Tuhan memang tidak selalu perjalanan yang lancar tapi adakalanya juga berbatu dan adakalanya bukan saja naik, tapi juga akan meluncur turun ke dalam dosa. Hal-hal inilah nanti kita akan coba timba dari kehidupan Daud, Pak Gunawan.
GS : Di antaranya apa Pak Paul yang bisa kita pelajari dari kehidupan Daud ?
PG : Yang pertama adalah Daud seorang yang sabar menantikan waktu Tuhan, dia sudah diurapi oleh Samuel untuk menjadi seorang raja. Dia tahu ini pasti dilaksanakan, digenapi oleh Tuhan. Tidak mugkin Tuhan mengirim hambaNya mengurapi Daud kemudian Tuhan berkata, "Tidak jadi atau nanti setelah kamu meninggal baru ada orang lain yang," tidak! Tapi dialah yang akan menjadi raja.
Masalahnya adalah itu tidak terjadi dengan segera. Bertahun-tahun Daud sama sekali tidak melihat pemenuhan janji Tuhan bahkan sampai saat itu pun dia masih menjadi seorang gembala, belakangan karena raja Saul sering diganggu oleh roh jahat, 'mood' atau perasaannya naik turun akhirnya orang di istana berkata, "Bapa raja ini perlu seorang pemusik, perlu mendengarkan musik yang tenang," dan musik kecapilah yang dianggap bisa membuat raja Saul tenang dan mereka berpikir siapa yang bisa ? Dan mereka terpikir Daud, seorang pemuda yang rupanya saat itu kepiawaiannya bermain musik sudah cukup dikenal. Maka orang di sana bisa kenal dan tahu dia, jadi kemungkinan besar memang Daud sudah dikenal sebagai seorang musisi muda yang berbakat itulah yang membuat Daud dipanggil ke istana tapi bukan sebagai raja tapi sebagai pemain musik. Jadi saya berpikir-pikir kalau saya jadi Daud apakah mungkin nanti saya membayang-bayangkan, "Tuhan saya sudah diurapi, saya akan menjadi raja tapi tidak dipanggil-panggil," akhirnya dipanggil masuk ke istana bukan sebagai raja, tapi sebagai pemain musik kemudian untuk bermain musik bagi raja yang 'mood'nya ini turun naik tidak stabil dan juga lalim. Dari titik itu kita bisa melihat sebuah perjalanan panjang dalam hidup Daud yang akhirnya itu membuat dia menderita gara-gara urapan Tuhan itu, dia dikejar-kejar oleh Saul mau dibunuh berapa kali, dia harus lari tinggal di padang belantara, bahkan dia harus lari ke orang Filistin bahkan pura-pura gila. Itu sebuah pengalaman yang penuh dengan derita, itu bertahun-tahun bukan berhari-hari. Dan pertanyaannya adalah bagi Daud saat itu "Kapan Tuhan memenuhi janjiNya." Tapi Daud itu tetap kuat kokoh dalam Tuhan, dia tidak meragukan janji Tuhan, dia tahu Tuhan sudah berkata Tuhan akan menggenapi dan tinggal masalah waktu. Jadi di sini kita bisa melihat sebuah manusia yang berkarakter kokoh sekali, begitu sabarnya ditempa oleh derita, oleh ketidakmengertian, kebingungan tapi tetap setia kepada Tuhan, menunggu waktu Tuhan.
GS : Kalau kita melihat profesi Daud sebagai gembala waktu dia masih muda, itu juga bisa menolong pembentukan karakternya sehingga dia cukup sabar menghadapi itu semua, Pak Paul.
PG : Saya kira itu berperan besar Pak Gunawan, salah satunya kita bisa lihat memang berperan besar juga dalam hal tanggung jawab. Dia memang seorang yang penuh tanggungjawab dan sudah tentu sebgai gembala, dia harus duduk di padang belantara, menjaga kawanan dombanya, memang itu semua memerlukan kesabaran.
Dan dia juga melihat selama ini Tuhan setia dalam hidupnya. Jadi saya percaya Daud itu tidak tiba-tiba menjadi seorang raksasa rohani, tidak! Dia pasti di dalam masa mudanya sudah menyaksikan kasih setia Tuhan, itu sebabnya meskipun tidak melihat pemenuhan janji Tuhan dan bukan saja tidak melihat pemenuhan janji Tuhan malah menderita sengsara gara-gara Tuhan mengurapinya, tapi tetap dia setia. Tidak ada keluhannya kepada Tuhan menyesalkan pilihan Tuhan untuk mengurapinya, gara-gara urapan Tuhan hidup saya jadi kacau, saya tidak pernah minta jadi raja, sekarang saya jadi diusir, dikejar-kejar mau dibunuh. Daud tidak pernah sekali pun mempertahankan janji dan niat Tuhan, dia percaya penuh yang penting Tuhan sudah berjanji maka nanti Tuhan akan genapi. Kapan ? Tidak tahu, itu bukan lagi urusan kita manusia untuk tahu dan yang penting kita tetap menantikan janji Tuhan.
GS : Apakah statusnya sebagai anak bungsu, itu juga membuatnya sabar seperti itu, Pak Paul ?
PG : Mungkin saja tapi mungkin juga tidak. Memang kita tidak tahu pasti karena kita tahu juga ada kasus-kasus di mana anak bungsu paling tidak sabar karena cenderung dimanja oleh kakak-kakaknyadan sebagainya.
Tapi dalam kasus Daud memang yang kita bisa petik dari peristiwa waktu Daud menjumpai saudara-saudaranya, kakak-kakaknya yang sedang dalam medan pertempuran melawan bangsa Filistin, mereka tidak menyambut kedatangan Daud tapi malah seolah-olah mereka itu menghina Daud, menekan Daud seolah-olah malah menuduh Daud itu tidak bertanggungjawab, tidak menjagai kawanan domba, malah meninggalkan, malah mau ke medan pertempuran, mau melihat-lihat. Sepertinya kalau dalam istilah sekarang itu mereka menuduh Daud maunya senang-senang, maka melalaikan tanggungjawabnya. Jadi dari jawaban saudara-saudara Daud, kita petik rasanya mereka bukan tipe kakak yang memang memanjakan si adik justru terlalu keras kepada si adik dan justru kurang menghargai si adik. Jadi lebih besar kemungkinannya adalah Daud memang tidak dimanja justru lebih sering ditekan oleh kakak-kakaknya. Nampaknya dalam keadaan seperti itu Daud menjadi seorang pribadi yang ditempa, tahan dengan tekanan-tekanan, tahan dengan ejekan-ejekan dan tidak apa-apa, yang penting dia jangan terus seperti itu.
GS : Memang seringkali anak bungsu menjadi korban dari kakak-kakaknya seperti yang dialami Daud tetapi melalui peristiwa ini sebenarnya kita melihat bahwa Tuhan bisa memakai seorang anak bungsu seperti Daud ini menjadi pemimpin suatu negara yang cukup besar pada waktu itu, Pak Paul.
PG : Betul. Dan memang ayahnya sendiri pun, Isai, tidak menduga Daudlah yang akan dipilih. Makanya waktu Samuel datang, yang dipresentasekan adalah semua saudara-saudaranya yang lain. Sebab rupnya mereka itu gagah perkasa makanya mereka yang langsung direkrut menjadi serdadu untuk melawan bangsa Filistin.
Jadi Isai pun berpikir pasti kakak-kakaknya yang akan dipilih. Rupanya Daud memang meskipun kita tahu dia memiliki kelebihan tapi dia seorang pemusik jadi si ayah mungkin berpikir dia bukan orang yang tidak begitu kuat, lemah tapi kita melihat inilah cara Tuhan bekerja, Ia tidak mementingkan kekuatan manusia. Dalam standart manusia, Daud mungkin paling lemah di antara saudara-saudaranya, tapi Tuhan memilih dia karena lewat dialah Tuhan menunjukkan kuasaNya yang besar itu.
GS : Selain kita melihat tentang kesabaran Daud menunggu waktu Tuhan, apakah ada hal lain yang kita bisa pelajari dari Daud?
PG : Daud itu begitu hormat kepada Tuhan dan sangat hormat kepada Tuhan sehingga dia menolak dan melarang perwiranya membunuh Raja Saul meskipun dia berkesempatan melakukannya. Ini memang hal yng sepintas sepele, mudah dilakukan, tapi sebetulnya ini sangat sukar dilakukan, kenapa? Sebab pada saat itu Daud benar-benar hidupnya di ujung tanduk, kapan pun serdadu Saul bisa menyergap dan membunuhnya dan Saul tidak main-main ingin membunuhnya, dua kali sekurang-kurangnya Saul hendak melemparkan tombak untuk membunuh Daud, jadi benar-benar tekadnya adalah menghabisi nyawa Daud tapi waktu Daud berkesempatan mengakhiri semua itu, mengakhiri penderitaannya, mengakhiri kelaliman Saul, dia tidak melakukannya.
Kalau kita tidak dalam penderitaan, kesusahan oleh orang yang menganiaya kita, mungkin kita masih bisa berkata, "Tidak perlu balas dan sebagainya." Tapi di sini Daud sedang dianiaya, bayangkan kalau kita terapkan dalam situasi sekarang ada orang yang jahat kepada kita, selalu mau mencari perkara dan begitu jahatnya mau membunuh kita, berusaha mencari kesempatan menghabisi nyawa kita. Tahu-tahu dia ada di depan hidung kita dalam keadaan yang sangat mudah sekali kita balas, kita akhiri hidupnya. Bukankah di saat seperti itu mudah sekali terbersit pemikiran, "Saya tidak salah jika membunuh dia," sebab ini masalah nyawa, "Kalau saya tidak mati berarti dia yang mati karena dia mau membunuh saya. Kalau saya tidak membunuh dia maka suatu hari kelak saya akan dibunuh olehnya." Jadi kita mudah sekali berasionalisasi dan membenarkan tindakan kita, tapi itu pun tidak dilakukan Daud. Ini juga susah sebab serdadu-serdadunya itu banyak, belum lagi keluarganya, anak-anaknya, mereka berduyun-duyun kalau pindah dari tempat ke tempat di padang belantara. Bayangkan betapa susahnya hidup di padang belantara, air susah, makan pun susah jadi hidup yang sangat sulit sekali penuh dengan tekanan. Makanya perwiranya langsung berkata, "Inilah hari yang Tuhan telah sediakan buatmu Daud, ini hari kemenanganmu, habisi nyawa Saul," itu diucapkan dua kali bukan hanya sekali, tapi Daud berkata "Tidak mau" kenapa tidak mau ? Satu hal saja yang Daud gunakan sebagai alasan yaitu Saul adalah orang yang Tuhan urapi. Jadi benar-benar kita melihat rasa hormat yang tinggi kepada Tuhan, Tuhan yang telah mengurapi maka Tuhan yang nanti akan mengurus kelangsungan hidup raja Saul, dia tidak boleh bertindak di luar kehendak Tuhan, kalau Tuhan tidak perintahkan maka dia tidak akan melakukan apa-apa. Ini rasa hormat yang saya kira kita perlu pelajari dari Daud, Pak Gunawan, betapa seringnya kita memang akhirnya melangkahi Tuhan, kita beranggapan bahwa dia ini pasti benar kita harus lakukan maka kita lakukan. Kita tidak ingat bahwa tunggu dulu apa yang Tuhan kehendaki apa yang Tuhan sebetulnya sedang lakukan. Hormat kita akhirnya mengedepankan kehendak Tuhan, kalau kita tidak menghormati Tuhan sudah pasti yang akan kita kedepankan adalah diri kita sendiri.
GS : Memang seringkali godaan seperti itu juga ada di dalam kehidupan kita sehari-hari, Pak Paul. Pada saat kita butuh uang justru ada orang yang menawarkan kepada kita pinjaman uang atau bahkan pemberian uang, tetapi kita tahu itu sesuatu yang bertentangan dengan Firman Tuhan, dan ini sikap yang seperti diambil oleh raja Daud mestinya kita teladani juga, Pak Paul?
PG : Betul. Kadang-kadang kita melihat contoh yang memang menyedihkan yaitu misalkan saya tahu di sebuah tempat ada seorang dokter yang diajak bekerja sama untuk melakukan yang tidak halal di mta Tuhan.
Sebetulnya saya tahu dia bukan orang miskin, orang berada, tapi memang tawarannya menggiurkan akhirnya dia terlibat, tapi puji Tuhan dalam proses itu Tuhan menyadarkan dia untuk tidak melanjutkan. Ini contoh rasa hormat yang pudar. Ini dalam contoh dimana seseorang itu tidak kekurangan, saya bisa bayangkan betapa susahnya untuk kita itu tetap menaruh hormat besar kepada Tuhan, tatkala kita sedang pas-pasan atau hidup kita itu benar-benar sedang dalam kesusahan yang berat dan ini jalan keluarnya, kenapa tidak? Saya mengerti kenapa tidak sempurnanya hidup ini. Saya tahu ada orang yang juga dilanda kesusahan, diperlakukan tidak adil, dizalimi oleh orang dan dia saking tidak tahan dia akhirnya harus mengambil tindakan melawan dan tindakan yang dilakukannya adalah menggunakan cara-cara yang sama kotornya dengan cara yang digunakan oleh lawannya. Saya mengerti godaan ini besar apalagi kalau ini menyangkut kelangsungan hidup, tapi di sini kita bisa belajar sebuah jiwa yang sangat mulia, Pak Gunawan, dari seorang Daud. Di dalam kondisi yang sangat tertekan dan dia seharusnya memikirkan bawahannya, keluarga bawahannya, tapi dia bergeming kokoh "Tidak" dia tetap menghormati Tuhan, dia tidak mau melakukan hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Jadi apa pun harga yang dia harus bayar, dia tetap lakukan. Ini suatu sikap yang tegar dan tidak mudah untuk kita lakukan.
GS : Tapi karakter seperti itu Pak Paul, hanya terbentuk kalau orang itu sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan mengenal siapa Tuhan itu bagi dirinya.
PG : Seyogianyalah begitu, Pak Gunawan. Sebab tanpa pengenalan akan Tuhan, tanpa cinta yang begitu besar akan Tuhan, memang kita itu seperti pohon yang mudah tertiup dan akhirnya ditumbangkan oeh angin kehidupan ini.
Maka dari awal kita mesti mempunyai sebuah komitmen yang kuat, cinta yang amat besar kepada Tuhan. Saya masih teringat cerita pendeta tua di Tiongkok, mungkin sekarang sudah meninggal dunia, Wang Ming Tao pada masa komunis berkuasa naik tahta di Tiongkok maka banyak hamba-hamba Tuhan yang ditangkap salah satunya adalah Pdt. Wang Ming Tao, waktu beliau ditangkap tidak diadili dengan benar dan langsung dijebloskan ke dalam penjara dan mendekam di penjara puluhan tahun, tapi dia tidak mau menyangkali imannya, dia tetap berpegang kepada Firman Tuhan, dia adalah hamba Tuhan, dia menghormati Tuhan. Berpuluhan tahun kemudian barulah dia dilepaskan, waktu Pdt. Billy Graham datang mengunjunginya, dia mengunjungi orang yang sudah tua renta tinggal di sebuah loteng yang sederhana dan disitulah Pdt. Billy Graham berkesempatan berbincang-bincang dengan Pdt. Wang Ming Tao dan sebelum pulang dia bertanya apa yang bisa Pdt. Wang Ming Tao sampaikan kepada orang-orang kristen di Amerika. Beliau mengutip dari kitab Wahyu yaitu kita mesti tetap bertahan dan setia sampai akhir untuk mendapatkan mahkota kehidupan. Jiwa yang seperti itulah yang kita perlu pelajari, benar-benar menaruh hormat kepada Tuhan, sehingga tidak mau melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan.
GS : Memang itu yang pada akhirnya nanti dinilai adalah kesetiaan kita dan bukan aktifitas kita sehari-hari.
GS : Apakah ada hal-hal lain yang kita bisa pelajari dari Daud ini ?
PG : Yang berikut dari Daud, kita akan belajar tentang keberanian, Pak Gunawan. Dari keberanian melawan binatang buas waktu dia sedang menggembalakan kambing dombanya sampai keberanian melawan oliat.
Di sini kita melihat sebuah keberanian yang amat besar sebab ini keberanian yang meresikokan nyawa. Memang dicatat dia seorang diri dengan tongkat melawan beruang, melawan binatang buas. Itu semua memerlukan keberanian dan pertanyaannya adalah saat itu apakah Daud harus melawan misalnya hewan-hewan buas itu? Sesungguhnya tidak! Dia bisa berpikir saya korbankanlah hewan daripada saya korbankan nyawa. Jadi Daud tidak harus meresikokan nyawanya. Waktu melawan Goliat, tentara Israel yang sedang perang, dia bukan serdadu dia tidak berkewajiban maju ke depan untuk melawan Goliat dan itulah yang dia lakukan. Jadi apa yang kita bisa lihat di sini? Memang sebuah keberanian yang teramat tinggi, sehingga meskipun tidak harus melakukannya. Banyak orang berani karena terpaksa Pak Gunawan, karena terpaksa tidak ada situasi lain, tidak ada jalan keluar lain, maka dia langsung menjadi berani mendadak, ini yang kita sebut dengan berani karbitan. Daud tidak berani karbitan, Daud tidak harus terlibat tapi dia melibatkan dirinya dan taruhannya adalah nyawanya sendiri. Pertanyaannya adalah kenapa Daud bisa begitu berani ? Dia tahu bahwa hidup ada di tangan Tuhan dan dia tahu tidak ada satu hal pun yang akan terjadi di luar kuasa Tuhan. Itu sebuah iman yang benar-benar sangat kokoh. Maka bagi dia apapun yang dia lakukan, dia tahu Tuhan berkuasa menjaganya kalau sampai dia harus mati maka biarlah dia mati, tapi kalau belum waktunya Tuhan menginginkan dia hidup maka dia akan tetap hidup. Jadi keberanian inilah yang kita lihat pada diri Daud, bukan saja sewaktu dia sudah menjadi raja, sejak dia menjadi seorang gembala. Banyak orang yang karena dibebankan tanggung jawab sebagai pemimpin terpaksa berani. Dia sebagai raja, dia harus berperang di gugusan terdepan jadi terpaksalah menunaikan kewajiban. Itu berani karena keharusan atau kewajiban pula, tapi tidak dengan Daud, Daud dari awal sudah berani. Kita lihat kebalikannya dari raja Saul, Pak Gunawan. Raja Saul itu sebenarnya beraninya karena jabatan, dia sebetulnya tidak begitu. Waktu dia dipilih menjadi seorang Raja maka benar-benar dia berperang melawan bangsa Amalek dan sebagainya, tapi sebelumnya tidak ada catatan keberanian dia. Tapi Daud memang dari awal berani, kenapa? Dia tahu bahwa hidup ini sepenuhnya di tangan Tuhan.
GS : Memang di dalam menghadapi Goliat, keberanian Daud lebih tersulut lagi ketika Goliat itu menghina Allah yang disembah dan dikasihi oleh Daud ini, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi bagi Daud, orang ini sudah keterlaluan, benar-benar menghina Tuhan, kok seenaknya begitu. Jadi dia tahu apa pun yang dia lakukan itu memang adalah untuk kemuliaan Tuhan,dia membela Tuhan.
Sehingga dia tidak takut meskipun tubuhnya hanya separuh besarnya dari Goliat, meskipun juga dia hanya membawa ketapel sedangkan Goliat mempunyai perisai, mempunyai tombak dan pedang yang begitu berat, tapi dia tidak takut, dia tidak pernah berperang, dia tidak pernah terlatih sebagai seorang tentara tapi sekali lagi dia tahu Siapa yang menyertainya. Dan itulah yang Daud katakan kepada Goliat bahwa kamu telah menghina Tuhan Allah, Allah orang Israel dan dia membuktikan bahwa Tuhan bisa melakukan sesuatu lewat dia yang kecil itu untuk menunjukkan kekuasaanNya. Maka dia tidak sekali pun ragu, tidak ada keraguan dalam diri Daud, dia dengan tenang, dengan perencanaan yang masak, dia ambil batu itu, dia lempar batu itu dan tepat mengenai dahi Goliat sebab dia tahu kalau Tuhan bisa mengarahkan batu itu ke tempat yang pas yaitu di dahinya, di situlah memang ada lubang, di situlah ada ruangan yang bisa dimasuki oleh batu kecil dan akhirnya Goliat yang besar itu jatuh.
GS : Itu memang sesuatu yang menarik saya juga. Sebab kepada Daud juga ditawarkan memakai pakaian perlengkapan perang, hanya karena dia tidak terbiasa dengan perlengkapan yang berat itu, dia hanya lebih mengandalkan pengalih-alih yang sudah dipakainya bertahun-tahun dan dia betul-betul menguasai alat ini, saya rasa kita perlu mengingat suatu pelajaran yang penting bagi kita, kita bisa menggunakan peralatan sederhana itu tapi yang yang kita mahir menggunakannya, Pak Paul.
PG : Pada akhirnya kita melihat Tuhan memakai kita apa adanya. Tuhan tidak mengharapkan kita itu menjadi orang yang lain, menggunakan hal-hal yang lain, tidak! Dalam keseharian kita, apa adanyaTuhan bisa menggunakan kita untuk menggenapi rencanaNya.
GS : Keberanian ini kita sering salah dalam menggunakan. Kita berani untuk hal-hal yang salah, tapi tidak berani untuk hal-hal yang benar, ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Itu betul sekali Pak Gunawan. Akhirnya banyak di antara kita yang hanya berani melakukan hal yang salah. Misalnya hal yang salah kalau kita terapkan pada konteks remaja pemuda, misalnya beaninya kalau keroyokan, memukuli satu orang jadi melakukan hal yang salah baru berani atau beraninya kalau dalam konteks remaja pemuda, beramai-ramai mencela guru, menghina guru dan sebagainya.
Jadi sekali lagi berani ramai-ramai. Atau dalam konteks orang dewasa beraninya ramai-ramai mengkorupsikan uang, mereka berani karena melakukannya ramai-ramai dan melakukannya untuk hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan. Kita akhirnya harus mengakui kita sebetulnya pada dasarnya pengecut, tidak seperti raja Daud, dia berani melakukan hal yang benar dan mempertaruhkan nyawanya seperti itu, sebab dia tahu kalau dia berjalan di jalan Tuhan.
GS : Pak Paul, rupanya banyak hal yang kita perlu pelajari dari kehidupan Daud ini, dan waktu jualah yang membatasi kita pada kesempatan ini, namun kita akan melanjutkan perbincangan kita pada kesempatan yang akan datang dan kita berharap para pendengar bisa mengikutinya karena ini perbincangan yang sangat menarik, kita bisa menggali banyak hal dari kehidupan Daud. Banyak terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pelajaran dari Daud". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.