T 211 B
Lengkap
"Ketika Pasangan Tidak Setia" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Ketika Pasangan Tidak Setia". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Beberapa waktu yang lalu kita membicarakan tentang kebohongan dalam keluarga, apakah ketidaksetiaan itu merupakan salah satu bentuk dari kebohongan?
PG : Saya kira demikian, Pak Gunawan, sebab ketidaksetiaan itu jarang sekali langsung dikemukakan. Biasanya orang yang tidak setia karena menjalin relasi dengan pihak ketiga di luar rumah akanberbohong, menutupi perbuatannya.
Memang dapat kita identikkan keduanya itu sering kali berada dalam satu paket yang sama.
GS : Tapi mungkin alasan yang tidak setia ini lebih banyak Pak Paul, karena dia menjalin relasi dengan pihak ketiga?
PG : Betul, biasanya orang yang menjalin relasi dengan pihak ketiga makin hari akan makin banyak berbohong. Karena dia harus selalu menutupi perbuatan-perbuatannya, akan ada waktu-waktu, jam-jm yang tidak terhitung, yang tidak diketahui ke mana larinya karena dia harus menggunakannya untuk berkencan dengan orang ketiga itu.
Jadi dia harus menciptakan skenario-skenario. Bayangkan kalau seseorang menjalin relasi gelap di luar rumah, misalkan selama setahun. Berarti ada 365 hari, di mana mungkin 365 kali dia harus memikirkan kebohongan. Setelah setahun dia terbiasa berbohong, akan ada yang terjadi dalam diri dia. Yang pertama, dia akan kehilangan kepekaan terhadap kebohongan, dia sudah terlalu terbiasa karena setiap hari dia harus memikirkan kebohongan untuk menutupi relasinya dengan pihak ketiga itu. Kedua, dia bukan saja kehilangan kepekaannya terhadap kebohongan ini bahwa itu adalah sebuah dosa, dia makin hari makin canggih karena dia harus makin mempercanggih ceritanya. Karena kalau terus-menerus sama nanti bisa ketahuan, dia harus kreatif mengubah cerita. Dengan kata lain dia makin menguasai keterampilan berbohong, dia makin pandai berbohong. Misalnya, awalnya kalau dia berbohong wajahnya itu memerah, sekarang tidak lagi memerah; kalau dulu berbohong suaranya itu bergetar, sekarang tidak lagi bergetar. Dia makin menguasai ilmu berbohongnya, itu sebabnya kalau pasangannya mengkonfrontasi, dia dengan wajah yang penuh ketulusan bisa tetap berbohong. "Nggak, siapa yang bilang begitu, mana mungkin saya melakukan hal seperti itu, sumpah atau demi Tuhan." Sehingga orang yang menanyakannya juga sedikit gamang atau ragu, "Pasangan saya kok bisa begitu tulus ngomong seperti itu, padahalnya dia sedang berbohong." Nah karena itu dia makin menguasai ilmu berbohong. Yang ketiga adalah orang yang akhirnya terus-menerus berbohong, akhirnya menjadi orang yang berbeda. Dia tidak lagi sama dengan setahun yang lalu sebelum dia memulai relasi dengan pihak ketiga. Dia benar-benar menjadi orang yang lain, orang yang berbeda; sebab nilai-nilai hidupnya pun mulai berbeda, gaya hidupnya pun mulai berbeda karena dia terus-menerus hidup dalam kebohongan, dalam skenario kebohongan. Dia tidak lagi hidup yang sama, dalam realitas yang sama; dia harus hidup dalam dua dunia, dunia kebohongannya dan dunia dia, sehingga dia menjadi orang yang lain. Itu sebabnya banyak korban yang berkata, "Kok suami saya menjadi begitu berbeda setelah ada relasi dengan pihak ketiga." Dia tidak lagi orang yang sama, itu betul. Karena hidup terus-menerus dalam kebohongan, membuatnya menjadi orang yang berbeda.
GS : Tetapi hidup dalam kebohongan itu lama-lama melelahkan orang itu Pak Paul, sehingga adakalanya seseorang itu tidak tahan lagi dan akhirnya mengakui semua kebohongannya dan terungkap semua perselingkuhannya itu.
PG : Adakalanya orang itu terlalu letih atau adakalanya juga tiba-tiba muncul rasa bersalah. Itu kita percayakan pada kuasa Tuhan, yang menegurnya secara pribadi, sehingga akhirnya dia tahu da sadar bahwa dia salah.
Dalam kondisi seperti itu, memang besar kemungkinan pada akhirnya dia akan dengan sukarela mengakui bahwa dia telah berbohong, bahwa dia sebetulnya telah tidak setia.
GS : Itu kalau dia mengakui, kalau kita tahu perselingkuhannya itu dari orang lain, atau kebohongannya itu karena orang lain memberitahukan kepada kita. Apa yang bisa kita lakukan?
PG : Saya tambahkan lagi, atau kita telah pernah mengkonfrontasinya tapi dia dengan wajah tulus, serius, "mengatakan tidak, itu tidak pernah." Apa yang kita lakukan kalau situasinya seperti it? Kita tidak lagi bertanya, saya tidak lagi menganjurkan kita meneliti, mencari celah untuk memojokkannya ke sudut sehingga akhirnya dia mengaku.
Dengan orang yang telah begitu canggih berbohong, kita tidak mungkin menang. Jadi yang saya anjurkan adalah langsung saja datang kepadanya dan berkata, "Saya tahu kamu mempunyai relasi dengan pihak ketiga, kamu tidak usah ngomong apa-apa dengan saya, tapi itu sudah saya ketahui. Saya sekarang mau mengajak kamu seperti orang dewasa, kita tidak usah ribut, tidak usah marah-marah, kita bicara baik-baik saja. Sekarang saya mau memberikanmu waktu selama seminggu ini untuk berpikir, apakah yang engkau inginkan, apa maumu sekarang. Saya meminta kamu memikirkannya baik-baik sebab saya tidak mau relasi kamu dengan dia berlanjut, jadi pilihan kamu sekarang hanya dua; kalau kamu terus mau melanjutkan dengan orang itu, beritahu saya seminggu kemudian dan kita baik-baik pisah. Tapi kalau kamu berkata kamu mau kembali kepada saya, saya minta kamu kembali bersih, tidak lagi bersama dengan orang itu. Benar-benar kamu putuskan. Saya tidak meminta yang lain-lain, saya hanya minta keputusan kamu, dan saya beri kamu waktu seminggu untuk berpikir." Setelah kita katakan itu, kita diam, kita tidak usah berulah, beremosi; bicara baik-baik seperti itu, dengan rasional. Orang yang hidup dalam kebohongan kalau disajikan dengan emosi yang kuat akan semakin menjadi. Kalau kita bicara secara rasional kepadanya, itu akan lebih menggetarkannya, membuat dia benar-benar berpikir serius apakah yang dia harus lakukan.
GS : Tapi walaupun kita tidak memberikan kesempatan, dia akan tetap membela diri, terlepas kita mau mendengar atau tidak segala alasannya kenapa dia sampai tidak setia itu.
PG : Kalau memang itulah yang dia lakukan dia mengatakan, "Saya ini begini karena kamu begini, begini." Kita harus konsekuen dan berkata, "OK, mau membicarakan hal itu, ayo duduk sama-sama. Aa keluhanmu sebab saya bersedia berubah.
Kalau memang saya salah, saya mau berubah; kalau ada andil saya, saya mau melihatnya dan mau mengubahnya." Nah biarkan dia bicara. Dan di mana kita akui itu adalah bagian kita yang kita harus ubah kita terima dan akuilah. Tapi setelah itu kita juga katakan kepada dia, misalkan ada bagian dia kita berkata, "Apakah sekarang boleh saya juga menceritakan apa itu yang sebetulnya telah sangat mengganjal, apa yang telah kamu lakukan itu juga telah mengganjal saya. Boleh saya katakan supaya kamu bisa mendengarnya?" Nah biarkan dia duduk dan sekarang mendengarkan kita dan kita meminta dia juga untuk berubah. Jadi silakan kita melakukan percakapan seperti itu, namun setelah itu tetap kembali pada poin kita yang pertama. "Sekarang apa yang kamu inginkan, kalau saya harus mengubah diri saya seperti itu dan kamu juga bersedia berubah seperti tadi yang saya minta, apakah kamu sekarang bersedia melepaskan orang ketiga itu dan kembali kepada saya dengan bersih, sebab kalau tidak berarti kamu akan memilih dia. Jawaban saya nantikan seminggu lagi." Jadi kita tetap kembali pada point pertama.
GS : Kita memberikan tenggang waktu satu minggu, setelah satu minggu itu berlalu apa yang kita lakukan?
PG : Kita ajak berbicara lagi, kita cari tempat yang tenang kita bisa berbicara dengan dia dengan tenang juga. Sebelum saya menjawab saya ingin menjelaskan kenapa kita perlu memberinya waktu sminggu.
Jangan terlalu cepat, jangan terlalu lama; kalau terlalu lama dia juga tidak akan bisa mengambil keputusan dengan bertambahnya waktu. Masalah ini memang masalah yang pelik, jadi dia diberikan sebulan, enam bulan, hasilnya akan sama dengan seminggu, karena memang dia akan susah mengambil keputusan. Namun saya juga tidak meminta lebih cepat dari seminggu karena dalam waktu seminggu itu pertama dia harus memikirkan semua sudut, semua kepentingan termasuk dirinya. Dan dia juga perlu memikirkan rasanya seperti apa kalau saya kehilangan keluarga saya. Dia perlu diberikan kesempatan untuk merenungkan itu, rasanya seperti apa kalau istri dan anak-anak saya tidak ada. Jadi seminggu itu cukup untuk dia menyadari, inilah kira-kira yang akan saya alami kalau saya memikirkan A atau B. Setelah seminggu tiba, kita tanyakan. Kalau dia berkata, "Ya, saya akan memilih kamu." Ya kita langsung minta, "apakah kamu sudah memutuskan hubungan dengan dia?" Misalkan dia bilang belum, "kalau begitu saya minta kamu putuskan, saya ingin menjadi saksinya." "Tidak bisa, kamu tidak boleh ikut dan sebagainya." Kita katakan, "OK, kalau saya tidak bisa ikut, bagaimana saya tahu kamu telah melakukannya?" Misalnya dia bilang, "Saya akan berjanji, saya akan melakukannya." "Bagaimanakah kamu akan meyakinkan saya, kamu akan berjanji seperti ini dan kamu akan melakukannya, sebab bukankah terlalu sering kamu berbohong? Jadi tolong saya, kamu tidak bisa mengharapkan saya percaya begitu saja, saya perlu sesuatu yang lebih. Beritahu saya apa yang lainnya, sehingga saya bisa percaya." Misalkan dia bilang, "Ya, kamu harus percaya saja." "Tidak bisa, sudah setahun ini kamu sudah berbohong kepada saya setiap hari, pikirkan kalau misalkan saya berbohong kepada kamu setiap hari, 365 kali dalam setahun ini dan saya berkata yang ke 366 kali inilah yang benar, bisa tidak kamu percaya? Jadi tolong beritahu saya yang lain. Tempatkan dirimu di posisi saya, bagaimana saya tahu kamu telah memutuskannya." Kita langsung desak dia ke sana. "Kalau kamu mau putuskan, saya harus menjadi saksinya, saya hadir di situ, saya janji saya tidak akan berbuat apa-apa, tapi saya mau melihatnya bahwa kamu sudah memutuskan dengan dia. Ini harga yang harus kamu bayar, harga kebohongan harus ditebus dengan kenyataan. Tidak bisa lagi kamu meyakinkan saya dengan kata-kata, kebohongan ditebus dengan kenyataan, saya harus menyaksikannya." Kalau dia berkata, "OK, saya akan kembali." Itulah yang kita minta darinya.
GS : Memang sebenarnya pada posisi seperti itu, pihak yang dibohongi itu sudah di atas angin, dia sudah punya posisi yang menawar, bukan lagi ditawar. Tetapi masalahnya yang dibohongi ini tidak mempunyai keberanian sejauh itu, dan biasanya pihak pria yang berselingkuh, pihak wanita tidak berani melakukan seperti itu karena kalau pun dia yang ditinggal, nantinya dia yang akan kesulitan dalam kelanjutannya?
PG : Saya mengerti, inilah realitas kehidupan kita Pak Gunawan, idealnya yang seperti tadi saya sarankan tapi faktanya adalah orang susah untuk melakukan hal seperti itu karena harga yang harusdibayar terlalu tinggi.
Namun saya juga ingin mengatakan ini, gara-gara harga yang dibayar tinggi maka orang itu berani berbohong, tidak setia; karena dia tahu si istri akan siap menunggunya. Istri-istri tidak berani berbuat apa-apa, karena kalau istri berani untuk meninggalkannya, yang rugi istri sendiri. Itu sebabnya dalam hal ini kalau pria yang berbohong, kecenderungannya memang dia tidak takut, dia malah di atas angin. Nah kalau kita misalkan di pihak yang lebih lemah, kita memang menyadari, kita tidak siap; saya tidak akan memaksa. Saya mengerti kalau ada di antara para pendengar kita yang berkata, "Ya idealnya begitu Pak Paul saya setuju, tapi saya tidak siap kehilangan rumah tangga saya dan sebagainya." jangan mengikuti yang tadi saya minta. Yang saya sarankan adalah bicaralah dengan suami apa adanya dan katakan, "Saya tidak ingin kehilangan kamu, saya tahu kamu telah ada relasi dengan orang itu, tapi tolong perhatikan keluargamu. Apakah yang bisa saya lakukan, apakah ada keluhanmu kepada saya; misalnya suaminya berkata, "Kamu tidak apa-apa, kamu baik-baik saja." "Tolong putuskan, kalau memang rumah tanggamu tidak ada apa-apa. Putuskan hubungan dengan orang itu, saya mohon." Jadi kita memang harus datang kepadanya, memohon belas kasihannya. Mengetuk pintu hatinya, meminta agar dia menyadari kesalahannya.
GS : Di samping itu saya lihat, pihak yang tidak setia itu harus yakin bahwa pasangannya ini orang yang jujur, karena kalau pasangannya ini juga sering berbohong walaupun tidak selingkuh tapi kebohongan-kebohongan yang lain, omongan seperti itu tidak akan dianggap olehnya. Itu dianggap hanya sebuah gertakan.
PG : Betul, atau ini hanya paling untuk mendapatkan saya kembali. Jadi memang diperlukan integritas, kalau kita kehilangan integritas, pasangan kita akan sulit untuk kembali kepada kita. Tapibagaimana kalau kita tidak dalam posisi seperti itu, kita itu mau dan siap menerima konsekuensi yang terburuk.
Setelah seminggu kita bicara dengan pasangan kita dan dia berkata, "tidak tahu, saya bingung." Apa yang harus kita lakukan? Kenapa saya munculkan ini, sebab ini sering terjadi. Banyak orang kalau ditanya, apa maumu sekarang jawabnya, 'tidak tahu, saya bingung.' Saya kira kalau kita berani menanggung risiko yang terburuk, kita harus berani berkata tegas kepada dia, "Karena kamu berkata kamu tidak tahu, jadi terpaksa sekarang sayalah yang harus mengambil keputusan. Dan keputusan saya adalah saya akan meninggalkan kamu, sebab saya tidak bisa menerima fakta kamu berbagi tubuhmu dan dirimu itu dengan perempuan lain atau dengan laki-laki lain. Saya tidak bisa itu. Jadi saya akan berikan waktu seminggu lagi untuk memikirkan keputusan saya ini, tolong pikirkan baik-baik, ini akan saya lakukan setelah seminggu ini." Setelah seminggu berlalu dan dia tetap berkata tidak tahu juga dan belum bisa putuskan hubungannya dengan pihak ketiga, kalau kita berkata kita akan meninggalkannya, kita akan berpisah dengan dia itulah yang harus kita lakukan. Kita harus benar-benar berpisah dengan dia, sehingga kita tahu kita serius. Kalau tidak, dia akan pikir kita main-main. Jadi kita bisa berkata, "kamu yang pindah atau saya yang pindah, saya akan meninggalkanmu."
GS : Jadi itu memang harus dipikirkan masak-masak sebelum kita menantang pasangan kita untuk mengambil suatu keputusan, Pak Paul?
PG : Ini memang berisiko tinggi Pak Gunawan, ada orang yang akan berkata, "Ya sudah, kalau memang ini akhirnya ya sudah kita berpisah, saya terima." Itu akan bisa terjadi. Tapi bisa jadi, gar-gara kita tegas begitu dan kita benar-benar akhirnya berpisah dengan dia, dan dia harus hidup sendiri, dia benar-benar sadar.
Sebab salah satu alasan kenapa orang yang berselingkuh itu tidak bergerak-gerak, tidak mengambil tindakan, tidak memutuskan dengan pihak ketiga, karena dia masih bisa pulang. Dia masih bisa mencicipi kehidupan keluarganya, semuanya masih sama. Siapakah orang yang mau berubah kalau semuanya masih tetap sama seperti itu, itu sebabnya saya menganjurkan kalau memang pihak yang dirugikan ini siap, memang harus siap untuk berkata seperti itu, dan menanggung risikonya. Benar-benar harafiah pisah, dia yang pindah atau kita yang pindah, kita keluar dari rumah kalau dia tidak mau pindah, kita bawa anak-anak dan sebagainya. Kalau misalkan dia berkata anak-anak tidak boleh dibawa; jangan ribut, biarkan anak-anak di rumah kita benar-benar keluar dan setelah itu kita gugat cerai. Sebab dalam pengadilan nanti akan diputuskan anak itu akan ke mana, daripada kita ribut dan berkelahi pada saat itu. Kita yang akan keluar dan kita berkata, "kalau begitu saya akan gugat cerai supaya anak-anak bisa kembali kepada saya." Dengan cara itu pihak yang memang berselingkuh dan berbohong disadarkan bahwa kita benar-benar serius, dan yang kedua ini yang terlebih penting, dia akan menaruh respek kepada kita. Kebanyakan pihak yang berselingkuh tidak lagi mempunyai respek terhadap pasangannya, sebab pasangannya itu hanya berani berkata-kata tidak berani berbuat. Maka dia tambah tidak respek. Waktu dia melihat kita berani bertindak, itu akan menggugah respeknya kepada kita.
GS : Tapi dikonfrontasi tentang ketidaksetiaan, biasanya pihak yang berselingkuh akan mengatakan, "Saya akan tetap setia dengan keluarga ini, saya ini hanya mencari kesenangan saja." Jadi dia tidak mau dikatakan tidak setia.
PG : Kalau misalkan kita mendengarkan perkataan seperti itu, kita tanya, "Kalau saya yang berbuat seperti itu, kamu yang di rumah, saya berganti-ganti pacar, berganti-ganti pria di ranjang saya kamu katakan saya apa? Perempuan bejat atau perempuan yang bisa menikmati kesenangan? Nah bukankah kamu akan berkata saya perempuan bejat?" Nah, jadi kita akan putar situasinya supaya dia bisa bercermin.
Sebab sekali lagi kebanyakan orang yang berselingkuh itu tidak bisa melihat dirinya kembali, benar-benar lupa siapa dirinya, karena dia terlalu sibuk membenarkan dirinya. Kenapa dia berselingkuh, kenapa dia tidak apa-apa berselingkuh, jadi senantiasa membenarkan diri, maka kita perlu memberikan cermin seperti itu. Jadi sekali lagi di sini diperlukan ketegasan. Kalau kita katakan "OK, kita akan pindah, kita akan keluar, kita akan pindah baik-baik." Misalkan dia bilang, "anak bagaimana?" "OK, kita bicara baik-baik sekarang, kamu mau ambil anak ini pada akhir pekan silakan, hari-hari biasa dengan saya, jangan kita bertengkar, jangan kita ribut. Jadi biarkan kita lepas darinya dan mudah-mudahan dalam masa perpisahan itu dia benar-benar sadar apa itu artinya hidup tanpa keluarganya. Dia akan pulang ke rumah yang kosong, dia akan benar-benar merasakan apa artinya hidup tanpa pasangan dan anak-anaknya; apakah ini yang dia inginkan. Jadi sekali lagi waktu yang kita berikan kepadanya untuk berpikir, mudah-mudahan setelah itu dia akan sadar dan dia akan berpikir.
GS : Tapi memang kesetiaan itu harus dibangun dari hal-hal yang kecil-kecil sejak awal pernikahan. Sebenarnya kita bisa melihat, pasangan ini setia atau tidak dari hal-hal yang kecil. Misalnya dengan janjinya, kunjungannya dan sebagainya.
PG : Dengan kata lain, kita sebetulnya bisa mulai mendeteksi berapa besar cintanya kepada kita dari berapa seriusnya dia memperlakukan kita. Kalau dari masa berpacaran pasangan kita itu tidak emperlakukan kita dengan serius, tidak memperlakukan kata-kata kita dengan serius, itu memang berbahaya.
Itu merupakan sebuah cikal bakal munculnya perilaku-perilaku ketidaksetiaan dan kebohongan. Karena memang tidak menganggap kita serius, namun orang yang menganggap kita serius, menghormati kita, respek kepada kita, kemungkinannya berbohong dan berkhianat itu jauh lebih kecil. Maka sekali lagi penting sekali respek di dalam keluarga.
GS : Jadi ketidaksetiaan ini akan sangat merusak kehidupan keluarga dengan contoh-contoh seperti itu. Nah Pak Paul, apakah ada firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Saya akan bacakan Amsal 11:3, "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." Firman Tuhan sudah jelas, Tuhan meminta kita jujur dan jujur it berarti tulus tidak ada lagi kebohongan.
Dan Tuhan sudah berkata pengkhianat dirusak oleh kecurangannya. Orang yang mengkhianat tidak akan mendapatkan yang baik dan yang utuh, dia akan banyak mendapatkan kerusakan dalam dirinya.
GS : Dan tentunya kehidupan rumah tangganya ya Pak Paul. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Pasangan Tidak Setia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.