Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dan beliau adalah seorang pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Perbincangan kali ini kami beri judul "Kedewasaan". Kami percaya Anda akan mengikuti perbincangan ini dengan sukacita, kita akan sama-sama memikirkan sesuatu yang sangat penting untuk kehidupan kita. Maka dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Di dalam kehidupan ini Pak Paul, sering kali kita mendengar ada orang yang sudah berusia malah mungkin 30-40 tahun lalu dikatakan orang itu kekanak-kanakan. Tetapi sebaliknya kita kadang-kadang juga menjumpai anak-anak remaja atau apa itu yang pola berpikirnya seperti orang dewasa Pak Paul, sehingga kadang-kadang kita sulit menentukan kedewasaan seseorang. Sebenarnya kedewasaan seseorang itu diukur dari usianya, penampilannya atau dari cara bicaranya, Pak Paul?
PG : Saya kira yang lebih mencerminkan kedewasaan seseorang adalah sikap, saya hendak mengutip perkataan Pdt. Charles Swindoll yang berkata: Semakin hari semakin dia menyadari pentingnya sesatu yang disebut sikap.
Jadi sikap itu mewarnai cara berpikir dan tindakan kita dalam menghadapi hidup ini. Saya kira kedewasaan dapat diukur dengan berapa matangnya sikap kita ini dalam menghadapi hidup. Sudah tentu kedewasaan sangat dipengaruhi oleh pengalaman hidup, jadi orang yang mau belajar dari hidup ini, dari apa yang dialaminya akan lebih mudah dewasa. Orang yang menutup telinga, menutup mata tidak mau belajar, tidak mau diberitahu, orang itu akan berhenti bertumbuh dewasa. Hal berikutnya yang tidak bisa kita sangkali akan menambah kedewasaan kita adalah dalam tempaan hidup ini ada kesusahan, penderitaan. Itu akan sangat mempercepat atau mematangkan seseorang menjadi lebih dewasa. Jadi dapat saya katakan bahwa kedewasaan bertunas dari jiwa yang telah mengalami tempaan.
GS : Tetapi itu tidak secara otomatis, artinya tidak setiap orang yang mengalami penderitaan dan sebagainya otomatis dewasa, Pak Paul?
PG : Betul sekali tidak otomatis. Sebab semua tergantung pada faktor yang tadi kita sudah bicarakan yaitu faktor sikap. Apakah mau belajar dari kehidupan ini kalau ditempa oleh penderitaan, alau tidak mau belajar tidak akan dewasa.
GS : Apakah ada contoh konkret dari Alkitab, Pak?
PG : Kita akan melihat kisah seseorang yang bernama Yusuf di Kejadian 50:15-21, saya cuplik saja sebagian. "Ketika saudara-saudara Yusuf melihat bahwa ayah mereka telah meningga, berkatalah mereka, "Boleh jadi Yusuf akan mendendam dan membalaskan sepenuhnya kepada kita segala kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya."
Saudara-saudaranya datang sendiri dan sujud di depannya serta berkata: "Kami datang untuk menjadi budakmu." Tapi Yusuf berkata kepada mereka: "Janganlah takut sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." Dari cerita ini Pak Gunawan, kita bisa memetik beberapa pelajaran atau ciri kedewasaan seseorang. Yang pertama, orang yang dewasa ialah orang yang menghadapi tantangan hidup dan tidak lari untuk menghindarinya. Kita tahu Yusuf itu dibuang pada usia yang relatif masih muda, sebagai seorang remaja yang dijadikan budak, difitnah oleh istri majikannya dan dia dipenjarakan namun ia menghadapi semuanya itu. Misalkan kalau dia tidak mau menghadapinya, dia bisa mencoba melarikan diri, dia bisa mencoba membunuh dirinya. Tapi kita tahu Yusuf menghadapi setiap hantaman atau tempaan itu, meskipun sebelumnya dia hidup sebagai seorang anak yang dimanja oleh ayahnya. Hidup dalam kemewahan karena kita tahu ayahnya Yakub adalah seorang yang berada, tapi dia tetap menghadapinya. Kita tidak bisa menghindarkan diri dari tantangan hidup ini. Kadang kala tantangan memang muncul begitu saja, kita tidak bisa mengelakkannya. Daripada kita mencoba melarikan diri, yang lebih dewasa adalah menghadapinya.
GS : Memang saya rasa tepat sekali pengambilan contoh tentang Yusuf yang merupakan anak yang kecil, yang muda, tetapi kakak-kakaknya justru kurang dewasa dalam hal menyikapi Yusuf ini ya, Pak Paul?
PG : Betul, justru mereka yang tidak bisa menghadapi tantangan hidup itu. Mereka mengambil jalan pintas daripada merasa iri kepada Yusuf, kenapa ayahnya begitu sayang kepada dia. Mereka memiih untuk pertama-tama membunuh Yusuf tapi karena bujukan dari Ruben kakak tertua, maka Yusuf tidak jadi dibunuh dan akhirnya hanya dijual sebagai seorang budak.
GS : Tetapi ada orang yang memberikan alasan kenapa dia lari, dia katakan daripada saya mati konyol di sana, ada kesempatan lari maka saya lari.
PG : OK! Dalam kasus-kasus tertentu misalkan kita dirampok, saya kira tindakan yang lebih bijaksana kalau kita bisa lari. Namun kalau misalkan kita menghadapi penyakit seperti penyakit kanke, memang kita harus hadapi, kita tidak boleh lari dari kenyataan itu.
GS : Tetapi sering kali memang tidak lari Pak Paul, hanya saja kita itu menggerutu, kenapa saya harus diperhadapkan pada kondisi seperti ini.
PG : Itu saya kira respons alamiah dari manusia, Pak Gunawan, sering kali waktu menghadapi kesusahan kita ini menunjukkan sikap kita yang asli yaitu menyalahkan orang. Ini merupakan prinsip ang kedua yaitu orang yang dewasa adalah orang yang tidak cepat menyalahkan orang lain termasuk Tuhan, atas kemalangan yang dideritanya.
Saya kira kemalangan atau penderitaan menjadi ukuran yang sangat baik untuk menilai kedewasaan kita. Kalau kita semuanya cukup, tidak ada masalah, kita hidup dalam kemakmuran, sukar untuk mengukur kedewasaan kita. Tapi penderitaan saya kira mempunyai goncangan untuk bisa memperlihatkan kedewasaan kita yang sesungguhnya. Kita mungkin bisa berkata-kata dengan indah, namun hidup kita relatif aman-aman saja, tapi ada orang yang telah mengalami penderitaan cenderung akan bisa memetik kedewasaan darinya. Yusuf tidak menyalahkan Tuhan sewaktu dia menderita dan setelah bebas dari penjara iapun tidak menyalahkan saudara-saudaranya. Dia berkata kepada saudara-saudaranya bahwa Tuhan mempunyai rencana yang indah dengan engkau melakukan semuanya itu, memang ya tidak benar tapi Tuhan mempunyai rencana yang indah. Jadi kita bisa melihat ciri orang dewasa, yang indah di sini adalah tidak cepat menyalahkan orang. Orang yang tidak dewasa beranggapan semua orang bertanggung jawab atas hidupnya, semua orang seharusnya mengerti dirinya, semua orang seharusnya bisa menoleransi perbuatannya, bisa memahami bahwa dia adalah seperti ini. Itu adalah bukti nyata ketidakdewasaan seseorang.
GS : Ya tetapi memang pada saat-saat yang seperti itu kita memang butuh perhatian orang Pak, kita butuh dikasihani orang untuk tetap bisa bertahan di dalam goncangan kehidupan ini.
PG : Betul kita membutuhkan bantuan orang, uluran tangan orang untuk menolong kita, saya kira itu natural dalam kesusahan kita. Namun kita tidak buru-buru menyalahkan orang, bisa jadi memangorang lain yang salah, tapi kita mau melihat juga andil kita apakah ada andil kita.
Nah misalkan ini kita kaitkan dalam pertengkaran rumah tangga, bukankah yang lebih alamiah adalah seorang suami menyalahkan istrinya, istri menyalahkan suaminya. Karena engkau berkata begini, maka saya tadi marah dan berkata seperti itu kepadamu. Jadi seolah-olah kalau engkau tidak berkata begitu, saya tidak akan mengeluarkan kata-kata tadi, nah itu suatu ucapan yang menurut saya kurang tepat. Sebab mulut adalah mulut kita, pikiran adalah pikiran kita, kita mempunyai pilihan untuk tidak mengatakannya jadi kita tidak bisa melempar tanggung jawab kepada orang lain.
GS : Saya rasa dalam hal ini sangat dibutuhkan rasa sabar yang luar biasa Pak Paul, kalau tidak orang tidak akan tahan menghadapi godaan. Tapi tidak menyalahkan orang dan sebagainya itu sangat sulit, Pak?
PG : Betul, sejak dari awalnya Adam juga menyalahkan Hawa, Hawa menyalahkan ular, jadi itu memang sifat manusia yang sudah tercemar oleh dosa.
GS : Apakah kesabaran seseorang itu bisa menjadi suatu ukuran tentang kedewasaannya?
PG : Bisa sekali Pak Gunawan, jadi ciri ketiga orang yang dewasa adalah orang yang tabah dan sabar karena tahu bahwa Tuhan mengatur segalanya untuk kebaikan. Yusuf tidak membatasi matanya haya pada apa yang dilihat dan dirasakannya, ia memandang hidupnya dari perspektif Tuhan.
Kalau Yusuf membatasi matanya hanya pada apa yang dilihat dan dirasakannya dia akan hanya melihat penderitaannya, betapa malangnya hidup yang harus dilewatinya. Tapi Yusuf berhasil melebarkan perspektifnya dan dia melihat semua permasalahan hidupnya dari kacamata Tuhan, bahwa Tuhan mempunyai rencana dan dia adalah bagian kecil dari rencana Tuhan yang besar. Kenapa sabar, kenapa tabah karena melihat masalah dan melihat hidup dari kacamata Tuhan. Orang yang tidak sabar harus terjadi seperti yang dia inginkan, tergesa-gesa membuat semuanya seperti yang dia mau, orang yang memang tidak lagi melibatkan Tuhan dalam kehidupannya. Tidak sadar bahwa Tuhan itu mengatur segalanya dan bahwa yang Tuhan atur adalah untuk kebaikan. Orang yang dewasa lebih tenang, tenang bukannya karena pasif tapi dia tahu ada Tuhan yang mengatur segalanya.
GS : Mungkin itu juga semacam ketekunan dari seseorang untuk tetap bisa bertahan, untuk tetap bisa melihat perspektif yang Tuhan rencanakan bagi dirinya. Nah apakah ada pelajaran yang lain yang bisa kita tarik dari kisah Yusuf tadi?
PG : Yang keempat adalah orang yang dewasa ialah orang yang mampu membebaskan diri dari kepahitan hidup ini. Dengan kata lain orang yang dewasa tidak menyimpan dendam dan tidak mengingat-ingt kekurangan orang.
Kita melihat dari contoh Yusuf, Yusuf tidak mendendam, dia malah memilih melihat hidup dari sisi baiknya yakni ia dapat bersama lagi dengan keluarganya. Tidak heran ia membalas kejahatan saudaranya dengan kebaikan, kita tadi membaca di firman Tuhan, dia berjanji untuk menanggung kehidupan mereka. "Aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." Kenapa Yusuf bisa begitu baik membalas kejahatan dengan kebaikan, sekali lagi dia adalah orang yang mampu membebaskan diri dari kepahitan hidup. Kalau orang terus memelihara kepahitan hidup dia tidak mungkin dewasa Pak Gunawan, karena kepahitan itu akan mewarnai sikapnya dalam mengambil tindakan atau dalam mengeluarkan reaksi sehingga sikapnya itu akan sangat mengotori apa yang dia lakukan.
GS : Dalam hal mengambil keputusan atau bersikap tadi sangat ditentukan oleh dia itu memposisikan dirinya seperti apa atau di mana. Nah kekeliruannya sering kali apa yang dialami atau dikerjakan oleh seseorang di dalam memposisikan dirinya itu, Pak Paul?
PG : Saya kira kalau kita melihat diri kita sebagai korban, hidup ini tidak adil, Tuhan jahat kepada saya. Jadi benar-benar kita memposisikan diri sebagai korban dari ketidakadilan hidup, dai Tuhan yang semena-mena.
Kita cenderung akan menyuburkan kepahitan ini, nah kita justru harus mempunyai pandangan yang benar. Tuhan menyayangi kita, kalau Tuhan tidak menyayangi kita Dia tidak akan mati untuk dosa kita. Karena Dia mati untuk dosa kita, kita tahu Tuhan sangat mencintai kita, kita bukanlah korban yang memang sengaja Tuhan jatuhkan secara semena-mena. Tidak ada hal-hal yang tidak kita mengerti kenapa harus terjadi pada kita, tapi itu tidak berarti Tuhan membenci kita atau tidak menyayangi kita.
GS : Tapi ada orang yang justru menganggap dia mengerti semua, Pak Paul?
PG : Nah kadang kala ini yang terjadi Pak Gunawan, yang membawa kita pada prinsip yang kelima. Orang yang dewasa ini adalah orang yang tidak menempatkan diri di posisi Tuhan, jadi ada orang ang memang menempatkan diri pada tempat Tuhan.
Dia menganggap dirinya tahu segala hal dan dia mempunyai hak untuk berbuat semaunya, ini keliru sekali. Dalam contoh Yusuf meskipun dia berada pada posisi yang menguntungkan, Yusuf tidak memanfaatkan posisinya untuk membalas saudaranya. Ia dengan jelas berkata bahwa ia bukanlah Tuhan, dia berkata: "Akukah pengganti Allah? dengan kata lain dia berkata saya bukan Allah, jadi dia menyadari ada hal-hal yang boleh ia lakukan namun ada hal-hal yang memang tidak boleh ia lakukan, Yusuf seseorang yang tahu diri. Jadi orang yang dewasa tidak melihat dirinya itu tidak terbatas bisa berbuat apa saja seperti Tuhan, orang yang dewasa adalah orang yang tahu batasnya. Orang yang juga mengerti batas antara benar dan tidak benar, kehendak Tuhan dan dosa, sehingga dia tidak memasuki daerah berdosa yang Tuhan larang. Adakalanya orang beranggapan dia bisa berbuat semaunya sehingga akhirnya dia memasuki daerah terlarang itu, daerah yang Tuhan katakan jangan dimasuki. Jadi orang yang dewasa menyadari posisinya dia terbatas, dia tidak boleh menempatkan diri sebagai Tuhan dalam hidupnya.
(2) GS : Kalau memang dia mampu bertindak seperti itu atau mengambil sikap seperti itu, bagaimana seorang yang dewasa itu bersikap terhadap kenyataan yang ada, yang dia alami, yang menyakitkan, yang tidak enak dan sebagainya itu, Pak Paul?
PG : Yang keenam prinsip yang perlu kita camkan di sini adalah orang yang dewasa ialah orang yang melihat fakta apa adanya. Yusuf tidak memutihkan perbuatan saudara-saudaranya, apa yang jaha tetaplah jahat, maka dia berkata: "Engkau mereka-rekakan yang jahat terhadap aku," Yusuf tidak menetralisir dan berkata o...engkau
itu bermaksud baik tapi engkau keliru sedikit di sini, tidak. Yusuf tahu saudara-saudaranya saat itu mempunyai niat jahat, mau membunuhnya dan akhirnya membuang dia, menjual dia menjadi seorang budak. Nah orang yang dewasa mau melihat fakta apa adanya. Kadang kala kita karena ingin tampil baik atau tampil rohani, kita ini sepertinya tidak hidup dalam kenyataan. Misalkan sesuatu yang orang lakukan yang tidak benar, kita hanya katakan o....itu tidak begitu maksudnya, adakalanya memang ada orang yang bermaksud tidak baik dan kita katakan apa adanya, nah jadi orang yang dewasa adalah orang yang bisa melihat kenyataan dengan pas.
GS : Bagaimana dengan tindakannya atau tanggung jawabnya terhadap segala sesuatu yang dia kerjakan, dia mengerjakan sesuatu itu untuk menampilkan kedewasaannya. Nah bagaimana dalam hal tanggung jawab?
PG : Ini membawa kita pada prinsip yang ketujuh, yang terakhir yaitu orang yang dewasa adalah orang yang memikul tanggung jawab atas tindakannya. Kita melihat contoh Yusuf lagi, Yusuf bisa mnjadi orang yang sinis, negatif dan jahat karena hidup telah begitu menyakitkan dan tidak adil untuknya.
Namun Yusuf memilih menjadi pekerja yang baik sewaktu di rumah Potifar, dia menjadi tahanan yang baik tatkala di penjara karena difitnah. Dan dia menjadi teman yang baik bagi kedua rekan sepenjaranya, waktu dia melihat kedua rekannya menampakkan wajah yang muram, dia menanyakan ada apa...? Waktu dia menceritakan mimpi dia berusaha menolong menceritakan mimpinya atau makna mimpi itu. Kita melihat Yusuf berhasil mempertahankan hidup yang positif. Dia tidak dipahitkan oleh kehidupan, meskipun hidup itu pahit, jadi sekali lagi di sini kita bisa melihat yang dari dalam berhasil menangkal yang datang dari luar. Kita tidak bisa sangkali bahwa yang menimpa kita cenderung mewarnai kita, mempengaruhi kita. Tapi seharusnya orang yang dewasa adalah justru yang dari dalam mewarnai yang di luar, yang menangkal dari luar. Sekali lagi peristiwa kehidupan boleh pahit, tetapi tidak harus membuat kita menjadi orang yang pahit, itu yang ditunjukkan oleh Yusuf dalam kehidupannya. Jadi artinya sosok orang yang dewasa harus bertanggung jawab atas tindakannya. Meskipun keadaan bisa tidak menyenangkan tapi sikapnya atau tindakannya itu tanggung jawab dia. Dia bisa memilih menjadi pahit atau dia bisa memilih menjadi manis. Saya pernah waktu saya dulu di AS menangani sebuah kasus penganiayaan anak yang masih saya ingat sekali, karena ini menjadi berita surat kabar jadi saya bisa bicarakan dengan lebih terbuka. Waktu saya mewawancarai si ayah yang membunuh si anak umur 2 tahun, dia langsung berkata saya adalah korban masyarakat, dia pemakai obat terlarang, dalam gelap matanya dia membunuh anaknya sendiri. Nah yang dia katakan kepada saya adalah saya adalah korban masyarakat, dia tidak bisa melihat dirinya bahwa dia mungkin orang miskin tapi dia tidak harus menyalahgunakan narkoba, dia tidak harus memukuli anaknya seperti itu, nah itu tanda orang yang tidak dewasa, karena tidak melihat bahwa dirinya itu mempunyai tanggung jawab untuk memilih tindakan yang sesuai.
GS : Ya mungkin kesulitannya memang melihat dirinya sebagaimana apa adanya, seperti tadi Pak Paul katakan di penjara pun Yusuf menjadi tahanan yang baik, lalu menjadi pembantunya Potifar yang baik. Jadi di manapun Tuhan tempatkan dia sebagai apapun itu tanggung jawabnya, tetap dilakukan dengan baik.
PG : Dan hal ini sudah dimiliki Yusuf sejak awal, kita tahu bahwa Yusuf ditangkap oleh saudara-saudaranya karena dia ingin menghantarkan makanan. Dan kita tahu juga waktu ayahnya Yakub menyuuh dia mengantarkan makanan, sebetulnya Yusuf sudah melakukan tugasnya.
Namun tidak menemukan saudara-saudaranya, mereka rupanya sudah berkata akan berada di mana saya lupa nama kotanya, tapi ternyata waktu Yusuf ke sana mereka sudah pindah pergi jauh. Seharusnya Yusuf bisa pulang dan berkata: "Ayah, saya tidak temukan saudara-saudara, mereka sudah pergi" dan tidak akan diapa-apakan oleh Yakub. Namun dia orang yang bertanggung jawab dia tahu kakaknya membutuhkan makanan ini, sehingga dia terus telusuri di mana kakak-kakaknya berada, membawa makanan kepada mereka dan pada akhirnya justru dia diperlakukan sangat jahat oleh mereka. Sekali lagi kalau kita melihat sebagai anak, dia anak yang baik dan bertanggung jawab.
GS : Ya, makanya firman Tuhan selalu meminta kita untuk tumbuh menjadi dewasa bukan cuma dalam hal bersikap, tetapi juga dalam hal kerohanian kita.
PG : Betul Pak Gunawan, tapi bertumbuh dalam Tuhan tidak berarti kita ini melepas tanggung jawab, tidak mau memilih sikap semuanya tergantung Tuhan, tidak mau melihat fakta sebenarnya itu jutru menandakan ketidakdewasaan kita.
Tuhan menyelamatkan kita dari dosa, tapi Tuhan juga dalam proses mendewasakan kita supaya kita menjadi serupa dengan Tuhan Yesus. Waktu Tuhan Yesus di kayu salib, Dia tidak marah-marah, Dia justru berkata kepada Tuhan, kepada Allah Bapa meminta Allah Bapa untuk mengampuni orang yang menganiayaNya. Jadi sekali lagi Tuhan juga memilih untuk bersikap secara positif di dalam keadaan yang begitu pahit.
GS : Banyaknya masalah yang timbul di keluarga, di pekerjaan, di negara sekalipun itu sering kali karena orang-orang yang terlibat di dalamnya, tingkat kedewasaannya mungkin masih belum memadai ya, Pak Paul?
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, jadi 2 hal yang sering kali memang bisa menipu kita atau mengelabui kita. Yang pertama adalah usia, kita menganggap orang yang lebih tua pasti lebih dewasa. Yag kedua adalah tingkat kepandaian, kita beranggapan semakin pandai seseorang semakin dewasa.
Sebab kepandaian atau latar belakang pendidikan hanyalah menandakan kita ini cerdas, kita ini orang yang berpengetahuan, namun tidak berkaitan dengan kedewasaan seseorang. Sekali lagi saya tegaskan kedewasaan itu bertunas dari jiwa yang telah melewati tempaan dan ini yang penting harus ada sikap yang terus-menerus mau belajar dari apa yang dialaminya. Nah itulah yang akan mendewasakan dia, tempaan dari hidup itu sendiri tidak akan mendewasakan kita, sikap yang mau belajar atau dalam bahasa Inggrisnya "teachable" yang akan mendewasakan dia.
GS : Kadang-kadang ada yang agak terkait dengan jabatan itu Pak Paul, kita menganggap bahwa jabatan seseorang di tingkat yang tinggi secara otomatis itu adalah orang yang dewasa. Padahal kenyataannya banyak pemimpin yang bersifat kekanak-kanakan.
PG : Betul, baik dalam perusahaan ataupun dalam konteks organisasi yang lainnya. (GS : Juga dalam hal rumah tangga) dalam rumah tangga juga begitu.
GS : Jadi ini memang sesuatu hal yang sangat penting untuk kita cermati bersama dan kita percaya bahwa Tuhan menghendaki kita makin hari makin dewasa dalam bersikap dan di dalam berhubungan dengan Tuhan dan sesama kita.
Jadi saudara-saudara pendengar demikian tadi Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kedewasaan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Pada kesempatan ini kami juga menyampaikan banyak terima kasih atas perhatian Anda, yang sudah berkirim surat kepada kami namun saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda masih sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.END_DATA
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 09/02/2009 - 2:10pm
Link permanen
Belajar dari yang Tuhan Izinkan
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 09/02/2009 - 2:27pm
Link permanen
menjadi dewasa artinya adalah....
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sen, 09/02/2009 - 4:56pm
Link permanen
saya merasa