Ada orang yang beranggapan bahwa kitab Pengkhotbah bukanlah ditulis oleh Salomo, putra Raja Daud. Alasannya adalah, jika penulisnya Salomo berarti ia mengkontradiksi dirinya sendiri sebab dalam kitab Amsalia justru menampilkan sikap positif terhadap hidup, berbeda dengan nada keputusasaan yang dirasakan dalam kitab Pengkhotbah. Di sini akan dipaparkan fakta kehidupan dan bagaimanakah seharusnya kita menyikapinya.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Belajar dari Pengkhotbah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya bisa mengerti kalau orang mempunyai perasaan seperti itu terhadap kitab Pengkhotbah, apalagi jika disandingkan dengan kitab Amsal. Yang sebelumnya kitab Amsal seolah-olah penuh denganharapan, semangat, optimisme tapi penulis ini yang adalah Salomo berubahnya 180 derajat dari orang yang penuh pengharapan, optimis menjadi pesimis seolah-olah putus asa dalam kitab Pengkhotbah.
Maka ada sebagian orang yang berkata bahwa kitab Pengkhotbah bukan ditulis oleh Raja Salomo, itu salah. Sebetulnya kita tahu bahwa ini adalah buah karangannya makanya dia berkata di awal kitab itu ia adalah putra Daud. Apa yang terjadi? Kita bisa simpulkan kitab Amsal ditulis oleh Salomo muda sedangkan kitab Pengkhotbah ditulis oleh Salomo yang tua, diusia tuanya Salomo akhirnya menemukan bahwa hidup tidaklah seindah dan sebermakna yang dia bayangkan. Dia dulu berpikir dengan menemukan hikmat demi hikmat maka dia akan menjumpai dan mengalami sebuah hidup yang sangat bermakna, sudah tentu dengan adanya hikmat kita akan lebih dapat menjalani hidup dengan baik, dengan takut akan Tuhan sebagai permulaan hikmat kita pun juga akan menjalani hidup yang menyenangkan hati Tuhan. Tapi akhirnya Salomo di hari tuanya berpapasan dengan realitas kehidupan, bahwa ternyata hidup itu tidaklah sebermakna dan seindah yang dia dulu pikirkan. Bahwa pada akhirnya dia melihat begitu terbatasnya, dan yang terpenting ialah begitu tidak sempurnanya hidup. Dan inilah yang memang terjadi dalam hidup, Pak Gunawan, sejak manusia membawa masuk dosa ke dalam kehidupan ini maka hidup menjadi jauh dari sempurna. Segala sesuatu yang kita agungkan tentang hidup ini yang membawa kebahagiaan dalam hidup kita, pada akhirnya kita baru sadari, kenapa tidak seindah yang saya dulu pikirkan.PG : Betul sekali. Jadi Paulus membandingkan semua yang telah diperolehnya dengan sekarang yang diperolehnya dari Tuhan yaitu keselamatan, kesempatan boleh mengenal Tuhan Yesus menjadi anakNya,menikmati persekutuan dengan Tuhan.
Ternyata bagi Paulus hal itu jauh lebih bermakna dari pada apa pun yang pernah dicicipnya dari dunia ini atau dari hidup ini.PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi seolah-olah ini yang kita mesti terima sebagai fakta kehidupan yaitu pada waktu kita lahir, kita datang tidak membawa apa-apa kemudian kita mulai memiliki msalkan kita memiliki baju, mainan kemudian kita memiliki ilmu lewat sekolah, kita memiliki teman kemudian kita memiliki sahabat dan dari sahabat kita memiliki istri atau suami dan kita juga memiliki kesehatan, kita makin sehat dan makin sehat.
Sewaktu kecil lebih sering sakit tapi setelah remaja makin sehat dan makin sehat dan kalau kita menjadi anak Tuhan, kita nanti akan diberikan kepercayaan untuk melayani Tuhan terlibat dalam pelayanan, memiliki kesempatan melayani Tuhan. Semua itu adalah hal-hal yang makin hari makin kita miliki, tapi fakta berikut yang kita mesti sadari adalah sampai titik tertentu sebetulnya kita akan mulai berhenti memiliki, kita tidak akan menambah yang kita miliki itu. Justru sebaliknya kita mulai akan kehilangan yang kita miliki itu dengan misalkan bertambahnya usia mencapai paro-baya. Misalkan kita akan melepaskan anak, tidak lagi bersama kita. Kadang mereka membentuk keluarga sendiri dan terus perlahan-lahan karena kita juga makin terbatas, kita tidak lagi memiliki kesempatan sebanyak dulu untuk pergi kesana-kesini, melakukan ini dan itu, kita juga tidak lagi mempunyai kesempatan pelayanan yang sebebas dulu pula. Kita akhirnya makin sakit-sakitan, kita akhirnya juga kehilangan kebebasan karena sakit-sakitan itu. Dan sampai usia tertentu, kalau bukan kita maka pasangan kita dulu dipanggil Tuhan. Berarti kita akan kehilangan belahan hidup kita, kita akan sendirian dalam melewati fase itu dan dalam tubuh itu, kita sangat-sangat tidak terima lagi. Jadi di puncak kita sendiri; tidak ada pasangan, di saat itu jugalah kita berada di titik terbawah dalam kondisi kesehatan kita. Jadi kesendirian dan kesakitan itu akhirnya menjadi porsi hidup kita diakhir hidup ini.PG : Betul sekali. Saya belum lama ini berbicara dengan seseorang yang memang diberkati Tuhan secara materi, dia berkata "Dulu waktu saya kecil (Memang dulu hidupnya susah) saya susah makan karna memang tidak punya uang, sekarang saya tetap susah makan karena sudah sakit-sakitan."
Uang ada, bisa beli tapi tetap susah makan. Itulah ironinya hidup dan itulah ketidak sempurnaan hidup, Pak Gunawan. Jadi pada usia-usia lanjut, kesehatan kita menurun. Uang mungkin masih ada tapi dengan uang itu kita tidak lagi bisa menikmati hidup, kita tidak bisa lagi memiliki yang sebetulnya kita miliki.PG : Betul sekali, pada akhirnya kita juga menerima fakta bahwa kesukacitaan atau kebahagiaan kita yang terkait yang disumbangsihkan oleh kepunyaan-kepunyaan kita itu baik ilmu, baik teman, bai istri atau suami, baik kedudukan dan sebagainya.
Waktu mulai diambil pergi dari diri kita, tidak bisa tidak kebahagiaan pun akan mulai merosot. Waktu anak-anak meninggalkan rumah dan kita tinggal berdua, sudah tentu kita tidak seperti sewaktu ada anak-anak. Waktu nanti kita sering sakit-sakitan; kita juga tidak akan sebahagia waktu kita masih sehat; waktu nanti kita kehilangan pasangan, kita tidak akan sebahagia waktu kita masih bisa berduaan dengan pasangan. jadi kita harus menerima fakta bahwa sampai titik tertentu kita tidak akan bisa lagi mencicipi kebahagiaan seperti sediakala dan kita harus mulai melepaskan, kita harus menerima fakta bahwa yang membuat kita bahagia makin hari makin sedikit dan makin kurang.PG : Kenangan memang bisa menguatkan kita, menghargai apa yang telah kita terima dari Tuhan, masa-masa yang memang penuh dengan moment yang manis itu tapi disaat yang sama kita juga akan merasasedih.
Jadi kenangan itu seperti pedang bermata dua, ada dua efeknya. Efek senang, efek bersyukur tapi efek sedih kenapa tidak lagi mempunyainya, kenapa tidak bisa lagi mencicipinya, kenapa tidak bisa lagi melakukannya bersama-sama dengan orang-orang yang kita kasihi ini. Jadi itulah efek kenangan yang bermata dua.PG : Kita memang seharusnya seperti Salomo, menerima fakta itu, menerima fakta bahwa misalnya kita tidak bisa lagi sebahagia dulu karena hal-hal yang membawa sukacita dalam hidup kita semakin hri semakin lepas dari genggaman kita.
Itu sebabnya kebahagiaan kita akan makin berkurang, jadi jangan lagi berharap atau menuntut hidup harus seperti dulu, harus sebahagia dulu dan mau menciptakan hal-hal dalam hidup supaya tetap seramai dulu, tidak! Memang ada, mungkin hal-hal yang harus kita lakukan misalkan tentang kesehatan, kita bisa menjaga kesehatan tubuh dengan berolah raga sehingga kita bisa memperpanjang usia hidup yang berkwalitas itu. Tapi ada hal lain yang tidak bisa, misalnya anak harus pergi karena menikah, maka kita tidak bisa memaksa anak untuk tetap tinggal dengan kita sampai tua. Atau ada sesuatu yang seharusnya kita bagikan dan kita berikan kepada anak kita yang lain yang lebih membutuhkan, jangan kita malah menggenggamnya erat-erat karena kita berkata, "Ini yang membuat kita bahagia, kita tidak mau lepaskan sama sekali," atau bahkan dalam pelayanan juga, ada orang yang tidak bisa melepaskan genggaman pelayanannya dan harus tetap melakukan karena inilah yang membuat dia sukacita, tidak mau digantikan orang malah menggantikan orang lain, itu salah! Kita harus terima, kita harus lepaskan dan kita harus menerima kebahagiaan kita yang akan berkurang dan menerima itu sebagai fakta yang kita harus lewati.PG : Betul sekali, karena akhirnya kita akan memaksa untuk kita berubah, kehidupan kita harus berubah, diri kita harus berubah dan kita memang tidak selalu siap menerima diri kita untuk selalu erubah.
PG : Betul sekali Pak Gunawan. Sudah tentu yang nanti kita akan ambil untuk menggantikan yang terhilang itu, bukanlah hal-hal yang seperti itu lagi karena kita sudah harus melepaskan. Jadi apa ang kita harus lakukan? Kita mesti melihat hal yang lebih sederhana, yang nantinya lebih membuat kita bersyukur bahwa kita masih bisa melakukan ini dan kita masih bisa itu.
Jadi kita lebih menyederhanakan hidup setahap demi setahap, misalkan kita sekarang sering sakit misalnya rematik. Waktu kita bisa berjalan di pagi hari, itu yang kita fokuskan dan kita syukuri, kita berkata "Tuhan terima kasih pagi ini saya masih bisa berjalan, kaki saya enak." Meskipun setelah siang apalagi pada malam hari rasanya sakit, linu-linu dan lain-lain. Misalkan kita dulu memiliki pelayanan yang luas tapi sekarang hanya yang sederhana dan sedikit yang kita masih bisa kerjakan, itulah yang kita syukuri. Kita masih bisa melakukan hal ini meskipun sederhana atau kita masih bisa menulis artikel kecil-kecil yang kita bisa kirimkan dan bisa dibaca orang, itu yang kita syukuri. Meskipun sekarang kita tidak bisa lagi berdiri di depan orang dan didengarkan oleh orang, tidak apa-apa. Jadi kita mesti pintar-pintar menemukan hal kecil yang dapat kita syukuri. Orang yang terus-menerus membuka mata mencari-cari hal besar yang dapat dia gunakan untuk membuat dia kembali bahagia dan sukacita akhirnya menciptakan masalah bagi dirinya maupun bagi orang lain, dirinya tidak pernah menemukannya dan akhirnya frustrasi dan sering marah sehingga menyusahkan orang, karena dia cenderung menciptakan problem dengan orang-orang di sekitarnya. Orang yang nanti dia akan labrak, dia tidak akan beri, dia akan batasi, dia tidak mau berikan akhirnya malahan menimbulkan konflik dan bukankah nanti yang jadi korban adalah dia sendiri.PG : Bagus sekali, jadi hal kecil seperti itu, bahwa kita masih bisa kontak lewat telepon atau pesan-pesan singkat (sms) atau kita masih bisa bertemu misalkan beberapa bulan sekali, hal itulah ang kita syukuri.
Kadang-kadang kalau kita tidak bisa menerima hal ini, kita menuntut pasangan, menuntut anak, "Kamu harus lebih sering berkunjung, kenapa kamu tidak begini dan begitu." Akhirnya membuat orang tertekan, jadi bukannya bersenang-senang sewaktu bertemu dengan kita tapi malah tertekan saat ketemu kita. Jadi kita bisa memfokuskan pada hal-hal yang lebih sederhana dan bersyukur atasnya, kita juga bisa hidup lebih bahagia dan orang di sekitar kita pun hubungannya akan lebih harmonis.PG : Saya kira ujung-ujungnya adalah kita harus melihat untuk apakah sebenarnya kita hidup, Pak Gunawan. Inilah esensinya yang saya pikir, di akhir segalanya kata Salomo, "Takutlah akan Allah dn peganglah perintah-perintahNya."
Itulah wejangan dari seorang yang telah mencari hikmat seumur hidupnya, di hari tuanya dengan sederhana dia hanya berkata seperti itu. Dua hal ini Pak Gunawan, takutlah akan Tuhan dan peganglah perintahNya, sebetulnya merupakan sebuah kesatuan dan saling melengkapi, yang satu menjelaskan yang lainnya, dan dapat kita artikan dari dua sudut positif maupun negatif. Dari segi positifnya adalah kita mengutamakan Tuhan dan melakukan hal-hal yang berkenan kepadaNya, apa yang berkenan kepadaNya, perintahNya. Jadi apa pun yang Tuhan perintahkan itu yang kita taati, kita mesti memaafkan, kita mesti melupakan kesalahan, kita tidak mau mengingat-ingat lagi atau menghitung-hitung kesalahan orang dan kita lakukan itu, Tuhan meminta kita mengasihi maka kita mengasihi, kita diminta Tuhan untuk memberikan persembahan maka kita berikan persembahan. Semua yang Dia inginkan itulah yang kita lakukan yakni perintah demi perintahNya, dengan cara itulah kita mengutamakanNya dan dengan cara itu pulalah kita menunjukkan bahwasanya kita takut akan Tuhan maka kita mengutamakan perintah-perintahNya. Ini bagian positif yang pertama tentang takut akan Tuhan dan melakukan perintahNya.PG : Betul sekali Pak Gunawan. Jadi di awal Amsal dia sudah mengatakan takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat dan yang menarik adalah kalau kita jadikan satu kitab Amsal dan kitab Pengkhotbah 31 pasal dengan 12 pasal adalah 43 pasal.
Seolah-olah di awal Salomo berkata takutlah akan Tuhan, di akhir 43 pasal kemudian Salomo tetap berkata takutlah akan Tuhan. Jadi akhirnya Salomo menemukan bahwa dalam hidup ini ternyata yang terpenting itu, didalam ketiadaan lagi sukacita, kebahagiaan yang tadinya kita bisa didapatkan dari hidup ini, di dalam ketiadaan semua itu ternyata yang penting adalah kita dan Tuhan, tidak ada lagi yang menghalangi kita dan Tuhan. Hanya tinggal apakah kita takut dan kita juga memegang perintah-perintahNya.PG : Betul sekali, terutama didalam ketiadaan hal-hal yang memberikan kita sukacita, memegang perintah-perintahNya itulah yang memberi kita sukacita dan tatkala kita melakukannya, kita bahagia.Sisi negatif atau kalau kita mau definisikan secara negatif dari yang Salomo katakan artinya adalah takut akan Tuhan dan memegang perintah Tuhan artinya tidak melakukan hal yang bukan perintah Tuhan, tidak melakukan hal yang tidak diperkenankan Tuhan alias jangan berdosa.
Sebagai wujud takut akan Tuhan maka kita tidak berdosa, kita tidak mau melakukan hal-hal yang Tuhan tidak kehendaki. Di dalam hidup seperti itulah kita justru menemukan sukacita. Jadi dengan kata lain, di hari tuanya Salomo seolah-olah menebas pohon yang begitu rindang dengan begitu banyak bunga-bunga, Salomo pangkas semua itu dan akhirnya membawa kita masuk ke dalam taman yaitu melihat akar yang masuk ke dalam menyentuh air dan mendapatkan air dari dalam tanah itu. Salomo seolah-olah berkata, "Itu akarnya, yakni takutlah akan Tuhan, peganglah perintahNya. Nanti bunga akan layu, buah tidak akan lagi bertumbuh, nanti carang-carang pun akan kering nanti bahkan dahan-dahan akan patah, bahkan nanti kita bisa lihat batang pohon itu pun makin kusam dan tua tapi lihat akar, selama akar ada di bawah tanah dan mendapatkan air maka pohon itu akan selalu ada. Akarnya adalah takutlah akan Tuhan, peganglah perintahNya".PG : Bisa jadi dia memang tidak puas dengan kehidupannya selama ini, mungkin dia menengok ke belakang dan dia melihat begitu banyak kegagalan, lebih banyak penyimpangan, tidak seperti yang dihaapkan.
Jadi dia menyesali masa lampaunya, dia mungkin juga melihat; masa tua saya sudah tiba, saya tidak bisa lagi mengubah yang telah terjadi, misalnya anak saya tidak lagi hormat kepada saya, tidak mau lagi menjalin hubungan dengan saya, teman-teman saya sudah meninggalkan saya. Waktu dia melihat semua itu dia berkata "Bagaimana saya bisa mengoreksi yang telah terjadi," makanya dia putus asa sekali waktu dia melihat ke depan kira-kira inilah hidup yang harus saya lalui tapi kalau sampai ini terjadi pada diri kita, saya tetap berkata, "Masih ada harapan." Kembali kepada firman Tuhan yang sederhana ini, "Akhir dari segalanya adalah takutlah akan Allah dan peganglah perintahNya." Itulah yang kita lakukan dan waktu kita menaati Tuhan, melakukan perintahNya bukankah sukacita akan muncul dan temukanlah hal-hal kecil yang kita bisa syukuri, jangan terus membandingkan dengan orang, jangan mengharapkan masa lalu untuk kembali kepada masa sekarang, itu salah. Hal-hal yang kecil-kecil itulah yang harus kita syukuri dan itulah yang akan membuat hidup kita kembali bermakna.PG : Betul. Waktu ada kesempatan, kita gunakan kesempatan itu untuk mengenal Tuhan, hidup dengan Tuhan dan hidup untuk Tuhan di usia berapa pun. Dari pada terlambat dan tidak ada kesempatan, maa gunakan kesempatan itu meskipun usia sudah lanjut.
PG : Tepat sekali. Hampir dapat dipastikan semua orang yang baru kenal Tuhan di usia lanjut dan hidup dengan Tuhan menyesal, "Ternyata hidup dengan Tuhan indah," mendapatkan kekuatan dan hal-ha yang sederhana, "Kenapa dari dulu tidak seperti ini."
Tadi Pak Gunawan sudah katakan kalau dari awal, dari muda kita terus menekankan takut Tuhan, pegang perintah Tuhan berbahagialah orang seperti ini karena akarnya akan kuat.PG : Firman Tuhan di Pengkhotbah 12:13 berkata "Akhir kata dari segala yang didengar ialah, Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahNya, karena ini adalah kewajiban setiap orng."
PG : Betul.
"Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena inilah kewajiban setiap orang."
Pengkhotbah 12:13
Ada orang yang beranggapan bahwa kitab Pengkhotbah bukanlah ditulis oleh Salomo, putra Raja Daud. Alasannya adalah, jika penulisnya Salomo berarti ia mengkontradiksi dirinya sendiri sebab dalam kitab Amsal-yang juga ditulisnya-ia justru menampilkan sikap positif terhadap hidup, berbeda dengan nada keputusasaan yang dirasakan dalam kitab Pengkhotbah.
Sesungguhnya kita dapat mengatakan bahwa Amsal adalah kitab dari Salomo muda, sedangkan Pengkhotbah adalah kitab dari Salomo tua. Pada hari tuanya akhirnya Salomo menyadari bahwa hidup tidak menawarkan makna sebanyak dan seindah yang dipikirkannya dulu. Berikut akan dipaparkan fakta kehidupan dan bagaimanakah seharusnya kita menyikapinya.
Fakta Kehidupan
·Kita lahir ke dalam dunia tidak membawa apa-apa namun dalam perjalanannya, kita mulai mengumpulkan kepunyaan, mulai dari pengetahuan, teman, harta, pelayanan, sampai keluarga. Namun pada suatu titik tertentu, kita harus melepaskan kepunyaan ini satu per satu, mulai dari anak, kesehatan, harta, teman, pengetahuan, pelayanan, dan akhirnya pasangan hidup.
·Puncak kebahagiaan tercapai tatkala kita memiliki "semua." Kebahagiaan melemah ketika kita mulai melepaskan kepunyaan itu satu per satu. Pada akhir hidup dalam kondisi hampir tidak memiliki apa pun kecuali nafas, kebahagiaan menjadi sangat tipis untuk dirasakan.
Sikap Kita
·Kita harus menerima fakta bahwa memang kita tidak bisa mengembalikan kebahagiaan yang terdahulu da bahwa kita harus hidup yang "kurang" ini.
·Kita harus menemukan hal-hal kecil yang dapat kita lakukan dan bersyukur atasnya. Kuncinya di sini adalah bersyukur. Di dalam rasa syukur akan ada kebahagiaan.
·Di dalam ketiadaan itulah ternyata yang terpenting dalam hidup adalah takut akan Tuhan dan memegang perintah-Nya. Dengan kata lain, dalam kondisi paling sendiri, kita hanya akan dapat menemukan makna hidup ini di dalam-bukan di luar-Tuhan.
·Takut akan Tuhan dan memegang perintah-Nya merupakan sebuah kesatuan. Pernyataan ini dapat diartikan baik dari segi positif maupun negatif. Dari segi positif, ini berarti senantiasa mengutamakan Tuhan dan melakukan hal-hal yang berkenan kepada-Nya. Dengan kata lain, kita memegang perintah-Nya.
·Dari segi negatif, takut akan Tuhan berarti tidak melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada-Nya. Kita tidak ingin menyedihkan-Nya dan kita pun takut akan ganjaran yang dapat Ia berikan.
·Dengan kata lain, takut akan Tuhan dan memelihara perintah-Nya merupakan penyataan hidup dengan Tuhan dan untuk Tuhan. Di dalam kesementaraan dan ketidaksempurnaan hidup, Solomo menyimpulkan bahwa hidup dengan dan untuk Tuhan merupakan satu-satunya cara dan alasan untuk hidup.