T 214 B
Lengkap
"Membangun Respek Dalam Pernikahan" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Membangun Respek Dalam Pernikahan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita membicarakan tentang 'Membangun Kepercayaan dalam Pernikahan,' karena kepercayaan itu memang suatu unsur yang penting di dalam pernikahan. Tapi disamping kepercayaan, kita juga melihat bahwa respek atau penghargaan terhadap pasangan kita juga menempati suatu tempat yang penting juga dalam pernikahan. Hal-hal apa yang kita perbincangkan?
PG : Pada dasarnya kita menyadari bahwa pernikahan itu dibangun di atas 3 kaki, yaitu kasih, percaya dan respek. Nah biasanya kita itu memang hanya menyoroti satu aspek saja yaitu kasih. Namu saya ingin mengingatkan kepada para pendengar bahwa sebetulnya kasih itu sangat-sangat dipengaruhi oleh respek dan percaya.
Kita tidak mungkin bisa mempertahankan kasih kalau tidak lagi percaya kepada pasangan kita. Itu sebabnya kita membicarakan tentang bagaimana mempertahankan dan membangkitkan rasa percaya di dalam pernikahan. Namun kasih juga memerlukan respek, tanpa respek kita tidak bisa mengasihi orang. Jadi ibaratnya seperti bak dimana kita mengisinya dengan air. Kita sebut bak ini adalah bak kasih; kita mau mengisinya dengan air yaitu air kasih. Jangan sampai kita mengisi air kasih ke dalam bak, tetapi bak kita bocor, bocornya yaitu pada percaya dan respek. Kita melakukan apa pun untuk menunjukkan kita mengasihi, tapi kalau kita menghilangkan respek-pasangan tidak respek kepada kita, kalau kita menghilangkan kepercayaan-pasangan tidak bisa percaya kepada kita, maka air kasih yang baru saja kita isi itu akan habis lagi, habis lagi dan habis lagi. Dan ini yang sering terjadi di dalam pernikahan. Kadang-kadang orang frustrasi, "Saya mencoba mengasihinya, saya membelikannya ini, saya melakukan ini seperti yang dia minta, tapi dia kok masih begini terus dan sebagainya." Mungkin duduk masalahnya adalah kita mempunyai kebocoran, dan kebocorannya di wilayah kepercayaan dan respek.
GS : Atau salah satu dari keduanya itu yang bocor. Masalahnya sekarang bagaimana kita membangun respek itu di dalam pernikahan?
PG : Yang pertama, kita memahami tentang respek bahwa respek adalah sebuah respons terhadap sesuatu yang kita lihat atau kita alami. Contoh, saya kira kita semua pernah mendengar sosok Dr. Davd Livingstone, seorang dokter yang melayani dan memberikan hidupnya bagi orang-orang di Afrika.
Waktu kita mendengar kisah pelayanannya, pengorbanannya melayani orang di Afrika, tidak bisa tidak akan timbul rasa respek terhadapnya. Kita juga pernah mendengar nama Ibu Teresa, yang melayani kaum miskin di India; nah waktu kita mendengar pengorbanan, pelayanan ibu Teresa, tidak bisa tidak yang akan muncul dalam hati kita adalah respek. Kenapa seseorang bisa melakukan hal seperti itu, memeluk seseorang yang terkena kusta, membersihkan tubuhnya dari nanah yang muncul akibat kusta; bagaimanakah seseorang sanggup melakukan hal seperti itu. Yang muncul dalam hati kita adalah respek, jadi kita bisa katakan respek adalah reaksi dalam diri kita yang merupakan pengakuan bahwa orang itu jauh lebih baik daripada kita. Karena kita melihatnya lebih baik daripada kita, kita menempatkannya di atas diri kita. Dia mempunyai sesuatu yang baik, disitulah respek muncul. Jadi inilah kodrat atau sifat respek yang pertama yang perlu kita pahami, bahwa respek merupakan sebuah reaksi yang merupakan pengakuan terhadap sesuatu, terhadap orang yang mempunyai sesuatu yang begitu baik, yang mungkin saja kita tidak memilikinya.
GS : Berarti respek itu muncul di dalam diri kita ketika kita menghormati seseorang karena tindakan-tindakannya yang mulia itu, Pak Paul?
PG : Betul, dengan kata lain kalau memang kita tidak mempunyai tindakan-tindakan yang mulia, kita tidak bisa menuntut orang respek kepada kita. Sebab respek itu hanya ada jikalau kita melihat indakan-tindakan yang mulia tersebut.
GS : Tidak cukup hanya dengan kata-kata, 'kamu harus menghormati saya, kamu harus menghargai saya," tapi kita tidak berbuat apa-apa, Pak Paul?
PG : Betul sekali, itu sebabnya kita bisa simpulkan lagi hal kedua tentang respek. Respek itu memang alamiah sekali, maksudnya alamiah adalah kita tidak bisa membuat diri kita respek terhadap eseorang jikalau kita memang tidak respek kepadanya.
Kita tidak bisa mengada-ada, "O.....saya respek, saya respek," kecuali untuk basa-basi hanya untuk menyenangkannya, maka kita berbohong dan kita berkata, "Saya respek kepadamu." Sebetulnya respek memang tidak bisa diada-adakan, karena respek merupakan respons, dan kedua respek adalah respons yang alamiah. Kalau memang ada ya ada; kita melihat tindakannya yang mulia maka muncullah respek; kita tidak melihat apa yang baik, apa yang mulia pada dirinya maka tidak ada respek.
GS : Di dalam pernikahan, Pak Paul, apakah mungkin seseorang yang mulai menikah dengan respek atau rasa hormat yang cukup tinggi kepada pasangannya tetapi kemudian lama-kelamaan dia tidak respek lagi, atau sebaliknya tadinya dia tidak respek tapi kemudian mengenal pasangannya dengan lebih baik makin lama dia makin respek terhadap pasangannya?
PG : Seyogianya sebelum kita menikah kita cukup mengenal pasangan kita sehingga kita jelas mengenal kekurangan dan kelebihannya. Hal-hal yang baik pada dirinya dan hal-hal yang kurang baik pad dirinya.
Dan seyogianyalah di dalam masa berpacaran itu kita memang mengambil sebuah keputusan, saya akan menerima kelemahannya atau hal-hal yang kurang baik itu dan saya akan bisa menerimanya. Mengapa saya akan bisa menerimanya, sebab saya mempunyai cadangan respek yang kuat. Jadi sering kali kita memasuki pernikahan, kita tidak benar-benar memikirkan hal ini, setelah menikah baru sadar dan baru mulai menghitung-hitung. Seyogianya sebelum menikah kita menghitung hal ini, melihat kelebihan dan kekurangannya. Terus kita bertanya, bisa atau tidak kita menerima kekurangannya, hidup dengan kekurangannya itu. Biasanya kita hanya akan bisa menerima dan hidup dengan kekurangannya, bila kita mempunyai cadangan respek yang kuat atau yang cukup. Sering kali masalah muncul dalam pernikahan karena cadangan respek kita itu tipis, tidak banyak, kemudian kita disadarkan dengan kelemahan-kelemahan pasangan kita maka akan ambruk. Tapi kalau tadi Pak Gunawan bertanya, mungkin atau tidak seseorang yang tadinya mempunyai cadangan respek tinggi terus akhirnya menyusut? Mungkin. Kenapa, karena manusia bisa berubah. Bisa jadi awal-awal pernikahan, dia tidak berbuat apa-apa. Yang salah, yang tidak baik, yang tercela, tidak ada semua; semuanya baik dan semuanya mulia, namun akhirnya dia jatuh. Dia mulai melakukan hal-hal yang tidak terpuji, hal-hal yang tidak mulia, tidak bisa tidak itu akan menyusutkan respek kita kepadanya.
GS : Apakah respek itu bisa dibangun karena pengalaman masa lalunya, melihat bahwa istri itu mesti respek terhadap suaminya, jadi seolah-olah itu sesuatu yang digariskan seperti itu dan dia tinggal mengikuti saja, apakah ini bukan suatu respek yang semu?
PG : Ini pertanyaan yang baik Pak Gunawan, sudah tentu kalau kita mempunyai keyakinan bahwa seyogianyalah saya itu respek kepada suami saya, itu baik; sudah tentu suami pun juga harus respek keada istrinya.
Itu bukan respek yang semu, itu lebih merupakan suatu keputusan, keputusan untuk tidak melecehkan atau merendahkan pasangan kita. Boleh dan seharusnya kita mempunyai ketetapan hati seperti itu, kita tidak mau melecehkan atau merendahkan pasangan kita. Tapi apakah itu sebetulnya respek? Menurut saya bukan, itu satu sisinya dari respek yaitu tidak mau melecehkan atau merendahkan orang. Namun sesungguhnya itu bukanlah respek. Sebab tadi saya sudah jelaskan respek adalah sebuah reaksi yang berisikan pengakuan bahwa orang ini atau apa yang dilihatnya itu sesuatu yang terpuji, yang mulia dan yang baik. Kalau tidak ada itu, sebetulnya tidak ada respek. Tapi kita mesti bisa memilih tidak merendahkan atau melecehkan orang, tapi menurut saya ada bedanya dengan respek. Kisa masuk ke satu poin berikutnya yaitu kita memang tidak bisa mengada-adakan respek, maka sewaktu masih berpacaran seyogianyalah kita itu tidak menciptakan atau mengada-adakan respek. Kita mengukur relasi ini sehat atau tidak sehat, layak lanjut atau tidak, dari satu pertanyaan apakah saya respek kepadanya? Dan kalau ada, apakah tentang dirinya yang saya respek. Sebab respek merupakan reaksi terhadap yang mulia, yang terpuji yang kita lihat pada pasangan kita. Kesalahan yang sering kali kita perbuat adalah kita sudah suka dengan orangnya, sudah tertarik, baru memikirkan apa tentang dia yang membuat saya respek. Baru kita ciptakan daftar-daftar respek. Tidak bisa, kita tidak bisa menciptakan daftar respek; kita hanya mendapati atau tidak mendapati daftar respek itu.
GS : Jadi respek kita terhadap pasangan itu kadang-kadang bisa timbul dan kadang-kadang juga bisa berkurang, Pak Paul?
PG : Bergantung dari perbuatan-perbuatan pasangan kita. Jadi ini akhirnya menyadarkan kita bahwa kita masing-masing bertanggung jawab untuk mempertahankan respek pasangan terhadap kita, jangansampai kita bersifat kekanak-kanakan, hanya menuntut pasangan respek kepada kita.
Kita harus bertanya, alasannya apa pasangan respek kepada saya, apakah tentang saya yang mulia, yang layak dipuji, yang memang dilihat dan seharusnya diakui oleh pasangan saya. Kalau memang kita tidak bisa menemukan yang mulia dan layak dipuji, kita harus terima fakta bahwa dia pun akan sulit respek kepada kita.
GS : Ada orang yang mengatakan dia tidak mau banyak bercanda dengan pasangannya, karena dikhawatirkan kalau terlalu banyak bercanda nanti pasangannya tidak respek lagi terhadap dia. Apakah hal itu suatu kekhawatiran yang patut dipertanyakan lagi?
PG : Biasanya bercanda tidak sampai menimbulkan persepsi seperti itu dari pasangan, jadi seyogianyalah kita tidak usah takut untuk bercanda, untuk bisa humor dengan pasangan kita. Sudah tentu ita juga mesti menempatkan diri dengan pas dimana lingkungan kita berada.
Jangan kita itu melakukan hal-hal yang terlihat terlalu merendahkan martabat, menimbulkan kesan kita tidak beradab, tidak berbudaya, tidak berpendidikan dan sebagainya. Itu nanti akan mempengaruhi respek orang terhadap kita, kita perlu menjaganya. Jadi dalam bercanda pun sudah tentu baik, kita perlu melihat, mengatur canda kita, jangan sampai kelewatan, merendahkan diri dan sebagainya.
GS : Ada istri yang respek terhadap suaminya ketika suaminya itu mempunyai kedudukan di tempat kerjanya dan posisinya baik, penghasilannya besar. Tapi ketika terjadi PHK, si suami tidak lagi mempunyai penghasilan yang cukup bahkan penghasilannya tidak ada lagi, istri menjadi tidak respek kepada suami. Ini bagaimana Pak Paul?
PG : Itu sebabnya dasar respek seharusnya memang tidak boleh dilandasi oleh prestasi-prestasi seperti itu. Tidak boleh dilandasi atas materi atau benda-benda yang dihasilkan. Sebab respek yan didasari atas benda-benda atau prestasi seperti itu, sangatlah mudah goyah.
Sebab sesungguhnya respek seperti itu lebih merupakan alasan pribadi yaitu gara-gara kamu tinggi posisinya, saya juga bisa mencicipi kehidupan yang lebih baik. Tapi seyogianyalah respek itu didasari atas karakter; itu yang kekal, itu yang kokoh. Jadi apa pun kondisi kehidupan yang kita harus hadapi respek bertahan, karena respek didasari atas karakter orang tersebut.
GS : Apakah ada sifat dari respek yang lain, Pak Paul?
PG : Yang ketiga adalah respek itu bersifat sangat pribadi atau sangat personal. Memang kita bisa menciptakan kriterianya sendiri, tapi seyogianyalah kita sebagai anak Tuhan menggunakan standa Tuhan.
Saya akan bagikan 3 hal yaitu yang pertama saya bacakan dari I Tesalonika 4:3 dan 4, "Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan, supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi istrimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan penghormatan." Jadi yang pertama, kriterianya yang harus kita tetapkan sebagai dasar respek adalah karakter kudus dan hormat. Bagaimanakah kita bisa respek terhadap pasangan yang tidak kudus, yang tidak terhormat. Sembarangan bergaul dengan lawan jenis, sembarangan akhirnya jatuh dalam dosa perzinahan. Meskipun dia minta ampun, dia menyesal dan sebagainya tapi kalau berulang lagi akan sulit bagi kita untuk mempunyai respek terhadapnya. Karena respek terkait dengan kekudusan. Waktu kita melihat sesuatu yang tidak kudus, tercemar, sulit bahkan hampir mustahil kita mengembangkan respek. Jadi sebagai suami atau sebagai istri, kalau kita menginginkan pasangan respek kepada kita, langkah pertama hiduplah kudus sesuai dengan firman Tuhan.
GS : Dalam hal ini apakah peran dari pasangan supaya pasangannya memenuhi apa yang firman Tuhan katakan ini?
PG : Agar bisa menjaga kekudusan dan kehormatan, kita mesti mencukupi kebutuhan pasangan kita. Kita harus menutup kemungkinan pasangan kita itu bisa berbuat hal-hal yang tidak kudus. Bukannyasaya berkata awasilah, ikutilah, pasanglah monitor dimana suami atau istrimu berada, tapi ciptakanlah, kerjakanlah rumah tangga kita sebaik mungkin.
Sehingga pasangan kita itu merasakan senang, bahagia, berada di rumah menikah dengan kita, kebutuhan-kebutuhannya pun dicukupi sehingga dia tidak mempunyai alasan untuk berbuat hal-hal yang tidak kudus di luar, itu yang bisa kita lakukan. Yang kedua adalah kita mesti bersama pasangan hidup dalam Tuhan, menekankan hidup takut akan Tuhan. Suami-istri yang hidup takut Tuhan, berdoa bersama, respek kepada Tuhan, otomatis juga akan lebih takut berbuat dosa sehingga lebih memungkinkan hidup dalam kekudusan.
GS : Memang kalau kita menyadari bahwa pasangan kita adalah pemberian dari Tuhan, kita akan menaruh respek yang cukup besar kepada pasangan karena kita percaya bahwa pasangan kita dari Tuhan. Kalau kita tidak respek kepada dia berarti kita tidak respek dengan Tuhan juga.
PG : Ini satu poin yang baik Pak Gunawan, jadi kita menghormati pemberinya yaitu Tuhan sendiri, Dialah yang menganugerahkan pasangan kita untuk kita.
GS : Adakah yang lain Pak Paul?
PG : Yang kedua saya ambil dari I Tesalonika 4:11 dan 12, "Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperi yang telah kami pesankan kepadamu, sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka."
Rasul Paulus meminta jemaat di Tesalonika untuk hidup bertanggung jawab; rajin bekerja mencukupi kebutuhannya sendiri, tidak bergantung pada orang. Sudah tentu ada kasus kusus, dimana kita tidak bisa lagi bekerja, harus bergantung pada orang, itu dapat dimengerti. Tapi jangan sampai kita mengembangkan karakter malas dan tidak bertanggung jawab, sukar buat orang untuk respek kepada kita kalau kita tidak bertanggung jawab, malas; disuruh melakukan apa, tidak dikerjakan atau mengerjakan dengan seenaknya, atau maunya orang lain yang melakukannya untuk kita. Bagaimanakah pasangan bisa respek kepada kita kalau kita hidupnya seperti itu. Maka Paulus memberikan nasihat yang sangat praktis di sini yaitu hiduplah bertanggung jawab. Dengan adanya tanggung jawab pasangan pun akan dapat mengembangkan respek kepada kita.
GS : Apa maknanya Rasul Paulus mengatakan bahwa hidup tenang itu dianggap sebagai kehormatan?
PG : Maksudnya adalah jangan kita itu mencari-cari masalah, karena memang rupanya di jemaat Tesalonika pun ada orang-orang yang mencari-cari masalah akhirnya menimbulkan percekcokan. Jadi Pauls berkata hiduplah tenang, jangan mencari-cari masalah, jangan kita itu sedikit-sedikit mencari kekurangan-kekurangan orang, itu akan bisa menimbulkan masalah.
GS : Itu berarti orang yang bisa hidup tenang itu adalah orang yang terhormat?
PG : Ya, karena memang dia tidak mudah terprovokasi, tidak mudah bereaksi terhadap apa yang terjadi di luar dirinya.
GS : Dan kita lebih mudah respek terhadap orang-orang yang hidupnya tenang, tidak mencari-cari masalah daripada orang yang selalu menimbulkan masalah di tengah-tengah keluarga dan sebagainya. Karena memang ada beberapa orang yang suka menimbulkan masalah yang kita sebut "trouble maker". Ada saja masalah yang muncul gara-gara kehadiran orang itu, kalau hal ini menyangkut pasangan kita sendiri tentu akan repot. Nah bagaimana kita bisa menasihati pasangan supaya pasangan kita menjadi orang yang terhormat, karena ini juga yang kita kehendaki?
PG : Kita bisa misalkan dengan berkata, "Saya mengerti kamu itu jengkel karena ini, ini, tapi boleh tidak saya memberikan saran kepadamu apa yang bisa kamu lakukan untuk menolong orang itu. Seab kalau kamu hanya memarahi, mencelanya, orang itu tidak akan bisa berubah.
Ayo kita pikirkan cara positif bagaimana menolongnya." Jadi kita ajak pasangan kita tidak hanya melihat kekurangan tapi mulai memikirkan cara untuk menolong orang tersebut dalam kekurangannya, itulah yang kita tekankan kepada pasangan kita.
GS : Sebenarnya setiap orang itu mau dihargai, mau diberikan respek kepadanya, tetapi kadang-kadang juga tidak tahu caranya bagaimana orang bisa respek terhadap dia. Jadi antara lain yang bisa dilakukan adalah hidup tenang, tidak mencari atau menimbulkan masalah-masalah baru. Nah yang ketiga apa Pak Paul?
PG : Firman Tuhan di I Tesalonika 3:12 berkata, "Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperi kami jua mengasihi kamu."
Penuh kasih itu akan membangkitkan respek. Kita itu sulit respek kepada orang yang tidak mempunyai kasih, karena orang yang tidak mempunyai kasih adalah egois, memikirkan diri sendiri; orang yang tidak mempunyai kasih juga bisa kejam terhadap orang yang dalam penderitaan. Maka kalau kita ingin pasangan kita respek kepada kita, penuhilah hati kita dengan kasih. Kasih kepada keluarga sebagai langkah pertama, dan juga kasih kepada orang di luar rumah kita. Jangan sampai kita menjadi orang yang hanya mengasihi keluarga sendiri, mementingkan urusan keluarga sendiri, masa bodoh dengan orang di luar. Nah kalau pasangan melihat kita seperti itu, dia pun akan sulit respek kepada kita karena respek didasari atas pengakuan bahwa orang ini terhormat, orang ini mempunyai sifat-sifat atau karakter-karakter yang mulia dan yang baik. Kalau kita hanya memikirkan keluarga sendiri tidak memikirkan orang lain, pasangan akan tidak respek. Kebalikannya juga sama, kalau kita hanya mengasihi orang di luar, mau menolong orang di luar sementara dengan keluarga tidak peduli, pasangan susah untuk respek kepada kita. Sebab dia melihat kita tidak mengasihi dia dan keluarga sendiri.
GS : Ini memang suatu panggilan yang praktis buat kita untuk memperagakan kasih yang kita terima dari Tuhan, tetapi memang memperagakan kasih di tengah-tengah keluarga ini jauh lebih sulit daripada di luar. Ini bagaimana Pak Paul?
PG : Kita sekali lagi harus taati firman Tuhan, firman Tuhan memang meminta kita untuk merawat, memenuhi kebutuhan keluarga kita. Sebab Tuhan berkata, kalau kita tidak memperhatikan keluarga kta sendiri itu lebih buruk dari orang yang tidak percaya atau orang yang tidak kenal Tuhan.
Jadi Tuhan meminta itu, perhatikan keluarga sendiri, itu yang Tuhan sudah berikan kepada kita, yang kita harus jaga baik-baik tapi juga tidak melalaikan orang lain.
GS : Dan saya melihat respek ini saling membangun. Kalau kita respek kepada pasangan kita, pasangan kita akan respek kepada kita dan sebaliknya ini akan terus-menerus bertumbuh.
PG : Betul sekali, jadi begitu benih respek mulai tertanam, itu makin hari makin banyak, makin berbuah, akhirnya relasi kita menjadi relasi yang benar-benar kuat karena respek akan mewarnai setap aspek kehidupan kita.
GS : Dan kalau itu dilihat oleh anak-anak kita, anak-anak juga akan respek terhadap kita karena kita sendiri respek terhadap pasangan.
PG : Betul sekali, dan ini nantinya yang menjadi modal untuk anak patuh kepada orangtua. Sebab salah satu alasan anak susah patuh kepada orangtua adalah anak tidak lagi respek kepada kita. Jai kalau orangtua hidup terpuji, saling respek, anak-anak pun akan lebih mudah patuh karena modal respek terhadap orangtuanya sudah ada.
GS : Mereka tidak respek karena melihat orangtuanya tidak saling respek, jadi sulit bagi mereka untuk memperagakan bagaimana melakukan respek karena mereka tidak mempunyai contoh. Jadi ini sesuatu yang sangat penting untuk kita perbincangkan dan ini akan menjadi banyak berkat bagi pendengar kita. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Membangun Respek dalam Pernikahan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.