Memelihara Pernikahan 3

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T566A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kemarahan adalah bagian yang tidak terpisah dari pernikahan, begitu pula pengampunan. Mengampuni tidak putus-putusnya bila kita bisa menerima pasangan apa adanya. Kita juga perlu mengingat bahwa kita adalah orang berdosa yang telah diampuni Tuhan. Dengan kita mau mengampuni, maka Tuhan akan memberi kuasa pada kita untuk bisa melakukannya.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

Pengampunan Yang Tak Putus-Putus

Kemarahan adalah bagian tak terpisahkan dari pernikahan. Setidaknya ada dua penyebab mengapa kita marah terhadap pasangan. Pertama, kita marah karena pasangan TIDAK BERBUAT ATAU MENJADI SEPERTI YANG KITA INGINKAN ATAU HARAPKAN. Misalkan, kita tidak suka dengan orang yang tidak dapat mengambil keputusan atau kalaupun dapat, mereka memerlukan waktu yang lama dan setelah bertukar-pikiran berkali-kali. Nah, kebetulan kita menikah dengan orang seperti itu. Tidak dapat dihindari, setiap kali kita harus mengambil keputusan bersama, kita marah. Walaupun kita sadar bahwa seharusnyalah kita menerima kelemahannya, kita tetap marah karena kelemahan dirinya atau perbedaan ini merepotkan dan mengganggu kita. Apalagi bila ini terjadi berulang-kali selama bertahun-tahun.

Kedua, kita marah kepada pasangan sebab PASANGAN MENYAKITI ATAU MENGECEWAKAN KITA. Misalkan, pasangan terbukti berbohong kepada kita. Diam-diam ia menghabiskan uang tabungan untuk kepentingannya tanpa memberitahukan kita. Atau, pasangan berkhianat dan menjalin relasi romantik dengan orang lain. Tidak bisa tidak, semua perbuatan ini menyakitkan hati dan mengecewakan kita secara mendalam; alhasil, kita menjadi sangat marah kepadanya.

Oleh karena kemarahan adalah bagian tak terpisahkan dari pernikahan, pengampunan juga seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari pernikahan. Sejak awal kita harus bertekad untuk mengampuni; dengan kata lain, dari mula pernikahan kita harus bersepakat untuk menjadikan pernikahan sebagai wadah kasih karunia, bukan sebagai mitra usaha bersama. Pengampunan yang tak putus-putus adalah pertanda bahwa pernikahan bukanlah sebuah mitra usaha bersama melainkan sebuah wadah kasih karunia. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimanakah kita dapat mengampuni dengan tidak putus-putus?

Kita hanya dapat mengampuni dengan tidak putus-putus bila kita MENERIMA PASANGAN APA ADANYA. Kembali kepada contoh tadi, meski jengkel karena merasa terganggu dan dibuat repot oleh ketidakmampuan pasangan mengambil keputusan, kita harus berkata bahwa itulah kelemahan pasangan dan kita mengampuni perbuatannya yang membuat kita terganggu dan repot. Sewaktu kita mengakui kelemahan pasangan sesungguhnya kita tengah menerima dirinya apa adanya—dan tidak lagi menuntutnya untuk menjadi pribadi seperti yang kita kehendaki. Jadi, setiap kali kita marah, akuilah kelemahan pasangan, kemudian ambillah keputusan untuk menerima dirinya apa adanya, dan ampunilah perbuatannya yang menyusahkan kita, sebagai akibat dari kelemahannya itu.

Berikut, kita hanya dapat mengampuni dengan tidak putus-putus jika kita MENGINGAT SIAPA DIRI KITA. Surat 1 Yohanes 1:8 mengingatkan, "Jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada dalam kita." Kita semua adalah orang berdosa yang telah menerima pengampunan Tuhan. Kalaupun kita lebih baik daripada pasangan dalam hal-hal tertentu, di hadapan Tuhan status kita tidak pernah berubah—kita tetap adalah orang berdosa yang menerima pengampunan Tuhan.

Tidak heran Tuhan mengaitkan pengampunan dari-Nya dengan pengampunan yang kita berikan kepada sesama, sebagaimana dapat kita baca di Matius 6:14-15, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." Peringatan ini begitu keras sebab dilandasi oleh asumsi bahwa pada dasarnya kita semua sanggup mengampuni. Jadi, kalau sampai kita tidak mengampuni itu dikarenakan bukan karena tidak BISA melainkan karena tidak MAU; itu sebab Tuhan tidak bersedia menerima orang yang tidak mengampuni. Orang yang tidak mau mengampuni tidak layak menerima pengampunan.

Kemarahan akan tetap menjadi bagian dari pernikahan sebab kesalahan adalah bagian dari ketidaksempurnaan kita sebagai manusia yang berdosa. Selama ada kesalahan, pasti akan ada kemarahan namun sebagai anak Tuhan, kita harus mengampuni dan terus mengampuni.