Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahja, S. Psi, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami pada acara Telaga yang lalu yaitu tentang "Memahami Pernikahan", dan kami masuk pada bagian yang kedua. Kami percaya acara ini pasti akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan inilah sesi yang pertama tentang memahami pernikahan.
Lengkap
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita sudah berbincang-bincang tentang definisi pernikahan di dalam memahami pernikahan ini. Dan sebelum kita melanjutkan perbincangan pada saat ini, apakah Pak Paul mau mengulang sejenak apa yang kita perbincangkan pada saat yang lalu?
PG : Saya akan menjelaskan mengapa kita memutuskan untuk mengangkat topik ini Pak Gunawan, alasannya adalah bahwa saya melihat adanya kedangkalan pandangan atau pengertian kita terhadap pernkahan.
Karena adanya kedangkalan itulah maka banyak sekali masalah yang muncul dari pernikahan dan akhirnya sudah tentu akibat fatalnya yaitu perceraian. Jadi kita berharap apa yang akan disampaikan pada kesempatan ini akan menjadi berkat bagi para pendengar kita. Pertama-tama kita mau melihat apa itu pernikahan, pernikahan adalah sebuah ikatan, sebuah ikatan yang mengandung pengertian bahwa dua orang itu memilih untuk terikat. Dan terikat berarti dia akan terbatasi dalam relasinya dengan orang-orang lain dan Alkitab menegaskan bahwa memang pernikahan adalah sebuah ikatan yang sangat dan paling intim. Itu sebabnya dikatakan keduanya menjadi satu daging, tidak ada lagi ikatan yang seintim dan sedekat itu. Kedua pernikahan adalah sebuah perjanjian artinya masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi tuntutan pernikahan itu. Jadi jangan sampai seseorang memasuki pernikahan berpikir bahwa pasangannyalah yang harus melayani dia, itu tidak benar. Pernikahan sebuah perjanjian di mana masing-masing harus memenuhi tanggung jawabnya, nah yang kita telah bahas pada kesempatan yang lalu adalah kadang kala kita hanya menekankan satu aspek dari perjanjian itu yakni jangan sampai kita bercerai atau membatalkan perjanjian itu dan kita lalai menekankan bagian yang satunya yakni kita harus menjaga perjanjian itu dengan cara melaksanakan tanggung jawab kita, nah itulah kira-kira yang telah kita bicarakan Pak Gunawan.
GS : Ya dan kali ini kita akan membicarakan tentang dua hal penting Pak Paul, yaitu tentang karakteristik pernikahan dan konsep-konsep yang keliru tentang pernikahan. Nah kalau berbicara tentang karakteristik pernikahan Pak Paul, hal apakah yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Yang pertama adalah bahwa institusi pernikahan tidak terlepas dari campur tangan Allah. Nah, saya ingin memberikan satu rujukan yang lain yaitu institusi yang juga dikatakan berasal dar Allah yakni pemerintahan.
Jadi di
Roma 13:1, dikatakan bahwa: "Pemerintah berasal dari Allah dan tidak ada pemerintahan yang tidak ditetapkan oleh Allah." Artinya Allah turut campur tangan dalam pembentukan, dalam penghadiran sebuah pemerintahan, demikian pula Allah itu campur tangan dalam pernikahan. Nah ini sesuatu yang kita mesti sadari sebab kadang kala kita melihat pernikahan itu sebagai suatu fenomena manusiawi antara saya dan orang yang saya kasihi, dan kedua orang ini kemudian menjalin sebuah hubungan dalam pernikahan, tidak. Ternyata Alkitab menegaskan bahwa Allah itu campur tangan maka di katakan di
Matius 19:6, "Karena itu apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia." Menarik sekali Allah menegaskan bahwa Dialah yang menyatukan orang untuk akhirnya tertarik kepada satu sama lain dan membangun sebuah pernikahan.
GS : Apakah hal itu termasuk juga kalau pernikahan itu adalah pernikahan yang dijodohkan oleh orang tua?
PG : Alkitab mengatakan bahwa pernikahan itu dipersatukan oleh Allah dan tidak ada penjelasan yang lainnya, boleh kita katakan ya. Ternyata kalau itu terjadi, itu terjadi dalam izin Allah. Bhwa entah mengapa Allah mengizinkan kedua orang itu akhirnya menikah dalam suatu saat.
Tapi Pak Gunawan, saya kira kita perlu memberikan penjelasan sedikit tentang hal ini sebab kalau tidak, kita akan masuk dalam sebuah pola pikir yang sangat pasif bahwa semua pernikahan betapa pun buruk dan sebagainya sudah pasti itu adalah dalam kehendak Allah. Saya ingin juga memberikan keterangan di sini, bahwa manusia itu juga bisa keliru dan bisa membuat kesalahan. Jadi adakalanya dalam memilih bidang studi kita keliru memilihnya, memilih pekerjaan kita bisa keliru memilihnya. Apakah kita bisa keliru memilih pasangan hidup kita? Sudah tentu bisa. Adakalanya kesalahan itu baru kita sadari setelah kita menikah dan kita menyesali pilihan kita itu. Nah kekeliruan bisa terjadi namun sekali lagi entah mengapa Tuhan menegaskan bahwa meskipun telah terjadi kekeliruan, tapi Allah terlibat di dalamnya, ada faktor Tuhan yang terlibat dalam pembentukan sebuah pernikahan. Nah saya mau melihat hal ini sebagai sesuatu yang positif yaitu betapa buruk pun pernikahan kita sekarang ini ternyata tetap ada Allah yang melihat dan mau menolong kita asalkan kita sekali lagi melibatkan Allah di dalam pernikahan kita ini. Jadi saya tidak mau kita ini berkubang dalam penyesalan, kenapa saya menikah dengan dia, saya mau kita ini justru melangkah ke depan setelah mendengar firman Tuhan yang berkata: Apa yang telah dipersatukan oleh Allah bahwa Allah itu terlibat, kita melihatnya secara positif ke depan bahwa Allah terlibat. Jadi Allah akan mau menolong kita untuk bisa keluar dari kemelut ini, faktor Allah faktor yang tidak bisa diabaikan dalam sebuah pernikahan Kristen.
ET : Bagaimana halnya kalau misalnya salah satu pasangan itu meninggalkan Pak Paul, misalnya selingkuh kemudian memilih untuk menikahi orang yang lainnya?
PG : Saya kira dalam kasus seperti itu tadi saya telah bahas bahwa dalam kasus seseorang tidak lagi menjalankan peran, tidak lagi menunaikan tanggung jawabnya untuk memelihara pernikahan diasudah memutuskan ikatan nikah itu.
Saya berpendapat pengadilan sebetulnya tidak menceraikan pernikahan, pengadilan mengesahkan sesuatu yang memang sudah terjadi. Yang menceraikan adalah orang yang tidak mau bertanggung jawab untuk menunaikan kewajiban dalam pernikahan dia sudah menceraikan pernikahan itu, waktu dia tidak lagi menjalani tugasnya. Nah apa hubungannya dengan Allah berarti dia adalah orang yang telah juga mengingkari janjinya kepada Allah. Sebab faktor Allah terlibat dalam pernikahan menandakan bahwa kita bukan hanya berjanji pada pasangan kita tapi kita berjanji kepada Allah bahwa kita mau setia, mau menjaga pernikahan ini. Sewaktu kita berselingkuh akhirnya kita ini mempunyai istri yang kedua atau simpanan yang lain, kita mengingkari janji kita kepada Allah ini yang harus disadari oleh manusia bahwa sekali lagi pernikahan bukanlah melulu atau hanya perkara atau relasi antara dua orang, tapi ini adalah sebuah relasi di mana Allah hadir di dalamnya. Konsep ini menarik sekali sebab Alkitab tidak mengatakan yang sama dalam hubungan kita dengan orang lain, misalkan dengan teman kita, dengan sahabat kita, tidak ada ayat yang mengatakan bahwa Allahlah yang mempersatukan kita dan teman kita atau sahabat kita. Tapi dalam kasus pernikahan, Tuhan secara khusus mau menegaskan bahwa Dia terlibat, untuk hal yang sepenting ini Dia terlibat. Jadi orang tidak boleh sembarangan memperlakukan pasangannya, sewaktu dia mulai sembarangan memperlakukan pasangannya dia sebetulnya sembarangan memperlakukan Tuhan karena Tuhan hadir dalam pernikahannya.
GS : Apakah ada karakteristik pernikahan yang lain Pak Paul selain itu?
PG : Yang berikutnya lagi adalah pernikahan dimaksudkan Tuhan menjadi perlambangan kekekalan di tengah-tengah ketidakkekalan di dunia ini. Kita tahu tidak ada yang kekal dalam dunia ini, namn di antara yang tidak kekal itu Tuhan menetapkan lembaga pernikahan sebagai sesuatu yang bersifat kekal.
Maka firman Tuhan berkata di
Matius 19:9, "Barangsiapa menceraikan istrinya kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain dia berbuat zinah." Menarik sekali firman Tuhan ini, bagaimanakah mungkin kita yang misalkan telah menceraikan istri kita kemudian menikah lagi dikatakan berzinah. Bukankah kita telah dengan sah menceraikan istri kita kenapa dikatakan zinah kalau kita mempunyai istri yang lain setelah kita bercerai. Kita hanya bisa memaknai ayat ini dalam pengertian bahwa Tuhan menganggap pernikahan itu kekal, itu sebabnya waktu kita menikah dengan orang lain, Tuhan melihat itu sebagai sebuah perzinahan. Jadi sekali lagi saya mau tekankan, di mata Tuhan pernikahan itu Tuhan desain untuk menjadi sesuatu yang kekal dan permanen. Begitu permanennya sehingga meskipun orang itu akhirnya menikah dengan orang lain setelah dia bercerai, Tuhan berkata dia berzinah. Nah sekali lagi Tuhan mau menekankan bahwa pernikahan itu permanen, nah itu sebabnya orang yang hendak menikah harus menyadari konsep ini dengan baik. Pernikahan bukanlah baju yang bisa dipakai kemudian tidak suka boleh dibuang, pernikahan bukanlah rumah yang kita tempati kemudian kita bisa menjual kembali. Pernikahan adalah sebuah ikatan, perjanjian yang bukan saja eksklusif tapi dimaksudkan Tuhan untuk menjadi sesuatu yang permanen, selamanya.
GS : Berarti hubungan atau relasi antara suami dan istri ini dua orang ini menjadi sangat khusus sekali Pak Paul?
PG : Betul, karena tidak ada hubungan yang lain yang dimaksudkan Tuhan menjadi begitu permanennya. Bahkan tadi dikatakan atau kita sudah membaca ayatnya, laki-laki akan meninggalkan ayahnya an ibunya, Alkitab tidak pernah berkata laki-laki meninggalkan istrinya, tidak pernah.
Justru orang meninggalkan orang tuanya menjadi satu dengan istri, tapi tidak ada ayat yang berkata suami meninggalkan istrinya, tidak itu harus permanen.
GS : Dengan apaakah atau bagaimanakah eratnya hubungan itu digambarkan oleh Tuhan Pak Paul?
PG : Digambarkan oleh Tuhan itu sebetulnya sebagai satu daging. Bagaimanakah dua orang itu menjadi satu daging itu menjadi penggambaran yang sangat-sangat akrab, satu daging bukan lagi dua dn tidak bisa lagi dipisahkan karena keduanya menjadi satu daing.
GS : Adakah karakteristik yang lain dari pernikahan?
PG : Yang ketiga adalah relasi suami dan istri menjadi contoh konkret relasi antara Allah dan manusia. Firman Tuhan di Efesus 5:25-27 berkata : "Hai suami, kasihilah istrimu sebgaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.
Untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela," ini adalah tugas suami. Tugas istri
Efesus 5:22-23, Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh." Dengan kata lain hubungan suami-istri seyogyanya melambangkan atau mencontohkan dengan konkret hubungan antara Allah dan manusia. Dan tidak ada hubungan lain yang didisain lain untuk mencontohkan dengan konkret hubungan antara Allah dengan manusia selain dari hubungan suami-istri ini. Suami harus mengasihi istri dengan penuh pengorbanan dan merawat istrinya dengan begitu halus dan lembut, sehingga dikatakan menjadi kudus dan tidak bercela sebagaimana Allah memelihara kita. Dan istri diminta Tuhan menghormati dan tunduk kepada suaminya sama seperti kepada Tuhan. Jadi sekali lagi pernikahan dimaksudkan Tuhan menjadi perlambangan bagaimanakah Tuhan bersikap kepada kita dan kita bersikap kepada Tuhan.
(3) GS : Pak Paul, kalau kita sudah membicarakan tentang konsep-konsep yang benar sesuai dengan Alkitab, sesuai dengan firman Tuhan sendiri, apakah masih ada konsep-konsep yang keliru yang ada di dalam kehidupan sehari-hari itu Pak?
PG : Ada beberapa Pak Gunawan dan Ibu Esther, yang pertama adalah adanya anggapan bahwa pernikahan merupakan puncak dari sebuah gunung yang disebut cinta. Jadi seolah-olah setelah kita mencitai, mencintai, puncaknya adalah pernikahan itu tidak salah, tapi tidak lengkap.
Memang pernikahan itu sebaiknya dan seharusnya didirikan di atas cinta tapi pernikahan bukan hanya puncak dari cinta, pernikahan sebuah ikatan, sebuah perjanjian bukan hanya sebuah cinta.
ET : Kalau sudah sampai pada puncak gunung bisa turun berarti Pak Paul ya?
PG : Sampai puncak gunung takutnya turun, sebab kalau cintanya turun berarti ya saya harus turun gunung juga, jadi pernikahan lebih dari sekadar puncak cinta. Kedua ada konsep bahwa pernikahn adalah wadah penyaluran hasrat seksual, itu adalah efek atau keuntungan yang bisa kita raih dalam pernikahan kita bisa berhubungan seksual.
Tapi jangan sampai orang mempunyai anggapan o....saya menikah sebab saya ingin mempunyai seorang rekan, partner di mana saya bisa berhubungan seksual dengan dia, o...pernikahan jauh lebih dalam dan agung dari pada itu.
ET : Tapi saya pernah mendengar ada orang mempunyai konsep ini katanya didasarkan oleh pandangan Paulus yang mengatakan, kalau memang tidak bisa menahan diri, tidak bisa menahan hawa nafsu lbih baik menikah jadi mereka menggunakan alasan ini Pak Paul.
PG : Paulus mengatakan itu memang tidak dalam konteks menjelaskan tentang pernikahan. Dia menjelaskan pernikahan dengan begitu terinci di Efesus 5:25-33 itu. Nah yang Paulus katakan di I Korntus yang tadi Ibu Esther sudah kutib maksudnya adalah kita harus menjaga kekudusan kita.
Nah ada orang yang mungkin ingin menikah tapi berkata saya mau menjaga kekudusan saya tidak mau menikah, nah mungkin sekali dia sudah mencintai seseorang tapi akhirnya karena mau menjaga diri dan tidak mau menikah nah Paulus berkata menikahlah, tidak apa-apa menikah, jadi dalam konteks tidak ada salahnya menikah silakan. Tapi bukannya itu menjadi motif utama kenapa kita menikah.
GS : Tetapi ada yang mengatakan dengan menikah lalu dia tidak bisa bebas lagi Pak Paul.
PG : Ya itu adalah yang tadi saya katakan, pernikahan sebuah ikatan yang eksklusif jadi tidak bisa memperlakukan orang sama seperti dia memperlakukan pasangannya.
GS : Pengertian yang keliru tentang pernikahan, apa lagi Pak Paul?
PG : Yaitu pernikahan sebagai wahana untuk memperoleh keturunan, ada orang yang begitu dan ada budaya yang begitu juga. Ya tidak punya anak dari istri pertama pilihlah istri kedua atau istriketiga supaya punya keturunan.
Tidak pernah Tuhan berkata pernikahan adalah satu-satunya wadah untuk memperoleh keturunan. Mempunyai keturunan atau tidak adalah hak preriogatif Tuhan, kita menikah karena kita mau mengikatkan diri kita dan mengikatkan diri dalam perjanjian dengan pasangan kita, itu intinya. Mempuyai anak atau tidak itu adalah bagian dari kehendak dan rencana Tuhan untuk hidup kita.
GS : Jadi ada orang yang beralasan bercerai karena tidak punya keturunan bagaimana Pak?
PG : Itu sangat salah karena memang itu tidak menjadi syarat untuk kita menikah bahwa harus punya anak baru menikah, itu tidak pernah menjadi syarat dari Tuhan. Dan yang terakhir adalah konsp bahwa pernikahan sebagai pemuas dahaga manusia akan kebahagiaan.
Ada orang yang beranggapan saya mau menikah karena saya tidak bahagia, saya menikah supaya saya bahagia, nah ini juga keliru. Pernikahan bukanlah pemuas kedahagaan kita akan kebahagiaan, sekali lagi pernikahan adalah sebuah perjanjian dan sebuah ikatan di mana kita bersama dengan pasangan kita melewati segala fase kehidupan yang menggembirakan dan yang tidak menggembirakan.
GS : Ada orang yang menikah dengan alasan supaya kehidupannya lebih terjamin itu Pak Paul?
PG : Ada, jadi memang pernikahan dianggap sebagai sebuah asuransi kehidupan, itu juga keliru Pak Gunawan. Pernikahan bukannya sebuah peningkatan kesejahteraan hidup atau asuransi kehidupan, idak.
Pernikahan adalah sebuah ikatan dan sebuah perjanjian di mana Tuhan hadir di dalamnya.
(4) GS : Dari perbincangan kita selama dua sesi ini Pak Paul mungkin ada suatu prinsip yang sangat penting dalam pernikahan Pak Paul?
PG : Prinsipnya adalah barangsiapa memberi dia akan menerima, nah saya kira ini perlu dicamkan oleh kita semua. Banyak di antara kita yang datang, masuk ke pernikahan mengharapkan untuk meneima dan tidak memikirkan untuk memberi.
Ini adalah awal dari perpecahan dalam pernikahan. Pernikahan hanya bisa dipelihara dengan cara masing-masing memberi. Saya mengatakan pada para pemuda-pemudi yang belum menikah dan ingin menikah seperti ini, mungkin bagi saudara pada saat memilih pasangan saudara berkata : Aduh susah benar memilih pasangan hidup, tapi sebetulnya yang tersusah bukan bagian memilih pasangan, yang tersusah adalah bagian mempertahankan pernikahan itu. Memilih pasangan hidup memang tidak terlalu mudah tapi yang lebih susah adalah mempertahankan pasangan hidup kita itu supaya tetap mencintai kita dan kita mencintai dia dan bersatu dalam pernikahan.
GS : Ya Pak Paul, terima kasih sekali untuk perbincangan yang sangat menarik dan sangat bermanfaat di dalam acara Telaga, dalam dua sesi kita sudah berbincang-bincang cukup banyak tentang memahami pernikahan ini, jadi terima kasih sekali Pak Paul dan juga Ibu Esther bersama-sama dengan kami. Dan para pendengar sekalian kami ucapkan banyak terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memahami Pernikahan" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang, Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.