Mengajar Pasangan Bersikap Jujur

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T239B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Tidak semua orang dibesarkan dengan nilai moral yang baik. Ada yang justru dibesarkan dengan ketidakjujuran sehingga akhirnya terbiasa bersikap tidak jujur terhadap sesama. Kadang kita tidak begitu memperhatikan karakteristik ini sebelum menikah dan baru menyadarinya setelah menikah. Apakah yang harus kita perbuat bila pasangan terbiasa bersikap tidak jujur?

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Tidak semua orang dibesarkan dengan nilai moral yang baik. Ada yang justru dibesarkan dengan ketidakjujuran sehingga akhirnya terbiasa bersikap tidak jujur terhadap sesama. Kadang kita tidak begitu memperhatikan karakteristik ini sebelum menikah dan baru menyadarinya setelah menikah. Apakah yang harus kita perbuat bila pasangan terbiasa bersikap tidak jujur?

Pertama, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk menutupi dosa. Bila memang merupakan upaya untuk menutupi dosa, kita harus memperhadapkannya dengan Firman Tuhan. Kita harus menyadarkannya bahwa Tuhan tidak berkenan dengan dosa dan seyogianyalah kita takut akan ganjaran Tuhan. Kita pun harus menegaskan bahwa kita tidak dapat menoleransi dosa di dalam pernikahan sebab pada akhirnya dosa yang bersemayam dalam pernikahan akan menghancurkan sendi pernikahan yakni percaya, respek, dan kasih.

Kedua, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk lari dari tanggung jawab. Kadang pasangan terbiasa dengan dusta untuk melepaskannya dari tanggung jawab. Sejak kecil ia telah belajar untuk lepas dari tanggung jawab karena mungkin memang dengan mudah ia dapat mengelabui orangtuanya. Jadi setiap kali ia berhadapan dengan tanggung jawab, maka muncullah dalih demi dalih agar ia terbebaskan dari tanggung jawab. Pola perilakunya adalah, daripada berkata, tidak mau atau tidak suka, ia akan mengatakan, ya, namun tidak mengerjakannya. Sewaktu ditanya, maka dalih demi dalih meluncur keluar dari mulutnya.

Jika inilah duduk masalahnya, kita perlu berbincang bersamanya dan menjabarkan tanggung jawab yang mesti dipikulnya sebagai bagian dari keluarga. Tanyakanlah manakah tanggung jawab yang sanggup dilakukannya dan mana yang tidak diinginkannya. Beritahukanlah bahwa daripada mengatakan, ya, tetapi tidak mengerjakannya, lebih baik mengatakan, tidak.

Ketiga, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk memperoleh apa yang diinginkannya dengan mudah. Ada orang yang tidak rela membayar harga untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Itu sebabnya ia berdusta untuk memenuhi keinginannya. Orang ini menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya dan salah satu cara yang digunakannya adalah berbohong. Kita perlu mengajaknya bicara tentang keinginannya itu dan merancang suatu kerja sama agar keinginannya dapat terkabul. Tunjukkanlah niat baik kepadanya yaitu kita bersedia membantunya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa harus berbohong.

Keempat, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk menghindar dari konflik dengan kita. Kadang pasangan berbohong karena tidak ingin berselisih pandang. Jadi, ia cenderung mengiyakan pendapat dan keinginan kita namun sesungguhnya ia tidak menyetujuinya. Namun masalahnya adalah, jika kita memaksanya untuk menyatakan pendapat, ia merasa lebih tertekan dan makin mencari celah untuk tidak jujur. Menghadapi sikap seperti ini, kita pun perlu memeriksa diri; mungkin kita dipandangnya sebagai penyulut konflik. Itu sebabnya kita mesti becermin diri dan jika memang ia peka dengan konflik, kita pun perlu mengubah sikap sehingga tidak cepat bereaksi.

Kelima, kita harus bertanya apakah ketidakjujuran ini merupakan upaya untuk melindungi diri. Mungkin ia takut kepada kita sehingga ia cenderung berbohong. Ia menganggap kita adalah pengawas yang mesti dijauhinya. Adakalanya memang kitalah sumber penyebabnya. Misalnya karena kita pernah dikhianati maka kita tidak mudah percaya dan takut mengalami peristiwa yang sama. Itu sebabnya kita cenderung memantau pasangan dan menuntut pertanggungjawabannya.

Atau, kadang penyebabnya adalah pasangan dibesarkan dalam keluarga yang sangat keras sehingga sedikit ketidakkonsistenan cukup untuk membuatnya didera. Perlakuan seperti ini biasanya membuat seseorang takut sekali ditemukan kesalahannya. Akhirnya untuk menciptakan rasa aman, ia pun berupaya membatasi arus informasi sehingga pasangannya tidak mengetahui banyak tentang kegiatannya.

Kesimpulan

Kita tidak dapat begitu saja menyamaratakan semua sikap ketidakjujuran sebab ada pelbagai penyebabnya. Menegur dan memarahinya sering kali tidak memberi dampak; jauh lebih efektif mendoakan dan dengan kasih mengajaknya kembali hidup dengan Tuhan yang menjanjikan, "dan kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:32)