Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Bertahan dalam Penderitaan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, penderitaan memang bagian dari kehidupan kita. Tetapi kalau terlalu lama mengalami penderitaan, siapapun rasanya orang itu tidak tahan, Pak Paul. Lebih dari itu kita tidak tahu apa yang harus diperbuat pada saat-saat mengalami penderitaan yang berkepanjangan itu. Itu bagaimana, Pak Paul?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Saya teringat beberapa waktu yang lalu saya bercakap-cakap dengan seorang teman yang telah lama menderita sakit. Dari sudut pandang manusia ia tahu bahwa ia tidak akan sembuh dan perawatan yang diterimanya hanyalah untuk memerpanjang usianya. Dia mengatakan dia sudah capek menderita dan bertanya mengapa Tuhan tidak memanggilnya pulang saja. Dalam tugas saya sebagai seorang konselor, saya pun kerap bertemu dengan orang yang telah lama menderita dalam kehidupan. Secara rohani kita dapat berkata bahwa pastilah ada jalan keluar untuk setiap permasalahan namun pada kenyataannya tidaklah selalu demikian. Kadang kita harus bertahan dalam penderitaan tanpa dapat melihat sinar di ujung terowong yang gelap. Pertanyaannya adalah apakah yang dapat kita perbuat bila kita berada di tempat yang seperti itu?
GS : Iya. Kalau kita hanya menunggu, sampai kapan? Itu pertanyaannya. Kalau dia menyadari bahwa ini hanya memerpanjang usia, dia pun menganggap ini sia-sia saja, bukankah lebih cepat saya meninggal itu lebih baik. Tapi kenyataannya tidak seperti itu, Pak Paul.
PG : Kita tidak mengerti ya. Ada waktu-waktu seolah Tuhan menahan kita di dalam penderitaan. Kita tidak dibebaskan dari penderitaan dan penderitaan itu tidak dipercepat sehingga bisa cepat berlalu. Ini memang misteri yang tidak selalu bisa kita jawab, kita tidak selalu mengerti rencana Tuhan di balik itu semua.
GS : Mungkin kalau orang itu koma atau tidak sadarkan diri, buat orang itu sendiri tidak apa-apa, tetapi buat orang-orang yang mendampinginya juga jadi masalah dan menimbulkan penderitaan yang lain, Pak Paul.
PG : Betul. Sebab memang kalau orang menderita untuk waktu yang lama apalagi kalau dia menderita sakit, tidak bisa tidak itu akan memengaruhi seluruh keluarga. Bukan saja dirinya tetapi akan memengaruhi, misalkan keuangan keluarga, akan ada yang harus habis-habisan mengeluarkan uang. Tidak jarang setelah menghabiskan uang sebegitu besarnya akhirnya orang tersebut meninggal dunia. Jadi, kita ini tidak mau berkata bahwa kita memunyai jawaban terhadap misteri-misteri kehidupan seperti itu. Tapi ya kita mau angkat topik ini sebab kita tahu bahwa penderitaan adalah bagian kehidupan kita dan kita mau belajar dari firman Tuhan apa yang bisa kita petik untuk kita waktu kita menghadapinya.
GS : Jadi, apa yang bisa kita kerjakan, Pak Paul?
PG : Hal pertama yang mesti kita perbuat adalah MEYAKINI BAHWA APA YANG TENGAH TERJADI DALAM HIDUP KITA ADALAH BAGIAN DARI RENCANA ALLAH, BUKAN DI LUAR DARI RENCANA ALLAH. Singkat kata kita tidak berkata bahwa apa yang terjadi tidak seharusnya terjadi. Sebaliknya kita berkata bahwa apa yang terjadi memang seharusnya terjadi untuk menggenapi rencana Allah walau kita tidak tahu apa rencana Allah itu. Memang tidak mudah kita mengatakan ini, Pak Gunawan. Sebab kita cenderung mengaitkan kebahagiaan dengan kehendak Tuhan dan mengaitkan penderitaan dengan bukan kehendak Tuhan atau bahkan dosa atau ketidaktaatan padahal belum tentu demikian. Jadi, begitu kita menderita, kita sering berpikir negatif, wah ini bukan kehendak Tuhan saya mengalami penderitaan ini, jadi penderitaan ini di luar kehendak Tuhan. Atau kita berkata pastilah kita berdosa atau pastilah saya kurang taat sehingga Tuhan mengirimkan penderitaan ini kepada kita. Belum tentu demikian. Jika kita tahu bahwa kita telah berusaha hidup dalam kehendak Tuhan namun sekarang mesti mengalami penderitaan, kita dapat menyimpulkan bahwa penderitaan ini berada dalam kehendak Tuhan. Kita tidak tahu tujuannya dan mungkin sampai kita meninggalkan dunia ini tetap tidak tahu. Namun kita mesti tetap meyakini bahwa Allah memunyai maksud dan entah mengapa maksud Allah kali ini harus melibatkan penderitaan.
GS : Iya. Pengertian kita, Allah itu tidak mungkin merencanakan yang buruk terhadap diri kita, Pak Paul. Sedangkan yang kita alami sekarang ini dalam penderitaan itu kita anggap buruk dalam kehidupan kita?
PG : Betul. Kebanyakan kita memang beranggapan karena Tuhan baik maka Tuhan tidak akan mengijinkan yang tidak baik menimpa hidup kita. Ini konsep yang memang sebetulnya tidak tepat. Karena kalau kita membaca Alkitab kita akan menemukan cukup banyak kasus dimana anak-anak Tuhan yang hidup dalam kehendak Tuhan justru menerima kiriman penderitaan. Contoh klasik yang kita sering dengar adalah tentang Ayub. Dia hidup benar di hadapan Tuhan tapi toh Tuhan mengijinkan penderitaan yang sebegitu besarnya menimpa hidupnya. Contoh lain misalkan adalah Yusuf. Dia juga anak yang baik, hidup dalam Tuhan, tapi harus menderita begitu hebatnya gara-gara perlakuan kakak-kakaknya. Jadi, kita melihat contoh-contoh manusia seperti itu belum lagi kalau kita melihat contoh Yesus, Putra Allah yang juga harus menderita padahal Dia tidak melakukan satu kesalahan pun. Jadi, kita tidak bisa mengaitkan kebahagiaan dengan kehendak Tuhan dan penderitaan dengan bukan kehendak Tuhan. Sebab adakalanya penderitaan adalah bagian dari kehendak Tuhan. Allah yang baik kadang membiarkan hal yang tidak baik seperti penderitaan menimpa anak-anak-Nya karena ada maksud Tuhan yang tidak kita tahu apa itu yang harus melibatkan penderitaan itu. Waktu Tuhan Yesus menderita kita bisa berkata sekarang dengan jelas bahwa Dia menderita karena penderitaan-Nya itu adalah bagian dari rencana Allah untuk menebus dosa manusia. Tapi kita memang tidak selalu tahu dengan jelas kenapa kita menderita. Jadi, waktu kita menderita, terpenting adalah kita tidak meragukan kehendak Allah di dalam hidup kita.
GS : Kadang-kadang itu bukan terkait langsung dengan diri kita, Pak Paul. Tapi lewat penderitaan itu ada yang dipakai oleh Tuhan untuk mengakrabkan anggota keluarga yang lain di dalam menolong orang yang sakit itu.
PG : Betul. Adakalanya sesuatu yang baik terjadi semasa kita hidup atau semasa kita menderita dan kita bisa melihatnya. Tapi kadang kita tidak bisa melihatnya bahkan setelah kita meninggal. Saya berikan sebuah contoh yang nyata, Pak Gunawan. Di usia tuanya Pdt. Billy Graham menderita penyakit Parkinson dan Hydrocephalus, yaitu adanya cairan di dalam kepalanya yang mengharuskannya menjalani bedah di kepala secara berkala untuk mengeluarkan cairan itu. Sewaktu diwawancarai oleh Larry King beberapa tahun lalu di televisi, ia mendapat pertanyaan: Mengapakah Tuhan membiarkan kamu, hamba-Nya yang setia, menderita penyakit berat seperti ini? Nah, Billy Graham menjawab bahwa ia percaya Tuhan memunyai maksud tertentu membiarkannya terkena penyakit yang berat. Dia tidak mengeluh kepada Tuhan mengapa setelah melayani Tuhan dengan setia ia harus menderita penyakit berat di hari tuanya. Dia menerima dan ia meyakini bahwa ia dan penderitaannya berada di dalam rencana Allah.
GS : Iya. Ini salah satu contoh yang betul-betul nyata ya. Pasti ada contoh-contoh lain yang bisa kita lihat di dalam kehidupan sehari-hari ini kalau kita jujur bahwa mereka ini menyadari sekali bahwa penderitaannya ini berada di dalam rencana Allah. Selain itu apalagi yang bisa kita lakukan, Pak Paul?
PG : Hal kedua yang mesti kita lakukan adalah HIDUP HARI LEPAS HARI BUKAN MINGGU DEMI MINGGU APALAGI BULAN DEMI BULAN. Maksud saya, kita tidak dapat berpikir terlalu jauh. Kita harus memfokuskan perhatian kita pada hari ini. Kita merencanakan kegiatan kita untuk sehari ini saja. Kita memfokuskan pada penderitaan kita hari ini saja. Kita memfokuskan kekuatan kita untuk hari ini saja. Dan kita berdoa memohon penyertaan Tuhan untuk hari ini saja. Nah, mungkin kita bertanya kenapa kita tidak boleh pikir terlalu jauh, kenapa hanya lihat hari ini? Sebab berpikir terlalu jauh membuat kita makin galau karena kita menumpukkan penderitaan hari esok di atas penderitaan hari ini. Maka firman Tuhan di Matius 6:34 mengingatkan, "Sebab itu jangan kamu kuatir akan hari besok karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Jadi, kalau kita menguatirkan, misalkan apa yang akan terjadi enam hari di muka berarti kita ini menumpukkan kesusahan enam hari plus kesusahan hari ini, berarti tujuh hari kesusahan untuk hari ini saja. Bukankah Tuhan meminta kita dalam kesusahan, dalam penderitaan, fokus saja satu hari lepas satu hari.
GS : Iya. Tetapi orang sering mengatakan, "Saya memikirkan untuk keluarga yang akan saya tinggalkan, anak-anak yang masih kecil-kecil, istri saya rasanya juga belum siap untuk melanjutkan pekerjaan saya." Nah, dia memikirkan bagaimana orang lain kalau nanti dia meninggal.
PG : Memang tidak salah ya kita memikirkan hari depan apa yang paling baik untuk keluarga kita, Pak Gunawan. Tidak salah. Tapi poinnya adalah kita siapkan, kita siapkan sebaik-baiknya. Tapi setelah itu kita serahkan. Jadi, kita mesti ingat dua kata itu dalam hidup kita, Pak Gunawan. Kita SIAPKAN dan kita SERAHKAN. Jadi, jangan hanya siapkan, siapkan, siapkan, siapkan, seolah-olah tidak ada Tuhan dan semua tergantung pada kita. Tidak. Kita siapkan setelah itu kita serahkan karena kita percaya ada Tuhan. Kalaupun kita tidak ada nanti, Tuhan akan tetap bisa memelihara keluarga kita.
GS : Hal lain yang seringkali menjadi beban orang yang menderita ini adalah biaya, Pak Paul. Dia mengatakan kalau saya terlalu lama (sakit) harta saya bisa habis, lalu apa yang saya tinggalkan buat anak dan istri saya.
PG : Ya. Tidak bisa tidak kita akan pikir hal itu ya karena kita tidak mau anak cucu kita atau keluarga kita melarat gara-gara kita. Itu betul. Tapi sekali lagi kita hanya bisa menyiapkan sejauh itu. Kita tidak bisa menyiapkan melampaui kemampuan kita untuk menyiapkan. Setelah itu ya kita serahkan. Memang kecenderungan kita ini bukan hanya memikirkan penderitaan hari ini tetapi juga memikirkan penderitaan hari esok. Ini yang mesti kita cegah. Selain dari menambahkan beban, berpikir terlalu jauh mengalihkan perhatian kita akan hal baik yang terjadi pada hari ini. Tidak jarang di tengah penderitaan Tuhan melakukan sesuatu yang indah yang tak terduga. Nah, bila kita terus memikirkan penderitaan hari esok, besar kemungkinan kita luput melihat perbuatan baik Tuhan hari ini. Padahal perbuatan Tuhan bertujuan mengurangi penderitaan kita hari ini. Ya karena mata kita itu sudah terlalu tertuju pada kesusahan di hari esok. Hari ini Tuhan melakukan sesuatu yang sebetulnya baik, misalnya hari ini kita tidak terlalu merasakan sakit, akhirnya kita luput melihat itu, luput bersyukur pada Tuhan, karena hanya memikirkan penderitaan hari esok, walaupun hari ini sebetulnya penderitaannya sudah berkurang. Itu sebab Tuhan meminta kita melihat penderitaan hari ini jangan lihat penderitaan hari esok.
GS : Biasanya untuk hal-hal yang negatif kita lebih tertarik untuk memerhatikan daripada hal baik yang mungkin Tuhan berikan kepada kita. Selain dua hal tadi, apakah ada hal lain yang dapat kita perbuat?
PG : Hal ketiga yang harus kita lakukan adalah BERTERIMA KASIH KEPADA ORANG YANG TUHAN UTUS UNTUK MENOLONG KITA. Adakalanya kita merasa sungkan menyusahkan orang di sekitar kita gara-gara penderitaan yang kita alami. Ingatlah perasaan bersalah atau sungkan tidak mengubah apapun malah kalau tidak berhati-hati perasaan bersalah atau sungkan menyusahkan orang justru benar-benar menyusahkan orang. Sebaliknya apabila kita mengekspresikan terima kasih kita kepada orang yang telah menolong kita, ia malah merasa dihargai. Memang ya capek tapi ucapan terima kasih akan meringankan beban yang kita embankan kepadanya. Jadi, harus kita akui bergantung pada orang pada masa penderitaan bukan hal yang menyenangkan, Pak Gunawan. Kita pun mesti mengakui bahwa besar kemungkinan orang yang kita gantungi sedikit banyak terganggu oleh penderitaan kita atau terbebani oleh penderitaan kita. walaupun dia melakukannya secara ikhlas tetap dia akan merasa terbebani. Hal ini tidak dapat dicegah. Jadi, satu-satunya tindakan yang dapat kita lakukan adalah berterima kasih kepadanya atas pengorbanan yang ia berikan. Ucapan terima kasih menandakan bahwa kita melihat dan menghargai perbuatannya itu.
GS : Ucapan terima kasih ini seringkali ditujukan kepada mereka yang bukan keluarga. Padahal keluarga yang setiap hari berada di sekelilingnya itu jarang sekali memeroleh ucapan terima kasih dari kita. Kita jarang memberikan apresiasi kepada mereka.
PG : Mungkin kita bisa merasa sungkan, tidak enak bicara, atau terasa canggung bicara begitu pada keluarga kita atau mungkin juga gengsi bicara begitu pada keluarga kita, atau yang lebih buruk adalah kita itu berkata, "Memang kewajibanmulah merawat saya." Saya kira ini hal yang perlu kita ubah. Sebaiknya kita ucapkanlah sesering mungkin kepada keluarga yang menolong kita, "Terima kasih. Saya tahu saya telah merepotkanmu. Tapi kamu begitu memerhatikan saya. Terima kasih." Nah, ucapan terima kasih - terima kasih itu akan lebih memberi dia kekuatan untuk terus memberikan pertolongannya kepada kita. Sebaliknya kalau kita itu tidak mau bicara, sungkan atau memang gengsi atau apalah, makin membuat orang yang merawat kita itu tambah terbebani. Sebab ya dia capek tapi kok seolah-olah pengorbanannya tidak dilihat dan kita seolah-olah tidak mengakui bahwa dia telah berkorban sebegitu besarnya bagi kita. Akhirnya mungkin dia tetap lakukan tapi dia lakukan itu lebih dengan perasaan terpaksa. Biasanya kita ya bisa melihat oh kamu melakukannya dengan terpaksa, akhirnya kita marah, kita tidak suka. Kita berkata kamu kok tidak ikhlas menolong saya, tapi kita lupa kita juga tidak berterima kasih kepada dia. Jadi, sekali lagi saya tekankan berterima kasihlah kepada orang yang terus menolong kita.
GS : Ya. Tapi kadang-kadang orang dalam penderitaan apalagi yang sakit ada kecenderungan manja, Pak Paul. Untuk minta diperhatikan, minta dirawat lebih daripada biasanya. Biasanya dia bisa lakukan sendiri, dia tidak lakukan, menunggu orang lain membantu dia. Bagaimana sikap seperti ini, Pak Paul?
PG : Penting sekali kita menyoroti hal ini, Pak Gunawan. Sebab adakalanya orang yang menolong kita itu melihat bahwa sebetulnya kita tidak sesakit itu tapi karena manja akhirnya membuat diri kita seolah-olah sesakit itu supaya mendapatkan perhatian. Ini tidak begitu sehat sebab akhirnya orang yang menolong kita itu berkata waktu kita sedang kesakitan, "Wah kamu memang sedang mengada-ada untuk mencari perhatian saja." Akhirnya dia tidak begitu memerhatikan kita karena beranggapan kita mengada-ada. Nah, mungkin kita pernah mengada-ada. Mungkin kita hanya pernah manja-manja. Pernah ya. Tapi mungkin sekali saat ini kita benar-benar kesakitan. Tapi karena kita pernah mengada-ada atau bermanja-manja, akhirnya orang di rumah tidak terlalu menggubris. Maka pada waktu kita sedang dalam penderitaan atau sedang dalam kesakitan atau apa, ya kita memang jelas. Kalau sedang sakit ya bilang sakit, sedang tidak ya tidak, sedang tidak menderita ya bilang tidak terlalu menderita. Sehingga orang yang merawat kita tahu pasti kapan kita sungguh-sungguh menderita dan kapan tidak.
GS : Ya itu tadi, Pak Paul, karena dia merasa sakit tidak berkesudahan, dia merasa bosan dengan kehidupan ini lalu dia melampiaskannya dengan cara itu, minta diperhatikan lebih daripada yang seharusnya.
PG : Betul, adakalanya begitu. Dan adakalanya dalam kita ini meminta pertolongan, kita bersikap seenaknya, Pak Gunawan. Misalnya kita mau manja, mau perhatiannya, akhirnya bersikap seenaknya. Nah, kita selalu mesti berusaha menyesuaikan diri dengan jadwal dan kesanggupan orang yang menolong kita, bukan sebaliknya ya, bukan memaksanya untuk menyesuaikan jadwalnya demi kita. Juga dalam meminta pertolongannya kita pun berusaha menunjukkan perhatian kita kepadanya. Jangan sampai kita membuatnya merasa seperti mesin yang berfungsi untuk menolong kita saja. Jadi, ingatlah bahwa ia pun manusia yang memunyai hidup. Jadi, bertanyalah tentang keadaan dan kebutuhannya. Tanyakanlah tentang pergumulannya dan berjanjilah berdoa bagi dia. Dengan cara ini orang yang menolong kita juga merasa bahwa kita memerlakukannya sebagai manusia bukan sebagai mesin atau sebagai perawat atau pembantu yang hanya merawatnya begitu saja tanpa ada perasaan di balik itu. Sering-seringlah kita berbicara, sering-seringlah kita bertanya kepadanya dan berdoa baginya juga. Dan tadi yang saya sudah angkat juga, jangan sampai kita seenaknya. Adakalanya pokoknya kita sedang menderita, kita minta dia menolong kita dan dia harus penuhi, kita tidak menyadari bahwa orang punya keluarga juga mungkin. Jadi kita harus bertanya apakah waktu ini baik, kalau tidak baik ya tidak apa-apa. Selalu harus bertanya seperti itu.
GS : Sebaliknya bagi orang yang menolong ketika pasien mengucapkan terima kasihnya, apa sebenarnya yang bisa kita lakukan? Seringkali orang berkata, "Begitu saja berterima kasih. Tidak usah berterima kasih." Jadi, bagaimana?
PG : Tetap perkataan terima kasih itu baik dan dibutuhkan. Karena bagaimanapun ya orang senang untuk dilihat bahwa pengorbanannya atau pengorbanannya itu dilihat oleh orang yang kita tolong itu. Kita bisa melihat ini di rumah sakit, Pak Gunawan. Kalau kita bersedia sering-sering berkata terima kasih kepada perawat kita, mereka itu akan lebih senang merawat atau menolong kita dibanding dengan kita yang tidak bilang apa-apa. Sudah tentu kalau kita malah memarah-marahi perawat, kemungkinan dia tidak suka datang ke kamar kita dan menolong kita. Sekali lagi perkataan terima kasih menunjukkan bahwa kita melihat apa yang diperbuatnya dan kita menghargainya. Dan ini pasti akan membuat dia lebih bersemangat menolong kita.
GS : Iya. Kalau di rumah sakit itu seringkali orang merasa saya sudah bayar kok disini jadi memang kewajibanmu untuk merawat saya dengan baik. Dianggapnya itu sudah menjadi hak dia, Pak Paul.
PG : Itu yang memang kadang-kadang orang pikir ya. Tapi sebetulnya ya kita juga tahu ada orang yang melakukan tugasnya sebagai tugas tapi ada orang yang melakukan tugasnya sebagai panggilan sebagai wujud perhatiannya kepada kita. Betapa berbahagianya kita jikalau orang menolong atau merawat kita bukan karena tugas tapi karena wujud perhatiannya kepada kita. Itulah yang mau kita coba untuk terus pelihara hubungan dengan orang yang menolong kita.
GS : Memang penderitaan ini bukan hanya karena sakit penyakit ya. Bisa juga kita mengalami bencana alam atau yang lainnya, konsep ini tetap berlaku ya.
PG : Betul, Pak Gunawan. Jangan sampai orang nanti berpikir atau melihat kita kalau perlu baru baik, kalau perlu baru minta tolong, kalau tidak perlu kita tidak peduli padanya. Jadi, jagalah relasi baik dengan orang yang pernah menolong kita itu.
GS : Sehubungan dengan pembicaraan kita ini, apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Mazmur 55:23 mengingatkan, "Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan maka Ia akan memelihara engkau. Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." Tuhan tidak menjanjikan kalau kita hidup benar kita tidak akan pernah goyah. Tidak lho. Kadang badai hidup begitu keras, kita goyah. Kadang penderitaan begitu berat, kita goyah. Tapi dia berjanji tidak untuk selama-lamanya dibiarkannya orang benar itu goyah. Dia akan menolong.
GS : Ya. Tetapi memang menyerahkan kekuatiran ini bukan sesuatu yang mudah. Mungkin bagi orang yang mengalami penderitaan itu akan mengatakan lebih mudah menyerahkan hartanya daripada menyerahkan kekuatirannya. Ini yang sulit, Pak Paul.
PG : Betul. Kita manusia, tidak bisa tidak akan terus memikirkan penderitaan kita dan itu akan membuat kita kuatir. Jadi, serahkan kuatir bukannya sekali serahkan selama-lamanya sudah pasti beres, tidak ya. Setiap hari kita mesti kembali menyerahkannya kepada Tuhan. Setiap hari.
GS : Karena setiap hari pun pasti muncul kekuatiran itu ya?
PG : Betul.
GS : Terima kasih untuk perbincangan ini, Pak Paul. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bertahan dalam Penderitaan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.