Pasangan yang Jauh secara Emosional

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T523A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Orang yang jauh secara emosional adalah orang yang sulit menyelami perasaan sendiri, apalagi orang lain. Corak relasinya “dekat tetapi jauh” sehingga pasangannya akan merasa sepi, seakan-akan hidup sendiri, lajang, tidak menikah. Ada dua reaksi yang umumnya kita berikan yaitu menuntut atau mencarinya di luar. Kondisi jauh secara emosional adalah kondisi yang berpotensi menciptakan masalah yang berat antara lain rawan terhadap perselingkuhan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Penyebab ketiga yang kerap menjadi awal timbulnya masalah dalam pernikahan adalah "jauh secara emosional." Orang yang jauh secara emosional adalah orang sulit menyelami perasaan sendiri, apalagi orang lain. Orang ini berhubungan dengan dunia luar melalui rasio atau otaknya dan ini membuatnya menjadi seorang pemikir dan pengamat yang baik. Masalahnya adalah ia sukar menyelami perasaannya sendiri dan ini menciptakan jurang antara dirinya dan orang lain. Kesalahpahaman mudah terjadi akibat kekurangluwesannya dan ketidaksanggupannya bertenggang rasa. Dan, tidak bisa tidak, ia pun sulit—bukannya tidak mau—mengisi kebutuhan emosional orang yang dekat dengannya. Alhasil, corak relasinya dengan orang adalah dekat tetapi jauh—secara fisik ia dekat, tetapi secara emosional ia jauh.

Bila kita menikah dengan orang yang "dekat tetapi jauh," tidak bisa tidak, sering kali kita akan merasa sepi. Kita merasa seakan-akan kita hidup sendiri, lajang, tidak menikah. Mungkin pada awalnya kita meminta pasangan untuk memberi perhatian lebih banyak terhadap perasaan dan kebutuhan kita, namun pada akhirnya kita berhenti meminta karena kita sadar, ia tidak sanggup memberikannya kepada kita.

Masalahnya adalah, walau otak mengerti dan menerima bahwa bukannya ia tidak mau, melainkan tidak sanggup, untuk memberi perhatian kepada kita, secara emosional kita tetap merana, karena kita merasa kering dan hampa. Kehidupan kita lebih menyerupai mesin, yang terus menyala walau sudah kehabisan bahan bakar dan pelumas. Kalaupun kita sanggup bertahan, biasanya kita mengeluarkan reaksi. Ada dua reaksi yang umumnya kita berikan.

Pertama, kita MENUNTUTNYA. Karena kita sudah meminta dan meminta namun tidak menerimanya, akhirnya kita menuntutnya; kita tidak mau tahu lagi, apakah ia bisa atau tidak. Sudah tentu sikap seperti ini akan memancing pertengkaran karena tuntutan ini membuatnya frustrasi. Ia tahu seharusnya ia lebih sanggup menyelami perasaan kita dan memenuhi kebutuhan kita tetapi pada kenyataannya, ia memang tidak mampu. Itu sebab tuntutan ini membuatnya frustrasi sebab tuntutan ini membuatnya merasa bersalah sekaligus marah.

Kedua, kita MENCARINYA DI LUAR. Ada yang mencari pemenuhan kebutuhan emosional secara sadar, ada yang melakukannya secara tidak sadar. Yang saya maksud dengan tidak sadar adalah, kita tidak sengaja mencarinya tetapi karena kita membutuhkannya, maka kita menjadi rentan terhadap uluran tangan yang hangat dari orang. Di dalam kerentanan, akhirnya kita menyambut, dan kita pun mengharapkan uluran itu terus diberikan. Baik secara sadar atau tidak sadar, hasil akhirnya adalah sama: Kita terlibat di dalam relasi di luar nikah !

Pernikahan yang dihuni oleh individu yang jauh secara emosional adalah pernikahan yang rawan terhadap perselingkuhan. Sesungguhnya kerawanan ini bukan berasal dari pihak yang tidak terpenuhi secara emosional saja, tetapi juga oleh pihak yang jauh secara emosional. Saya jelaskan. Pihak yang jauh secara emosional akhirnya merasa tertolak dan gagal, di samping merasa bersalah. Di dalam rasa bersalah, ia berpikir, seharusnyalah ia melepaskan kita yang sengsara menikah dengannya. Jadi, ia pun berusaha menyingkir dari kehidupan kita dan secara tidak langsung mendorong kita untuk berpisah dengannya.

Selain itu, ia pun rentan terhadap relasi di luar nikah karena ia merasa tertolak. Ia merasa tidak dipahami dan diterima apa adanya oleh kita. Itu sebab pada akhirnya ia menengok ke orang lain yang bersedia menerima dirinya apa adanya, dan tidak menuntutnya menjadi pribadi yang bukan dirinya. Singkat kata, kondisi jauh secara emosional adalah kondisi yang berpotensi menciptakan masalah yang berat.

Apakah yang semestinya dilakukan? Kita mesti MENERIMA sekaligus MENGAJARKAN pasangan tentang perasaan. Kita harus menerima dan tidak menuntut pasangan untuk dapat menyelami serta memenuhi kebutuhan emosional kita. Tuntutan hanyalah memperburuk relasi dan tidak memberikan jalan keluar. Jadi, selalu komunikasikan kepadanya bahwa kita menerima dirinya apa adanya. Kita tidak mengharapkannya untuk dapat mengerti dan menyelami perasaan kita.

Setelah menyatakan penerimaan kepadanya, tanyakan, apakah ia bersedia untuk belajar tentang perasaan. Katakan kepadanya bahwa kita pun memerlukan pengajaran dalam hal tertentu dan kita berharap, ia pun bersedia untuk menjadi guru kita. Jika ia berkata, bersedia, jadikanlah perjalanan hidup bersama menjadi perjalanan pembelajaran. Secara berkala kita membagikan pengamatan dan masukan kita kepadanya dalam menghadapi situasi tertentu. Dan, jangan lupa bahwa kita pun memerlukan bimbingannya dalam hal yang lain. Jadi, biasakan diri untuk bertanya dan meminta masukannya.

Lewat cara ini, ia tidak melihat kekurangan dalam dirinya sebagai sebuah penyakit atau kutukan, melainkan sebagai bagian hidup yang Tuhan telah tetapkan kepadanya. Dan, terlebih penting lagi, kita makin erat berpegangan tangan, bukan menjauh. Kita lebih memagari relasi pernikahan sehingga tidak rentan terhadap perselingkuhan. Satu lagi: Di dalam atmosfir pembelajaran yang santai, ia pun akan lebih bersemangat belajar dan lebih sering memetik hasilnya. Memang ia tidak akan menjadi seperti kita atau kebanyakan orang, tetapi setidaknya, ia akan menjadi lebih dari baik, daripada sebelumnya.

Amsal 11:30 mengingatkan, "Hasil orang benar adalah pohon kehidupan, dan siapa bijak, mengambil hati orang." Ya, jika kita menjalankan perintah Tuhan, maka kita pun akan menanam pohon kehidupan, bukan kehancuran. Jika kita mengasihi dan menerima serta bersikap bijak dalam menghadapi kekurangan pasangan, kita pun akan dapat mengambil hatinya—selamanya!