Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang " Dicari Pria yang Setia", kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, judul perbincangan ini sangat menarik seperti iklan atau seperti orang yang lagi dicari atau wanted. Tetapi sebenarnya apa yang Pak Paul mau sampaikan atau yang akan kita perbincangkan?
PG : Topik ini keluar dari keprihatinan saya. Saya melihat terlalu banyak melihat figur pria yang negatif sedangkan kita ini sedang mempersiapkan generasi berikutnya. Apa yang akan dilihat oleh generasi berikut ini? Apakah kita telah menjadi figur-figur yang positif buat mereka, kita telah menjadi inspirasi bagi mereka? Apakah kebalikannya justru kita menjadi pengaruh buruk pada mereka?
GS : Yang dimaksud dengan pria ini apakah pria yang sudah dewasa Pak Paul?
PG : Betul, maksud saya adalah pria-pria yang sudah dewasa.
GS : Pengamatan Pak Paul sejauh mana Pak Paul lakukan terhadap lingkungan itu?
PG : Mungkin yang pertama saya ini terpengaruh oleh kasus-kasus yang saya tangani. Terlalu banyak yang saya lihat dalam konseling saya, kasus di mana masalah muncul karena ayah-ayah yang tidak elakukan tugasnya dengan baik.
Pria-pria atau suami-suami yang tidak melakukan kewajibannya dengan baik. Dan telah membawa korban yang besar baik terhadap istri mereka maupun terhadap anak mereka. Dan cukup banyak di antara anak-anak ini yang sampai dewasa harus menanggung akibat perbuatan ayah-ayah mereka.
WL : Citra negatif yang seperti apa yang Pak Paul maksudkan?
PG : Misalkan yang umum adalah tidak setia, itu salah satu yang cukup sering saya lihat atau kasar, marah, semena-mena, seenaknya, atau mau menang sendiri, susah sekali untuk mengalah dan pokokya kehendaknya yang harus dituruti.
Yang cukup sering juga saya lihat adalah mementingkan diri dan tidak memikirkan orang.
GS : Ya, itu 'kan merupakan ciri-ciri egoisme seseorang?
GS : Pak Paul, apakah itu bukan terbawa sejak masa muda sebelum dia menikah atau sebelum dia menjadi dewasa?
PG : Bisa jadi. Jadi ada sebagian pria dibesarkan dalam keluarga yang memang buruk, jadi mereka melihat figur ayah mereka seperti itu, kepada ibunya kepada mereka. Tapi malangnya adalah mereka ukannya belajar untuk tidak menjadi seperti ayah mereka malah mereka akhirnya mengikuti jejak ayah mereka.
Mereka menjadi orang-orang yang menjajah keluarganya. Benar-benar memakai istri untuk mencapai kehendak atau keinginannya. Menindas anak kalau anak mulai menyuarakan pendapatnya. Dan juga penyebab yang kedua adalah pria sangat-sangat rapuh dalam hal harga diri, gengsi, egonya. Tidak boleh ego atau harga dirinya tersentuh kalau tersentuh menjadi marah, tersinggung, dan menggunakan cara yang kasar untuk menunjukkan bahwa dia tetap yang berkuasa. Jadi saya kira ada faktor ego yang tidak bisa disentuh. Dan faktor ketiga adalah konsep bahwa pria itu sebagai kepala keluarga. Malangnya konsep Alkitab yang begini indah ditafsir dan dipahami secara keliru oleh para pria ini. Kepala keluarga berarti seperti raja di mana kehendaknya harus dituruti, kata-katanya ibarat titah yang harus dipatuhi oleh semuanya. Dia tidak mengerti bahwa yang Tuhan maksud dengan kepala adalah kepala yang sangat mengasihi anggota tubuhnya. Tuhan Yesus adalah kepala sedangkan kita jemaat adalah anggota tubuhnya. Dia mengorbankan hidupnya bagi kita. Itulah konsep kepala yang sebetulnya termaktub dalam konsep kepala keluarga di Alkitab. Tapi kebanyakan pria tidak mengerti, anggapannya kepala adalah seperti bos dan orang-orang di rumah harus mengikuti kehendaknya.
GS : Ya, apakah ada citra negatif yang lain Pak Paul?
PG : Yang lain lagi misalkan kejam. Sebagian pria bisa sangat kejam sekali, itu yang saya perhatikan. Bisa menyiksa anak-anaknya, menyiksa istrinya tanpa rasa belas kasihan sama sekali, ada jug yang penipu, tidak jujur, tidak bisa dipegang perkataannya karena tidak ada keterbukaan.
Yang lainnya adalah berkedok kebaikan untuk mencapai maksudnya. Kalau ada maksud tertentu bisa ke gereja, bisa sopan, bisa santun, tapi untuk maksud tertentu itu saja. Yang lainnya lagi yang saya kira cukup umum yaitu tidak rohani, maka di gereja saya lihat banyak wanita daripada pria. Pria tidak begitu tertarik dengan Tuhan atau hal-hal rohani. Yang lainnya yaitu tidak bisa menguasai diri kalau mau marah langsung meledak, hajar, pecahkan barang, tonjok, dan sebagainya. Dan yang satu ini mudah jatuh ke dalam pencobaan. Jadi pria sebetulnya diidentikkan dengan kelemahan bukan dengan kekuatan. Kekuatan pria diidentikkan dengan kekasaran, kekejaman, dan ketidakmampuannya dia menguasai diri sehingga jatuh terus-menerus ke dalam pencobaan, itu justru menambahkan label kelemahan pada pria. Inilah contoh atau citra yang beredar di sekeliling kita dan anak-anak kita harus menyaksikan model-model atau citra-citra yang negatif seperti ini.
WL : Pak Paul, dengan kriteria yang tadi Pak Paul sebutkan, saya teringat pada beberapa pengalaman "ganjil" yang saya temukan. Ada beberapa pria yang berbeda sekali waktu di rumah dengan di luar rumah atau di kantor. Ada yang di rumah memang sangat kasar terhadap istri dan anak. Tetapi di luar rumah bisa sangat baik, sangat sopan sekali. Dan saya juga pernah menemukan kalau di kantor sangat galak, dia adalah salah satu guru saya waktu saya kecil, galak sekali terhadap semua murid-murid. Tetapi saya pernah diberi tahu oleh salah seorang teman saya yang mengatakan: "Jangan salah lho, bapak ini kalau sama istrinya dia sangat baik sekali, lembut sekali. Coba sekali-sekali kamu lihat kalau dia sedang bersama istrinya berbeda sekali dengan waktu kalau di kelas." Nah itu bagaimana ya Pak kok penampakannya bisa kontras seperti itu?
PG : Kalau untuk yang kedua jawaban saya adalah kemungkinan memang si bapak guru itu melihat diharuskanlah dia berwibawa dan berwibawa di hadapan murid diidentikkan dengan galak, sehingga anak-nak takut kepadanya.
Tapi sebetulnya dia bukan orang yang keras atau kasar. Dia menggunakan perilaku galak hanya untuk melancarkan kewajibannya sebagai guru. Yang pertama yang tadi Ibu Wulan munculkan adalah mengapa ada pria yang baik kepada orang, sabar kepada orang, tetapi terhadap keluarga sendiri galak sekali. Sebagai contoh lain yang kadang-kadang yang saya temukan kepada orang lain royal sekali, berani keluarkan uang kalau sama keluarga sendiri pelit sekali. Setiap sen dihitung jadi anak-anak tidak bisa beli ini tidak bisa membeli itu. Istri juga tidak bisa membeli apa-apa. Benar-benar uang itu dipegang dengan erat. Mengapa begitu, saya menduga karena dia perlu menampilkan citra sebagai pria yang baik, yang patut dihormati dan bagi dia royal di luar adalah untuk kepentingannya. Ini memang masuk citra yang tadi saya sebut yaitu mementingkan diri sendiri. Begitu dia di rumah diri aslinya yang keluar dan diri aslinya memang adalah super pelit.
GS : Kalau begitu sebenarnya apa yang Tuhan harapkan dari kita sebagai pria-pria Kristen khususnya menghadapi kenyataan yang seperti itu Pak Paul?
PG : Ada beberapa yang ingin saya bagikan. Yang pertama adalah saya kira pria Kristen haruslah pria yang rohani. Artinya mengutamakan Tuhan di dalam hidupnya dan takut akan Tuhan. Saya kira inikualitas yang makin hari makin langka, banyak pria yang tidak lagi mengutamakan Tuhan tapi mengutamakan dirinya sendiri dan terlalu banyak pria yang tidak takut akan Tuhan.
Tidak ada yang dia takuti lagi sehingga dia menjadi Tuhan dalam hidupnya. Ini yang berbahaya. Jadi rohani berarti mengutamakan Tuhan dan takut akan Tuhan. Sebagai contoh di Alkitab ada seorang anak Tuhan yang seperti itu namanya adalah Yusuf. Yusuf masih usia belia digoda, diminta untuk berhubungan seksual dengan nyonya majikannya. Tapi dia menolak dan alasannya dia menolak adalah sangat indah, sangat rohani. Yaitu dia berkata: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah." Ini dicatat dalam
Kejadian 39:9. Sejak usia belia Yusuf tahu Tuhan mengawasinya. Dan dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan, dengan kata lain dia takut akan Tuhan. Dan dia mengutamakan Tuhan kalau dia hanya mementingkan dirinya dia akan mau menuruti keinginan majikannya, bukankah itu adalah keuntungan baginya. Tapi dia takut Tuhan dan dia mau mengutamakan Tuhan dan tidak mengutamakan kepentingan dirinya. Saya kira Pak Gunawan dan Ibu Wulan kita perlu melihat lebih banyak pria-pria yang rohani yang seperti Yusuf, mengutamakan Tuhan dan takut akan Tuhan.
GS : Langkah apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang pria, apakah cukup hanya dengan sering ke gereja atau terlibat dalam pelayanan atau hal apa yang lain Pak Paul?
PG : Saya kira yang penting nomor satu dia harus mengenal Tuhan. Tidak bisa hanya mengenal Tuhan berdasarkan kotbah yang didengarnya saja, dia harus bergaul secara langsung kepada Tuhan. Artiny dia membaca firman Tuhan, dia merenungkannya, dan di dalam kehidupannya dia mencoba melakukannya.
Tidak dilihat orang, mungkin tidak akan dipandang oleh orang, tidak ada yang bisa tahu dia melakukan apa, tapi di dalam kesendiriannya dia melakukan firman Tuhan itu. Ketaatan-ketaatan yang kecil itu akan melahirkan ketaatan-ketaatan yang besar. Mengutamakan Tuhan dalam hal kecil akhirnya membuat dia bisa mengutamakan Tuhan dalam hal besar. Takut akan Tuhan dalam hal kecil akhirnya membuat dia takut akan Tuhan dalam hal-hal yang besar.
GS : Sebenarnya apa Pak Paul yang membuat seseorang pria itu kebanyakan kurang tertarik dengan hal-hal yang rohani?
PG : Kebanyakan memang bagi pria, pembicaraan rohani itu tidak praktis. Nah, di sini saya kira tanggung jawab kita sebagai pelayan-pelayan Tuhan untuk menerjemahkan berita-berita Tuhan secara paktis.
Karena pria menginginkan sesuatu yang ada kaitan langsung dengan kehidupan, dengan kenyataan di lapangan. Kalau kita membicarakan sesuatu yang terlalu idealistik, tidak bersentuhan dengan tanah, nah bagi mereka ini tidak ada artinya, ini omong kosong. Jadi tugas kitalah sebagai pelayan Tuhan untuk menerjemahkan firman Tuhan keping demi keping, langkah demi langkah, sehingga si pria tahu bahwa ini sesuatu yang bisa dilakukannya.
WL : Pak Paul, tadi kriteria yang Pak Paul jelaskan dibedakan antara yang negatif dengan yang Kristiani. Apakah itu berarti kalau yang negatif melekat pada orang-orang yang bukan Kristen karena dalam realita sebenarnya kita juga melihat bahwa orang Kristen itu banyak yang semena-mena juga terhadap istrinya, yang kasar, yang tidak setia begitu Pak Paul?
PG : Saya setuju sekali Bu Wulan. Jadi citra negatif itu bisa dilabelkan juga pada sesama orang Kristen. Karena mereka bisa memanggil diri Kristen tetapi belum tentu takut akan Tuhan, belum tenu mengutamakan Tuhan.
WL : Lahir baru ya Pak Paul?
PG : Belum tentu lahir baru. Jadi memang yang penting adalah bukan label bukan pengakuan tapi perbuatannya itu.
GS : Ya, apakah ada hal yang lain Pak Paul?
PG : Yang lain adalah rendah hati. Tadi kita sudah membicarakan tentang ego, gengsi, ciri-ciri yang melekat pada pria, dan sebagainya. Pria yang dicari dewasa ini adalah pria yang rendah hati. rtinya bersedia mengakui dan belajar dari kesalahan, bersedia meminta maaf.
Mengapa? Sebab terlalu banyak saya mendengar dan melihat dan saya yakin Pak Gunawan dan Ibu Wulan juga sering menyaksikan betapa pria itu susah mengakui kesalahan. Susah berkata memang telah saya lakukan kesalahan ini. Cenderungnya pria kalau berbuat kesalahan adalah berdalih. Kemudian melemparkan tanggung jawab kepada orang lain dan kalau bisa dia akan putar balikkan sehingga dia jadi tidak salah, orang lain menjadi salah. Nah itu yang seringnya terjadi. Dan kalau minta maaf sulit sekali, lidah itu seolah-olah kaku kalau harus minta maaf. Mari kita belajar dari hamba Tuhan bernama Daud, Raja Daud seorang yang sangat populer, seorang yang sangat berkuasa tetapi dia jatuh ke dalam dosa. Dia berzinah dengan Batsyeba. Akhirnya Tuhan mengirim nabinya nabi Natan untuk menegurnya. Dan setelah Tuhan menegurnya apa yang Daud katakan. Tidak ada dalih, tidak ada rasionalisasi, tidak ada berkelit, Daud langsung berkata: "Aku sudah berdosa kepada Tuhan." Ini dicatat di
2 samuel 12:13. Langsung setelah Natan memberitahukan inilah dosamu. Kaulah orangnya. Daud hanya berkata aku sudah berdosa kepada Tuhan. Saya kira kita mau melihat lebih banyak pria seperti ini. Pria yang bisa mengaku salah, bisa berkata saya mau belajar dari kesalahan saya dan tidak mencari kambing hitam, dan berani mengakui dan minta maaf kepada orang yang telah disalahinya.
GS : Tapi ini sangat terkait dengan yang pertama tadi yang Pak Paul katakan kerohanian seseorang itu penting. Nah di dalam hal ini kalau dia memang tingkat kerohaniannya kita katakan memang belum mencapai taraf tertentu untuk rendah hati 'kan sangat sulit Pak Paul?
PG : Bisa jadi begitu. Jadi orang yang lebih rohani seharusnya memang lebih rendah hati Pak Gunawan. Namun saya juga harus akui begini ada orang-orang yang memang berhati besar. Jadi dia lebih erani mengaku salah.
Dia mungkin tidak begitu peka dengan hal-hal rohani. Tapi memang dia berhati besar. Nah ini kita perlu keseimbangan rohani tetapi juga berhati besar sehingga berani mengaku kalau dia salah.
WL : Pak Paul ada pengaruh atau tidak dari lingkungan atau budaya kita maksudnya tidak Indonesia saja. Memang setiap anak laki dari kecil sudah dibentuk dengan konsep bahwa citra anak laki itu harus macho, harus jantan. Sedangkan kalau rendah hati identik dengan lemah. Jadi memang anak laki-laki kebanyakan memang tumbuh seperti itu ya Pak Paul. Susah sekali untuk bisa rendah hati.
PG : Betul, jadi ada pengaruh dari budaya dan tuntutan bahwa pria itu sebagai pemimpin. Sebagai pemimpin dia harus memimpin yang benar. Kalau dia berbuat kesalahn terus-menerus dia akan malu jua dan kehilangan wibawanya.
Jadi memang saya kira semuanya itu terkait. Yang berikutnya yang saya ingin bagikan adalah peduli dengan orang lain. Artinya tidak mementingkan diri sendiri melainkan mementingkan kepentingan orang. Nah ini kita perlu mempunyai karakteristik seperti ini. Saya masih ingat sekali, Musa berdoa kepada Tuhan untuk umat Israel yang tengah memberontak Tuhan. Tuhan siap menghukum orang Israel tapi inilah doa Musa. Ampunilah kiranya kesalahan bangsa ini sesuai dengan kebesaran kasih setiamu. Seperti engkau telah mengampuni bangsa ini mulai dari Mesir sampai kemari
Bilangan 14:19. Kalau Musa hanya memikirkan dirinya sendiri dia akan berkata silakan Tuhan jatuhkan api dari surga musnahkan orang-orang Israel ini. Karena mereka sangat tegar tengkuk tidak mau belajar, tidak mau bertobat. Nah itulah yang mungkin sekali Musa lakukan. Tapi tidak dilakukan Musa. Dia justru berdoa setiap saat. Meminta Tuhan mengampuni orang Israel. Nah kita perlu pria yang seperti ini. Pria yang tidak mementingkan dirinya, pria yang tidak memikirkan kepentingan istrinya, anak-anaknya, dan orang di sekitarnya.
GS : Ya memang banyak juga pria yang mempunyai kepedulian terhadap orang lain tapi itu yang dipedulikan adalah orang-orang yang bisa menguntungkan dia sebenarnya Pak Paul.
PG : Seringkali itu terjadi. Betul.
GS : Sehingga dia bisa peduli dengan orang lain tapi tidak peduli dengan keluarganya sendiri.
GS : Bagaimana dengan sikap sehari-hari Pak Paul?
PG : Yang lainnya adalah lembut. Ini penting sekali. Pria lembut artinya tidak menyalahgunakan kekuatan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Pria lembut artinya pria yang bisa menguasai emsinya.
Saya masih ingat kisah Daud. Dia berkesempatan membunuh Saul raja yang sedang mengejarnya dan ingin membunuhnya. Tapi apa yang Daud katakan kepada perwiranya sewaktu mereka berkesempatan membunuh Daud. Dijauhkanlah kiranya Tuhan daripadaku untuk melakukan hal demikian kepada tuanku kepada orang yang diurapi Tuhan. Kita melihat sikap lembut dari Daud. Sikap yang tidak menyalahgunakan kesempatan atau kekuatan untuk mendapatkan yang diinginkannya. Terlalu banyak pria yang sekarang ini menggunakan kekuatan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dengan kekasarannya, dengan kemarahannya dia bisa mengancam orang sehingga dia bisa memperoleh yang diinginkannya. Tidak. Kita tidak mau pria yang seperti itu. Kita mau melihat pria yang lembut yang berani berkata jangan. Jangan kita takut akan Tuhan. Biarkan nanti Tuhan yang akan berikan kepada kita apa yang kita perlukan. Dan jangan gunakan kekuatan atau kekasaran kita itu.
GS : Ya, sebenarnya kita bisa belajar banyak kelemahlembutan ini dari Tuhan Yesus juga Pak Paul ya?
GS : Sikapnya terhadap anak-anak, terhadap wanita, dan sebagainya.
GS : Ya, tetapi apakah itu tidak menimbulkan bahwa dia disebut sebagai orang yang penakut Pak Paul?
PG : Sama sekali tidak mmang kadang-kadang lembut dikaitkan dengan kelemahan seperti banci, feminin. Pria ini takut sekali dengan label-label seperti itu. Tidak justru kemampuan dia untuk bisa enguasai emosinya maka dia bisa menekan kekuatannya.
Ini menunjukkan kekuatan yang lebih besar lagi. Maka kita juga membutuhkan pria yang berani artinya pria yang berprinsip dan rela membayar harga untuk keyakinannya. Saya masih ingat cerita Mordekhai di kitab Ester dia di bawah tekanan untuk menjilat seorang perdana menteri yang bernama Haman tapi dia tidak melakukan perbuatan itu. Di Alkitab di
Ester 5:9 "Pada hari itu keluarlah Haman dengan hati riang dan gembira, tetapi ketika Haman melihat Mordekhai di pintu gerbang istana raja, ia tidak bangkit, tidak bergerak menghormati dia, maka sangat panaslah hati Haman kepada Mordekhai." Kita mesti belajar dari Mordekhai berani, ada prinsip, dan berani membayar harga untuk keyakinannya. Nah saya kira terlalu banyak pria yang sekarang tidak punya prinsip, tidak berani bayar harga untuk keyakinannya. Ikut arus ambil jalan aman, tidak ya. Kita mau memberikan contoh positif kepada anak cucu kita.
GS : Saya justru teringat akan Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego itu yang berani menyatakan sikapnya Pak Paul.
GS : Pak Paul, perbincangan ini tadi kita beri judul dicari pria yang setia. Kesetiaan ini apa menjadi ciri juga?
PG : Sangat. Ini adalah ciri yang memang utama, artinya setia kepada Tuhan dan keluarganya. Nah ini kita mau mencari pria yang setia seperti ini. Dikatakan di Alkitab tentang Ayub, setiap kali pabila hari-hari pesta telah berlalu Ayub memanggil mereka anak-anaknya, menguduskan mereka.
Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Ayub lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian sebab pikirnya mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati. Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa. Kita butuh pria yang setia kepada Tuhan dan keluarganya. Tidak berdosa dan mendoakan keluarganya dan menguduskan keluarganya.
GS : Ya memang banyak kita jumpai sekarang ini pria yang meninggalkan keluarganya Pak Paul?
PG : Tepat sekali, tidak setia lagi. Terlalu banyak dan inilah yang saya kira menakutkan saya. Apa yang akan diingat oleh anak cucu kita. Contoh seperti apakah yang kita berikan kepada mereka. an kalau kita sudah begini buruk bayangkan apa yang akan terjadi pada mereka.
Mereka mungkin sekali akan lebih buruk daripada kita.
GS : Tapi memang biasanya mereka selalu menemukan alasan untuk menjadi tidak setia.
PG : Ya, sebab memang kecenderungannya agak ke sana untuk pria seperti ini. Maka harus saya tekankan harus pertama-tama setia kepada Tuhan. Karena dia setia kepada Tuhan dia tidak tega melukai strinya.
Masa untuk kesenangan dia sendiri dia rela melihat istrinya menangis, tidak ya. Karena dia setia kepada Tuhan dia rela untuk mengorbankan kepentingannya. Supaya istrinyapun bahagia, anak-anaknya pun bahagia dia tidak hidup hanya untuk dirinya sendiri saja.
WL : Pak Paul, saya pernah mendengar ada gerakan di Amerika namanya promise keepers kalau tidak salah. Laki-laki yang benar-benar bertobat, diperbaharui, dan keluarganya juga diperbaharui, benar-benar mempengaruhi lingkungan secara besar-besaran. Menurut pendapat Pak Paul bagaimana kalau misalnya kita "coba-coba" seperti itu di negara kita.
PG : Sebetulnya sudah ada beberapa kali saya mendengar ada KKR atau confrens atau retreat khusus pria dan tujuannya sama seperti promise keepers. Mau mengajak pria kembali kepada Tuhan. Setia kpada Tuhan Yesus dan setia kepada keluarganya.
Saya kira itu ide yang baik. Sudah waktunya pria-pria ini kembali kepada Tuhan.
GS : Ya, mengambil keputusan itu mungkin bisa dilakukan di dalam saat itu Pak Paul tetapi untuk memelihara janji, itu yang sulit sebagai seorang pria.
PG : Betul, maka sebaiknyalah pria yang rohani yang memang takut akan Tuhan bergaul dengan pria yang rohani dan takut akan Tuhan. Sehingga saling mengingatkan, menjaga. Kalau tidak memang kita udah sekali lupa dan terbawa arus kembali.
GS : Ya, ada satu ide memang di dalam kelompok yang kecil itu di mana yang satu secara tegas bisa mengingatkan kalau temannya atau anggota persekutuannya itu mulai meninggalkan Tuhan.
GS : Jadi memang apa yang dicari laki-laki atau pria yang setia sebenarnya ada di dalam diri kita sendiri Pak Paul. Hanya kita harus menjadi pria yang setia baik kepada Tuhan dan juga kepada keluarga. Terima kasih banyak Pak Paul untuk perbincangan kali ini juga Ibu Wulan. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Dicari Pria yang Setia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.