Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Melewati Masa yang Sulit, " kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul rasanya tidak seorang pun dari antara kita yang tidak pernah mengalami masa-masa sulit Pak Paul, tapi memang yang paling berat itu adalah pada saat-saat kita itu menjalaninya kalau sudah lewat kita sudah bisa menengok ke belakang bahkan itu mungkin sesuatu hal yang baik buat kita Pak Paul. Perbincangan kita tentang melewati masa yang sulit ini bagaimana Pak Paul?
PG : Ada sebuah doa yang ditulis oleh seorang theolog Amerika Rain Hold. Doa ini diterjemahkannya sebagai doa kedamaian yaitu serenity prayer. Doa yang sangat indah sekali doa ini berkata: "Tuan, berikanku kekuatan untuk mengubah hal-hal yang perlu aku ubah, berikan kedamaian untuk menerima hal-hal yang tidak bisa aku ubah dan hikmat untuk membedakan keduanya.
Saya kira doa ini mencerminkan kebutuhan kita Pak Gunawan dalam menghadapi masa yang sulit ini ada kalanya yang kita butuhkan adalah kekuatan mengubah, keberanian untuk bisa mengubah hal yang sedang kita alami itu, kadang tidak bisa kita mengubah jadi kita harus menerimanya. Nah kita meminta Tuhan memberikan kita kedamaian agar kita bisa menerimanya, tapi masalahnya sekarang adalah bagaimana kita membedakan keduanya kapan mengubah, kapan menerima dalam masa yang sulit itu. Maka doa ini ditutup dengan permintaan berikanlah aku hikmat untuk membedakan keduanya. Jadi dalam menghadapi problem di masa yang sulit memang kita perlu ketiga hal ini kekuatan untuk mengubah, kedamaian untuk menerima hal-hal yang tidak bisa kita ubah, dan hikmat untuk membedakan mana yang harus kita lakukan. Nah kira-kira inilah yang menjadi tekanan kita pada diskusi pada saat ini, salah satunya lagi yang bisa saya pikirkan adalah ini tentang masa yang sulit Pak Gunawan yaitu pada masa sulit kita sangat-sangat penuh dengan kekhawatiran, kita akhirnya tertelan oleh perspektif duniawi dan gagal menerapkan perspektif surgawi artinya bagaimana melihat masalah dari perspektif Tuhan bukan hanya melihatnya dari perspektif kita dalam menghadapi masa yang sulit nah dua perspektif ini akan berbenturan dan saling tarik-menarik.
GS : Tetapi kita itu biasanya sebagai reaksi awal menghadapi kesulitan itu biasanya menolak atau mencoba mengubah keadaan itu sebelum kita akhirnya tiba pada suatu titik yang berkata ini memang tidak bisa dirubah tetapi pada awalnya 'kan kita itu spontan saja mau merubah itu Pak Paul?
PG : Betul sering kali yang kita harapkan adalah situasinya berubah karena dengan berubahnya situasi maka problem kita akan selesai, tapi masalahnya adalah sebagian besar problem justru bersumbr dari situasi yang tidak bisa kita ubah.
Misalkan kita diberhentikan dari pekerjaan, nah itu situasi yang tidak bisa kita ubah kita tidak mempunyai banyak pilihan di situ. Kalau saja situasi berubah kita tidak dihentikan dari pekerjaan sudah tentu memang masalah akan sangat berbeda tapi sekali lagi sering kali justru masalah muncul karena situasi itu tidak bisa kita ubah lagi.
GS : Alkitab memang banyak sekali berbicara bagaimana kita harus menghadapi kekuatiran tetapi mungkin Pak Paul bisa menyebutkan salah satu ayatnya.
PG : Di Matius 6:25 dan 34 dikatakan Tuhan yesus berkata: "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang henda kamu pakai.
Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Nah ini perspektif surgawi yang tadi saya sudah singgung dan ini yang mesti kita terus-menerus kenakan pada waktu kita menghadapi masa yang sulit jangan sampai kita lepas kontak dengan perspektif surgawi ini sekali kita lepas kontak dari perspektif surgawi ini maka yang akan menguasai kita adalah perspektif duniawi yakni saya, saya bagaimana harus saya kerjakan, bagaimana saya harus begini begitu, saya harus akhirnya nah kita makin tenggelam makin tenggelam dan makin tenggelam.
GS : Ya itulah sebabnya mungkin kondisi kerohanian seseorang itu sangat menentukan bagaimana dia menanggapi suatu krisis atau suatu masa sulit ini Pak Paul?
PG : Saya kira demikian kalau kita memang matang secara rohani kita lebih dapat mengandalkan perspektif surgawi tapi kalau kita memang belum terlalu matang kita lebih mengandalkan perspektif duiawi, kita lebih memikirkan usaha-usaha manusia.
GS : Pak Paul mengingat pentingnya hal seperti itu apakah ada langkah-langkah tertentu yang harus kita ambil atau tindakan-tindakan tertentu yang harus kita lakukan supaya kita tetap memiliki perspektif surgawi itu Pak Paul?
PG : Ada beberapa, yang pertama adalah kita mesti mempertahankan perspektif ukuran yang tepat. Nah apa yang saya maksud dengan ukuran yang tepat ini, artinya kita bisa membedakan antara masalahbesar dan masalah kecil mungkin bagi sebagian pendengar rumus ini terlalu mudah tapi sebagian orang tidak bisa membedakan masalah besar dan masalah kecil.
Masalah kecil dianggap masalah besar, kebalikannya juga betul masalah besar dianggap masalah kecil, nah perlu memang ketepatan perspektif melihat berapa besar masalah yang kita hadapi itu sebab apa sebab respon kita nanti sangat bergantung pada persepsi kita berapa besar atau kecilnya masalah itu sudah tentu kepanikan tidak perlu untuk masalah yang memang kecil sedangkan untuk masalah yang sangat besar sudah tentu unsur kepanikan justru dibutuhkan sehingga ada urgensinya.
GS : Pak Paul, memang besar kecil ini kan sesuatu yang relatif kita selalu memandang masalah kita itu besar tetapi kalau masalah yang sama dialami oleh orang lain kita menganggap itu kecil. Nah bagaimana kita bisa memiliki suatu pandangan yang obyektif sehingga yang besar itu kita sebut besar dan yang kecil kita sebut kecil?
PG : Ok! Sudah tentu ada unsur subyektifitas di sini tidak bisa kita mematok ukuran yang sama untuk setiap orang, tapi saya kira secara konsensus kita bisa mengatakan hal-hal ini kecil, hal-halitu besar.
Misalnya kalau anak kita mendapatkan hasil ujian yang tidak begitu baik, nah saya kira kalau biasanya dia mendapatkan hasil yang lumayan baik kemudian satu kali hasilnya kurang baik kita mesti melihat itu sebagai hal yang kecil tapi misalkan suami kita sudah 6 bulan terakhir ini lima, enam hari seminggu pulang jam 12 malam dan selalu ada alasan bahwa dia itu urusan kantor atau apa nah itu bagi saya masalah besar jadi mesti bisa melihat, membedakan ini hal besar atau ini hal kecil.
GS : Ya itu sehubungan dengan nilainya mungkin Pak Paul bagaimana kita menilai itu jadi kalau memang itu bernilai buat kita seperti tadi mengenai hubungan suami-istri karena itu nilainya tinggi dan dia sering kali pulangnya tidak terlalu larut malam maka ini menjadi sesuatu yang besar buat kita begitu Pak Paul?
PG : Ya atau misalkan istri kita sudah cukup lama tidak mau lagi tersenyum, tidak lagi menanggapi kita; kita mesti bertanya apa yang terjadi, ini bukan masalah kecil kita tidak bisa menyepelekanya dan berkata oh biasalah nanti dia akan baik sendiri oh tidak kalau ini sudah berulang, berulang, berulang kita mesti akhirnya berkata tidak; ini masalah besar jadi saya mesti memberikan perhatian yang lebih besar pula untuk mengatasinya.
Pernah saya berbicara dengan seseorang yang akhirnya berpisah dalam pernikahannya dan dia berkata: "Saya tidak pernah tahu apa yang menjadi masalah dalam pernikahan saya", nah saya kira itu menyedihkan sekali sampai akhirnya mereka berpisah tapi si orang ini berkata saya tidak tahu apa yang menjadi masalah kita dulu itu nah berarti ada salah satu di antara mereka yang satunya tidak terbuka dan yang satunya mungkin agak buta sehingga tidak bisa melihat masalah.
GS : Katakan masalah itu kita sudah pandang secara obyektif Pak Paul seobyektif mungkin kita mencoba itu, lalu langkah berikutnya apa Pak Paul?
PG : Kita mesti mempertahankan perspektif waktu yang tepat, nah ini langkah kedua artinya apa kita dapat membedakan antara masalah nanti, sekarang dan yang lalu. Adakalanya ini masalah masa lamau hal terjadi di masa lampau jadi kita mesti lihat ini sebagai hal yang sudah terjadi di masa lampau atau ini adalah suatu kemungkinan di masa mendatang yang belum tentu terjadi, nah kita mesti bisa membedakan hal-hal yang belum tentu terjadi dan yang sudah pasti terjadi.
Atau adakalanya hal yang sekarang inilah yang mesti kita perhatikan tapi kita hilang perspektif kita menganggap seolah-olah tidak apa-apalah, oh tidak ini sudah menjadi masalah sekarang, maka mesti dihadapi juga sekarang. Nah ini seolah-olah sekali lagi suatu rumus yang sederhana tapi banyak problem menjadi sangat besar gara-gara kita kehilangan perspektif akan waktu yang tepat di dalam menghadapi problem, kesalahan menempatkan masalah waktu bisa berakibat fatal sekali
GS : Tapi sering kali terjadi begini Pak Paul, orang menganggap ini masalah masa lampau, masalah yang sudah lewat, tapi dampaknya itu kok masih terasa sampai sekarang Pak Paul?
PG : Dengan kata lain mungkin sekali itu masalah di masa lampau bisa jadi sudah selesai tapi bisa jadi juga belum selesai atau memang yang diperbuatnya dulu itu tidak diulanginya betul, tapi searang masih ada hal-hal yang dilakukan oleh pasangan kita yang tetap menggelitik kita, sehingga akhirnya kita tidak pernah bisa berkata masalah di waktu lampau itu sudah selesai karena masih ada, namun ini juga penting kadang-kadang kebalikannya yang terjadi seseorang pernah bersalah di masa lampau anak kita misalnya pernah berbohong di masa lampau berapa kali misalkanlah dua, tiga kali tapi sudah lama anak kita tidak berbohong nah saya kira tidak tepat kita langsung menuduh dia waktu ada sesuatu yang hilang bahwa dialah yang mencurinya.
Nah sekali lagi kita tidak tepat dalam masalah waktu ini sehingga hal yang lampau kita jadikan masalah sekarang sehingga masalah sekarang bertambah besar lagi.
GS : Pak Paul apakah itu ada kaitannya dengan kemampuan kita atau kesanggupan kita di dalam mengatasi suatu masalah?
PG : Ada sekali jadi kemampuan untuk bisa menghadapi masalah itu juga berperan dalam menghadapi situasi yang sulit, artinya apa kita bisa membedakan antara yang bisa dikerjakan dan yang ingin dkerjakan.
Kadang kala dalam menghadapi suatu problem kita berpikir seharusnya ini yang dikerjakan dan saya ingin ini yang bisa dilakukan tapi memang tidak bisa, nah daripada kita terus memikirkan apa yang ingin dilakukan yang seharusnya dilakukan tapi tidak pernah terwujud lebih baik kita fokuskan terhadap apa yang bisa dikerjakan sekarang. Nah yang bisa dikerjakan sekarang itulah yang kita lakukan. Sering kali saya menggunakan ilustrasi ini Pak Gunawan, kita membangun rumah satu bata demi satu bata kalau kita berkata oh saya hanya mempunyai 100 bata, buat apa bangun rumah nah memang di satu pihak bisa kita berkata demikian tapi bukankah 100 bata sudah bisa membangun satu dinding misalkan. Nah daripada tidak ada dinding sama sekali kita buat satu dinding jadi di dalam menghadapi problem yang sulit kerjakanlah hal yang bisa kita kerjakan meskipun kita belum bisa sampai pada solusinya, sebab ini yang sering kali terjadi waktu kita mulai mengerjakan entah bagaimana nanti akan terbuka jalan yang lain gara-gara kita mulai melakukan satu hal yang kita anggap itu sederhana.
GS : Tapi kalau kita kembali pada doa tadi Pak Paul itu kan juga antara lain dikatakan untuk membedakan mana yang tidak bisa kita lakukan kasarnya begitu, apakah cukup bijaksana kalau kita melihat memang ini tidak bisa kita lakukan ya sudah kita tinggalkan.
PG : Kadang-kadang itu yang harus kita lakukan memang seharusnya kita kerjakan tapi kita tidak bisa kerjakan, nah yang tidak bisa kita kerjakan sudah kita lewatkan, kita tinggalkan, kita terimaitu sebagai misalkan kerugian atau kehilangan dan ya tidak apa-apa.
GS : Karena kalau kita mencoba mengerjakan itu nanti akan menimbulkan kesulitan yang lain buat kita dan orang lain juga Pak Paul.
PG : Betul adakalanya karena kita mau berbuat sesuatu akhirnya berbuat sesuatu yang sangat keliru menambah rumitnya masalah.
GS : Apakah ada langkah-langkah yang lain Pak Paul?
PG : Kita mesti mempertahankan perspektif tentang problem yang tepat artinya kita dapat membedakan antara problem yang bukan dosa dan problem yang berasal atau berkaitan dengan dosa. Artinya ap, kalau memang akibat dosa kita akui itu dosa kita memang mesti minta ampun kepada Tuhan, tapi ada hal-hal yang terjadi dalam hidup bukan karena dosa secara langsung nah kita tidak usah langsung berkata ini akibat dosa dan Tuhan sedang menghukum saya, adakalanya kita dilumpuhkan oleh pikiran-pikiran wah Tuhan sudah menghukum saya makanya inilah yang terjadi usaha saya rugi atau apa, belum tentu jangan buru-buru berkata ini akibat dari dosa.
Atau yang lainnya juga tentang perspektif mengenai problem ini yakni membedakan antara akibat perbuatan sendiri dan akibat perbuatan orang. Adakalanya kita mengalami musibah atau kerugian bukan akibat perbuatan kita tapi akibat perbuatan orang artinya jangan langsung kita menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan pasangan kita sebab ini memang bukan akibat perbuatan kita ya bisa juga akibat dari situasi akibat dari perbuatan orang lain.
GS : Mulanya mungkin seseorang menganggap bahwa apa yang dialami sekarang ini bukan akibat dosa atau kesalahan masa lalu, tetapi karena ada orang-orang yang datang kepadanya lalu berbicara kamu ini pasti ada dosa tertentu coba pikir lagi pikir lagi lama-lama dia berpikir dan akhirnya menemukan ya ini karena dosa, tapi dia sendiri tidak terlalu yakin dengan itu.
PG : Maka kita mesti kenal Tuhan dengan baik, sehingga kita tahu jelas memang ini berkaitan dengan dosa atau tidak. Memang orang yang tidak terlalu dekat dengan tuhan mudah sekali dikelabui ole pikiran-pikiran seperti ini.
Misalkan kalau anak kita mengalami kecelakaan naik motor atau apa nah jangan buru-buru berkata ini Tuhan sedang menghukum kita belum tentu, karena apa, karena bisa jadi memang ini adalah bagian dari dan kita harus terima itu dan bukannya berarti ini ganjaran yang sedang kita hadapi.
GS : Berarti ada suatu perspektif lain yang harus kita luruskan di situ Pak Paul?
PG : Ya, yaitu perspektif rohani di sini Pak Gunawan, jangan terburu-buru memanggil atau melabelkan ini hukuman Tuhan atas hidup kita belum tentu, ada kalanya Tuhan membiarkan peristiwa yang suit menghadang hidup kita karena ia ingin melatih kita menjadikan kita lebih bersandar kepada-Nya tidak bersandar pada kekuatan kita tapi itu belum tentu hukuman ini hanyalah pelatihan yang Tuhan berikan pada kita.
GS : Pak Paul di dalam Alkitab sering kali kita mengutip Ayub Pak Paul sebagai contohnya tapi mungkin ada tokoh yang lain di dalam Alkitab Pak Paul yang bisa membantu kita memahami ini.
PG : Saya terpikir dengan Naomi di kitab Ruth, Naomi pergi dengan suaminya dengan kedua putranya ke Moab karena adanya bala kelaparan di Israel. Tapi di Moab suaminya meninggal dan dua putranyapun meninggal sehingga dia kehilangan satu keluarga, sendirian sekarang dia hanya bersama dengan dua menantunya sekarang.
Menantu yang satu memilih tetap tinggal di Moab tetapi menantu yang satu Ruth memilih untuk pulang bersama Naomi ke Israel. Nah dari menantu Ruth inilah yang akhirnya menikah dengan Boas dan lahirlah Obed. Dari Obed lahir Isai dan dari Isai lahir Daud. Akhirnya apa yang bisa kita katakan, kita bisa melihat rencana Tuhan, seolah-olah memang Tuhan memimpin keluarga Naomi ke Moab untuk bisa menemukan dan membawa seseorang yang bernama Ruth. Ruth ini akan dibawa pulang sebab Ruth ini yang akan menjadi nenek buyut dari raja Daud. Apa gunanya kok harus ada nenek buyut dari orang Moab? Sebab Tuhan ingin menegaskan satu hal, Tuhan mencintai semua bangsa sebab dari raja Daud muncul Mesias, Yesus Kristus Juru Selamat dunia. Perlu memang ada seseorang yang dari bangsa non- Israel untuk menjadi nenek moyang dari Tuhan Yesus. Supaya kita melihat Tuhan memang mengasihi semua bangsa.
GS : Kalau kita melihat kehidupan Naomi, dia berhasil menetapkan perspektifnya secara tepat itu dalam hal apa Pak Paul?
PG : Sebetulnya pada saat-saat itu Naomi tidak mempunyai gambaran apa yang Tuhan akan kerjakan dalam hidupnya. Nah yang dia bisa lakukan itulah yang dia lakukan, ada bala kelaparan di Israel di harus pergi dan dia pergi ke Moab.
Setelah di Moab dia kehilangan suaminya dan dia kehilangan kedua putranya. Dia menjadi seorang asing di tanah Moab ini. Dan dia memikirkan bahwa dia harus pulang ke tanah ini makanya dia pulang. Jadi yang bisa dia kerjakan itu yang dia kerjakan. Dan waktu akhirnya Ruth bertemu dengan Boas, Naomi juga mendorong dan berkata silakan engkau menikah dengan Boas. Naomi tidak egois, dia mengijinkan menantunya menikah dengan Boas. Dan dari situlah akhirnya muncul pertolongan-pertolongan yang memang dibutuhkan oleh Naomi.
GS : Ya, mungkin ada contoh yang lain lagi Pak Paul?
PG : Yang lain adalah tentang Elia Pak Gunawan, ini cerita yang sangat menarik. Israel dilanda oleh masa kekeringan, Elia diminta Tuhan untuk pergi, dia akhirnya pergi dan berdiam di dekat sebuh sungai.
Air sungainya mengalir dan Tuhan mengirimkan burung gagak untuk membawakan makanan kepadanya. Lama-kelamaan apa yang terjadi? Air sungai menjadi kering nah kita mungkin berkata: Tuhan, apa maksudnya membawa Elia ke sebuah sungai kemudian sungainya sudah kering. Kemudian Tuhan membawa dia lagi ke Sarfat dan dia akhirnya ditolong oleh seorang janda di sana. Kenapa, Tuhan kadang-kadang memang memimpin kita setahap demi setahap. Pertolongan Tuhan tidak langsung sampai tuntas tapi tahap demi tahap. Ke sungai meskipun airnya kering baru akhirnya ke sarfat.
GS : Tetapi itu yang membuat orang berdebar-debar sebenarnya Pak Paul karena kita tidak tahu depannya itu seperti apa, Tuhan hanya menuntun langkah demi langkah.
PG : Karena memang hidup dengan Tuhan dan menyenangkan Tuhan harus hidup dengan iman, itu syaratnya. Kalau sudah tahu sampai ujung tidak perlu iman, berarti apa tidak hidup lagi dengan Tuhan seab tidak perlu Tuhan.
Manusia hanya bisa hidup dengan iman kalau dia tidak melihat semuanya.
GS : Apakah itu berlaku umum Pak Paul, artinya cara Tuhan itu ya seperti itu Pak Paul.
PG : Biasanya demikian. Tuhan memberikan kita petunjuk yang memang hanya untuk saat itu. Langkah itu saja yang harus kita ambil langkah berikutnya kita kembali bersandar kepada Tuhan.
GS : Ya, bahkan kadang-kadang itu ada sesuatu tindakan yang Tuhan ambil yang buat kita itu aneh. Kita melihat saja contohnya seperti Abraham, anaknya diminta untuk dipersembahkan itu 'kan sulit, Abraham itu pada masa yang sangat sulit pada waktu itu.
PG : Tepat sekali, dia tidak mengerti tapi sekali lagi iman. Dikatakan di kitab Ibrani bahwa Abraham percaya kalau Tuhan itu dapat membangkitkan putranya. Makanya dia tetap melakukan, dia tetapmau mempersembahkan Ishak.
Kenapa, dia tahu Tuhan bisa membangkitkan. Jadi sekali lagi dia berjalan dengan iman.
GS : Ya, jadi memang kita harus terus-menerus membina iman yang Tuhan sudah berikan kepada kita itu.
PG : Ya, dan dalam menghadapi masalah yang sulit ingat iman sangat berperan besar dan iman dilandasi atas pertolongan Tuhan setahap demi setahap, bukan pertolongan Tuhan yang langsung menyeluru dan tuntas.
Jarang sekali Tuhan melakukan hal seperti itu. Untuk hari ini Tuhan sudah tolong, kita puji syukur besok ada kekhawatiran lagi kita hadapi lagi besok. Kita tidak bisa melihat ke depan, kita hanya bisa melihat untuk hari ini saja.
GS : Ya, itu justru mungkin indahnya kehidupan orang beriman Pak Paul. Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih bahwa anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Melewati Masa yang Sulit". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id saran-saran, pertanyaan serta tanggapan anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian anda sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.