Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di manapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santosa dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini kami beri judul "Menunggu atau Mencari Pasangan Hidup", kami percaya acara ini pasti akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Memang ini suatu pertanyaan yang sangat relevan Pak Paul, khususnya bagi para muda-mudi yang menanyakan apakah kita itu seharusnya menunggu atau mencari pasangan hidup ini. Di satu sisi kita percaya bahwa Tuhan itu sudah menyediakan dan pasti memberikan kepada kita, tetapi ada juga yang merasa terlalu lama, umurnya bertambah terus, usianya bertambah terus tapi pasangannya tidak kunjung datang sehingga menimbulkan kegelisahan, nah sebenarnya yang benar yang mana, Pak Paul?
PG : Sebelum saya memberikan jawaban itu, saya mau sedikit memberikan pandangan saya tentang konsep Tuhan sudah menyediakan pasangan hidup untuk kita. Karena apa? Ya karena saya kira tidak selau Tuhan menyediakan pasangan hidup untuk kita.
Adakalanya memang tidak, jadi itu sebabnya kita katakan orang yang tidak menikah itu bisa tidak menikah karena pilihannya, dia ingin hidup untuk Tuhan dia tidak mau menikah atau karena keadaan, keterpaksaan jadinya. Dia ingin menikah, dia rindu sekali mempunyai pasangan hidup tapi memang tidak ada. Nah apakah itu berarti Tuhan menyediakan pasangan hidup buat semua? Saya kira tidak. Nah kembali lagi kepada topik kita yaitu apakah kita perlu menunggu, apakah itu sikap kita ataukah kita harus dengan aktif mencari pasangan hidup kita. Jawaban saya adalah ini, mencari dengan sikap menunggu. Saya akan mencoba kembangkan sebelum saya memberikan prinsip-prinsipnya. Saya akan kembangkan dulu tentang fase-fase yang harus kita lewati sebelum kita menikah. Fase pertama adalah kita perlu menemukan pasangan hidup, kalau tidak buat apa berbicara tentang pernikahan, jadi harus menemukan pasangan hidup. Kedua, fase yang kita lewati adalah menentukan pasangan hidup dan yang terakhir adalah sebelum kita menikah kita mempersiapkan rumah tangga kita. Nah nanti panjang lebar kita akan bahas yang pertama, jadi saya akan bahas yang kedua, yang ketiga yaitu setelah kita menemukannya kita perlu melewati fase atau kita mempunyai tugas untuk menentukan apakah dia ini pasangan yang cocok buat kita atau tidak, jadi kita uji kecocokan, ketidakcocokan kita. Kita melihat sifatnya, kita melihat sifat kita, kita melihat gaya hidupnya, kita melihat gaya hidup kita dan kita uji kecocokan, bisa atau tidak kita hidup bersama dengan dia nantinya? Jadi memang fase ini fase yang lebih berkaitan dengan penyesuaian gaya hidup dan pengenalan akan karakter masing-masing. Kalau itu bisa lewat nah bagian terakhir dari berpacaran adalah mempersiapkan rumah tangga. Artinya sebelum kita memasuki rumah tangga mesti ada persiapan, persiapan apa yang bisa kita lakukan misalkan secara keuangan, secara finansial kita harus siap. Kita mesti siap juga misalkan dengan di manakah kita nantinya akan tinggal, apa yang akan menjadi pekerjaan kita nantinya, apakah bisa disenangi, disetujui oleh pasangan kita, apakah kita juga bisa menyetujui pekerjaannya dia. Nah itu aspek-aspek mempersiapkan rumah tangga kita di kemudian hari, nah dua fase itu harus kita lewati. Namun kembali lagi pada topik kita sekarang ini yaitu langkah pertama tetap haruslah menemukan dulu pasangan hidup ini.
GS : Itu biasanya para pemuda-pemudi kalau ditanyakan mengenai pasangan hidupnya itu atau apa yang diyakini dalam hidupnya kebanyakan mengatakan ya dia akan menikah Pak Paul, jadi jarang sekali yang berkata memang Tuhan menghendaki saya tidak menikah sehingga konsepnya adalah dia akan menikah dan dia harus mencari atau menunggu pasangan hidup itu tadi. Nah itu tadi yang Pak Paul katakan mencari dan menunggu sekaligus Pak Paul. Nah kesulitannya memang di dalam menemukan, nah ini bagaimana Pak Paul?
PG : OK! Tadi saya katakan jawabannya adalah mencari dengan sifat menunggu, nah dari konsep ini saya akan petik beberapa pelajaran. Yang pertama adalah secara praktisnya kita mesti berada di poisi di mana kita dapat bertemu dengan orang-orang yang menjadi target harapan kita.
Maksudnya apa, begini kita harus berada bersama dengan orang, bergaul dengan orang, kita harus bersinggungan dengan orang. Kita tidak mungkin menemukan pasangan hidup kalau kita mengurung diri di kamar, kita harus keluar, harus bergaul. Apakah salah misalnya ikut kegiatan gereja silakan, misalkan ada retreat untuk orang-orang yang belum menikah silakan ikut, ada kegiatan bakti, ada kegiatan olah raga, ada kegiatan rekreasi silakan ikut, ada kegiatan komisi silakan ikut. Dengan kata lain tempatkan diri kita di tempat di mana kita akan bersinggungan dengan orang namun bukan hanya bersinggungan dengan orang tapi bersinggungan dengan orang yang menjadi target harapan kita. Saya sering berkata seperti ini, kalau kita ingin membeli berlian kita tidak mencari-carinya di tong sampah, kita akan ke toko perhiasan. Demikian juga kalau kita ingin mencari sesama orang percaya, orang yang sungguh-sungguh mencintai Tuhan kita tidak lari-lari ke tempat-tempat yang kita tahu di sana orang-orang percaya tidak akan hadir. Jadi kita tempatkan diri di mana orang-orang yang menjadi harapan kita itu berada. Gunakan prinsip Abraham, Abraham berkata kepada budaknya Eliezer sebelum Eliezer pergi mencarikan jodoh buat anaknya Ishak. Abraham berkata: "Engkau tidak akan mengambil untuk anakku seorang istri dari antara perempuan Kanaan." Abraham mementingkan menantunya itu harus dari kaumnya sendiri, dengan kata lain dia tidak mau anaknya menikah dengan orang-orang yang tidak sama, tidak seiman dengan dia. Juga Paulus mengatakan hal yang sama di
1 Korintus 7:39, asal orang itu adalah seorang percaya, prinsip yang Tuhan berikan kepada kita. Jadi tempatkan diri di mana orang-orang percaya berada, itu yang pertama.
GS : Ya tetapi untuk para muda-mudi sekarang ini agak sulit Pak Paul, meskipun mereka tahu konsep itu bahwa mereka harus menikah dengan orang yang seiman itu sudah diajar sejak mereka kecil. Tapi kesempatan untuk itu terbatas sekali, mereka hanya Minggu datang ke gereja atau Sabtu ke persekutuan, selebihnya waktunya habis di kampus, itu kalau dia masih mahasiswa. Dan di kampus itu bermacam-macam karena teman-temannya banyak sekali di sana. Atau kalau pun dia sudah bekerja, lingkungan bekerja pun terdiri dari orang yang bermacam-macam, nah itu bagaimana mengatasinya?
PG : Sudah tentu kita harus bergaul dengan semua orang, kita harus menjadi terang di tempat mana pun Tuhan menaruh kita. Tetapi di dalam membina relasi yang lebih serius yang kita harapkan bisaberkembang menjadi hubungan cinta, saya kira kita memang dari awalnya harus selektif.
Jangan kita memulai sesuatu yang kita tahu kita tidak akan bisa selesaikan nantinya. Jadi bagi saya jauh lebih penting dari awalnya kita memang mempunyai kriteria yang jelas yaitu kalau mau melanjutkan hubungan, kita mau yang seiman, kalau tidak kita hanya berteman biasa.
GS : Justru menentukan kriterianya itu yang mungkin agak sulit bagi para muda-mudi ini.
PG : Dengan kata lain memang perlu kesungguhan, jadi waktu kita tahu tidak seiman kita akan langsung menjaga jarak dan kita akan berkata : "Dia hanya akan menjadi teman saya, dan tidak aka saya buka peluang supaya ini berkembang."
Jadi kita memang mempunyai posisi yang jelas dalam hal ini. Sekali lagi tujuannya memang kita mau menaati Tuhan, Tuhan sudah berkata kita menikah dengan siapa saja bebas asalkan orang itu orang yang percaya, jadi kita mau menaati Tuhan.
GS : Di dalam hal mencari itu biasanya memang pihak pria yang lebih aktif Pak Paul, yang wanita itu kebanyakan menunggu. Tapi sekarang ini sudah hampir sama aktifnya, nah apakah itu suatu perkembangan yang positif atau negatif?
PG : Saya melihat positif, kalau pihak wanita pun juga bersedia untuk aktif saya kira itu hal yang baik. Sehingga dari kedua belah pihak bisa saling menunjukkan interest, sudah tentu kalau satuya tidak memiliki interest yang sama kita harus menerima fakta itu.
Nah ini membawa kita kepada prinsip yang berikutnya Pak Gunawan, tadi saya sudah katakan kita mencari, kita tidak bisa pasif, kita mencari namun dengan sikap menunggu. Nah maksudnya apa, yang saya ingin munculkan adalah kita menjalin relasi dengan orang dan jadilah teman bagi teman-teman kita, nikmati persahabatan itu dan jadikan persahabatan sebagai tujuan kita berelasi, bukan pernikahan. Jadi maksud saya begini, kita terbuka dan bergaul dengan semua, jadikan diri kita teman dan mereka teman kita juga, nikmati persahabatan itu jangan kita ini ke mana-mana seolah-olah mata kita hanya menyoroti siapa yang menjadi istri saya, siapa yang menjadi suami saya, seperti kita ini sedang berburu mencari mangsa. Saya perhatikan orang cenderung lari kalau kita mengejar-ngejar, memburu mangsa, orang tidak suka. Jadi kebanyakan orang akan senang dengan relasi yang berkembang secara alamiah dan diawali dengan pertemanan. Saya perhatikan pria juga mempunyai perasaan yang sama, pria kalau dari awalnya dikejar-kejar misalnya sudah tentu kalau orang itu sesuai dengan seleranya dia akan senang. Tapi meskipun orang itu sesuai dengan seleranya, tapi kalau dia itu dikejar-kejar dari awalnya saya kira sebagian besar pria tidak nyaman juga. Saya melihat wanita juga sama, kalau pria langsung begitu agresif hanya memikirkan bagaimana wanita ini bisa menjadi pacarnya saya kira wanita juga akan berhati-hati. Sebab dia ingin bisa melewati fase-fase permulaan itu menjadi teman dulu. Jadi prinsipnya adalah carilah teman, carilah persahabatan, bukan mencari pasangan hidup dari awalnya, jangan, binalah persahabatan. Tujuan kita berteman adalah untuk membangun persahabatan ini bukan untuk langsung memikirkan ke pernikahan, nah hal-hal seperti ini kadang-kadang kita lupakan apalagi kalau usia kita sudah mulai menanjak, kita langsung buru-buru mencari mangsa seolah-olah itu makin membuat orang lari dari kita.
GS : Tapi banyak faktor memang Pak Paul, terutama faktor sosial dari orang tuanya atau dari lingkungannya itu yang memang mendesak dia untuk mengejar, Pak Paul.
PG : Itu sebabnya saya tekankan prinsipnya adalah mencari dengan sikap menunggu, artinya kita tidak mencari dengan sikap berburu, mengejar-ngejar mencari mangsa, tidak. Kita mencari tapi dengansikap menunggu, kita membangun persahabatan dulu.
Artinya apa, setelah persahabatan baru naik ke tingkat yang berikutnya, kalau memang tidak bisa naik ke tingkat berikutnya kita terima. Dan tidak apa-apa, sebab kita memang mencari persahabatan itu.
GS : Nah itu yang dikaburkan sering kali di tingkat persahabatan mereka itu menampakkan diri seolah-olah sudah pacaran Pak Paul, jadi ke mana-mana berdua dsb. Bukankah kalau persahabatan tidak seperti itu.
PG : Jadi memang pada tahap-tahap ini kita tidak eksklusif, jadi kadang-kadang kita pergi dengannya, tapi kadang-kadang kita pergi dengan teman-teman yang lainnya juga. kadang-kadang kita pergiberdua, kadang-kadang kita pergi berlima atau berenam, tapi kadang-kadang pun kita pergi dengan orang lain.
Dan hal ini dimengerti bahwa kita memang sedang membangun sebuah persahabatan kita tidak mengikatkan diri dalam ikatan yang eksklusif ini. Satu hal yang juga saya anjurkan adalah begini, kalau dalam persahabatan berkelompok itu kita sudah mulai nyaman, dan kita pun merasakan dia pun juga mungkin mempunyai perasaan yang sama dengan kita ya masuk ke tahap berikutnya kita bisa berkata kepada dia: "Bersedia tidak engkau mendoakan hubungan ini?" dan kemudian kita menentukan jangka waktu misalkan tiga bulan, dia berdoa, kita berdoa. Kita benar-benar meminta pimpinan Tuhan dan biarkan perasaan kita ini menjadi perasaan yang lebih tenang, lebih jernih karena dengan pikiran dan perasaan yang tenang kita baru bisa melihat dengan jelas juga. Setelah tiga bulan kita berdoa, baru lihat kesiapan kita kalau dia siap, kita siap baru kita lanjutkan ke fase berpacaran. Jadi tadi itu saya tidak sebut berpacaran, ya boleh juga kita menyebutnya pra-pacaran. Pada masa pra-pacaran itu kita dengan sungguh-sungguh mendoakan tapi tidak ada ikatan dulu, namun tidak berarti dalam masa pra-pacaran itu kita galang-gulung dengan orang lain, nah kita tidak menunjukkan keseriusan kita. Jadi pada masa pra-pacaran selama tiga bulan itu kita tidak galang-gulung dengan orang, kita sungguh-sungguh mendoakan dia tapi belum ada komitmen. Setelah masa itu lewat baru kita memasuki masa komitmen berpacaran, dan berpacaran inilah yang tadi saya bilang, kita sudah menentukan pasangan hidup kita kira-kira dia dan kita mau menguji kecocokan kita, fase menguji itulah yang kita sebut fase berpacaran.
GS : Kenapa dalam fase menguji itu Pak Paul, ada pemuda atau pemudi itu yang selalu bimbang untuk memutuskan, dia selalu punya pendapat siapa tahu nanti ada yang lebih baik daripada yang sekarang, jadi dia berani memutuskan lagi, dia masih menunggu lagi nanti, mencari lagi begitu.
PG : Cinta memang sesuatu yang bisa memperdaya kita karena cinta itu melibatkan perasaan, tapi sekaligus cinta juga bisa kita manfaatkan sebagai bel, sebagai pertanda bahwa memang ini hubungan ang sungguh-sungguh kita inginkan atau tidak.
Maksudnya begini, kalau kita mencintai dia dan cinta kita cukup besar seharusnya cinta yang besar itu akan membuat kita bertahan mencintai dia untuk waktu yang lama. Dan yang kedua adalah cinta yang besar itu akan menolong kita untuk bertahan melewati misalnya masa-masa penyesuaian itu, namun kita harus juga membuka mata terhadap fakta, jadi cinta bukan satu-satunya kriteria untuk menentukan dia adalah pilihan kita atau pasangan kita. Cinta boleh besar tapi kalau akhirnya kita secara rasional mengakui tidak cocok ini sering berkelahi, lebih jarang kita tidak berkelahi kita harus berkata tidak bisa diteruskan meskipun cinta itu kuat. Jadi harus ada keseimbangan antara cinta dan kecocokan, kadang-kadang orang melupakan hal itu. Wah...pokoknya jalan saja terus. Jadi kembali kepada pertanyaan Pak Gunawan tadi, kalau masih bingung kemungkinan cinta itu memang tidak kuat, dan perlu cinta yang lebih kuat untuk mengikatkan diri kita dalam pernikahan.
GS : Tapi akibatnya lalu berlarut-larut dia tidak pernah menemukan jodohnya.
PG : Nah kalau itu masalahnya, mungkin saya harus berkata bahwa memang dia belum waktunya menikah. Sampai kapan? Ya sampai dia siap, sampai cintanya begitu besar sehingga dia bisa bertahan di dlam relasi cintanya.
Kalau memang tidak bisa bertahan, dua bulan, tiga bulan menyusut lagi berarti memang dia belum siap.
GS : Tapi faktor di lingkungan dia mendesak dia terus untuk cepat-cepat menikah jadi dia agak sulit posisinya Pak Paul.
PG : Sering kali itu yang terjadi, jadi orang tidak mengerti dan buru-buru meminta dia menikah.
GS : Lalu upaya lain apa yang bisa dilakukan, Pak Paul?
PG : Yang lainnya lagi adalah kita mesti memperbaiki diri agar kita pun menyukai diri sendiri. Jangan berharap orang akan menyukai kita dengan mudah, bila kita sendiri membenci diri. Jadi maksu saya begini, kita melihat diri kita, kita melihat kekurangan kita, kita perbaiki.
Sebab orang tidak mudah menyukai kita kalau kita sendiri tidak suka dengan diri kita ini. Kalau kita orangnya pemarah, ya belajar sabarlah, kita orangnya mudah mengkritik, ya belajar menahan dirilah, kita kurang pengetahuan, ya belajar bukulah, terus misalnya cara berpakaian kita ya kita perhatikan, penampilan fisik juga kita perlu perbaiki. Dengan kata lain pada masa kita mencari dengan sikap menunggu, kita mau memperbaiki diri kita. Bagaimana kalau setelah memperbaiki diri tetap tidak ada pasangan hidup? Ya tidak apa-apa 'kan tidak ada salahnya dan tidak ada ruginya kita memperbaiki diri kita. Kita tidak bisa bergaul, tidak bisa cara berbicara, ya kita belajar caranya bergaul, caranya memulai percakapan, itu hal yang baik buat kita juga. Jadi seraya kita mencari dan menunggu kita memperbaiki diri.
GS : Faktor atau unsur yang berikutnya yang menentukan itu apa saja Pak Paul, yang perlu diperhatikan?
PG : OK! Ini penting sekali, yaitu hiduplah sepenuhnya sebagai seorang lajang, bukan setengah lajang atau setengah kawin. Maksud saya begini Pak Gunawan, adakalanya kita terjebak di dalam pemikran andai kata saya sudah menikah, andaikan nanti saya berpasangan, tidak.
Kita tidak hidup berdasarkan andaikan, kita hidup berdasarkan fakta sekarang ini, jadi kalau memang kita masih sendiri hiduplah sebagai seorang yang sendiri, hiduplah sebagai orang yang lajang jangan kita akhirnya tidak berani bertindak, tidak berani mengambil langkah karena tetap berpikir nanti kalau saya begini, nanti bagaimana saya dapat jodoh, kalau saya begitu nanti siapa yang akan bisa saya nikahi. Kita hidup seperti biasa sepenuh-penuhnya.
GS : Dalam hal itu Pak Paul, dalam hal menentukan sikap seperti itu apakah tidak sulit. Bukankah dia mempunyai cita-cita nanti kalau menikah bagaimana dan sebagainya, harapan-harapan itu akan terus memenuhi pikirannya?
PG : Tidak bisa tidak saya kira pikiran itu tetap ada, tapi jangan sampai pikiran itu menguasai kita. Hiduplah sebagai seseorang yang single, yang lajang sepenuhnya. Memang saya mengerti mungki saya juga tidak bisa mengerti sepenuhnya karena saya sekarang ini sudah menikah, tapi saya bisa memahami dah bahwa orang yang ingin menikah tidak bisa tidak akan terus diganggu oleh pikiran ini.
Namun saya mau memberikan dua pilihan, hidup diganggu oleh pikiran ini atau hidup bebas, nah jadilah orang yang bebas, pilihlah yang bebas itu, hiduplah sepenuhnya sebagai seorang lajang, berikan waktu kita untuk pekerjaan Tuhan, kita dedikasikan hidup kita juga untuk melayani Tuhan, menjadikan diri kita berkat buat lebih banyak orang, nah hidup sepenuhnya seperti itu. Kalau di dalam perjalanan hidup kita seperti itu, kita bertemu dengan orang nah di situlah kita akan bisa menjalin hubungan. Kita tidak bisa selalu bertanya-tanya kapan orang itu datang, dan kitanya tidak berjalan ke mana-mana. Hidup sepenuhnya dalam perjalanan, hidup sepenuhnya itu kalau kita bertemu ya puji Tuhan kita bisa menikah dengan dia, kalau tidak bertemu ya tetap puji Tuhan karena kita bisa terus hidup dengan bebas dan sepenuhnya.
GS : Nah Pak Paul, itu masa-masa yang sulit dan sangat menentukan untuk arah hidup selanjutnya. Kita sebagai orang tua kalau sudah mengetahui anak kita memasuki proses seperti itu, sebenarnya apa yang bisa kita lakukan Pak Paul?
PG : Kita ingatkan dia bahwa tujuan hidup yang terutama bukan menikah, jadi anak-anak dari lebih awal usianya mesti mengerti konsep ini, tujuan hidup adalah untuk memuliakan Tuhan. Tujuan hidupadalah untuk bisa menjadi intim dan menikmati Tuhan di dalam kehidupan kita ini.
Menikah adalah salah satu hal yang bisa terjadi pada diri kita tapi belum tentu harus terjadi pada diri kita juga. Nah dengan konsep yang jelas ini barulah kita bisa berjalan dengan lebih bebas, kalau tidak takutnya nanti anak-anak kita terus memikirkan saya pasti harus menikah. Dan kita sebagai orang tua juga tidak memberikan pressure atau tekanan yang tidak semestinya. Jadi ingatlah anak-anak kita ya boleh tapi jangan menekan, jangan sampai mereka akhirnya merasa tertekan dan mengambil keputusan yang justru keliru.
GS : Bukankah kebanyakan para muda-mudi itu agak enggan membicarakan dengan orang tua bahwa mereka sedang berpacaran, Pak Paul? Nah padahal kita sebagai orang tua tahu bahwa mereka sedang berpacaran, nah apa sikap kita?
PG : Saya kira kita memang harus mempunyai siasat, taktik, waktu bertanya juga tidak mencari-cari, tidak introgasi, kita langsung mengeluarkan komentar saja, misalnya kita berkata: Tampaknya ank itu baik juga ya, kita katakan begitu saja.
Dan nanti kita melihat reaksi anak kita, apakah dia mau bicara, menceritakannya kepada kita. Atau kita berkata kita bisa menceritakan pengalaman kita, dia tidak bertanya tapi kita ngomong-ngomong, menceritakan saya dulu begini, papa dulu begini, terus ceritakan saja, terus tunggu dia nanti berikan masukan kepada kita.
GS : Tentunya bagi para muda-mudi pedoman firman Tuhan itu yang sangat dibutuhkan, mereka memerlukan untuk menjalani masa-masa yang sulit ini, mungkin Pak Paul bisa sampaikan itu?
PG : Di dalam kita mencari pasangan hidup dengan sikap menunggu, firman Tuhan untuk kita adalah ini "Sebab itu janganlah kamu khawatir tentang hari besok, karena hari besok mempunyai kesushannya sendiri."
Jadi jangan khawatir hidup sepenuhnya untuk Tuhan, besok bagaimana, besok ada pimpinan Tuhan, anugerah Tuhan cukup buat hari besok.
GS : Mungkin pengaruh-pengaruh pergaulan mereka atau pengaruh media masa dan sebagainya itu memberikan suatu rangsangan atau dorongan tersendiri untuk mereka cepat-cepat mau pacaran, Pak Paul?
PG : Betul, itu sering terjadi kalau tidak mempunyai pacar, merasa tidak berharga. Itu keliru, harga kita ditentukan oleh Tuhan bukan oleh manusia.
GS : Terima kasih sekali Pak Paul, untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menunggu atau Mencari Pasangan Hidup". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang, Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.