Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Istri Tidak Mau Mengurus Rumah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pada awalnya istri itu senang mengurusi rumah dan itu merupakan pengembangan dirinya. Kalau ada tamu yang datang dan berkata, "Rumahmu bagus, rapi dan sebagainya" yang paling merasakan senang biasanya istri, Pak Paul.
GS : Tapi ada beberapa istri yang acuh tak acuh dengan keadaan rumah tangganya dalam pengertian menata barang atau kebersihan rumah, Pak Paul.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Memang hal-hal ini bisa saja dianggapnya sepele oleh istri tapi saya yakin bahwa sampai sekarang sebagian besar pria atau suami sebetulnya suka dengan istri yangsuka mengurus rumah.
Misalnya bisa mengatur dan membersihkan barang-barang perabotan, meskipun bukan dia sendiri yang membersihkannya. Namun tidak semua istri bisa melakukan hal-hal seperti itu. Contoh kecil yang kadang-kadang menjadi krikil dan lama-lama menjadi krikil yang tajam untuk relasi nikah adalah misalnya ada suami yang mengharapkan istrinya bangun lebih pagi dari pada dirinya atau sama-sama paginya namun ada istri yang tidak bisa bangun pagi, jadi bangunnya bisa jam 9 atau jam 10. Sedangkan si suami pagi-pagi sudah harus bangun menyiapkan makanan untuk bekerja atau makanan disiapkan oleh yang lain. Bisa jadi hal-hal itu menjadi duri di dalam hati si suami sebab dia respek kepada istri yang berfungsi dengan baik seperti yang dia idamkan. Kalau hal ini tidak menjadi kenyataan maka dia mulai menyimpan kekecewaan. Pagi-pagi dia harus bangun, dia harus makan sendirian, istrinya bangun jam 9 atau jam 10 akhirnya itu menjadi duri dalam hati si suami.
GS : Kalau suami mengharapkan istrinya mau berbenah di dalam rumah tangga tetapi tetap mendapati istrinya seperti itu, hal-hal apa yang bisa dilakukan oleh si suami ini ? Mungkin banyak alasannya dan kita tidak mengerti, mungkin latar belakangnya yang menyebabkan istri tidak mau mengurusi rumah tangga itu, Pak Paul.
PG : Sudah tentu langkah terbaik adalah pada awalnya sebelum mereka menikah si suami dan si istri ini sudah harus menyampaikan tuntutan atau harapan yang terkandung. Jadi sebelum menikah si pri bisa menyampaikan, "Saya mengharapkan kamu sebagai istri yang mengurus ini, bangun jam berapa" itu dikatakan secara spesifik semua harus dijabarkan.
Jika pada masa pranikah hal ini telah dibicarakan maka akan dapat dicarikan jalan keluar yang memuaskan bagi kedua belah pihak. Jika belum dibicarakan dan sekarang setelah menikah, saya harapkan suami mengutarakan hal-hal ini dengan lembut dan meminta istrinya untuk mengurus rumah. Untuk menghindari kesalah pahaman sebaiknya si suami menyampaikan pengharapan ini secara spesifik yakni hal-hal apakah yang diidamkannya, dengan kata lain, suami harus menjelaskan dengan apa yang dimaksudkan dengan mengurus rumah. Jadi jangan sampai dia hanya berkata, "Yang penting kamu harus mengurus rumah" dan apa artinya mengurus rumah ? Si istri bisa berkata, "Saya sudah mengurus rumah, anak-anak semua bisa sekolah, tidak ada yang sakit-sakitan, semua saya rawat dengan baik," jadi mengurus rumah diartikan dengan jelas, supaya tidak ada kesalah pahaman di antara mereka.
GS : Biasanya calon istri sulit untuk membayangkan karena dia tidak tahu apa yang dikatakan mengurus rumah apalagi kalau di rumah, dia tidak pernah melihat ibunya melakukan pekerjaan rumah. Dan ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Memang sebaiknya pada masa sebelum mereka menikah si istri harus menceritakan apa yang biasa dilakukan di rumah, si suami juga harus menceritakan apa yang biasanya harus dilakukan di rumah Dari cerita masing-masing sebetulnya sudah bisa terlihat gaya hidup yang biasa mereka nikmati, dari situ nanti bisa dibicarakan kesediaan masing-masing untuk mengubah gaya hidup itu.
Ada yang tadi Pak Gunawan telah singgung, ada yang memang tidak melihat figur mama sebagai figur yang mengurus rumah, sehingga akhirnya dia tidak tahu bagaimana mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena tidak ada contohnya. Sehingga kalau itulah yang terjadi maka dua-dua mesti membicarakannya sehingga si calon suami juga bisa sabar untuk memberitahukan bahwa ini yang biasa dilakukan dan itu yang biasa dilakukan, betapa sering misalkan barang ini mesti dibersihkan dan sebagainya. Jadi akhirnya dua-dua bisa saling kerjasama dan saling menolong kalau memang si istri tidak mempunyai gambaran yang harus dilakukan.
GS : Jadi di dalam hal ini, si istri bukannya tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tapi dia tidak tahu apa yang harus dia kerjakan, Pak Paul.
PG : Betul. Jadi bukannya dia tidak mau mengerjakan tapi memang dia tidak tahu. Atau ada istri yang bekerja di luar rumah sehingga dia tidak bisa mengerjakan semua seperti yang telah diinginkanoleh si suami.
Dalam kasus seperti itu si suami harus fleksibel bahwa istrinya tidak bisa melakukan semua yang diharapkannya. Misalkan ada pembantu yang bisa dimintai bantuannya, biarkan diserahkan kepada seseorang yang nantinya mengurus, membersihkan dan sebagainya. Dengan cara itu si suami melihat bahwa yang penting rumah ini telah beres, diurus dengan benar dan anak-anak juga diurus dengan benar dan ini bisa memberi ketenangan kepada si suami.
GS : Tetapi ada juga beberapa istri yang memang tidak tertarik melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah dan itu bagaimana Pak Paul ?
PG : Betul, Pak Gunawan. Memang kita tidak bisa menyalahkan karena sekarang ini semua anak sama, baik perempuan dan laki-laki bersekolah. Sehingga dari kecil baik laki-laki maupun perempuan dikndisikan untuk memfokuskan pada hal-hal yang lain.
Jarang di sekolah mendapatkan pelajaran mengurus rumah, membersihkan rumah, mengurus anak. Dan memang sekolah tidak mengajarkan hal-hal itu, yang biasanya diajarkan adalah hal-hal lain seperti membicarakan tentang karier, kesempatan bekerja dan jarang sekali dibicarakan hal-hal rumah tangga. Jadi tidak bisa disalahkan kalau cukup banyak wanita yang tidak tertarik dengan hal-hal seperti itu yakni hal-hal rumah tangga. Misalnya sebagian wanita yang berkarier di luar rumah pada akhirnya kurang berminat mengurus rumah, misalnya menjaga kebersihan dan menata isi rumah sebab mungkin saja kondisi istri sendiri sedang letih, sudah capek tapi kenapa tugas ini harus saya yang kerjakan bukankah lebih baik kalau saya delegasikan kepada orang lain atau kepada pembantu dan dia dapat menggunakan tenaganya untuk tugas lain yang dinilainya lebih penting. Jika ini adalah kasusnya sudah tentu suami mesti menerima hal ini namun sudah selayaknya pula istri menjadi penanggung jawab rumah tangga kendati bukan dia yang menjadi pelaksananya.
GS : Di dalam hal-hal tertentu ada suami yang tidak mau untuk pekerjaan-pekerjaan istri dilakukan oleh ibu, kecuali oleh istrinya, misalkan membersihkan kamar tidur mereka, Pak Paul. Ada suami yang menuntut harus istrinya, dia berpikir tidak nyaman kalau orang lain masuk ke kamar mereka, Pak Paul.
PG : Betul, memang ada suami yang berkonsep bahwa seyogianyalah ibu rumah tangga mengurus ini semua. Jadi ada yang beranggapan bahwa meskipun kamu mau bekerja, silakan ! Tapi ini yang lebih pening misalkan suaminya menghasilkan uang yang cukup baik sehingga si istri tidak harus bekerja tapi istrinya mau mengaktualisasikan diri dengan tetap berkarier, akhirnya suaminya berkata, "Baiklah tidak apa-apa kamu mau berkarier asal kamu tetap mengurus rumah tangga."
Waktu istri mulai mendelegasikan tiba-tiba suami mulai tidak senang, sebab dia memiliki konsep atau idealisme seharusnya istri atau mama di rumah. Waktu tidak dilakukannya, suami sudah mulai merasa kurang senang dalam hal ini suami harus menahan perasaannya dan mau mengerti bahwa dia menikah dengan seorang istri yang minat utamanya berkarier di luar rumah, yang penting dia bisa mengatur rumah tangga sehingga urusan rumah tangga itu diselesaikan. Misalkan dalam soal kamar suami berkata, "Kamu yang membersihkan kamar sebab saya tidak bisa menerima kalau kamu menyerahkan kepada pembantu untuk bersihkan kamar kita." Dalam hal itu si istri mesti mengalah dan berkata, "Baik untuk kamar, saya yang bersihkan tapi karena pada hari biasa saya pulang sudah capek, bagaimana kalau saya membersihkannya pada hari Sabtu saja atau pada hari libur saya." Dengan cara itu si suami bisa melihat bahwa istrinya juga berusaha untuk bisa bertemu di tengah dengan dia untuk mengakomodasikan keinginannya dan itu bisa menyelesaikan masalah.
GS : Jadi ada kesepakatan lebih dahulu diantara mereka, Pak Paul?
GS : Hanya kadang-kadang karena istri berkarier lalu menganggap pekerjaan di rumah itu sesuatu yang rendah.
PG : Ada yang seperti itu misalnya ada yang beranggapan ini buang waktu atau ini merendahkan martabat saya, sebab dia tidak pernah melakukannya dulu dan bagi dia ini suatu penderitaan bukannya uatu sukacita bisa menyenangkan hati si suami.
Jadi akhirnya dia menolak. Sekali lagi yang diperlukan adalah sebuah kerjasama contohnya adalah soal masak, saya tahu ada suami yang mengharapkan istrinya masak di rumah, walau pun ada masakan di rumah entah itu dimasak oleh orang lain atau "catering", dia tidak suka apalagi kalau dia tahu bahwa istrinya bisa masak. Kalau mungkin istrinya tidak bisa masak dia masih bisa mengerti tapi kalau dia tahu bahwa istrinya bisa masak, tapi dia tidak mau meluangkan waktu untuk memasak buat suaminya, dia bisa kaitkan ini dengan kasih sayang, "Kamu tidak sayang kepada saya makanya kamu tidak mau masak buat saya." Ada juga kasus seperti ini yaitu si istri susah masak di rumah dengan alasan tidak ada waktu, capek pulang kerja dan sebagainya namun kadang-kadang ketika keluarganya atau mamanya meminta tolong untuk dimasakkan maka dia akan memasakkan, dalam hal ini si suami bisa marah, "Kamu cepat kalau memasak untuk mamamu tapi kalau untuk aku tidak! Kapan kamu terakhir masak untuk aku tapi kalau untuk mamamu kamu selalu dahulukan dan sebagainya." Jadi inilah yang menjadi duri di dalam rumah tangga, saya kira kuncinya di sini adalah kerjasama, si istri bisa berkata "Saya mau memasakkan untuk kamu, memang untuk hari-hari biasa saya susah untuk memasakkan kamu karena saya sudah capek, bagaimana kalau hari Sabtu atau hari Minggu, saya pasti akan masak dan saya akan coba masak beberapa macam sehingga bisa didinginkan di lemari es dan nanti bisa dipanaskan. Setidak-tidaknya setengah dari makanan di rumah adalah masakan saya meskipun tidak selalu segar, saya akan masakan," atau fleksibel misalnya nanti sekali-kali sebelum pulang si istri bisa berkata kepada si suami, "Bisakah kamu mampir ke supermarket untuk membelikan beberapa jenis bahan makanan dan nanti setelah saya pulang saya akan langsung masak." Jadi sekali-kali berikan kejutan seperti itu kepada si suami agar si suami juga senang bahwa istrinya juga memikirkan dia. Maka tidak disuruh pun akhirnya si istri langsung sudah bisa memikirkan apa yang bisa dimasakkan untuk si suami secara kejutan.
GS : Memang agak peka dalam masalah makanan, Pak Paul, katakan si istri itu minta tolong orangtuanya untuk memasakkan bagi suaminya, ini juga bisa membuat suaminya marah-marah, Pak Paul.
PG : Betul, memang tidak seharusnya suaminya marah-marah karena tidak setiap kali hanya sekali-kali saja dan kita juga mesti ingat juga bahwa kenapa sampai si istri tidak sempat memasakkan makaan.
Kita mesti menyadari bahwa tidak semua perempuan itu karena dia perempuan kemudian suka masak, sama seperti kita pria karena kita pria maka kita suka main basket atau karena kita pria maka kita akan suka bermain sepak bola atau karena kita pria maka hobinya mereparasi mobil. Itu tidak! Karena pria juga berjenis-jenis dan perempuan juga berjenis-jenis apalagi sekarang perempuan tidak lagi dikondisikan untuk masuk ke dapur, mengurus rumah, karena sekarang semua sama-sama bersekolah seperti kita dan kita yang pria-pria. Mulai dari kecil sampai besar sekolah tidak terekspose dengan masak-memasak atau membersihkan rumah, kita akhirnya tidak terlalu berminat kesana. Jadi harus dimengerti hal seperti itu, namun di pihak lain istri juga harus mengerti bahwa inilah peran tradisional yang biasanya dikaitkan dengan wanita atau istri. Sehingga sebagian besar suami sebetulnya tetap mengharapkan istri yang bisa mengatur, kalau pun dia tidak bisa turun tangan langsung setidak-tidaknya dia yang mengupayakan pengaturannya, siapa yang membersihkan, sehingga waktu suaminya pulang ke rumah maka rumah itu telah beres, telah bersih.
GS : Kadang-kadang ada istri yang merasa tersinggung atau merasa tidak enak kalau si suami ikut-ikutan urusan dapur. Jadi misalnya membersihkan dapur lalu sedikit memasak, padahal tadi Pak Paul katakan orang punya bakat sendiri-sendiri, suami ini pintar masak dan senang masak tapi kalau istrinya itu dimasakkan maka istrinya marah-marah.
PG : Ada yang seperti itu. Memang sekali lagi ini adalah hal-hal kecil yang bisa menjadi duri, ada suami yang memang senang masak dan pandai masak misalkan dia tahu istrinya ingin membuktikan dri bahwa dia bisa masak, bisa menyenangkan hati suami jadi akhirnya si istri yang mencoba untuk memasak.
Tapi ada suami yang karena dia punya standart masakan tinggi dan bagus akhirnya dia kurang suka, akhirnya dia mulai memberikan komentar-komentar, memberikan masukan-masukan harusnya ini dan itu. Kalau menyampaikannya tidak dengan bijak sudah tentu akan menyinggung perasaan si istri, "Kamu bisanya hanya mencela saja." Ada baiknya kalau si suami masak bersama-sama dengan si istri dari pada mengambil alih, "Boleh tidak saya membantu kamu." Jadi sekali lagi menawarkan diri atau sekali-kali suaminya berkata, "Kamu tampak letih, mau atau boleh 'kan untuk masak nanti malam saya yang akan masak, kamu tidak perlu masak." Jadi sekali lagi dia tidak menyinggung-nyinggung kwalitas masakan si istri dan dia juga tidak membanggakan diri. Misalkan ada orang tua yang berkata di depan anak-anak, "Kamu lebih suka masakan papa atau mama." Hal-hal seperti itu memang harus dijaga. Misalkan mengundang tamu, jangan sampai berkata, "Ini masakan si suami dan ini masakan si istri" dan kebetulan si suami pintar masak, kemudian orang akhirnya berkata, "Suamimu masak lebih enak dari pada kamu," dan itu akan lebih menjatuhkan martabat si istri. Memang perlu kepekaan-kepekaan dalam hal itu dan di pihak lain istri juga jangan sungkan untuk menerima bantuan si suami, kalau memang suami suka dan rela untuk melakukan hal itu, kenapa tidak ? Ijinkanlah suami untuk bisa membantu si istri pula.
GS : Apakah ada alasan yang lain Pak Paul kenapa istri juga tidak mau mengurusi rumah ?
PG : Ini yang lebih berat, Pak Gunawan, yaitu ada istri yang tidak mau mengurusi rumah namun tidak suka pula bekerja di luar rumah. Singkat kata istri ini memang malas untuk melakukan semua itu keinginannya adalah senang tanpa harus berkeringat, memang ada orang yang seperti itu.
Dia menganggap dirinya seperti putri, seperti anak raja, biasa dimanja tidak pernah melakukan apa-apa. Jadi akhirnya tidak mau mengurus apa-apa. Begitu masuk ke dalam pernikahan dengan konsep, "Saya tidak perlu melakukan apa-apa dan itu semua harus diurus oleh orang lain." Kalau ini situasinya sudah tentu seyogianya sebelum menikah si suami sudah harus tahu kondisi si istri. Makanya betapa pentingnya pembicaraan seperti ini sebelum mereka menikah sehingga sudah jelas tuntutan masing-masing. Jika sudah menikah sudah tentu suami harus membicarakan pengharapannya, mungkin sebagai awal suami bisa menurunkan tuntutannya sehingga istri bisa melakukan hal yang sederhana, misalnya istrinya tidak terbiasa kerja dan sebagainya dia berkata kepada si istri "Bagaimana kalau ranjang kita saja yang kamu bereskan dan biarlah nanti bagian lain dari kamar saya yang akan bereskan." Jadi mintalah untuk si istri melakukan hal-hal kecil yang sangat sederhana dan waktu si istri melakukannya, si suami memujinya, membanggakannya sehingga si istri mulai mendapatkan kekuatan dari si suami dan dia makin senang, dia akan melakukan hal seperti itu. Jadi lama-lama dia akan labih terdorong bukan saja membereskan ranjang tapi nanti juga akan membereskan lemari dan sebagainya atau dia nanti akan meminta pembantu untuk mengurus ini dan itu. Semakin istri melakukan hal itu maka suami tidak boleh lupa harus terus mengkomunikasikan penghargaannya, "Saya senang kamu mencoba benar-benar dengan keras, saya mengerti latar belakangmu, kamu tidak terbiasa tapi kamu rela susah-susah melayani saya seperti ini." Makin dihargai sudah tentu si istri makin senang untuk melakukannya.
GS : Pak Paul, ada istri yang mengeluh karena pekerjaan rumah tangga itu menjemukan sehingga suatu saat dia berkata, "Saya ini sedang jenuh melakukan pekerjaan di rumah" entah itu memasak, entah itu membersihkan rumah atau cuci baju. Dan bagaimana sikap si suami, Pak Paul ?
PG : Maka yang pertama kalau si istri berkata seperti, si suami harus mengerti bahwa istrinya jenuh dan suaminya berkata, "Baiklah tidak apa-apa dan kamu istirahat saja dan saya akan minta pembntu untuk beli sesuatu dan sebagainya."
Jadi suami menawarkan diri untuk mengambil alih tapi cara lain juga yang baik adalah bagaimana pun juga perlu waktu untuk beristirahat jangan sampai menjadi istrinya tidak ada waktu untuk beristirahat. Jadi berikanlah hari-hari tertentu tidak perlu masak, katakan kepada istri, "Hari ini kamu tidak perlu masak, nanti kita bisa makan di luar atau nanti saya yang masak" jadi benar-benar ada spirit kerjasama di antara suami istri. Ada hal lain lagi yang juga kadang-kadang muncul yang bisa menimbulkan masalah yaitu kebalikannya, ada istri yang terlalu senang membersihkan rumah akhirnya rumah itu perlu dipoles sampai mengkilap, jadi benar-benar dari pagi sampai malam pekerjaannya adalah membersihkan rumah, sampai-sampai suami itu cukup sengsara tinggal dengan si istri karena tidak boleh kotor sedikit pun. Pulang kerja suami mengharapkan si istri bisa relaks, nonton televisi bersamanya namun itu tidak terjadi karena ada saja yang dikerjakan oleh si istri sampai jam 10 atau 11 malam, sudah lelah kemudian tidur. Si suami mengharapkan istri bisa bercengkerama dengan dia namun itu tidak bisa, dan waktu suaminya mengeluh, istrinya berkata, "Ini juga buat kamu supaya rumah ini menjadi bersih, kalau rumah bersih maka dilihatnya enak dan sebagainya. dan kamu juga harus mengerti saya karena saya juga sudah capek," akhirnya timbul konflik lagi. Jadi di sini dituntut kerjasama dan pengertian di antara suami dan istri.
GS : Ada orang yang memiliki sifat-sifat seperti itu, kalau kita mencegah dia membersihkan rumahnya, maka nanti akan timbul masalah lain, Pak Paul ?
PG : Dalam masalah itu saya kira suami bisa berkata kepada istri, "Begini saja kalau kamu rasa kamu harus membersihkan rumah itu tidak apa-apa, tapi bisakah kalau sudah jam 7 kamu harus berhenti. Jadi yang penting kamu disiplin diri kalau jam 7 malam kamu berhenti tidak lagi membersihkan rumah." Dan suami membantu si istri misalkan membersihkan dapur setelah makan, kemudian berhenti dan pekerjaan yang dilanjutkan besok pagi. Jadi minta kesediaan istri untuk menghentikan, jangan sampai dirinya sendiri itu obsessif, terus-menerus ada saja yang belum beres. Ada saja istri yang berkata, "Belum beres semuanya" dan memang tidak bisa beres, namanya juga rumah, namanya juga debu, namanya juga lingkungan selalu ada saja yang mengotori, apalagi kalau ada anak. Tapi si istri harus diyakinkan bahwa ini bukanlah pekerjaan yang bisa beres dan selamanya beres, kalau hari ini beres besok tidak beres lagi tetap sama. Jadi lebih baik dibatasi dan dalam hal ini istri harus menunjukkan pengertiannya, tidak bisa dia hanya menuntut suami untuk mengerti bahwa inilah kesukaannya membersihkan rumah dan dia tidak bisa tidur kalau rumah belum bersih. Itu akhirnya menjadi masalah buat si suami.
GS : Kesulitan istri yang bisa dibantu oleh suami adalah bagaimana mengatur waktu baik mengurus rumah, mengatur anak, termasuk memberikan perhatian kepada suaminya.
PG : Betul sekali. Memang ujung-ujungnya adalah suami tidak merasa diperhatikan. Memang si istri bisa berkata, "Seharusnya kamu mengerti," tapi bagaimana pun juga dia manusia biasa yang memerluan perhatian.
Kalau sudah punya anak sudah tentu suami harus mengerti bahwa istri tidak bisa berbuat banyak dan dia harus terima fakta itu. Tapi suami juga bisa membantu, misalkan anak-anak mengajari pelajaran anak-anaknya dan sebagainya sehingga istri juga merasa bahwa "Baiklah kamu tidak hanya menuntut tapi kamu juga rela menyingsingkan lengan baju menolong saya." Dan ini sudah tentu akan membuat pasangan, si istri akan lebih senang melihat suaminya bersedia turun tangan.
GS : Sebetulnya peran anak-anak kalau anak-anak sudah besar, bisa melibatkan anak-anak untuk ikut membantu menata rumah. Misalkan membersihkan mainannya sendiri atau merapikan mainannya sendiri, Pak Paul.
PG : Betul dan memang bisa dilakukan oleh si suami, suaminya bisa menyuruhnya untuk membereskan mainan. Jadi jangan sampai suami bersikap seperti bos dengan duduk dan kaki di atas meja di depantelevisi menyuruh-nyuruh istrinya, "Sudah berhenti, anak-anak berhenti dan sebagainya."
Si istri dalam hati pasti marah, "Kamu hanya bisa menyuruh, bersantai-santai begitu tolonglah membantu sedikit, anak-anak tolong diawasi pekerjaannya, suruh mereka mandi, sikat gigi supaya mereka bisa siap-siap tidur dan sebagainya, jadi jangan hanya terima beres saja." Memang penting bagi suami menunjukkan kerjasamanya.
GS : Pembagian tugas ini penting, baik di pihak suami maupun di pihak istri sehingga masing-masing tahu dimana tanggung jawabnya.
GS : Dan apakah ada ayat Firman Tuhan yang memberikan bimbingan kepada kita semua, Pak Paul ?
PG : Amsal 21:5 berkata, "Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan." Indah sekali Firman Tuhan ini, orang yang rajin mengundang hormat demikian pula istri yang rajin pastilah engundang hormat suami.
Relasi dibangun atas dasar rasa hormat dan ternyata rasa hormat keluar dari hal-hal sederhana seperti mengurus rumah tangga. Tuhan berjanji memberkati orang yang rajin dengan berlimpah, istri yang rajin akan menerima pujian dan kasih dari suami dan anak-anaknya.
GS : Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Istri Tidak Mau Mengurus Rumah." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.