Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini merupakan rangkaian dari suatu judul yaitu Berawal dari Satu dan kita sampai pada pembahasan yang kedelapan tentang "Pasangan yang Tidak Bertanggungjawab". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, tema besar dari perbincangan kita selama ini itu tentang Berawal dari Satu dan kita sudah sampai pada topik yang kedelapan yaitu "Pasangan yang Tidak Bertanggungjawab". Pak Paul, sebelum kita membahas lebih jauh tentang pasangan yang tidak bertanggungjawab mungkin Pak Paul bisa menguraikan secara garis besar tentang berawal dari satu itu.
PG : Pada umumnya kita ini beranggapan kalau ada masalah dalam pernikahan pastilah disebabkan oleh kedua belah pihak, suami dan istri tapi pada kenyataannya masalah itu ditimbulkan oleh satu pihak. Karena satu pihak memulai masalah akhirnya pasangannya terpengaruh sehingga relasi nikah memburuk, maka muncullah pertikaian di antara mereka. Kita sedang memfokuskan pada masalah-masalah yang ditimbulkan oleh satu pihak. Sudah sampai yang kedelapan kali ini yaitu kita akan membahas tentang "Pasangan yang Tidak Bertanggungjawab" baik secara moral maupun finansial, sebab orang yang seperti ini atau kalau kita menikah dengan orang seperti ini tidak bisa tidak, pernikahan kita akan menuai masalah.
GS : Apakah itu tidak saling berkaitan artinya orang yang tidak bertanggungjawab secara moral akan berimbas pada tidak bertanggungjawab pada finansial?
PG : Ada yang memang seperti itu karena ia tidak bertanggungjawab secara moral maka secara finansial juga tidak, tapi juga ada orang yang memang secara moral tidak bertanggungjawab tapi secara finansial bertanggungjawab. Dia tetap menyediakan, dia tetap bekerja tapi kehidupan moralnya berantakan.
GS : Jadi itupun tetap mengganggu kehidupan rumah tangga itu ya, Pak Paul. Bagaimana ini, Pak Paul?
PG : Yang pertama kita mau membahas sebetulnya seperti apa orang yang tidak bertanggungjawab baik secara moral maupun finansial. Pada dasarnya orang ini adalah orang yang hanya mau menikmati hidup tanpa mau membayar harganya. Ia cepat lari dari tanggungjawab karena ia tidak mau susah. Tidak heran ia selalu mencari jalan gampang, ada yang menunjukkan ketidakbertanggungjawabannya lewat kebiasaan buruk seperti perjudian, narkoba, pelacur atau seks di luar nikah. Ada pula yang memerlihatkan ketidakbertanggungjawabannya lewat kemalasannya seperti tidak mau bekerja atau bekerja seenaknya. Apa pun itu pada akhirnya kitalah yang mesti menanggung kerugiannya, jadi misalkan karena ia berjudi uang habis, kita harus nanti yang menanggung, mengambil uang dari tabungan atau karena perbuatannya kita kehilangan rumah karena harus digadaikan. Tidak bisa tidak kebiasaan buruk yang muncul dari kurang bertanggungjawaban akan merugikan kita.
GS : Tapi biasanya orang-orang seperti ini kalau dikatakan tidak bertanggungjawab juga tidak mau, Pak Paul. Dia akan menemukan alasan-alasan kenapa ia tidak bertanggungjawab.
PG : Betul dan sudah tentu, Pak Gunawan, biasanya orang-orang ini akan menyembunyikan kebiasaan buruknya. Salah satu hal yang biasanya dilakukan olehnya adalah dia tidak mau memberitahukan kepada kita, berapa penghasilannya, sebab kalau kita tahu penghasilannya kita bisa memonitor, uang itu kemana. Kebanyakan orang-orang yan hidupnya tidak bertanggungjawab akan merahasiakan sumber keuangannya atau berapa penghasilannya supaya ia bisa bebas melakukan hal-hal itu.
GS : Bagaimana dengan orang yang secara moral tidak bertanggungjawab tapi secara finansial bertanggungjawab?
PG : Ada ya Pak Gunawan, orang-orang yang memang menyediakan kebutuhan anak istrinya tapi di luar akan misalnya berhubungan dengan pelacur atau ada simpanan dan dia tidak pusing nantinya akan bisa menghancurkan rumah tangganya karena memang ia tidak ada rasa tanggungjawab. Yang penting ia menikmati hidup, ini adalah contoh orang yang tidak bertanggungjawab secara moral tapi bertanggungjawab secara finansial.
GS : Tapi itu berarti dia menyembunyikan sebagian dari penghasilannya untuk keperluan tadi itu, Pak Paul. Ini sesuatu yang tidak bertanggungjawab sebenarnya.
PG : Betul, betul biasanya orang-orang ini juga misalkan penghasilannya besar, dia tidak akan beritahukan pasangannya berapa penghasilannya. Kita harus kendalikan semuanya, dia sembunyikan uangnya dimana supaya pasangannya tidak bisa mengetahui apa yang dia perbuat di belakang pasangannya.
GS : Dia hanya melihat bahwa itu sudah cukup atau harus dicukupkan dengan jumlah itu. Yang lain akan dipakai untuk berfoya-foya seperti itu tadi. Lalu mengenai kebiasaan buruknya bagaimana, Pak Paul?
PG : Begini memang orang-orang ini kebanyakan sudah tidak bertanggungjawab sejak dulu, Pak Gunawan. Kita pasti bertanya-tanya apakah dimulainya setelah menikah atau sebelum menikah, karena ini melibatkan kebiasaan buruk, jarang kebiasaan buruk dimulai belakangan. Banyak kebiasaan buruk dimulai jauh sebelum pernikahan. Kita tidak mengetahuinya karena ia menutupinya atau sesungguhnya kita telah mengetahuinya namun tidak begitu memersoalkannya atau mungkin kita beranggapan bahwa masalah ini tidak serius dan akan hilang dengan sendirinya. Misalnya kita mengetahui ia berjudi ya sudahlah diam sajalah, nanti akan hilang dengan sendirinya. Tidak beratlah kebiasaannya berjudi. Hal-hal ini membuat kita akhirnya memutuskan sudah menikah saja tidak apa-apa. Setelah menikah kebiasaan buruk ini terus berlanjut jadi sama seperti kebiasaan lainnya, kebiasaan buruk tidak mudah hilang karena sudah terbiasa, kita seakan terperangkap untuk terus melakukannya dan tidak dapat melepaskan diri, apalagi bila itu melibatkan narkoba dan perjudian. Orang yang sudah terlibat narkoba tidak mudah lepas, orang yang sudah berjudi tidak mudah lepas, juga oleh karena kebiasaan buruk acap kali dilakukan bersama teman, maka upaya melepaskan diri bertambah susah sebab itu berarti kita harus memisahkan diri dari teman pula. Selama kita ini hidup teman-teman kita yaitu yang sama-sama kita melakukan kebiasaan buruk itu. Kalau kita harus berpisah dengan mereka, kita tidak memunyai teman dan kita yang memang punya masalah tidak nyaman berteman dengan teman-teman yang baik-baik.
GS : Memang kebiasaan buruk ini menjadi semacam kecanduan, membuat seseorang kecanduan untuk melakukan itu.
PG : Betul dan karena begitu kuat kuasanya kebiasaan buruk itu membuat kita memang tidak memikirkan tanggungjawab kita. Kita tidak pusing, kita main judi uang kita habis berapa, besok bagaimana tidak kita pikirkan, sebab yang kita pikirkan adalah sekarang kita sedang main, kita sedang senang atau yang lain-lain juga sama. Yang tadi saya singgung juga adalah tentang ada orang yang tidak mau bekerja, hidupnya enak enak saja, ya dia harapkan pasangannya yang menyediakan untuk dia. Dia tidak pusing tentang tidak bekerja, kalau tidak diberi ia marah-marah, nah memang untuk dia berubah susah karena dia sudah menikmati hidup yang begitu gampang.
GS : Selain kebiasaan buruk apalagi Pak Paul penyebabnya?
PG : Penyebab kedua mengapa orang menjadi pribadi yang tidak bertanggungjawab adalah dikarenakan faktor keluarga, Pak Gunawan. Kita terbiasa dilindungi, semua dikerjakan untuk kita sehingga kita tidak pernah diserahi tanggungjawab. Jika kita harus menanggung akibat maka keluarga segera berinisiatif melepaskan kita dari konsekwensi perbuatan kita, akhirnya kita bertumbuh menjadi pribadi yang tidak bertanggungjawab. Kadang-kadang orangtua tidak menyadari dampak perbuatannya itu, Pak Gunawan, pikirnya ya sudahlah kasihan anak kita, begini sudahlah kita tolong saja tapi kita tidak mendidik anak kita untuk bertanggungjawab. Ketika sudah besar dia bawa gaya hidup seperti itu, ya nanti orangtua saya bisa bereskan. Sekarang siapa yang akan bereskan? Pasangan, suami kita atau istri kita, kita hidup saja seenak-enaknya. Faktor keluarga seringkali juga berperan, Pak Gunawan.
GS : Ini anak tunggal agak rentan terhadap hal yang seperti ini, Pak Paul, biasanya anak tunggal itu mendapat perhatian dan perlindungan yang berlebihan.
PG : Betul, ada juga memang anak-anak yang dimanja sejak kecil misalkan dia juga anak paling bungsu, ada yang begitu juga. Tidak mesti semua begitu, tapi ada anak-anak yang mendapatkan perlakuan khusus. Jadi terbiasa dengan perlakuan khusus itu dia menganggap semua orang juga akan memberikan perlakuan khusus dan dia tidak pernah belajar bertanggungjawab.
GS : Atau kadang-kadang pasangan di awal pernikahan itu agak memberikan kebebasan yang berlebihan pada orang-orang yang pada dasarnya memang tidak bertanggungjawab, tapi karena dia mendapat peluang itu lalu sifat buruknya muncul.
PG : Ada, Pak Gunawan, ada orang yang berpikiran kita harus saling percaya, saya tidak harus ngecek tidak apa-apa, biarkan saja. Ada yang justru berpikiran terlalu progresif berkata ya tidak apa-apalah sekali-sekali dia ke casino, dia bermain judi, tidak apa-apalah. Masalahnya adalah itu seringkali menjadi langkah awal. Langkah-langkah berikutnya itu yang mengerikan, bukan saja secara finansial dia bisa benar-benar nanti gelap mata, habis uangnya. Ada yang juga akhirnya bergaul dengan teman-teman tertentu akhirnya terlibat narkoba, ada juga yang terlibat dalam perselingkuhan dengan orang lain. Langkah pertama itu membawa langkah-langkah berikutnya yang lebih berbahaya.
GS : Penyebab yang lain apa, Pak Paul?
PG : Penyebab yang ketiga adalah mengapa orang menjadi pribadi yang tidak bertanggungjawab karena pengaruh lingkungan, Pak Gunawan, teman-teman yang memakai narkoba cenderung mengajak kita menggunakan narkoba pula. Teman-teman yang terbiasa menggunakan jasa pelacur, biasanya mengajak kita untuk melakukan hal yang sama. Begitu pula dengan perjudian dan kebiasaan buruk lainnya, akhirnya kita terseret akibat pengaruh teman yang tidak bisa dilawan. Ada orang-orang yang sebelumnya tidak, Pak Gunawan, tapi kemudian bertemu dengan teman-teman tertentu lewat pekerjaan atau lewat pertemanan yang lain, jadi terseret tidak bisa lepas akhirnya terus bergaul dengan teman-teman seperti itu. Di rumah diingatkan, istri atau suami mengingatkan, jangan begini jangan begitu, terus saja berbuat seperti itu.
GS : Karena biasanya hal-hal yang seperti ini memang diminati oleh sebagian orang yang lemah dalam kepribadiannya, begitu Pak Paul.
PG : Betul, betul, orang-orang ini tidak bisa mengambil keputusan, tidak bisa berdiri teguh pada prinsipnya. Ya sudahlah teman-teman mengajak, iyalah, seru-seruan. Orang-orang ini lupa bahwa hidup ini hanya bisa seru untuk sementara, akan ada hari dimana hidup tidak akan seru lagi. Apa yang akan terjadi justru kita harus membayar akibat dari perbuatan kita itu.
GS : Masih ada penyebab yang lain, Pak Paul?
PG : Masih ada, yaitu penyebab keempat mengapa orang menjadi pribadi yang tidak bertanggungjawab. Ini karena ambisi pribadi, orang ini ingin menjadi besar atau sukses tanpa harus bekerja keras, jadi mulailah ia memperdaya orang atau menggunakan uang secara sembarangan atau ia menyalahgunakan kepercayaan dari atasannya, dia main pakai uang saja. Jadi orang-orang ini mengambil resiko yang sangat besar tanpa memerhitungkan akibatnya pada keluarga karena ia hanya memikirkan kepentingannya sendiri, akhirnya semua habis karena kegegabahannya. Pertengkaran pun tidak terhindarkan, hidup bersamanya tidak bisa tidak membuat kita cemas dan frustrasi. Akhirnya semuanya habis, dia tidak berpikir, pokoknya kadang-kadang bahkan yang melanggar hukum, Pak Gunawan. Kita mungkin tahu ada orang-orang yang akhirnya masuk ke penjara, berhubungan dengan petugas keamanan atau petugas hukum karena perbuatan-perbuatannya itu.
GS : Yang Pak Paul maksudkan dengan ambisi pribadi ini seperti apa, karena ada ambisi yang memang positif, yang baik yang mendorong seseorang supaya maju.
PG : Ini sebetulnya yang tidak punya modal untuk menjadi seperti yang ia idamkan, Pak Gunawan, tapi ia berharap ia bisa dengan cepat membuat dirinya tiba di sasarannya, tiba di tempat tujuannya menjadi orang yang sukses, kaya raya dan sebagainya. Tapi dia tidak memunyai modal atau tidak punya kualitasnya, apa yang ia lakukan? Akhirnya ia mengambil uang orang, ia menyalahgunakan kepercayaan orang, atau ia tanamkan uangnya secara tidak bijaksana, ini kadang-kadang kita dengar ada orang menawarkan mau tidak tanam uang segini nanti kita membuat ini dan itu, padahal tidak ada kepastiannya tapi karena mendengar nanti dalam waktu cepat akan besar, akan berbunga, langsung beri uangnya padahal bohong semua. Atau dia yang menjadi orang seperti itu, membohongi orang, wah saya mau buka proyek ini, apakah mau ikut? Nanti kalau kamu ikut, kami akan berikan berapa hasilnya apa... apa... apa, membohongi orang karena ia mau ada ada uang datang dengan segera, dengan cepat, padahal memang tidak ada proyek itu. Orang-orang itu mudah sekali akhirnya jatuh ke dalam lembah kejahatan.
GS : Pada dasarnya orang-orang ini ingin cepat sukses tanpa bertanggungjawab yang benar, Pak Paul.
PG : Betul, betul.
GS : Lalu sebagai pasangan apa yang bisa kita perbuat?
PG : Tidak bisa tidak kita harus memasang pagar untuk melindungi keluarga dari tindakannya yang tidak bertanggungjawab. Sebagai contoh, kalau pasangan kita seperti itu, kita harus memisahkan harta dan penghasilan agar tidak ludes di tangannya. Sedapatnya kita pun terlibat dalam usahanya sehingga kita dapat memonitor keputusan-keputusannya. Singkat kata, kita harus menjaga jangan sampai ia menghabiskan uang yang dipercayakan kepadanya. Dia mungkin tidak suka tapi kita benar-benar harus sedikit memaksakan diri untuk memonitor aktifitas keuangannya atau perbuatan-perbuatannya, karena kalau tidak habis semuanya dan jangan kita merasa bersalah harus memisahkan uang kita, melindungi dari dia. Itu suatu keharusan sebab kalau tidak, habis semuanya. Ada orang yang sampai harus kehilangan rumahnya, disita, ada orang yang harus lari ke negara lain, karena memang dicari-cari orang, tidak membayar-bayar hutang. Hal-hal ini akhirnya harus ditanggung oleh keluarganya.
GS : Tapi kalau kita hanya menjaga dari segi keuangan sedangkan moralnya tetap seperti itu, lama-lama pertahanan ini juga tidak kuat, Pak Paul.
PG : Tidak dan memang orang ini kebanyakan tidak akan berubah, tapi ya sudahlah kita lindungi dulu karena kita bertanggungjawab terhadap anak-anak kita. Kita mesti memastikan mereka terlindungi dan tidak hilang semuanya karena perbuatan pasangan kita.
GS : Itu kalau pasangan kita masih memberikan kebebasan secara finansial, artinya moralnya tidak baik tapi finansialnya bertanggungjawab. Kalau kedua-duanya ‘kan lebih sulit.
PG : Repot, Pak Gunawan, betul. Kalau kita tidak punya akses terhadap keuangannya bagaimana kita bisa membatasi atau melindungi diri, memang tidak bisa. Itu lebih parah lagi, Pak Gunawan.
GS : Apa mungkin ada cara lain, Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah pertahankanlah keintiman walau dalam kadar yang rendah. Saya memahami tidak mudah untuk intim dengan pasangan yang tidak bertanggungjawab. Bagaimana kita dapat intim dengan orang yang terus menghadirkan masalah dalam hidup kita? Satu belum selesai yang lain sudah datang, namun sedapatnya peliharalah keintiman oleh karena keintiman berarti relasi antara dia dan kita tidak sepenuhnya putus. Jadi pergilah berdua dengannya, lakukanlah hal-hal yang menyenangkan. Ini perlu agar tali relasi tidak putus, sebab bila putus niscaya ia akan makin parah. Dia makin tidak peduli dengan dampak perbuatannya pada kita tapi kalau masih ada tali relasi itu, dia masih bisa sedikit merasakan, "Wah, kalau saya begini nanti keluarga saya bagaimana?". Itu yang kita inginkan dia tetap miliki dalam hatinya, untuk itu kita memang harus tetap memelihara relasi dengan dia. Kita tidak boleh memutuskan 100%. Makin parah kalau putus.
GS : Relasi dalam hal ini bukan hanya tinggal serumah, tapi memang harus ada kedekatan emosional.
PG : Betul, mungkin kita mengajaknya bicara, mungkin kita mengajaknya pergi jalan, berbincang-bincang, pergi nonton film, ajak dia ke gereja, ajak dia ke rumah saudara. Kita coba tetap pelihara relasi itu, meskipun saya mengerti tidak mudah, saya juga akan mengerti kalau ada orang atau istri yang berkata, "Saya tidak bisa lagi berhubungan dengan suami saya sebab saya tahu dia di luar suka main perempuan, bagaimana saya bisa berhubungan dengan dia?" Saya akan berkata, saya mengerti 100%. Ya sudah, kalau memang tidak bisa ya tidak apa-apa, tapi lakukanlah hal-hal lain yang masih bisa dilakukan. Misalkan bertanggungjawab akan makanannya, akan kesehatannya, ajak dia bicara, ajak dia pergi kemana dengan keluarga. Jadi kita tetap mau pelihara relasi itu supaya dia diingatkan bahwa dia memunyai keluarga yang bergantung padanya dan mengasihinya.
GS : Tapi yang namanya relasi itu harus timbal balik, Pak Paul. Tidak mungkin dilakukan oleh satu pihak.
PG : Betul mungkin kita jarang sekali mendapatkan tawaran dari dia untuk pergi bersama, dia sendiri tidak memusingkan kita. Ya tidak apa-apa, kita saja yang berinisiatif, terpenting kita mau jaga agar tali itu tidak putus.
GS : Hal lain yang bisa kita lakukan apa, Pak Paul?
PG : Yang ketiga adalah libatkanlah keluarga besar untuk memberikannya tekanan. Seringkali pasangan yang tidak bertanggungjawab, yang sudah tidak bersedia mendengarkan peringatan kita, masih mau mendengarkan suara orangtua atau saudaranya sendiri. Jadi libatkanlah keluarga besar walau sesungguhnya dia tidak suka, dia pasti marah kepada kita tapi tidak apa, makin kita merahasiakan perbuatannya, makin tidak terkendali. Jadi kadang-kadang kita tidak mau bicara, nanti malu, dia marah, tapi justru harus kita buka kepada keluarga besarnya supaya keluarga besarnya tahu dan memberikan tekanan kepada dia, sebab seringkali orang-orang seperti ini tidak takut kepada kita, pasangannya. Dia lebih takut kepada keluarganya sendiri.
GS : Tadi di awal Pak Paul katakan bahwa orang-orang seperti ini kadang juga produk keluarga yang jelek, yang memberikan kebebasan atau perlindungan yang berlebihan. Sekarang kalau sudah jadinya seperti ini lalu kita kembali kepada keluarga, apakah keluarga mau ‘kan biasanya keluarga tetap membela anaknya, atau saudaranya ini.
PG : Malangnya yang cukup sering terjadi adalah seperti itu, Pak Gunawan, jadi keluarga besar bukannya menegur si anak yang bermasalah itu, malah menegur kita, menantunya, menyalahkan kita, "Kamulah yang tidak bisa mengurus suamimu", jadi akhirnya kitalah yang kena. Tapi tetap menurut saya kita mesti memberitahukan, sebab mereka di mulut menyangkal, di mulut menyalahkan kita, di mulut tidak mau mengaku bahwa sebenarnya sumber masalah ada pada diri mereka, tapi di hati yang terdalam mereka sebenarnya tahu bahwa yang diadukan oleh kita itu betul dan bahwa memang anaknya sudah rusak. Jadi dalam hati mereka tahu, dengan kita beritahukan setidak-tidaknya seolah-olah kita sudah minta keluarganya terlibat, sehingga kalau ada apa-apa, keluarga tidak bisa lepas tangan begitu saja, sebab kita sudah memberitahukan jauh-jauh hari.
GS : Jadi intinya memang menginformasikan, padahal mungkin keluarganya juga sudah tahu bagaimana kondisi rumah tangga kita, baik pasangan maupun keluarganya sendiri yang menikah dengan kita.
PG : Betul, betul, nah ada satu lagi yang terakhir, yang keempat adalah kita dapat mengajaknya berdoa. Mungkin di malam hari atau di pagi hari, jadi berdoalah, ajak dia sama-sama berdoa. Berdoa ‘kan berarti datang menghadap ke hadirat Tuhan dan menghadirkan Tuhan di tengah kita. Ajak dia berdoa agar dia disadarkan bahwa masih ada Tuhan dan bahwa ia bertanggungjawab kepada Tuhan. Jangan membalas perbuatannya sebaliknya berdoalah bersamanya dan untuknya. Lewat doa, ia makin disadarkan akan keberadaan Tuhan, mungkin awalnya dia menolak, ya sudah kita tidak paksakan tapi kita coba lagi, coba lagi sampai ia berkata, "Ya terserah kalau kamu mau berdoa". Kita berdoa bersama, waktu kita berdoa kita tahu kita mengundang kehadiran Tuhan. Itu sesuatu yang tidak dapat dielakkan, dia akan merasakan sekali Tuhan ada di situ.
GS : Biasanya sebelum ia terbentur pada suatu masalah, agak sulit untuk mengajaknya berdoa, mendengarkan kita memberikan masukan kepadanya, itu agak sulit. Tapi begitu dia mengalami masalah, baru dia akan datang ke hadapan Tuhan. Begitu, Pak Paul.
PG : Betul, betul walaupun kalau dia mengalami masalah kita juga harus menanggungnya, Pak Gunawan, tidak bisa tidak.
GS : Yang Pak Paul katakan, "Jangan membalas" ini apa?
PG : Jadi jangan karena dia tidak bertanggungjawab, hidupnya juga begitu kita jugalah tidak bertanggungjawab, kita juga mau semaunya. Dia main apa, kita juga main apa, dia tidak setia dia berbuat apa, kita juga sama. Jangan, jangan sampai kita menghancurkan hidup kita dan keluarga kita.
GS : Ada ayat firman Tuhan yang Pak Paul mau sampaikan?
PG : Amsal 20:22 berkata, "Janganlah engkau berkata:, Aku akan membalas kejahatan’, nantikanlah Tuhan, Ia akan menyelamatkan engkau". Sewaktu kita menghadapi pasangan yang tidak bertanggungjawab kita akan tergoda untuk membalas, tapi sekali lagi jangan. Membalas hanyalah memerpanjang masalah, sebaliknya firman Tuhan meminta agar kita menantikan Tuhan dan keselamatan-Nya.
GS : Firman Tuhan ini kiranya menguatkan kita dan para pendengar kita terutama yang mengalami kehidupan dengan pasangan yang tidak bertanggungjawab.
Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pasangan yang Tidak Bertanggungjawab". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.