Spiral Kebencian

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T505B
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, MK.
Abstrak: 
Kebencian adalah emosi umum tiap individu. Namun jika emosi yang menunjukkan ketidaksukaan itu disebarkan ke publik, akan memicu konflik bahkan kejahatan atas kemanusiaan. Seorang ahli psikologi yang bekerja untuk badan investigasi federal Amerikat Serikat, FBI, bernama Jack Schafer Ph.D. membagi tujuh tahap Spiral Kebencian.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kebencian adalah emosi umum tiap individu. Namun jika emosi yang menunjukkan ketidaksukaan itu disebarkan ke publik, akan memicu konflik dan bahkan kejahatan atas kemanusiaan. Kebencian sesungguhnya merupakan upaya menutupi rasa tidak aman secara pribadi, meski tidak serta-merta memiliki rasa tidak aman pribadi pasti membenci orang lain. Dengan membenci, pihak pembenci menempatkan diri di atas orang yang dibencinya. Seorang ahli psikologi yang bekerja untuk badan investigasi federal Amerikat Serikat, FBI, bernama Jack Schafer Ph.D. membagi tujuh tahap Spiral Kebencian.

Tahap 1: Pembenci Mengelompok
Pembenci umumnya akan mengajak orang-orang lain untuk turut membenci. Semakin mengajak, semakin memperkuat rasa bencinya dan semakin menutup jalan untuk introspeksi yang bisa menyingkapkan sumber rasa tidak aman pribadinya dan menurunkan rasa tanggung jawab pribadi karena makin anonim.

Tahap 2: Kelompok Pembenci Meneguhkan Jati Diri
Kelompok pembenci membentuk jati diri lewat simbol-simbol, ritual-ritual dan mitos-mitos yang memperkuat fakta "kami berbeda dengan yang lain" dan sekaligus meninggikan rasa keberhargaan diri dan kelompok serta merendahkan sasaran kebencian. Kalau dulu di Jerman ada kelompok Nazi pembenci orang Yahudi yang menggunakan simbol swastika. Kelompok Ku Klux Klan, pembenci kaum kulit hitam di Amerika Serikat, menggunakan simbol jari tertentu saat berdiri, salam tertentu yang khas kelompok, pakaian tertentu: jubah dan topeng putih, serta upacara tertentu saat pertemuan kelompok.

Tahap 3: Kelompok Pembenci Merendahkan Sasaran Kebencian
Kebencian adalah perekat yang mengikat pembenci satu sama lain. Dengan ujaran kebencian secara lisan dan ejekan-ejekan yang merendahkan target kebencian, para pembenci memperkuat gambar diri masing-masing mereka dan status kelompok. Dalam kelompok rasis lirik-lirik lagu yang rasis menyediakan atmosfer yang kondusif bagi tumbuh suburnya kebencian. Sejalan itu aksi kekerasan dan agresivitas makin meningkat. Semakin sering seseorang memikirkan tentang agresi, semakin besar peluang perilaku agresif itu terjadi. Dengan demikian, setelah secara konstan menyebarkan fitnah dan ujaran kebencian, para pembenci bergerak maju ke tahap yang makin sengit.

Tahap 4: Kelompok Pembenci Menghina Sasaran Kebencian
Kebencian pada sifat alaminya berubah secara bertahap. Waktu akan mendinginkan bara api kebencian sehingga memaksa pembenci untuk melihat ke dalam diri. Untuk menghindari introspeksi ini, para pembenci menggunakan tingkat retorika dan tingkat kekerasan ujaran yang terus meningkat untuk mempertahankan tingkat kebencian yang tinggi. Gestur tubuh yang menyerang dan menghina mengekspresikan tujuan ini. Di tahap ini, kelompok rasis bisa menyampaikan teriakan penghinaan rasial dari mobil yang sedang melaju atau meneriakkannya dari kejauhan. Coretan-coretan di tembok-tembok atau grafiti rasis mulai bermunculan di daerah-daerah para rasis berkeliaran. Intensitas serangan ke sasaran kebencian tetap tinggi dan hinaan dilakukan secara terbuka.

Tahap 5: Kelompok Pembenci Menyerang Sasaran Kebencian dengan Tanpa Senjata

Tahap ini sangat menentukan karena membedakan pembenci yang sebatas berujar kasar dari pembenci yang bertindak kasar secara fisik. Dalam tahap ini, kelompok pembenci kian agresif dan intimidasi yang dilakukan kian intensif. Mereka berkeliaran di wilayah mereka untuk mencari sasaran kebencian yang mudah disakiti. Kekerasan menyatukan kelompok pembenci dan selanjutnya mengisolasi dan memisahkan kelompok ini dari masyarakat. Kelompok pembenci melakukan serangan secara kelompok dan menjadikan korban-korban yang lebih lemah sebagai sasaran. Adrenalin yang tinggi meracuni para penyerang. Adrenalin gelombang awal berlangsung selama beberapa menit. Namun, efek dari adrenalin menyebabkan tubuh dalam keadaan siaga tinggi sampai beberapa hari. Setiap pemikiran atau tindakan yang memprovokasi kemarahan secara berturutan membangun di atas adrenalin sisa dan memicu sebuah tanggapan yang makin keras daripada awal yang sesungguhnya. Kemarahan dibangun di atas kemarahan.

Tahap 6: Kelompok Pembenci Menyerang Sasaran Kebencian dengan Senjata
Di tahap ini serangan fisik ke sasaran kebencian menggunakan benda-benda di sekitar hingga menggunakan senjata api. Bisa juga dilakukan dengan menyabotase kepentingan sasaran kebencian. Semua tujuannya sama: menunjukkan dominasi kekuasaan atas sasaran kebencian. Pembenci bisa memilih senjata, seperti pecahan botol, tongkat kasti, benda tumpul, obeng dan gesper sabuk. Jenis-jenis senjata ini membuat penyerang untuk menjadi dekat dengan korban, yang selanjutnya menunjukkan kedalaman kemarahan pribadi mereka. Penyerang dapat melepaskan senjata api di kejauhan, sehingga menghalangi kontak pribadi. Serangan gencar dari jarak dekat membuat penyerang menatap korban mereka mata-ke-mata dan menjadikannya penyerangan berdarah. Kekerasan dengan menggunakan tangan memungkinkan kelompok pembenci mengekspresikan kebencian mereka dengan cara yang tidak bisa dilakukan lewat senjata api. Kontak secara berhadapan mata-ke-mata bagaikan memberi energi dan memenuhi kebutuhan yang mendalam untuk memiliki dominasi kekuasaan atas sasaran kebencian.

Tahap 7: Kelompok Pembenci Menghancurkan Sasaran Kebencian
Tujuan utama dari pembenci adalah menghancurkan sasaran kebencian mereka. Rasa berkuasa atas hidup dan matinya sasaran kebencian membuat para pembenci bagaikan Tuhan yang memiliki kekuasaan yang sangat besar, yang pada gilirannya, mendorong tindak kekerasan lebih lanjut. Dengan rasa berkuasa ini datanglah rasa keberhargaan diri, suatu kualitas yang sangat kurang dimiliki para pembenci. Akan tetapi, dalam kenyataannya, baik secara fisik maupun secara psikologis, pembenci dan sasaran kebencian sesungguhnya sama-sama hancur.

Penerapan secara Universal
Model Spiral Kebencian ini memiliki penerapan yang luas. Misalnya, ketika seorang rekan kerja, karena berbagai alasan, menjadi sasaran kebencian, pembenci segera berusaha mengajak rekan-rekan lain yang juga tidak menyukai rekan tersebut, atau memengaruhi yang lain untuk ikut membencinya (Tahap 1). Kelompok ini membentuk identitas dengan menggunakan simbol-simbol dan perilaku tertentu. Mereka menggunakan alis terangkat untuk saling memberi kode mengucilkan rekan kerja yang dibenci mereka dari kegiatan makan siang bersama. Sejumlah tindakan lain dilakukan untuk merendahkan dan mengisolasi. Nama kelompok dibuat sebagai identitas kelompok pembenci (Tahap 2). Pada titik ini, pembenci hanya menjelek-jelekkan dan merendahkan sebatas di dalam kelompok mereka (Tahap 3). Dengan berjalannya waktu, pembenci secara terbuka menghina rekan kerja yang dibenci baik secara langsung atau tidak langsung dengan membiarkan komentar yang meremehkan terdengar dari kejauhan (Tahap 4). Bisa jadi di suatu pagi, rekan kerja yang dibenci menemukan di mejanya ada yang berubah. Ada gambar karikatur yang negatif disisipkan di antara foto istri dan anak-anaknya (Tahap 5). Puncaknya, pembenci menyabotase proyek garapan rekan kerja yang dibenci. Reputasi baik berusaha dirusak melalui rumor dan sindiran (Tahap 6). Dengan demikian, pembenci dan kelompoknya membuat lingkungan kerja tidak lagi menerima rekan kerja yang dibenci itu (Tahap 7). Skenario seperti ini terjadi setiap hari di seluruh dunia. Siapa yang menjadi sasaran kebencian bisa berubah, tapi proses kebencian tetaplah sama.