Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu yaitu tentang "Mengembalikan Keintiman yang Hilang". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, perbincangan kita terdahulu tentang hubungan seksual. Hubungan seksual merupakan hubungan yang seringkali sangat berpengaruh di dalam hubungan suami istri. Sebelum kita melanjutkan perbincangan kita, agar para pendengar bisa menemukan sebuah konteks perbincangan kita, mungkin Pak Paul bisa mengulang apa yang telah kita bicarakan pada kesempatan yang lampau?
PG : Cukup banyak relasi rumah tangga bermasalah karena masalah di dalam hubungan seksual namun inilah masalah yang jarang dibicarakan oleh suami maupun oleh istri. Jadi masalah ini dipendam tai masalah ini akhirnya luber ke berbagai aspek di dalam kehidupan mereka.
Jadi yang diperlukan adalah sebuah keterbukaan untuk membicarakan masalah ini, apa yang menjadi pengharapan masing-masing dan apa yang bisa dilakukan atau diberikan oleh masing-masing. Dan harus ada pengertian terhadap kondisi pasangan sehingga akhirnya kita tidak memberikan beban yang berlebihan kepada pasangan. Saya juga sudah singgung bahwa adakalanya hal-hal yang kita harapkan itu adalah hal-hal yang tidak realistis, misalkan mencapai orgasme secara bersamaan setiap kali berhubungan intim, itu adalah sesuatu yang setiap kali tidak terjadi. Atau mempunyai ekspresi-ekspresi tertentu yang kita harapkan, pasangan kita tidak tentu bisa melakukan hal itu, kita juga harus menerima apa adanya. Kita juga harus mengerti perbedaan pria dan wanita, pria lebih melihat seks sebagai pelepasan gairah fisikal atau gairah jasmaniah, sebaliknya wanita melihat seks sebagai sebuah kepanjangan dari gairah emosionalnya artinya kalau wanita merasa intim dengan si suami dalam hal-hal yang lain maka dia akan lebih mudah transisi masuk ke dalam relasi seksual dengan baik. Kalau pria tidak seperti itu, bagi kebanyakan pria seks lebih merupakan sebuah aktivitas fisik.
GS : Kalau mau melihat, sebenarnya problem utama dalam hubungan suami istri ini apa, Pak?
PG : Saya kira adanya ketidaksamaan pengertian atau persepsi tentang apa itu seks. Jadi kita perlu kembali kepada konsep yang benar, sebetulnya apa itu seks. Saya kira tidak bisa tidak seks merpakan bagian dari ciptaan Tuhan, kita harus kembali kepada konsep Alkitab atau apa yang memang menjadi pemikiran Tuhan di belakang hubungan seksual ini.
Saya melihat seks sebagai sebuah persembahan, apa itu sebagai sebuah persembahan artinya kita memberikan yang terindah dari yang terintim. Maka Tuhan melarang suami dan istri mempunyai hubungan dengan wanita atau pria lain di luar nikah. Kenapa seks itu menjadi sesuatu yang disakralkan Tuhan? Karena di dalam hubungan suami istri seks menjadi persembahan suami kepada istri dan persembahan istri kepada suami, dapat dikatakan ini adalah sebuah persembahan puncak, persembahan yang memang agung dan tidak boleh disia-siakan dianggap sepele oleh pasangannya. Akhirnya seorang suami atau istri gagal/jatuh ke dalam dosa berhubungan dengan orang lain, dia seolah-olah mencampakkan persembahan yang diberikan oleh pasangannya, seakan-akan pasangan telah memberikan sesuatu yang begitu berharga tapi di tangan kita, kita tidak menghargainya, kita membuang seenaknya sehingga kita dengan mudahnya berhubungan dengan orang lain.
GS : Pengertian ini memang tidak umum Pak Paul, biasanya di dalam hubungan seksual yang kita harapkan ialah kita mendapatkan sesuatu dari pasangan. Tapi yang firman Tuhan katakan adalah persembahan, dan persembahan adalah memberi. Bagaimana merubah konsep ini?
PG : Memang tidak mudah untuk merubahnya tapi kita bisa kembali melihat tentang relasi intim ini dari sudut Alkitab. Tuhan mengumpamakan Dirinya sebagai pengantin laki-laki dan kita sebagai memelai wanita, perjanjian antara Tuhan dan kita diibaratkan seperti perjanjian antara suami dan istri maka kita tahu di dalam Alkitab sewaktu umat Israel menyembah dewa-dewa yang lain, Tuhan menggunakan istilah mereka telah berzinah.
Apa yang terjadi? Orang Israel saat itu meninggalkan Tuhan mendekatkan diri dan menyembah dewa-dewa lain. Itulah relasi manusia dan Tuhan, relasi yang dapat dikatakan seperti relasi suami dan istri. Allah memberikan yang terbaik dari yang terintim kepada manusia, Allah memberikan diriNya, memberikan nyawaNya, memberikan hidupNya. Manusia juga diharapkan memberikan yang terbaik dari yang terintim dari hidupnya yaitu memberikan jiwanya/kehidupan seluruhnya kepada Tuhan. Di dalam pengibaratan itulah kita melihat relasi suami dan istri, polanya adalah antara Allah dengan kita umatnya, dan kita terapkan dalam hubungan suami istri itulah yang juga kita berikan. Apa yang terintim yang bisa kita berikan ialah sebuah hubungan seksual, itulah yang kita mau persembahkan kepada pasangan kita masing-masing, itulah yang kita berikan kepadanya.
GS : Dan itu hanya bisa diberikan kepada pasangan artinya kita tidak bisa mengambil orang lain untuk kita beri persembahan yang sama?
PG : Tidak mungkin. Dan itulah sebabnya di firman Tuhan kita baca bahwa waktu umat Israel meninggalkan Allah dan kemudian menyembah dewa-dewa lain, Allah marah sekali. Tuhan begitu marah kepadamereka dan menuduh mereka tidak setia sebab mereka tidak lagi memberi persembahan yang terintim itu kepada Allah, tapi kepada dewa-dewa lain.
Maka kita pun sebagai suami istri tidak boleh memberikan tubuh kita kepada yang lain. Kita hanya boleh memberikan tubuh kita kepada suami atau istri kita.
GS : Kalau ada orang yang berselingkuh Pak Paul, artinya dia memberikan persembahan yang seharusnya diberikan kepada istrinya tetapi diberikan kepada orang lain, akibatnya apa?
PG : Selain kemarahan yang terdalam adalah mengakibatkan luka. Luka yang benar-benar menyayat tanpa henti terus-menerus. Jika ini yang terjadi maka proses penyembuhannya akan makan waktu yang lma karena proses menyembuhkan diri dari luka akibat pengkhianatan memang dapat dikatakan berlangsung hampir seumur hidup, kepercayaan tiba-tiba runtuh tidak bisa lagi percaya kepada pasangan kita, kita merasa dia begitu tega melakukan hal seperti ini kepada kita, dia tega mengkhianati kita dengan begitu mudahnya, maka kita tidak bisa melayani dia juga.
Dalam konteks seperti ini, misalkan seorang suami telah jatuh ke dalam dosa perzinahan dan sekarang mau bertobat, ingin berhubungan kembali dengan istrinya maka dia harus sabar, dia harus memberikan waktu kepada istrinya. Dia tidak bisa memaksa, "Mari kembali lagi seperti normal, dulu kamu juga melayaniku dan kenapa sakarang tidak bisa melayaniku, itu sama saja 'kan." Tidak bisa! Sebab luka itu masih berdarah dan perlu waktu yang panjang untuk bisa kembali seperti sediakala.
GS : Apakah hal itu berbeda jika seandainya si suami ini dulu pernah melakukan hubungan seksual dengan orang lain tapi sebelum menikah, Pak Paul?
PG : Saya kira ada perbedaan yang besar sebab si istri bisa mengerti ini memang perbuatan si suami di masa lampau dan dia tidak lagi melakukannya karena dia sudah berubah, namun sekarang saya mnuntut engkau untuk tidak lagi mengulangnya.
Kalau sampai terjadi pengulangan, pengulangan inilah yang biasanya menggoreskan luka yang dalam.
GS : Tapi tetap pengalaman masa lampau itu seringkali menghantui hubungan suami istri, Pak Paul?
PG : Memang ada yang terus dihantui ada juga tidak. Biasanya yang dihantui adalah yang mendapatkan informasi di saat-saat sebelum menikah atau saat menikah baru diberi tahu, "Dulu saya seperti ni."
Si istri itu merasa saya tidak punya pilihan, "Sekarang mau bicara apa? Kamu sudah menjadi suami saya, tidak mungkin saya harus tinggalkan kamu." Maka kalau kita mempunyai latar belakang yang buruk seperti kita pernah berhubungan dengan orang sebelum kita menikah dengan istri kita atau suami kita, kita harus terbuka, harus menceritakan apa adanya dan jauh-jauh hari sebelum kita menikah. Setelah hubungan kita benar- benar mantap dan masih ada waktu yang panjang sebelum masuk ke jenjang pernikahan kita sebaiknya terbuka, kita memberitahu, "Ini saya, ini latar belakang saya dan engkau boleh memutuskan apakah engkau masih mau bersamaku atau tidak?" Kalau si suami misalkan di berikan kesempatan menggumuli selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sampai dia siap menikahi istrinya. Itu saya kira jauh lebih baik sebab waktu dia menikahinya, dia lebih siap untuk menerima tanpa harus mengungkit-ungkit kembali masa lalu dan sekali dia katakan, "Baiklah saya terima," dia tidak boleh lagi membangkit-bangkitkan problem masa lalu itu atau membanding-bandingkan orang yang dulu dengan saya apakah lebih baik atau buruk. Karena kalau sudah dibicarakan, maka masa lalu harus dikubur jangan dibangkit-bangkitkan lagi.
GS : Jadi saya rasa membutuhkan proses yang sangat lama untuk menyembuhkan luka batin dari pasangan yang merasa dikhianati ini, Pak Paul?
PG : Sangat lama dan disini dipentingkan sekali sikap penyesalan yang tulus dari yang telah melukai. Jadi dia benar-benar jangan mengajukan tuntutan-tuntutan, "Kamu harus seperti ini, sebab say sudah bertobat saya sudah berubah."
Siapa yang telah melukai benar-benar harus hidup lebih tahu diri. Tunjukkanlah pertobatannya, penyesalannya, hal-hal salah yang biasa dia lakukan dulu harus dia hentikan. Dia sekarang lebih menekankan pertanggung jawaban, dia sekarang menunjukkan dia layak dipercaya. Pada akhirnya sewaktu pasangan kita melihat betapa seriusnya kita menyesali perbuatan dan kita benar-benar mengambil langkah-langkah konkret untuk mengubah kebiasaan hidup kita, maka kepercayaannya pun makin bertumbuh. Waktu rasa percayanya makin bertumbuh, pada akhirnya dia juga lebih memberikan tubuhnya kepada kita, dia kembali siap memberikan persembahan itu kepada kita. Di masa sebelumnya memang dia belum siap, bagaimanakah mungkin dia siap memberikan persembahan yang terbaik dari yang terintim itu kepada kita yang telah mencampakkan persembahannya di masa lampau, itu tidak bisa. Sekarang dia sudah melihat kita berubah barulah dia bisa mempersembahkan tubuhnya kepada kita lagi.
GS : Berarti ada suatu tenggang waktu dimana pasangan tidak melakukan hubungan intim itu, Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan. Dan di sini diperlukan pengertian tapi memang setelah jangka waktu dan mesti ada kesepakatan untuk bicara tentang hal ini, sebab tanpa kesepakatan bisa jadi pihakyang dilukai tidak mau lagi berhubungan.
Tapi itu pun tidak benar, maka kita kembali kepada firman Tuhan yang berkata di I Korintus 7:3-5, "Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, dengan demikian pula istri terhadap suaminya. Istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi istrinya. Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kami tidak tahan bertarak." Artinya kita memang harus memenuhi kewajiban kita sebagai suami istri untuk saling melindungi sebab Iblis senang melihat hubungan kita menjauh, hal ini merupakan kesempatan untuk mencobai kita sebab Tuhan meminta kita untuk saling melindungi. Misalkan pihak si istri adalah pihak yang dilukai, setelah melewati jangka waktu tertentu cobalah untuk mulai memberi. Prinsip yang ingin saya bagikan adalah pihak yang terluka memberi sedapatnya, sedangkan pihak yang melukai menerima apa adanya. Si suami harus mengerti bahwa si istri hanya memberikan sejauh ini dan pihak yang melukai juga harus mengerti inilah yang bisa diberikan, jadi dia harus menerima apa adanya.
GS : Tapi mengenai bertarak yang tadi Pak Paul bacakan dari 1 Korintus, itu bukan karena pengkhianatan. Jadi bisa saja orang itu memang sepakat karena suatu pekerjaan yang harus diselesaikan atau karena tugas di luar kota. Mereka saling sepakat untuk jangka waktu tertentu kita tidak melakukan hubungan seksual atau ada juga yang karena sakit.
PG : Kalau itu yang terjadi berarti memang ada saling pengertian diantara keduanya dan itu tidak apa-apa. Dalam firman Tuhan pun berkata untuk alasan tertentu seperti untuk berdoa dan sebagainy kalau tidak melakukan tidak apa-apa, namun kita harus mengenal kondisi kita.
Kalau kita menyadari bahwa kita ini terus tergoda dan tergoda, kita harus terbuka dengan pasangan kita apa adanya bahwa "Rasanya saya ini tidak kuat, hidup saya ini makin melemah, tolong saya lindungi saya." Jadi di sini diperlukan kerelaan dari pihak yang satunya untuk berkata, "Mari kita lakukan lagi karena memang inilah yang kau perlukan dan aku mau melindungimu." Jadi Tuhan memang meminta kita lewat hubungan seksual saling melindungi, saling menutupi agar tidak diserang oleh godaan iblis.
GS : Selama pasangan bisa memenuhi memang ada jalan keluar seperti itu Pak Paul, tapi adakalanya pasangan tidak bisa lagi memenuhi mungkin karena sakit atau karena tugas yang cukup lama di luar kota bahkan di luar negeri, ini bagaimana Pak Paul?
PG : Saya kira dalam kasus seperti itu orang yang bersangkutan sudah menyiapkan dirinya bahwa "Saya memang tidak bisa lagi melakukannya," contoh misalnya dalam kasus dimana suaminya lumpuh atauistrinya yang lumpuh terkena paralisis.
Sudah tentu hal-hal seperti ini tidak bisa dilakukan, berarti memang harus ada sebuah pengertian. Sesuatu yang tidak lagi diharapkan seringkali itu meredakan dan yang meresahkan adalah kita mengharapkan dan kita berpikir seharusnya dia bisa melakukan tapi kenapa tidak mau melakukan, itu yang membuat kita frustrasi tapi kalau kita memahami bahwa pasangan kita sakit, pasangan kita tidak bisa lagi memberikannya kepada kita, maka tidak keberatan. Kalau misalkan nanti ada pertemuan kembali, itu sesuatu yang bisa diantisipasi, "Baiklah, nanti kita bisa bertemu lagi, kita bisa lagi berhubungan." Tapi misalkan dalam kondisi sakit seperti paralisis memang tidak lagi bisa, mungkin ini akan berjalan sampai tua, sampai kematian. Berarti orang itu harus berkata, "Ya sudah, saya tidak akan lagi mengharapkan," dan ternyata waktu kita berkata "Ya sudah tidak apa-apa," kita bisa menerimanya. Dan begitu kita menerimanya kita juga lebih siap untuk mengembangkan aspek-aspek lain dalam relasi itu yang bisa tetap menambahkan kemesraan, kedekatan karena sekali lagi kita ini adalah makhluk yang sangat responsif dan fleksibel, kita tidak mendapatkan dari satu kita bisa mendapatkannya dari aspek yang lain. Jika hubungan seksual tidak bisa dilakukan, kita bisa mendapatkannya dari kemesraan kebersamaan dalam hal-hal yang lain, kita bisa bicara dari hati ke hati dan merasa ini enak sekali, ini akrab sekali, itu semuanya bisa terjadi. Bukankah orang yang sudah tua, mereka tidak lagi melakukan hubungan seksual tapi tetap bisa hidup dengan harmonis penuh kasih sayang. Dan apa yang menjadi dasar karena tidak ada lagi hubungan seksual? Kita tahu dasarnya memang bukan hubungan seksual, tapi dasarnya adalah kebersamaan mereka dan cinta mereka yang kuat. Di sanalah mereka tetap bisa mengembangkan keintiman.
GS : Itu juga terjadi ketika pasangan suami istri mempunyai perbedaan usia yang cukup jauh. Misalkan si suami sudah lebih tua padahal istrinya masih muda belia sehingga suami tidak bisa lagi melayani istrinya dengan baik!
PG : Di sini memang sekali lagi diperlukan keterbukaan, suami kepada istri harus terbuka bahwa dia tidak bisa lagi memberikan performa seperti yang dahulu, ini seringkali menjadi ketakutan seorng pria.
Pria itu merasa saya harus memberi performa yang optimal buat istri saya, dan makin tertekan oleh performa makin performanya menurun. Jadi suami harus membicarakannya kepada istri sehingga dia mengerti. Di pihak lain dalam kasus yang berbeda istri pun kadang-kadang tertekan karena merasa sakit sewaktu berhubungan tapi dia harus melayani suaminya, dia juga perlu terbuka dengan suaminya. Jadi kuncinya di sini adalah sebuah keterbukaan karena dengan meningkatnya usia memang akan banyak hadangan, si suami akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk siap berhubungan dan si istri pun demikian. Dia memerlukan waktu yang lebih lama dan juga gairah mulai menurun, ini adalah hadangan-hadangan jangan sampai malu untuk dibicarakan sehingga saling pengertian diantara suami istri tetap terjalin.
GS : Kalau pun tidak terjadi suatu pembicaraan yang baik, kemudian salah satu dari mereka itu berkhianat artinya berselingkuh, apakah pihak yang lain itu akan bisa menerima?
PG : Tetap tidak, sebab sekali lagi kita itu mengharapkan bahwa pasangan kita memberikan persembahan yang terintim hanya kepada kita, meskipun hubungan kita tidak terlalu sering lagi dan sebaganya tapi kita berharap itu hanya diberikan kepada kita dan selayaknyalah diberikan kepada kita.
Tapi sewaktu pasangan memberikannya kepada orang lain, tidak bisa tidak kita merasa dia telah mengotori persembahan itu dan itu akan mempengaruhi kita pula, kita enggan memberikan persembahan yang terintim itu kepada pasangan kita.
GS : Seringkali juga untuk mempertahankan intimasi seperti itu, orang menempuh jalan yang sebenarnya tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan misalnya saja dengan menyaksikan video-video porno atau gambar-gambar porno dan ini bagaimana Pak Paul?
PG : Saya tidak setuju dengan pasangan yang berkata "Untuk menambah gairah apa salahnya menonton film porno," saya tidak setuju karena yang pertama film-film itu bukan hanya hadir di benak kitapada saat kita berhubungan tapi pada masa setelah berhubungan berarti hal-hal itu akan mengotori pikiran kita.
Firman Tuhan jelas berkata di Filipi bahwa kita harus memikirkan hal-hal terindah yang terpuji, hal-hal yang memang menyenangkan Tuhan. Mana mungkin bisa menyenangkan Tuhan dengan pikiran-pikiran seperti itu. Kedua saya tidak setuju karena sebetulnya sewaktu kita berhubungan dengan pasangan kita, kita sedang berhubungan dengan orang-orang yang kita tonton di film tersebut berarti kita tidak lagi berhubungan dengan pasangan, kita berhubungan dengan orang lain meskipun hanya dalam bentuk fantasi dan itu berarti suatu perzinahan, suatu hal yang salah di mata Tuhan. Jadi meskipun saat kita hubungan dengan pasangan itu rasanya biasa saja dan sebagainya tidak apa-apa, sebab meskipun biasa saja tapi tetap kudus. Untuk apa membuatnya luar biasa tapi tercemar oleh dosa dan tidak menyenangkan Tuhan. Apa yang tidak menyenangkan Tuhan tidak akan mengundang berkat dari Tuhan, saya takut ini menjadi sebuah awal masalah lain yang bisa timbul di dalam keluarga ini. Saya takut kalau orang sudah mulai menonton-nonton video, dosa ini tidak hanya terbatas di dalam kamar tidur, dosa ini akhirnya luber kemana-mana, dia akan lebih sering nonton di luar, dia akan lebih sering melihat gambar-gambar atau melihat orang-orang dan sebagainya. Jadi kehidupan orang-orang ini akhirnya menjadi kehidupan yang dikuasai oleh dosa seksual.
GS : Pak Paul, ada juga masalah yang dihadapi oleh mereka yang karena keterbatasan sarana di rumahya, yang kamarnya hanya terbatas sehingga mereka harus tidur bersama-sama dengan anak-anak mereka yang masih kecil atau mulai menginjak remaja dan sebagainya, mereka katakan, "Kami sulit melakukan hubungan suami istri dalam kondisi seperti ini," bagaimana Pak Paul?
PG : Memang hidup tidak ideal dan adakalanya anak-anak di rumah, tetap sedapat-dapatnya jangan berhubungan seksual di dalam kamar yang sama dimana anak kita tidur. Terlalu sering kita mendengarpengakuan dari anak-anak yang sekarang sudah besar dan berkata bahwa mereka biasa mendengar dan terbangun mendengarkan orang tua mereka berhubungan.
Itu menimbulkan sebuah kesan yang mendalam namun prematur, terlalu dini dalam diri si anak, dia belum waktunya memikirkan dan tergugah oleh hal seksual. Tapi di usia dini itu akhirnya dia sudah tergugah dan gairah itu akhirnya dihidupkan secara prematur. Dampaknya apa? Nanti anak ini mudah sekali dikuasai oleh keinginan seksual, dia nanti akan mudah sekali terserap ke sana yaitu mau memikirkan hal-hal itu terus dan pada usia muda pun sudah mulai melakukannya. Jadi kita harus berhati-hati, jangan melakukannya sewaktu anak tidur dengan kita.
GS : Itu juga dialami oleh mereka yang mengalami bencana. Jadi misalnya harus tinggal di pengungsian dan sebagainya, mereka juga sulit melakukan hubungan suami istri secara rutin apalagi bermutu?
PG : Sudah tentu bermutunya akan sangat kurang karena situasi kehidupan yang tidak kondusif, namun tetap hubungan itu sedapatnya dilakukan dan berusaha untuk anak itu dititipkan di tempat lain ewaktu mereka hendak berhubungan sehingga tidak menganggu hubungan mereka pula.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Firman Tuhan di 1 Petrus 3:9 berkata, "Hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat." Suami dan istri dipanggil untuk saling memberi berkat ntara satu sama lain.
Berkat juga dapat diartikan dengan sukacita, membawa sukacita kepada pasangan kita. Kenapa kita tidak mau memberkati satu sama lain lewat hubungan seksual, berilah persembahan yang terintim ini, yang terindah ini kepada pasangan kita. Waktu kita memberikan yang terindah dan yang terintim ini kepada pasangan kita, dia pun akan diberkati dan kita pun nanti akan diberkati.
GS : Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan yang sangat penting dan menarik ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengembalikan Keintiman yang Hilang," bagian yang kedua yang merupakan kelanjutan dari perbincangan kamu yang terdahulu. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
END_DATA