Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang bagaimana memahami kebutuhan dari orang yang sudah lanjut usia atau seringkali kita sebut para lansia. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, di satu sisi kita bersyukur bahwa punya orang tua yang sudah lanjut usia atau kita senang kadang-kadang mendengarkan pengalaman mereka, tapi harus diakui di sisi yang lain kadang-kadang kita itu kewalahan juga atau menemui banyak kendala dalam berhubungan dengan mereka. Sebenarnya mulai usia berapa seseorang itu disebut lanjut usia?
PG : Secara garis besar Pak Gunawan, orang itu dianggap lanjut usia sesudah ia berusia sekitar 60 tahun atau 65 tahun. Sebab pada umumnya itulah masa pensiun dari dinas pekerjaannya. Biasany pada usia 60 atau 65 tahun mungkin lebih tepat kalau usia 65 tahun sebetulnya.
GS : Itu baik pria atau wanita, ya Pak Paul?
GS :Tadi Pak Paul katakan kalau dia itu sudah pensiun, apakah ada tanda-tanda lahiriah yang bisa kita lihat, Pak Paul?
PG : Usia tua itu memang ditandai oleh suatu proses yang sangat nampak jelas sekali. Misalkan yang paling nyata adalah secara fisik akan ada perubahan-perubahan yang menandakan menuanya seserang itu.
Misalkan jalannya tidak secepat dulu dan daya tahan tubuhnya untuk bertahan di cuaca yang dingin makin berkurang, cepat sekali merasa dingin. Oleh sebab itulah orang-orang tua gemar memakai mantel, jaket. Yang lainnya adalah tulang-tulang mereka mulai rapuh, sehingga kalau patah pada usia tua, susah sekali untuk bisa sembuh dan menyambung kembali. Yang lainnya adalah urat-urat saraf mereka jadi kaku, itu sebabnya orang tua tidak selincah kita-kita ini yang masih lebih muda daripada mereka. Karena urat-urat saraf makin kaku, maka kalau berjalan juga agak kaku dan bukan lebih lamban saja tapi agak kaku gerakannya, tidak bisa senam-senam lagi seperti dahulu.
(2) IR :Dengan kondisi seperti itu apakah secara emosional juga ada perubahan Pak Paul?
PG : Sebetulnya ada Ibu Ida, saya akan memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang kehidupan manusia dan perkembangannya. Manusia itu dapat dibagi dalam beberapa tahapan, seperti kita ahu ada tahapan anak-anak.
Dalam tahapan anak-anak sebetulnya juga dibagi-bagi lagi masa bayi, balita, kanak-kanak atau masa usia sekolah, kemudian memasuki usia remaja, boleh juga dimasukkan dari usia sekitar 11 sampai usia 17, 18 tahun. Setelah itu memasuki masa pemuda dini atau masa dewasa awal sekitar usia 20 tahun sampai usia kira-kira 50-an, 60 tahun. Itu masa usia dewasa yang dibagi dalam 3 tahapan sebetulnya, kemudian masa usia tua. Saya ingin perlihatkan dari ketiga bagian besar tahapan perkembangan manusia ini yaitu kanak-kanak, pemuda, dewasa, kemudian lanjut usia. Tahapan yang paling enggan kita masuki adalah tahapan lansia. Kalau kita pikir-pikir itulah tahapan yang membuat orang cemas. Kanak-kanak tidak membuat kecemasan seperti itu, memasuki usia remaja yang cemas orang tua kita, kita hanya senang-senang saja, memasuki usia dewasa kebanyakan orang itu senang. Kita ini menunggu-nunggu kapan kita menjadi orang yang dewasa. Biasanya orang ini enggan dan cemas memasuki tahap lanjut usia yaitu tahap menua. Itu sebabnya kebutuhan emosional orang tua memang unik karena ada dua bagian, ada dua golongan yang lanjut usia sebetulnya, dan kebutuhannya otomatis akan sangat berbeda. Yang pertama adalah yang memang siap menerima fakta bahwa dia itu sudah lanjut usia dan maksudnya menerima fakta adalah menerima keterbatasannya. Tadi yang Pak Gunawan sudah singgung juga yaitu tentang pensiun salah satunya. Jadi ada orang tua yang siap menerima konsekuensi usia tuanya. Tapi ada orang memang yang belum siap memasuki usia tua, akibatnya tidak begitu siap untuk menanggung konsekuensi usia tua tersebut. Dari dua golongan ini, muncullah kebutuhan-kebutuhan emosional yang berbeda pula.
(3) GS : Tapi kalau Pak Paul katakan ada orang yang tidak siap memasuki masa lanjut usia, masa itu sebenarnya bisa dipersiapkan ya, Pak Paul. Sebelum seseorang memasuki usia katakan usia 65 tahun. Persiapan apa sebenarnya yang bisa kita lakukan?
PG : Bagus sekali Pak Gunawan, jadi memang sebetulnya ada hal-hal yang dapat kita lakukan untuk mempersiapkan diri kita memasuki usia tua. Salah satu hal yang penting yang harus kita persiapan adalah kita memang pada masa usia sebelum tua, kita harus siap hidup untuk masa sekarang ini, maksudnya usia tua adalah usia di mana kita ini merefleksi ke belakang.
Ada seseorang yang bernama Eric Erickson memberikan tema pada usia tua itu seseorang akan mengalami suatu pertentangan antara yang dia sebut integritas dan yang disebut keputusasaan. Orang yang melewati usianya sebelum tua dengan baik, maka jauh lebih siap memasuki usia tua. Orang yang melewati usia sebelum tuanya tidak dengan mulus, banyak problem dan kurang siap untuk memasuki usia tuanya. Jadi sebetulnya usia tua itu usia hasil akhir, berbeda dengan tahapan-tahapan sebelumnya. Tahapan-tahapan sebelumnya, seolah-olah kita masih bisa memberikan andil untuk mengelola hidup kita ini, untuk berbuat sesuatu dengan hidup kita ini. Tidak demikian dengan usia lanjut, kita ini benar-benar pasrah menerima hasil akhir dari semua yang telah kita lewati di masa-masa sebelumnya. Jadi kalau menjawab yang tadi Pak Gunawan tanyakan, persiapan yang terbaik adalah sebelum kita tua, kita hidup sebaik-baiknya pada masa sekarang ini, sehingga sewaktu kita tua kita memetik yang lebih baik.
GS : Tapi kita tidak pernah tahu Pak Paul, tidak bisa membayangkan apa yang saya hadapi di masa tua. Mungkin secara material kita bisa lakukan itu, tetapi tadi yang Ibu Ida katakan secara emosional itu sulit.
PG : Betul jadi masa tua itu adalah masa di mana kita harus bisa berkata bahwa kita telah mencoba untuk hidup sebaik-baiknya dan kita telah hidup dengan sejujur-jujurnya, selurus-lurusnya, shingga sewaktu kita menengok ke belakang kita bisa berkata saya sudah menjalani hidup yang baik.
Ini yang dikatakan Rasul Paulus sebetulnya di I Timotius, Paulus berkata : "Aku telah berlari menyelesaikan perlombaan atau pertandingan dengan baik", itu yang ditekankan dan sekarang sedang menanti-nantikan penganugrahan mahkota atau piala atau akibat atas hasil hidupnya di dunia ini. Itu yang saya maksud. Jadi kita mempersiapkan hidup sebaik-baiknya, sehingga sewaktu kita tua kita bisa berkata : "Saya telah menjalani hidup ini dengan semaksimal mungkin, dengan sebaik-baiknya." Saya sendiri sangat terkesan dengan lagu yang ditulis oleh Pdt. Caleb Tong yang mungkin banyak di antara kita mengenalnya, yaitu "Ku Tak Mau Hidup Percuma, Tiada Hasilnya," itu menjadi suatu dorongan buat diri pribadi saya. Itu sebabnya saya melakukan yang saya lakukan sekarang ini, meskipun ada pilihan-pilihan lain dalam hidup saya yang bisa saya kerjakan. Tapi saya tetap memilih mengerjakan yang saya kerjakan sekarang ini. Tujuannya hanya satu yaitu saya mau melihat ke belakang, sehingga sewaktu saya lanjut usia saya bisa berkata kepada diri saya dan kepada Tuhan, saya telah melakukan yang memang bermakna, yang bernilai. Di saat itulah saya bisa melewati masa tua saya tanpa penyesalan. Jadi menjawab yang tadi Ibu Ida tanyakan, kebutuhan emosional apa yang diperlukan orang tua, sebetulnya yang terutama adalah orang tua itu perlu bisa hidup tanpa penyesalan. Sebabnya tidak ada lagi waktu untuk mengubah yang telah terjadi. Sewaktu kita berusia 40, kita masih bisa berkata nantilah kita selesaikan, usia 50 kita masih bisa berkata masih ada hari esok kita akan selesaikan. Kalau sudah usia 70 tahun, kita sadari bahwa waktu kita itu sudah makin sedikit, tidak ada lagi waktu untuk menyelesaikannya. Karena itu perasaan yang kuat sekali dapat menyerang kita adalah perasaan menyesal. Jadi kebutuhan emosional yang terutama adalah bagaimana kita tetap merasa bahwa hidup kita itu integral, lurus, beres, tidak ada lagi penyesalan-penyesalan.
IR : Tapi kenyataannya terkadang orang tua tersebut sering mengalami gejolak dalam hidup. Yaitu kalau apa yang dikatakan Pak Paul, apakah memang orang ini ada hubungan dekat dengan Tuhan. Tapi kalau orang tersebut mengalami gejolak hidup, lalu bagaimana menghadapinya?
PG : Saya juga akan memberikan satu penyebab gejolak hidup orang tua yang terumum. Selain yang tadi saya sebut bahwa akan ada kemungkinan orang tua itu menyesali hidup pribadinya. Penyebab kdua yang bisa membuat masa tua itu masa yang penuh kesengsaraan adalah melihat kehidupan anak mereka yang tidak sesuai dengan yang mereka inginkan.
Misalnya akan ada orang tua yang harus menyaksikan anaknya itu hidup menderita karena misalnya suami si anak itu tidak benar, sehingga si anak harus bekerja keras, membanting tulang, merawat cucunya atau anak saya kenapa menderita seperti itu. Saya tidak bisa berkata bahwa orang tua yang lanjut usia harus bisa melepaskan diri 100%, tidak mungkin itu terjadi. Apa yang terjadi pada anak-anak kita akan mempengaruhi kita itu sudah pasti. Tapi saya harus berkata kepada para lanjut usia, mereka harus memisahkan diri dari anak-anak mereka atau dari cucu mereka, itu mungkin tidak terlalu mengganggu mereka. Yang lebih bisa mengganggu mereka adalah anak-anak. Ini penting sekali disadari oleh para lanjut usia, bahwa mereka itu sudah terpisah dari anak-anak, maka berkaitan dengan yang pertama yaitu tentang penyesalan. Kalau para lanjut usia ini berkata anak saya ini sekarang menderita, mungkin saya dulu kurang benar menjaganya. Di situ timbul penyesalan, yaitu rasa bersalah kenapa saya dulu tidak mendidik dengan baik, kenapa anak saya sekarang menjadi bermasalah, menyusahkan orang lain dan sebagainya. Di situlah penyesalan makin menumpuk, di samping kesengsaraan melihat ulah anaknya itu.
GS :Kalau kita baca misalnya Musa, umurnya 80 tahun baru dipanggil Tuhan untuk memimpin bangsa Israel. Apakah memang ada pergeseran kalau orang dulu yang kita lihat di Alkitab itu usianya bisa sampai ratusan tahun, Musa katanya 969 tahun, apakah memang ada semacam evolusi, Pak Paul?
PG : Sebetulnya memang ada perubahan yang sangat drastis setelah munculnya banjir Pak Gunawan. Jadi sebelum itu level ozon di ruang angkasa ini rupanya memang ada perubahan.
GS : Memungkinkan orang untuk bisa hidup lama?
PG : Jadi matahari atau sinar ultraviolet itu tidak langsung mengenai kita, tapi sekarang memang terjadi penipisan ozon di dalam ruang angkasa. Saya sendiri kurang begitu memahami teori ini ecara ilmiah, tapi katanya ya.
Saya pernah mendengar akibat dari banjir yang besar, atau air bah itu memang terjadi perubahan sistem kehidupan alam ini, di mana akhirnya kita ini lebih mendapatkan sinar matahari atau ultraviolet, itu yang pertama. Maka ada suatu perubahan usia yang sangat mencolok. Sebelumnya orang mencapai usia 960-an, 900 tahun dan sebagainya. Nuh juga masih sempat hidup panjang, tapi setelah itu kalau kita perhatikan tidak ada lagi orang yang umurnya sepanjang itu. Jadi Musa meninggal usia 120 tahun dan Musa itu sebetulnya tidak terlalu tua dibandingkan dengan orang-orang yang hidup di daerah Siberia masa sekarang ini. Masih ada orang yang sekarang usianya hampir 120, 130 tahun di daerah-daerah yang memang sangat asri, udaranya benar-benar bersih.
GS : Dan pola hidup mereka juga menentukan, makanannya, pekerjaannya.
(4) GS : Masalahnya Pak Paul, kalau tadi kita bicara tentang kebutuhan emosi para lansia, Tetapi juga ada kebutuhan fisik yang pasti mereka harapkan. Tadi Pak Paul sudah katakan mereka sering kedinginan dan sebagainya, karena kadang-kadang kita sebagai orang yang lebih muda agak sulit melayani permintaan mereka. Jadi kebutuhan-kebutuhan fisik apa yang perlu kita perhatikan untuk mereka itu?
PG : OK ! Boleh tidak Pak Gunawan sebelum kita membicarakan hal fisik lagi, kita sambung sedikit tentang yang emosional?
GS : Silakan Pak Paul.
PG : Satu lagi yang saya kira penting kita camkan adalah bagaimana kita ini berhubungan dengan orang yang lanjut usia. Orang yang lanjut usia dan bisa menerima lansianya itu dengan baik karena erasa hidupnya telah bernilai ya.
Kebutuhan emosionalnya relatif sedikit tidak terlalu banyak meskipun tetap ada. Salah satunya tetap ada adalah bagaimanapun masa pensiun, masa tidak bekerja itu bisa membuahkan rasa tidak berguna. Dunia kita ini dunia yang berorientasi pada masa produktifitas dan produktifitas itu mengukur, atau menjadi cerminan nilai seseorang. Kita sudah termakan, yang muda atau yang tua sudah termakan oleh konsep seperti ini. Itulah sebabnya waktu kita memasuki usia tua kita akan terpengaruh. Kita mulai merasa tidak ada gunanya lagi, meskipun kita masih ada, mungkin sumbangsih sedikit banyak dalam kehidupan orang lain. Tapi kecenderungannya adalah kita merasa tidak berguna lagi. Akibatnya apa yang terjadi kita mudah peka, mudah tersinggung, mudah merasa kamu tidak menginginkan saya lagi, kamu memang sengaja menyingkirkan saya. Tadi sebelum acara dimulai, Ibu Ida memang memunculkan masalah tentang mertua, bagaimana menghadapi mertua dan sebagainya. Pada usia-usia yang sudah lanjut seperti ini, mertua akan peka terhadap tanggapan si menantu waktu dia berkunjung, misalnya si menantu kebetulan sedikit sibuk tidak mau keluar melayani mertua, mau di dalam kamar saja mengerjakan tugasnya. Hal kecil seperti itu berpotensi menimbulkan kesalahpahaman. Si orang tua bisa berpikir engkau tidak menginginkan saya datang ke rumahmu, engkau tidak lagi menghargai saya, apakah karena saya ini tidak bisa membantu kalian, saya memang sudah tua. Jadi kepekaan "engkau tidak menginginkan saya" itu kuat sekali, itu yang dirasakan oleh orang tua. Meskipun mereka relatif sehat hidupnya, apalagi kalau orang lansia tersebut mempunyai masa lalu yang tidak begitu beres, tidak begitu baik, penuh dengan penyesalan dan rasa bersalah. Dia akan lebih peka lagi dengan yang dianggap penolakan, maka ada orang-orang tua yang mengalami depresi cukup dalam. Dulu saya terlibat pelayanan di rumah jompo, jadi setiap Minggu kami mengadakan ibadah di rumah jompo. Saya harus mengakui ada dua macam orang lanjut usia di situ. Yang baik penuh dengan senyum, ramah dan yang luar biasa kasar, jahat, memaki-maki perawat, memaki-maki orang. Di situ saya melihat ada dua perbedaan yang sangat mencolok.
GS : Jadi kebutuhan emosional mereka kelihatan sekali berbeda ya Pak Paul, dalam hal ini, tidak bisa di sama ratakan.
PG : Sangat berbeda, betul.
GS : Apakah mungkin masih ada kebutuhan lain sebelum Pak Paul menjelaskan tentang kebutuhan fisik?
PG : Kebutuhan emosional lain adalah berkaitan bahwa mereka tetap ingin berguna.
GS : Ingin dianggap sebagai orang yang berarti.
PG : Betul, jadi tugas kita-kita ini yang merawat orang tua adalah bagaimana membuat mereka itu merasa berguna. Cara yang paling praktis adalah berbicara dengan mereka. Ada kecenderungan meeka karena tidak mengikuti lagi misalnya perkembangan ilmu dan teknologi, ketinggalan dan masih berpikir dengan konsep yang lama.
Kita ini karena menggebu-gebu dengan pengetahuan yang sudah baru mau mengatakan bahwa mereka keliru, nah ini harus berhati-hati sebab kecenderungannya adalah orang itu tidak mau mengakui. Ini sebabnya ada persepsi orang tua itu kaku sekali, susah berubah, tidak mau mengerti pandangan orang, maunya menang sendiri. Itu adalah salah satu dinamika kehidupan orang yang sudah lansia yakni ada kecenderungan mereka ketinggalan dalam perkembangan ilmu dan mereka mendasari penilaian hidup ini sesuai dengan yang mereka lewati. Mereka dulu berhasil menggunakan metode mereka, cara pikir mereka, jadi mereka beranggapan cara itulah yang tetap harus digunakan sekarang. Itu sebabnya orang-orang yang tua itu sukar untuk fleksibel. Waktu kita ingin mengubah mereka, mereka tidak mau berubah, mereka kaku sekali. Akhirnya terjadilah pertentangan di mana orang yang lansia cenderung merasa kalau kita menganggapnya tidak berguna lagi. Jadi penting sekali kita-kita ini bisa mengungkapkan diri, mengatakan pendapat kita dengan cara membangun yang baik.
IR : Jadi tadi Pak Paul katakan bahwa orang itu memang butuh dimengerti oleh anak-anaknya. Tapi seringkali di satu sisi misalnya menantunya itu tidak mau turut campur. Itu bagaimana Pak Paul, padahal anaknya minta pendapat pada orang tuanya, karena orang tuanya kalau dimintai pendapat merasa dibutuhkan, merasa bahagia misalnya, tapi si menantunya itu sering menentang?
PG : Mungkin si anak harus menjelaskan kepada pasangannya bahwa aku ini meminta pendapat orang tuaku, bukan berarti aku tidak menghargai engkau. Sebab saya menduga ada kemungkinan si istri mrasa tidak dihargai oleh suaminya, sebab suami lebih senang minta pendapat orang tuanya, ada apa-apa dia konsultasi dengan orang tuanya misalnya.
Mungkin itu yang membuat pasangannya atau istri ini merasa tidak dihargai. Jadi saran saya, itu perlu dicek dulu kalau memang terjadi, si suami perlu memberikan penghargaan yang lebih besar kepada si istri misalnya.
IR : Kemudian mengacu pada Kitab Kejadian Pak Paul, orang tua itu sebaiknya pisah dengan anaknya, tapi kalau sudah lanjut usia kita harus merawatnya, ya Pak Paul?
PG : Di Amerika Serikat ya Ibu Ida, sebetulnya sudah cukup lama ada model rumah jompo yang sangat menarik, yang sangat unik sekali. Rumah jompo itu ada dalam kompleks yang sangat besar dan uas sekali, dibagi dalam 3 bagian, 3 kompleks sebetulnya.
Kompleks pertama adalah untuk orang yang masih dikatakan orang tua awal, jadi usia sekitar 65 hingga 75 tahun. Mereka kebanyakan masih bisa mengendarai mobil, masih bisa pergi dan masih cukup sehat. Bagian yang kedua adalah usia 75 hingga 80 tahun, itu adalah orang-orang yang sudah mulai susah untuk bepergian sendirian tapi masih lumayan sehat, kadang-kadang masih membutuhkan obat-obat atau bantuan medis. Yang ketiga adalah orang yang memang tidak bisa lagi merawat dirinya sendiri dan harus dirawat oleh suster. Ada baiknya memang rumah seperti itu, sebab orang-orang di sana senang tinggal dengan sesama orang tua. Jadi rumah jompo tidak selalu berkonotasi negatif sebetulnya, tapi kalau anak ingin merawat orang tua itu silakan, yang mana yang baik untuk kedua belah pihak.
IR : Soalnya di Timur ini ya Pak Paul, kalau orang tua dimasukkan di rumah jompo biasanya dikatakan anaknya kurang berbakti.
PG : Sayang sekali sebetulnya, saya pernah bicara dengan orang-orang yang lanjut usia, memang ini di Amerika Serikat. Dan mereka berkata saya tidak mau tinggal di rumah anak saya, saya senan di rumah jompo.
Saya memang ingin masuk ke sini, banyak teman, kegiatan. Mereka melakukan banyak pertandingan, games, pergi piknik, mereka menikmati sekali masa tua itu bersama dengan teman-teman seusia mereka. Jadi persepsi itu yang mungkin harus mulai diubah.
GS : Mungkin memang tuntutan itu makin lama makin jelas, bahwa kita katakan kehabisan waktu Pak Paul, untuk bisa merawat orang tua. Lagi pula kita bukan seorang yang ahli pada bidang itu kalau misalnya sakit dan sebagainya. Tapi mungkin sebelum kita menyelesaikan pembicaraan ini, ada firman Tuhan yang ingin disampaikan sehubungan dengan orang tua ?
PG : Yang akan saya bacakan adalah dari kitab Amsal 17:6 "Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka." Alkitab memang menegaskanbahwa mahkota orang tua adalah anak cucu artinya tadi yang dikatakan Eric Erickson juga.
Orang tua yang bisa melihat ke belakang dan senang dengan anak dan cucunya tidak dihimpit oleh penyesalan, akan menjadi orang tua yang sangat-sangat tenang pula dan anak cucu itu menjadi benar-benar mahkota mereka.
GS : Kebanggaan dan sekaligus kebahagiaan mereka, Pak Paul?
GS : Jadi kalau kita mengikuti pembicaraan ini, makin jelaslah bahwa sebenarnya kebutuhan emosional mereka itu lebih besar daripada kebutuhan jasmani mereka. Apa seperti itu Pak Paul?
GS : Tapi kita sebagai orang-orang yang mendapat karunia dari Tuhan bisa melihat orang tua kita sampai lanjut usia, tentu itu juga suatu berkat yang harus kita syukuri kepada Tuhan bahwa ada orang tua yang masih bersama-sama dengan kita.
PG : Dan yang penting juga adalah agar kita tidak termakan nilai hidup yang tidak Kristiani, yang mengukur kehormatan atau nilai manusia itu dari segi produktifitas.
GS : Atau dari segi material?
PG : Materi maksudnya, selama orang tua masih bisa membantu kita, kita hormat, baik kepadanya. Mereka tidak lagi bisa membantu kita, kita anggap seperti sampah, itu yang salah.
GS : Jadi terima kasih sekali untuk kesempatan perbincangan pada saat ini. Dan demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan sebuah perbincangan tentang bagaimana memahami segi emosional dari para orang yang sudah lanjut usia, bersama kami dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, yang kali ini berbincang- bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Dari studio kami mengucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
PERTANYAAN KASET T 32 A
- Mulai usia berapakah orang disebut lanjut usia?
- Kebutuhan emosional apakah yang dihadapi para lansia?
- Persiapan apakah yang bisa dilakukan untuk memasuki lanjut usia?
- Kebutuhan fisik apakah yang perlu diperhatikan bagi para lansia?