Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, kami akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang lalu yaitu "Gejolak Pertumbuhan Remaja". Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita sudah memperbincangkan tentang gejolak pertumbuhan remaja ini dan Pak Paul membagi masa remaja itu dalam 3 tahapan. Tahapan yang pertama dan kedua kita sudah sempat membicarakan, namun supaya para pendengar kita mempunyai gambaran yang utuh, mungkin tidak sempat mendengar rekaman kita yang terdahulu, mungkin Pak Paul bisa membantunya dengan menguraikan apa yang sudah kita bicarakan pada beberapa waktu yang lalu.
PG : Masa remaja adalah masa di mana seseorang membentuk atau mulai membangun siapa dirinya atau jati dirinya. Sekurang-kurangnya ada 3 tahapan yang akan dilewati oleh seorang remaja, yang pertma tahapan sewaktu dia berusia sekitar 12-14 tahun.
Pada masa itu pergumulan remaja biasanya berkaitan dengan penerimaan akan dirinya secara fisik. Biasanya yang menjadi masalah adalah dia tidak menyukai bagian-bagian tubuhnya atau dia tidak bisa menerima dirinya apa adanya. Kegagalan untuk bisa menerima diri secara fisik atau kegagalan menyukai dirinya secara fisik bisa membuahkan kekurangpercayaan diri, justru dia itu tidak lagi berdamai dengan dirinya justru memusuhi dirinya kok tubuhku seperti ini, kok penampilanku seperti ini. Tahapan kedua usia sekitar 15-18 tahun, pada tahapan ini biasanya pergumulan remaja berkaitan dengan penerimaan teman-temannya. Jadi kalau tahap pertama tadi penerimaan diri terhadap diri sendiri yang didasari atas penampilan fisik, sekarang penerimaan teman-teman terhadap dirinya, apakah teman-temannya bisa menerimanya sebagai seseorang yang masuk dalam kelompok mereka. Nah biasanya ada hal-hal yang kelompok lakukan yang diharapkan anggota kelompok untuk berani melakukannya juga atau memenuhi kriteria tertentu yang sudah dianut oleh kelompok itu. Nah sekali lagi ini sering kali menjadi dilema buat kita sebagai orang tua, karena adakalanya kelompok anak akan memaksakan anak kita melakukan hal-hal yang kita tidak setujui. Nah, kita harus berhati-hati dengan respons kita sebagai orang tua, adakalanya kita terlalu terburu-buru memisahkan anak dari lingkungannya, sehingga anak itu tidak pernah benar-benar bergumul dengan tantangan yang ada di depannya atau ada anak yang justru kebalikannya terjun masuk ke dalam kelompoknya dan menanggalkan nilai-nilai yang telah dianutnya supaya teman-teman bisa menerimanya. Ini juga hal yang tidak sehat, jadi yang sehat adalah remaja berada di tengah-tengah ketegangan itu, di antara kubu yang saling tarik-menarik. Dari pergumulan inilah remaja akan bertumbuh menjadi seorang pribadi yang tangguh, kalau dia berhasil dia akan menjadi anak yang kuat. Anak yang kuat sering kali justru akan mendapatkan penerimaan dan respek dari teman-temannya, tapi anak-anak yang terseret arus yang tidak mempunyai ketangguhan dalam dirinya justru cenderung ditolak atau dipermainkan atau tidak dihargai oleh lingkungannya, nah inilah yang akan membuahkan kekurangpercayaan diri si anak remaja itu, ini yang akan dibawa masuk ke tahapan yang ketiga.
GS : Tahapan yang ketiga itu apa, Pak Paul?
PG : Saya memasukkan tahapan ketiga ini dalam usia 19 tahun hingga 20 atau 21 tahun, jadi memang ini sudah tumpang tindih dengan tahapan dewasa awal, sebab memang transisinya masuk ke tahapan dwasa awal.
Biasanya pergumulan remaja pada tahap ini berkisar pada kemampuan pribadinya membangun karier, jadi pertanyaan-pertanyaan yang akan menjadi pergumulannya adalah mampukah saya masuk ke sekolah tertentu, mampukah saya masuk ke jurusan yang saya inginkan. Atau kalau dia ingin bekerja, mampukah saya memulai pekerjaan saya, mampu atau tidak saya ini meniti karier, nah ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan pribadinya, ini yang tiba-tiba menjadi penting buat seseorang yang berusia sekitar 19-21 tahun.
GS : Nah, kita biasanya menyebut masa itu sudah masa pemuda Pak Paul, apa Pak Paul memang mengkategorikan ini masih di remaja?
PG : Ya, jadi saya akan mengkategorikan sampai usia sekitar 20 sebetulnya itu masih bisa kita panggil remaja atau sekaligus kita panggil dewasa awal. Memang tahapan yang sangat tumpang tindih.
GS : Saat-saat peralihannya itu Pak Paul ya? Tadi Pak Paul katakan mengenai sekolah, mengenai pekerjaan dan sebagainya apakah yang putri juga demikian?
PG : Saya kira demikian, jadi pada masa-masa usia sekitar 19, 20, 21 tahun sekolah bagi lingkungan tertentu sangat penting. Jadi akan ada banyak pertanyaan ya sewaktu orang bertemu dengan temanbaru: "sekolah di mana, atau sekolah apa, jurusan apa."
Nah bayangkan kalau seseorang, baik itu putra maupun putri tidak bisa menyebut kata-kata emas itu "o....saya kuliah atau saya sedang studi apa", nah itu membuat remaja sedikit banyak merasa terlempar keluar dari lingkungannya. Sebab sekali lagi ini berkaitan dengan kemampuan pribadinya dia bisa atau tidak masuk ke sana atau misalkan dia bekerja, ditanya bekerja apa. Kariernya meskipun pada tahap awal itu sudah mulai menjadi hal yang penting bagi dirinya maupun lingkungannya.
GS : Tapi kalau mengenai sekolah, pasti dia itu sangat tergantung pada kemampuan orang tuanya, kemampuan finansial orang tuanya untuk menyekolahkan dia pada sekolah yang menurut dia sangat penting buat dia.
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, jadi pada tahap ini ada 2 kata yang harus disimak baik-baik oleh para remaja yaitu kata kemampuan dan kesempatan. Tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama an tidak seorangpun mempunyai kesempatan yang sama.
Jadi kadang-kadang remaja itu mesti disadarkan, karena kalau tidak dia menganggap bahwa seyogyanya saya mempunyai kemampuan yang dimiliki oleh teman saya juga, padahalnya dia tidak memiliki kemampuan itu. Nah ini menjadi topik bahasan pada masa anak-anak berusia sekitar 18, SMA kelas III, mulai menentukan jurusan mau sekolah apa, mudah sekali remaja jatuh ke dalam kolam ikut-ikutan.
GS : Apakah itu karena dia memang sejak awal tidak pernah memikirkan atau karena apa Pak Paul, kok biasanya sampai ke kelas III pun ditanyakan mau ke mana? Sekalipun orang tuanya mampu menyekolahkan, si remaja ini masih tetap bingung Pak Paul?
PG : Ada beberapa penyebab, yang pertama adalah adakalanya remaja mempunyai kemampuan yang terlalu tersebar, banyak beragam, nah dia mungkin mengalami kebingungan mau memilih yang mana itu kasu pertama, tapi ini kasus yang lebih baik daripada kasus yang kedua yaitu dia tidak menyadari dia bisa apa, dia tidak tahu dia mampu di mana, sebab yang dia tahu semuanya dia tidak suka dan semuanya dia tidak bisa, nah itu yang paling payah.
Atau yang ketiga kasusnya adalah dia sebetulnya tahu dia bisa apa, tapi dia bisa itu bukan hal yang dia sukai, karena dia menganggap yang dia bisa itu hal yang tidak dihormati atau hal yang tidak begitu dihargai oleh masyarakat, atau yang dia bisa itu tidak bisa menghasilkan uang dengan cepat. Jadi bisa ada 3 kemungkinan ini yang membuat remaja akhirnya tiba-tiba menemui jalan buntu, dia tidak tahu mau sekolah apa, nah di sini pentingnya bimbingan. Nah, saya selalu pulangkan bimbingan adalah tanggungjawab pertama dari orang tua, bukan sekolah atau guru, tapi orang tua dari sejak anak masih jauh lebih kecil, orang tua sudah harus mulai memantulkan pada anak, "engkau bagus di sini, engkau kuat di sini." Sekali lagi orang tua perlu terlibat dan dekat dengan anak-anak, kalau tidak ya tidak mungkin orang tua bisa tahu anaknya itu kuat di mana. Nah, pantulan dari orang tua ini sedikit banyak menjadi sasaran, menjadi petunjuk buat si anak, "O... OK, saya kira-kira kuat di sini, nanti saya akan lebih perhatikan dalam bidang ini, saya memang bisa atau tidak, saya memang kuat atau tidak?" Nah dari misalnya SD, SMP, SMA dia sudah mulai menyempitkan minat dan kebisaannya itu.
GS : Ya, tapi kadang-kadang juga terkesan anak remaja ini kurang serius, kurang sungguh-sungguh, menggampangkan seolah-olah nanti saja kalau sudah kelas I, nanti kalau kelas III baru diputuskan. Sampai kelas III pun dia akhirnya tidak bisa menentukan, jadi menggampangkan semuanya.
PG : Ada yang memang begitu. Pada kasus-kasus seperti ini sekali lagi kita bisa menggunakan bantuan profesional misalkan pada masa SMA kelas II dia itu bisa mengikuti test bakat atau test karier. Di situ kita melihat kira-kira apa kemampuannya dan kita mulai mengarahkan, tapi yang terpenting adalah kita harus melihat juga apakah dia siap untuk menerima kemampuannya itu, apakah dia juga siap menerima keterbatasannya, ini yang sering kali menjadi pergumulan remaja. Ada remaja yang tidak bisa menerima bahwa dia terbatas dalam bidang ini dan dia mau masuk ke bidang yang dia terbatas itu. Bidang yang dia lebih bisa dia tidak mau, dia tidak hargai nah orang tua di sini berperan untuk menerima si anak. Sebab kadang kala orang tua, memang saya harus akui, mengeruhkan situasi karena orang tua juga mempunyai standar, mempunyai permintaan seharusnya anak saya masuk ke bidang ini, kok masuknya ke sini. Contoh yang paling gampang saja masuknya ke A1, A2, atau A3; nah orang tua inginkan anak-anak semuanya masuk ke A1 misalnya, aduh masuk ke A2 apalagi masuk ke A3 tidak dipandang, jadi orang tua yang memberikan tekanan tambahan. Jadi si anak tahu sebaiknya dari kecil, memang orang tua memberikan dorongan kepada anak-anak untuk belajar sebaik mungkin, bertanggung jawab atas tugas tapi tentang bidang jurusannya, orang tua akan berkata nanti kamu masuk ke mana kalau memang itu adalah yang Tuhan berikan kepada kamu, terima jadilah terbaik pada bidang itu. Sikap seperti itu menolong anak, jangan sampai dari kecil orang tua terlalu menjejali anak dengan filsafatnya kamu harus masuk sekolah ini, kamu harus menjadi ini, padahalnya anaknya tidak mempunyai kemampuan untuk itu.
GS : Adapula anak remaja yang selepas sekolah itu langsung memutuskan bekerja Pak Paul, jadi tidak lagi melanjutkan kuliah tapi bekerja, sebenarnya apa yang melatarbelakangi pikirannya?
PG : Bisa ada beberapa kemungkinan Pak Gunawan, yang lebih sehat adalah dia memang merasa dia belum siap untuk kuliah maka dia bekerja dulu, dia mengambil waktu setahun, dua tahun baru dia akanteruskan kuliah dan ini tidak salah.
Seperti mungkin saya pernah katakan sebelumnya di Amerika Serikat ada program, program tunda, jadi anak-anak itu sengaja menunda lulus SMA, jadi tidak lulus dulu, tapi sengaja dia untuk keluar dari sekolah mencari pengalaman setahun atau dua tahun baru kembali ke bangku SMA. Lulus SMA nanti baru meneruskan mau sekolah di mana.
GS : Ya tapi masalahnya biasanya kalau sudah bekerja dan dapat uang kemudian menjadi malas untuk sekolah lagi Pak.
PG : Bisa, jadi ada sebagian yang memang akhirnya tidak mau sekolah lagi, itu sebabnya kita orang tua sering kali berkata langsung saja sekolah. Tapi sekali lagi tidak semua anak siap untuk kulah pada usia 18 tahun, belum tentu, jadi kita juga harus siap kalau misalkan anak kita berkata: "Ma atau Pa, saya rasanya kok belum siap untuk kuliah sekarang".
Nah kita bisa menimbang-nimbang memang apakah dia mempunyai kemampuan untuk study seperti itu atau tidak. Intinya di sini adalah kalau remaja gagal berdamai dengan kemampuan dan keterbatasannya, ini akan membuat dia frustrasi. Frustrasi sekali sebab dia memaksakan harus begini, harus bisa itu dan sebagainya, nah saya khawatir ke sesuatu yang tidak realistis, akhirnya dia memaksakan untuk masuk ke bidang yang bukan kemampuannya atau sebaliknya dia akan kecewa, dia akan putus asa, dia akan kehilangan semangat juang sebab dia tidak bisa meraih impiannya itu, jadi ada dua ekstrim yang bisa menjadi perilaku kompensasi remaja.
GS : Setelah kita membahas mengenai fase-fase atau tahapan-tahapan yang seperti itu Pak Paul, tentu peran orang tua ini besar sekali, tadi berkali-kali Pak Paul sudah singgung, nah apa saran Pak Paul dalam hal ini?
PG : Pertama memang orang tua harus mengenal anaknya dengan baik, itu intinya; sehingga dia bisa melihat anaknya itu dengan tepat, kemampuannya apa, bisanya apa, kira-kira pengarahannya sepertiapa, nah itu didasari atas pengenalan yang baik terhadap anak.
Kedua orang tua mesti memiliki hubungan yang baik dengan anak, ini penting sekali sebab mustahil anak mendengar orang tua kalau hubungannya dengan orang tua tidak positif. Apapun yang orang tua akan lontarkan mêntal kembali tidak bisa masuk ke dalam diri si anak, jadi hubungan yang baik itu penting sekali. Hubungan yang baik juga adalah wadah di mana anak lebih berani untuk mengemukakan pergumulannya, ketidakbahagiaannya, ketertekanannya, penderitaannya nah siapa lagi kalau bukan orang tua yang paling cocok untuk dia bisa bagikan. Sebab orang tua adalah orang yang telah melewati masa remaja, sehingga mampu untuk memberikan masukan-masukan. Sayangnya saya harus akui saya pun kadang-kadang bisa terbawa emosi yaitu kita akhirnya tidak menempatkan diri di sisi dia, di sisi anak yang sedang bergumul. Kita akhirnya waktu berbicara dengan si remaja menempatkan diri di seberangnya bukan di sampingnya, di seberangnya sebagai orang yang sudah lewat, sudah sukses melewati masa itu. Dan kita seolah-olah menudingnya kenapa harus begini, kenapa kamu tidak bisa begini, tidak, kita mesti peka itulah keadaan dia sekarang dan dia sedang bergumul. Jadi sadarilah bahwa pada masa yang pertama anak remaja akan bergumul dengan penampilan fisiknya, jangan terburu-buru menimbun anak dengan ayat-ayat dari firman Tuhan: "Kamu 'kan ciptaan Tuhan kamu harus bersyukur, tubuh masih begini, begini," ya dia mengerti itu secara intelektual, secara rasional. Tapi kenyataannya itu mengganggu dia dalam hal diterima oleh temannya, dalam hal dia menerima dirinya terus juga pergumulan dia dengan teman-temannya. Sebaiknya orang tua memang tidak langsung memarahi si anak: "Kamu kok ikut-ikutan temanmu," sebaiknya lebih berempatilah dan berkata: "Saya mengerti kamu mengalami kesulitan, terjepit, kamu juga ingin melakukan yang teman-temanmu lakukan dan kalau kamu tidak ikut dengan mereka kamu akhirnya terlempar keluar dari pergaulan, itu susah buat kamu saya mengerti," tapi kita tekankan jangan sampai berdosa. Dan jangan mendekatkan diri kepada dosa sebab adakalanya memang teman belum berbuat dosa, anak kita belum berbuat dosa tapi tindakan-tindakannya itu sudah mengarah dan mendekatkan dia dengan dosa, kita akan berkata hati-hati jangan mendekatkan diri kepada dosa. Jadi sekali lagi hubungan yang baik membuka peluang terjadinya komunikasi antara orang tua dan anak. Dan yang ketiga adalah si anak juga mesti mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan, jadi bukan saja orang tua mengenal anak dengan baik, orang tua dekat dengan anak, tapi si anak perlu dekat dengan Tuhan, itu bekal yang sangat penting sekali, tanpa itu tidak bisa maju.
GS : Nah, ada orang tua yang suka menceritakan pengalaman masa lalunya semasa dia masih remaja, apakah itu bisa diterima di dalam nalar anak itu?
PG : Tergantung bagaimana kita menyampaikannya, kalau kita menyampaikannya dengan nada "Dulu Papa juga mengalami ini, tapi Papa begini". Anak-anak cenderung melihat papa hidup di zama apa, mama hidup di zaman apa, saya hidup di zaman apa sekarang.
Jadi anak-anak akan berkata: "Lain zamannya Pa!" Nah, itu memang betul. Jadi yang kita bagikan adalah bukan menekankan kita ini berhasil, kita bisa begitu, tidak! Kita tekankan bahwa: "Saya pun bergumul, jadi saya mau mengerti pergumulanmu, saya tidak bisa mengerti sepenuhnya, tapi saya mau mengerti pergumulanmu tolong beritahu papa, tolong beritahu mama, seperti apakah pergumulanmu."
GS : Kemudian kalau saran Pak Paul terhadap para remaja yang sedang bergejolak hidupnya ini apa Pak Paul?
PG : Yang pertama saya minta remaja berdamai Pak Gunawan, kalau sekarang saya berbicara dan kebetulan ada para remaja yang mendengarkan, saya minta kepada kamu, berdamai pertama dengan keterbatsan fisikmu, berdamai artinya terima fisikmu seperti itu memang terbatas tidak usah malu, tidak usah dilebih-lebihkan saya harus lebih begini, lebih begitu, tidak! Terima memang terbatas.
Memang kamu tidak setinggi temanmu, memang kamu tidak seramping temanmu, memang gigimu tidak serata temanmu dan sebagainya, akui memang kamu terbatas, tapi terima dirimu, berdamailah dengan dirimu. Yang kedua adalah saya akan minta kepada kamu remaja berdamai dengan keterbatasan teman, artinya ada teman yang akan menerima kamu, ada teman yang tidak akan menerima kamu, gara-gara kamu misalnya Minggu mau ke gereja kamu tidak bisa pergi dengan teman-teman, ada sebagian yang tidak menjadi temanmu dan terimalah itu tidak apa-apa. Karena kamu tidak mau berbohong dengan teman-temanmu sedangkan mereka mau berbohong, akan ada teman-teman yang tidak mau menjadi teman kamu dan saya mau berkata kepada kamu tidak apa-apa, berdamai dengan keterbatasan teman. Tidak semua menjadi teman kamu, betul tapi Tuhan akan sediakan sebagian untuk kamu. Dan yang ketiga saya akan katakan berdamailah dengan keterbatasan kemampuan dan kesempatanmu. Ya mungkin kamu tidak memiliki kemampuan yang dimiliki oleh orang yang kamu senangi atau kamu idamkan, mungkin kamu tidak mempunyai kesempatan bersekolah di sekolah yang lebih bagus karena mahal, mungkin itu yang menjadi masalahmu, tapi berdamailah bahwa memang itulah porsimu, memang itulah yang Tuhan berikan, kesempatan yang Tuhan bukakan sekarang ini ya hanya itu. Berdamailah jangan memarahi diri, jangan memarahi Tuhan, jangan memarahi orang tua atau memarahi orang lain. Jadi ini nasihat saya Pak Gunawan pada para remaja, yang pertama berdamailah.
GS : Di dalam hal berdamai ini Pak Paul, padahal dirinya sendiri sedang bergejolak bagaimana seharusnya dia sebagai anak remaja itu bisa mewujudkan damai itu, sedangkan di dalam dirinya sendiri sedang bergejolak?
PG : Yang saya akan berikan adalah yang kedua, yaitu saya akan bacakan dari firman Tuhan yang telah saya bacakan pada acara yang sebelumnya yaitu Mazmur 139:16, "MataMu meliha selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk sebelum ada satupun dari padanya."
Yakinlah, ini nasihat saya, Tuhan tidak membuat kesalahan. Memang remaja itu mungkin merasa aduh ini kesalahan, saya kok dilahirkan di keluarga yang misalnya tidak mempunyai mobil, yang harus naik kendaraan umum atau saya kok IQ-nya 100, teman saya 135 aduh kesalahan ini. Atau teman saya kok pintar main basket, saya tidak bisa-bisa main basket, larinya cepat saya kok larinya lambat dan sebagainya. Sekali lagi yakinlah Tuhan tidak membuat kesalahan, kalau itu yang Tuhan ciptakan itu berarti memang maksud Tuhan menciptakan itu, jadi Tuhan tidak membuat kesalahan dengan diri seorang remaja.
GS : Bagaimana dengan iman anak itu sendiri Pak Paul?
PG : Saya akan meminta para remaja untuk mempercayakan masa depannya kepada Tuhan, ini sebagai nasihat yang terakhir. "Orang-orang yang percaya kepada Tuhan adalah seperti gunung Sion yangtidak goyang, yang tetap untuk selama-lamanya," ini firman Tuhan di Mazmur 125:1.
Saya meminta kepada remaja untuk mempercayakan masa depanmu kepada Tuhan, pada masa remaja, pada awal-awal usia 20 tahun, 21 tahun kita mulai memikirkan masa depan kadang-kadang membingungkan nanti mau menjadi apa, kok saya hanya bisanya seperti ini, serahkan kepada Tuhan. Dia sudah berkata: "Serahkan segala kekhawatiranmu kepadaKu, maka Aku akan memelihara kamu." Tuhan juga berkata, burung pipit di udara Dia pelihara apalagi kita manusia, Tuhan akan memelihara kita. Dan tadi firman Tuhan sudah berkata, orang yang percaya kepada Tuhan adalah seperti gunung Sion yang tidak goyang, yang tetap untuk selama-lamanya. Semakin bingung, semakin meragukan Tuhan, semakinlah kita menjadi seperti pohon yang ditiup angin, tapi semakin kita mantap mempercayakan masa depan kepada Tuhan, kita seperti gunung, gunung Sion yang tidak akan goyang.
GS : Demikian juga dengan kebingungan remaja terhadap pasangan hidupnya Pak Paul, sering kali memasuki usia-usia remaja akhir mereka itu sudah mulai memikirkan tentang teman hidup dan itu sering kali membingungkan juga Pak Paul?
PG : Apalagi yang merasa ada keterbatasan secara fisik Pak Gunawan, saya kok tidak didatangi teman pria saya atau kalau dia pria dia datang ke teman wanita ditolak atau diterima. Jangan takut, uhan menyediakan, Tuhanlah yang menjaga masa depan kita.
GS : Jadi terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan ini, dengan demikian kita sudah merampungkan pembicaraan tentang gejolak yang ada dalam diri remaja ini dalam dua bagian dan saya berharap para pendengar bisa mengikuti perbincangan ini dengan baik.
Saudara-saudara pendengar baru saja Anda mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Gejolak Pertumbuhan Remaja" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.