Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Sulit Mengaku Salah ?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Orang mengaku salah memang sulit sekali, Pak Paul, juga terhadap pasangan kita. Ada rasa gengsi untuk mengaku salah, walaupun salah, kita selalu membela diri dan mengatakan "Saya tidak salah". Ini kadang-kadang memperburuk hubungan suami istri, menurut Pak Paul bagaimana ?
PG : Betul Pak Gunawan, memang mengaku salah bukan sesuatu yang mudah kita lakukan, terutama kalau sedang menghadapi konflik sedangkan kita tahu konflik adalah bagian dari relasi pernikahan. Saya kira penting untuk kita membahas soal ini karena kalau kita tidak bisa mengaku salah, konflik juga sulit untuk diselesaikan. Jadi ada yang kita harus lakukan didalam konflik supaya kita bisa menyelesaikannya yaitu kita berusahalah untuk mengaku salah. Pertanyaannya adalah mengapa sulit untuk kita mengaku salah ? Bukankah kita tahu kalau kita salah seharusnyalah minta maaf. Mengapa tidak mudah ? Kita akan bahas dan kita coba angkat beberapa penyebabnya dan juga penyelesaiannya.
GS : Walaupun itu tanpa konflik, misalnya kita datang terlambat atau tidak bisa memenuhi janji, itu pun kita minta maaf atau mengaku salah itu sulit, Pak Paul, apalagi konflik.
PG : Betul, betul sekali Pak Gunawan, memang tidak tahu kenapa mengaku salah tidak ada didalam sistem kehidupan kita. Ada orang yang lebih mudah mengatakannya tapi ada orang-orang tertentu yang sulit sekali untuk mengaku salah.
GS : Kita menganggap bahwa pasangan kita mengerti sendiri, kadang-kadang.
PG : Kadang-kadang ada orang yang memang berkata demikian, Pak Gunawan, saya tidak usah ucapkan secara langsung, sebab dia juga tahu kalau saya sudah mengaku salah padahal tidak ada kata-kata yang terlontar bahwa dia salah. Kenapa tidak mau diucapkan, kenapa mungkin menunjukkannya saja dianggap cukup karena tidak mudahlah untuk kita mengaku salah.
GS : Jadi sebenarnya apa masalahnya, Pak Paul, mengapa kita sulit mengaku salah ?
PG : Pertama kita sukar mengaku salah karena kita tidak dapat menerima kenyataan bahwa kita salah. Coba saya jelaskan, kita ini menyadari bahwa kita tidak sempurna dan penuh kekurangan tetapi mengakui kekurangan dan kelemahan di hadapan orang ternyata tidak mudah. Sesungguhnya faktor penghalang utama mengapa kita sukar mengakui kesalahan adalah rasa malu, kita merasa malu mengakui kesalahan di hadapan orang. Itu sebabnya daripada mengakui kesalahan di hadapan orang kita malah menutupinya dengan berbagai cara. Pada dasarnya di dalam diri kita ada dua kekuatan yang saling bertabrakan, Pak Gunawan. Di satu pihak kita menyadari bahwa kita tidak sempurna, memiliki kelemahan. Di pihak lain kita beranggapan atau setidaknya berhadap bahwa kita sempurna, itu sebab tidak mudah bagi kita mengakui kesalahan baik di hadapan orang maupun secara pribadi. Sesungguhnya kita tetap berhadap bahwa kita tidak salah, tidak heran kita pun terus berusaha membenarkan diri.
GS : Pada saat-saat seperti itu kita cenderung untuk mencari-cari alasan dan mengambinghitamkan orang lain atau hal-hal yang lain sehingga nampaknya kita memunyai alasan untuk tidak harus mengaku salah.
PG : Intinya kita malu, Pak Gunawan. Pertanyaannya mengapa kita malu ? Saya kira memang dalam diri kita ada pengharapan bahwa kita memang sempurna, tidak punya kesalahan meskipun kalau orang bertanya pada kita, kita akan berkata, "Saya ini manusia, saya penuh kelemahan", tapi untuk kita benar-benar mengakui bahwa kita telah melakukan kesalahan ternyata itu susah. Tadi saya katakan memang mengakui kesalahan di hadapan orang itu susah, mengakui kesalahan secara pribadi pun tidak terlalu gampang. Kita akan tetap berusaha membenarkan tindakan kita, mengapa kita berbuat ini atau itu.
GS : Di hadapan orang kadang-kadang kita lebih mudah mengaku salah dan meminta maaf kepada orang lain daripada kepada pasangan kita sendiri, Pak Paul.
PG : Justru kepada suami atau istri, kita paling sulit minta maaf. Kepada rekan kerja dengan cepat kita misalnya berkata, "Oh maaf ya saya tadi begini atau apa", tapi dengan pasangan justru lebih susah lagi. Sekali lagi kita harus melihat penyebabnya mengapa kita tidak dapat menerima kenyataan bahwa kita salah.
GS : Mungkin kita harus jujur dengan diri kita sendiri, Pak Paul.
PG : Betul, kalau kita memang mau membereskan masalah ini, meskipun tidak mudah mesti jujur dengan diri sendiri dan berani menerima diri apa adanya. Mengakui kesalahan berawal dari kejujuran dan keberanian untuk menerima diri apa adanya, lengkap dengan segala kekurangannya. Kita sendiri harus dapat mengakui dalam hal apakah kita kurang atau telah berlaku salah kemudian akuilah itu di hadapan pasangan. Apabila kita tidak dapat melihat diri apa adanya, makin sukar kita melihat kesalahan apalagi mengakuinya.
GS : Contohnya bagaimana, Pak Paul ?
PG : Begini, Pak Gunawan. Memang kalau kita sendiri buta dengan kelemahan-kelemahan kita, tidak mau mengakui kelemahan-kelemahan kita, kita akan jauh lebih sukar mengakui kesalahan kita kalau kita memang telah berbuat sesuatu kepada pasangan kita, tapi kalau kita sendiri menyadari "Iya, saya memang suka lupa jadi kemungkinan besar tadi saya lupa telah menuduh pasangan saya tidak mengerjakan apa yang saya minta padahal saya belum minta, saya anggap sudah saya minta, saya lupa". Pada waktu pasangan berkata, "Kamu tadi tidak mengatakan apa-apa, tidak menyuruh saya apa-apa". Kalau kita buta terhadap kelemahan kita bahwa kita sering lupa kemungkinan besar kita tidak akan terima. Kita berkata, "Tidak, memang sudah saya katakan, kamu saya yang tidak mendengarnya". Kalau kita memang menyadari seringkali kita lupa, kita anggap bahwa kita telah berbuat, kita telah melakukannya, telah kita membicarakannya padahal belum, pada waktu pasangan mengatakan seperti itu kita langsung berkata, "Iya mungkin saya yang salah, okelah kalau begitu saya minta maaf tadi saya menuduh kamu padahal saya yang lupa". Penting sekali kita dapat melihat dan menerima diri kita apa adanya lengkap dengan kelemahan-kelemahannya, Pak Gunawan. Kalau kita tidak bisa menerima apalagi kita bisa melihat kelemahan kita, pasti akan lebih sulit kita mengakuinya.
GS : Hal yang lain atau hal yang kedua apa, Pak Paul ?
PG : Hal kedua tentang penyebab mengapa susah mengaku salah, kita sukar mengaku salah karena kita tidak rela mengakui bahwa pasangan benar. Satu hal mengaku salah, hal lain mengakui bahwa pasangan benar. Masalahnya adalah keduanya berada dalam satu paket yang sama. Pada waktu kita mengaku salah secara tidak langsung kita mengakui bahwa pasangan benar, dan kadang inilah yang menghalangi kita untuk mengaku salah. Kita tidak rela mengakui bahwa pasangan kita benar.
GS : Kadang-kadang kita memang mengaku salah, tetapi kita juga menuntut dia sendiri juga salah. Kamu juga ada salahnya, begitu.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Itu memang sifat kita, kita satu hal benar-benar mengaku salah tapi hal yang lain mengakui pasangan itu benar, itu sebabnya seringkali kalau kita mengaku salah, kita cepat-cepat menuntut pasangan juga mengaku salah. Sepertinya kita tidak rela melihat kita salah dan dia benar, kita tidak rela, kita lebih bisa terima kalau kita salah dan dia juga salah. Oleh karena itu kita akan tekan dia supaya juga mengaku bahwa dia salah.
GS : Konflik awal mulanya berasal dari situ, harus ada dua-dua yang salah. Kita menganggapnya seperti itu, Pak Paul.
PG : Padahal kita tahu tidak selalu seperti itu, Pak Gunawan. Memang kita sekarang bertanya-tanya mengapa saya tidak rela mengakui bahwa pasangan benar, mengapa susah ? Pada umumnya alasan mengapa kita tidak rela mengakui bahwa pasangan benar adalah karena pengakuan bahwa pasangan benar membuat kita merasa lebih rendah dari padanya. Kita tidak mau lebih rendah dari dia, kita ingin setidaknya sederajatlah dengannya, itu sebab kita menolak mengaku kesalahan supaya kita tidak harus mengakui bahwa pasangan benar. Nah pada akhirnya kalau kita begini, kita menjadikan pernikahan sebagai ajang adu kuat dan perebutan kuasa. Sesungguhnya pemikiran seperti ini patut disayangkan, Pak Gunawan. Pernikahan bukanlah ajang perebutan kuasa, pernikahan adalah sebuah relasi yang seharusnya dilandasi percaya dan kasih. Segala upaya menjadikan pernikahan sebagai ajang adu kuat mesti dihindari, jika pasangan benar dan kita salah, akuilah ! Jangan membela diri melainkan belalah kebenaran. Begitu, Pak Gunawan.
GS : Memang kadang-kadang terutama kita sebagai kaum pria, kalau harus mengaku salah merasa diri kita lebih rendah daripada pasangan kita dan ini yang kita hindari sebenarnya karena kita menganggap kita kepala keluarga.
PG : Ini kebanyakan dialami oleh kita yang pria tetapi juga saya tidak menutup kemungkinan bahwa ini juga dilakukan oleh istri atau wanita karena ini sifat manusia, Pak Gunawan. Kita tidak mau dilihat lebih rendah daripada orang apalagi pasangan sendiri. Kita mungkin berkata, "Ok saya tidak mau lebih tinggai dari dia" tapi setidaknya kita mau sederajat, itu sebabnya kalau kita mengaku salah kita juga akan menuntut dia mengaku salah. Jalan keluar yang ingin saya bagikan adalah begini, dari awal pernikahan kita mesti menetapkan hati untuk membela kebenaran, bukan membela diri. Ini mesti kita disiplinkan diri kita, biasakan diri kita untuk tidak terlalu menghiraukan keinginan untuk memertahankan harga diri. Ini yang membuat kita terus mau membela diri karena memang kita mau memertahankan harga diri. Apabila pasangan melihat bahwa kita adalah seorang yang adil dan berbesar hati dan dapat mengakui kesalahan, mengakui kebenaran pasangan maka ia pun lebih terdorong untuk melakukan hal yang sama. Akhirnya selagi ada konflik masalah akan lebih mudah diselesaikan, Pak Gunawan, sebab dia tahu, dia percaya bahwa kita tidak menjaga, memelihara, membela harga diri. Dia percaya kalau ada apa-apa selalu berusaha mencari kebenaran dan membela kebenaran. Kalau percaya itu sudah terbangun dalam diri masing-masing, maka lebih mudah menyampaikan masalah, sebab pada waktu pasangan melihat kita tidak mengaku salah maka dia akan percaya bahwa kita bukan sedang membela-bela diri, membenarkan diri, dia akan percaya bahwa kita sungguh-sungguh melihat ini adalah hal yang benar untuk diperbuat atau dilakukan sebab dia mengetahui kalau kita salah, kita juga cepat mengakuinya. Kalau kita benar-benar melihat memang saya salah kita langsung akui. Rasa percaya bahwa kita membela kebenaran, ini harus dipupuk dari awal pernikahan. Kalau dari awal pernikahan kita hanya sibuk membela diri bukan membela kebenaran, rasa percaya tidak akan ada dan konflik akan makin sukar untuk diselesaikan.
GS : Kebenaran disini ‘kan kebenaran berdasarkan firman Tuhan bukan kebenaran yang kita buat sendiri.
PG : Betul jadi kebenaran sudah tentu yang pertama adalah kebenaran firman Tuhan, bahwa kita berusaha melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Yang kedua yang kita maksud dengan kebenaran adalah sesuai dengan faktanya bahwa kita tidak mengubah-ubah fakta, melencengkan fakta supaya nantinya fakta itu mendukung kita, tidak ! Pasangan perlu membangun rasa percaya bahwa kita orangnya seperti itu. Kita selalu mau taat kehendak Tuhan dan yang kedua kita selalu bicara apa adanya, kita tidak memutar-mutar fakta untuk kepentingan pribadi kita.
GS : Pak Paul, berbicara tentang perebutan kekuasaan di dalam rumah tangga, biasanya pada awal-awal pernikahan seringkali terjadi antara suami dan istri.
PG : Betul, kenapa terjadi perebutan kekuasaan, ajang adu kuat, karena memang akhirnya kita berusaha untuk menaklukkan pasangan. Kita ingin bahwa kitalah yang memimpin atau mengepalai dan ini satu paket, kita jadi selalu berusaha membenarkan perbuatan kita. Kalau rumah tangga dari awal sudah menjadi ajang adu kekuatan atau perebutan kuasa, kebenaran tidak dapat ditegakkan karena kebenaran tidak akan dicari. Yang akan dicari selalu adalah pembenaran diri atau menjaga harga diri atau untuk menjaga muka supaya tidak hilang dan sebagainya. Akhirnya keributan atau konflik akan sangat sukar diselesaikan.
GS : Hal ketiga yang menyebabkan kita sulit untuk mengaku salah, apa Pak Paul ?
PG : Pada umumnya akan lebih sukar bagi kita untuk mengakui kesalahan bila kita melihat bahwa kita lebih sering salah. Jika kita memang tidak sebaik dan sebijak pasangan ya kita pun akan lebih sering melakukan kesalahan. Makin menumpuk kesalahan, makin susah kita mengakuinya. Mengakui satu kesalahan sudah membuat kita tampak buruk, mengakui 10 kesalahan tentu membuat kita terlihat sangat buruk, itu sebabnya makin banyak kesalahan makin sukar kita mengakuinya, Pak Gunawan.
GS : Jadi sebaiknya setiap kali kita salah langsung kita mengakui dan minta maaf, begitu Pak Paul ?
PG : Begini kita memang harus sudah tentu kalau kita salah langsung kita akui apa adanya, namun kalau kita bisa melihat dengan jelas dan mengakui bahwa kita tidak sebijak pasangan kita, ya sudahlah kalau mau mengambil keputusan konsultasilah dengan pasangan. Bicaralah dengan dia, akuilah keterbatasan kita daripada kita terus melakukan kesalahan karena kita kurang berhikmat lebih baik kita mendiskusikan pertimbangan kita dengan pasangan dahulu, jangan merasa malu lebih baik mengakui keterbatasan pribadi dan meminta pendapat pasangan daripada kita menyusahkan pasangan akibat keputusan salah yang kita ambil. Saya mengerti hal ini tidak mudah, Pak Gunawan. Siapa yang bersedia mengaku, "Ya sebetulnya kamu lebih bijaksana daripada saya", susah apalagi kita yang pria yang menganggap bahwa kita seharusnya menjadi kepala keluarga, susah untuk mengakui bahwa "Hai kamu istriku kamu lebih cerdas, ebih tajam, lebih bijaksana daripada saya sehingga saya minta pendapatmu", ya ini susah sehingga kita cenderung membuat keputusan, masalahnya adalah hampir semua keputusan yang kita buat salah, salah, salah akhirnya makin susah kita mengakuinya. Sekali lagi tadi saya sudah sarankan, bercerminlah kalau memang kita tidak sebijaksana pasangan , akui, minta pendapatnya supaya kita tidak harus berbuat kesalahan dan akhirnya tidak perlu meminta maaf atau mengakui kesalahan itu.
GS : Apa itu bukan berarti kita mengalihkan tanggungjawab kita kepada pasangan kita, Pak Paul ?
PG : Saya kira tidak, Pak Gunawan. Memang ini poin yang bagus, kalau kita tidak hati-hati kita bisa begitu,apa-apa suruh pasangannya untuk menguruskan, tidak ! Sebaiknya kita berusaha memecahkannya, memikirkan jalan keluarnya tapi kita minta pendapat istri kita, kita paparkan dulu pemikiran kita dan tanya pendapatnya bagaimana. Biarkan istri memberikan pendapatnya, kita godok bersama sehingga akhirnya keputusan kita buat bersama. Kalau kita buat keputusan bersama, jika sampai keliru itu keputusan bersama, tapi kalau kita keraskan kepala tidak mau minta nasihat dari pasangan, kita menganggap diri kita tahu akhirnya membuat kesalahan lagi, membuat kesalahan lagi, makin menumpuk kesalahan kita makin malas untuk minta maaf akhirnya tidak bisa tidak rumah tangga kita akan mengalami keretakan.
GS : Bagaimana kalau pasangan kita tidak mau diajak berunding seperti itu, dia mengatakan, "Itu ‘kan tanggungjawab kamu sendiri, coba kamu cari solusi sendiri", itu bagaimana Pak Paul ?
PG : Ada yang begitu, jadi ada pasangan yang berkata, "Tidak mau, seharusnya kamu pikir sendiri apalagi kamu kepala keluarga", memang kalau pasangan seperti begitu kita tidak bisa minta pendapatnya, ya sudah. Sebaiknya kalau begitu kita bicarakan dengan teman kita yang kita tahu lebih dewasa, pembimbing rohani kita yang kita tahu juga lebih rohani, mintalah pendapat supaya kita bisa membuat keputusan yang lebih baik. Namun kepada pasangan kita memang harus bicara dengan dia bahwa saya minta pendapatmu karena saya mengakui keterbatasan saya. Saya tidak membuat keputusan yang nanti merugikan kita, itu sebabnya saya meminta pendapatmu jadi kalau bisa kamu jangan berkata begitu kepada saya karena saya sungguh-sungguh membutuhkan bantuanmu. Mudah-mudahan dengan kita bicara begitu, pasangan akan lebih mengerti dan lebih rela untuk menolong kita.
GS : Katakanlah kita berkonsultasi dengan orang lain yang kita anggap lebih senior dari kita, yang lebih mengerti, tapi kemudian keputusan itu salah, apakah kita tetap harus meminta maaf kepada pasangan kita ?
PG : Jika keputusan kita salah dan akhirnya berdampak pada keluarga kita memang sebaiknya kita mengakui kesalahan kita di hadapan dia sebab tidak bisa tidak kita telah membawa kerugian juga kepada dia.
GS: Mungkin ada hal lain lagi, Pak Paul, yang menyebabkan seseorang itu sulit untuk mengakui kesalahannya ?
PG : Yang keempat dan terakhir adalah kita sukar mengaku salah karena kita takut pengakuan itu nanti digunakan untuk menyerang kita. Ini adalah salah satu ketakutan kita dan memang akhirnya ketakutan ini menghalangi kita untuk mengaku salah. Kita takut pengakuan kita akan memberi pasangan amunisi untuk menyerang dan menyerahkan kita. Untuk melindungi diri maka akhirnya kita memutuskan untuk tidak mengaku salah. Pak Gunawan, jika memang inilah yang menjadi alasan kita mengapa kita tidak mau mengaku salah karena pasangan kita cenderung menyerang, menyerang kita, saya sarankan datang kepada pasangan dan katakana "mohon jangan menggunakan kesalahan yang saya akui untuk terus menyerang dan menjatuhkan saya". Dengan kata lain, kita mesti mengingatkannya untuk memfokuskan pada permasalahan yang dihadapi bukan pada pribadi yang menghadapi masalah sebab tidak ada orang yang bersedia mengaku kesalahan jika terus diserang. Jadi minta pada pasangan jangan serang pribadi, kita fokuslah pada permasalahan itu sendiri.
GS : Mungkin bukan menyerang pribadi kita, Pak Paul, tapi mengingatkan terus-menerus akan kesalahan kita dan itu sangat mengganggu.
PG : Ini biasanya alasan yang diberikan oleh pasangan. "Saya tidak menyerang kamu, saya hanya mengingatkan kamu". Mungkin kita bisa membuat kesepakatan, sudahlah kalau kamu tujuannya baik ingin mengingatkan, bisakah sekali saja, jangan berkali-kali. Sekali saja supaya kamu juga merasa puas kamu telah mengingatkan saya jangan sampai saya mengulang kesalahan yang sama dan saya akan terima tapi tolong sekali saja, kalau sudah dua tiga kali itu bukan mengingatkan tapi lebih kepada menyerang saya. Itulah yang bisa kita katakan kepada pasangan supaya bisa ada pengertian dalam hal ini.
GS : Sebenarnya yang diharapkan dari pasangan itu dukungan. Kita membuat kesalahan diluar kemampuan kita, kekhilafan atau apa kalau itu terus-menerus dibicarakan memang kadang-kadang tidak enak. Lain kali kita tidak mau bicara lagi tentang kesalahan kita atau meminta maaf tentang kesalahan kita. Membuat kita jera.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Kalau misalnya pasangan kita yang salah dan sudah mengaku salah, kita juga mesti menjaga jangan kita munculkan lagi, bangkitkan, bangkitkan lagi akhirnya pasangan jera tidak berani mengaku salah karena takut kita mengebom dia.
GS : Kalau terjadi seperti itu, Pak Paul, selain mengingatkan pasangan kita, jangan dipakai untuk menyerang saya terus-menerus, apakah ada hal lain yang bisa kita lakukan ?
PG : Kita bisa memberikan contoh kepada pasangan misalnya kita berkata kepada dia, "Kamu coba bayangkan, kamu melakukan kesalahan, kamu menyesal, kamu akui tapi saya terus memakai kesalahan kamu untuk mengingatkan kamu, bagaimana perasaanmu ?" Jadi kita putar situasinya ajak dia untuk menempatkan diri di situ, supaya dia bisa mengerti perasaan kita. Kita katakan, bukankah kamu akan berkata, "Ya sudah sekali saja ingat saya cukup, tidak usah berkali-kali".
GS : Pak Paul, untuk mengakhiri perbincangan ini mungkin ada ayat firman Tuhan yang ingin disampaikan ?
PG : Roma 12:3 berkata, "Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi daripada yang patut kami pikirkan tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing". Sesungguhnya kita sukar mengaku salah sebab kita melihat diri tidak apa adanya, Pak Gunawan, kita memandang diri kita lebih tinggi, lebih sempurna daripada apa adanya. Firman Tuhan mengingatkan kita agar kita melihat diri apa adanya, lengkap dengan kelemahan dan kekurangan. Inilah pangkal pengakuan kesalahan.
GS : Sebenarnya kita menyadari bahwa sebagai manusia kita penuh dengan kesalahan, penuh dengan kekurangan tapi untuk mengakuinya sulit sekali, Pak Paul. Itulah yang firman Tuhan katakan agar kita mau melakukannya, mengakui kesalahan kita khususnya kepada pasangan.
Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Mengapa Sulit Berkomunikasi ?". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.