Pergolakan Rohani Remaja I

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T269A
Nara Sumber: 
Pdt.Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Masa remaja adalah masa pergolakan. Salah satu pergolakan yang kerap dialami remaja adalah pergolakan rohani di mana remaja mulai menolak nilai-nilai yang tadinya dianut. Berikut akan dipaparkan penyebab pergolakan ini dan tanggapan yang sebaiknya diberikan orangtua
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Masa remaja adalah masa pergolakan. Salah satu pergolakan yang kerap dialami remaja adalah pergolakan rohani di mana remaja mulai menolak nilai-nilai yang tadinya dianut. Berikut akan dipaparkan penyebab pergolakan ini dan tanggapan yang sebaiknya diberikan orangtua.

  1. Pada masa remaja anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak dan melihat jauh ke muka. Lewat kemampuannya berpikir abstrak, remaja mulai memertanyakan hal-hal yang ia alami atau lihat. Jika sebelumnya semua dilihat dan diterima tanpa pertanyaan, sekarang dengan kemampuannya berpikir abstrak, remaja mulai memertanyakan hal-hal yang dianggap tidak masuk akal. Pada masa inilah mungkin remaja melihat ketidakadilan di dalam dunia dan mengaitkannya dengan keadilan Tuhan. Ia mulai bertanya, jika Tuhan ada, mengapakah Ia membiarkan ketidakadilan terus merajalela?

    Sebagai orangtua kita mungkin terkejut mendengar pertanyaannya. Kita mungkin mengira bahwa anak remaja kita telah murtad dan meninggalkan imannya. Semua reaksi ini wajar sebab keluar dari hati yang takut akan Tuhan dan dari keinginan melihat anak terus setia mengikut Kristus. Namun ada baiknya kita berusaha keras menahan emosi marah. Sedapatnya janganlah ketus menuduh anak murtad atau malah dikuasai iblis. Sebaliknya, dengan sikap lembut, berupayalah menjawab pertanyaan anak selogis mungkin. Ingat, pada tahap pertumbuhannya ini, remaja mulai berpikir abstrak dan ini berarti ia bergantung penuh pada pengunaan daya nalarnya.

  2. Pada masa remaja anak berada pada posisi labil akibat perubahan fisik dan hormonal sehingga rawan mengambil keputusan secara impulsif, tanpa berpikir panjang. Tidak jarang, remaja memutuskan untuk melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya sehingga jatuh ke dalam dosa. Kejatuhan ini membuatnya enggan untuk dekat dengan Tuhan dan mendorongnya untuk hidup terpisah dari Tuhan. Misalnya, remaja mulai terlibat dalam pornografi dan bergumul dengan kekudusan. Besar kemungkinan pergumulan ini membuatnya merasa diri kotor dan tidak layak untuk datang ke hadirat Tuhan. Akhirnya remaja memilih untuk menjauh dari persekutuan dan ibadah.

    Sebagai orangtua, kita harus peka dengan pergumulan remaja melawan dosa. Kita mesti menunjukkan bahwa kita mengerti betapa sulitnya memertahankan kekudusan. Kita dapat menyampaikan kepadanya bahwa kita pun pernah melewati masa pergumulan yang serupa dan mengakui bahwa tidak selalu kita berhasil menang melawan godaan. Kita mungkin dapat membagikan kepadanya bahwa ada momen di dalam hidup ini dan kita pun tergoda untuk menyerah dan mengambil sikap putus asa.

    Kita pun dapat membacakan pergumulan Paulus yang diceritakan di Roma 7:15, "Sebab apa yang aku perbuat aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat." Atau Musa yang tidak menaati perintah Tuhan di Meriba, Daud yang jatuh ke dalam dosa perzinahan dan pembunuhan, dan Petrus yang jatuh ke dalam dosa dusta dan ketidaksetiaan. Semua adalah anak Tuhan yang berusaha mengikut Tuhan namun di dalam perjalanannya, adakalanya anak Tuhan pun jatuh. Terpenting adalah kita mengakui dosa, bangkit dan berjalan kembali.

  3. Pada masa remaja anak mengembangkan kemandirian dan salah satu bentuknya adalah memiliki pemikiran dan pendapat sendiri. Salah satu karakteristik kedewasaan adalah kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, tanpa harus tunduk pada kehendak orang. Sebagai seorang anak yang tengah berjalan menuju ke arah kedewasaan, ia pun akan mulai mempraktekkan kemandiriannya dalam pengambilan keputusan.

    Menyangkut hal rohani, pada akhirnya remaja harus membuat iman kepercayaan kita sebagai milik pribadinya. Bila di masa lampau ia hanya mengikuti pengarahan kita, sekarang ia harus menempuh sebuah perjalanan rohani sehingga ia dapat tiba pada kesimpulannya sendiri. Singkat kata, iman orangtua harus menjadi imannya sendiri. Itu sebabnya kita harus membimbing sekaligus memberinya ruang untuk menggumulkan imannya sendiri. Iman yang tidak pernah dimilikinya sendiri pada akhirnya akan menjadi iman yang tidak bisa berdiri sendiri. Apabila pada masa kecilnya kita telah menanamkan Firman Tuhan pada dirinya, maka pada masa remaja, Firman Tuhan akan terus bersemayam di hatinya. "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya , maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6)

  4. Pada masa remaja anak memasuki sebuah dunia yang jauh lebih kompleks dan terekspos kepada pelbagai keyakinan rohani dan moral yang lain. Teman-temannya tidak lagi seiman dan kalau pun seiman, ada yang memiliki nilai moral yang berbeda. Tidak bisa tidak, semua ini akan memberi pengaruh pada pertumbuhan imannya. Ia pun mulai memertanyakan kebenaran iman kristiani yang tadinya dipeluk tanpa ragu. Itu sebabnya pada masa ini remaja kerap bertanya tentang keyakinan rohani lainnya karena memang, ia ingin tahu kebenaran.

    Sebagai orangtua, kita mesti menyikapi pertanyaan ini dengan bijak dan penuh pengertian. Terus paparkanlah apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan tanpa harus menyerang dan menjelek-jelekan keyakinan lainnya. Sikap keras terhadap keyakinan lain hanyalah berdampak buruk. Pertama, ia akan merendahkan orang yang berkeyakinan lain dan jika ini terjadi ia tidak akan dapat mengasihi mereka. Kedua, ia justru berbalik dan marah kepada kita, orangtuanya, oleh karena ia merasa kita terlalu menghakimi. Ingatlah bahwa pada dasarnya ia tengah membicarakan tentang teman-temannya yang dinilai baik. Itu sebabnya komentar kita yang mendiskreditkan mereka tanpa mengenalnya hanya atas landasan perbedaan keyakinan, akan membuatnya mengecap kita sebagai orang yang tidak baik.

  5. Pada masa remaja anak harus berhadapan dengan godaan dosa dalam volume yang tinggi sekaligus dituntut untuk bertahan dalam kehendak Tuhan. Tidak bisa tidak, hal ini akan menimbulkan ketegangan yang kuat. Di tengah tarik-menarik ini remaja akan bergerak ke ekstrem kanan dan kiri: kadang teguh namun kadang lemah.

    Sekurangnya ada tiga reaksi terhadap dosa:

    1. menyerah namun mengakui keberdosaan kita,
    2. melawannya, dan
    3. melabelkan dosa sebagai bukan dosa.

    Adakalanya remaja berhasil melawan, namun kadang ia gagal dan menyerah. Namun kadang, daripada mengakui kekalahannya, ia justru mendistorsi realitas dan perintah Tuhan, menjadikan perbuatannya tidak berdosa. Nah, pada waktu ia mendistorsi Firman Tuhan inilah, remaja biasanya bersitegang dengan kita. Ia melawan dan menuduh kita "mau menang sendiri" dan memertanyakan dasar kesimpulan kita apakah sesuatu itu dosa atau tidak. Pada dasarnya ia tengah berupaya membenarkan tindakannya supaya ia dapat terus berkubang di dalam dosa.

    Sebagai orangtua kita mesti berdiri pada Firman Tuhan dan tidak menuruti pikirannya jika memang ia keliru. Namun, kita pun mesti sabar dan lembut dalam menyikapi pemberontakannya. Kita harus menyampaikan kepadanya bahwa kita mengerti pergumulannya dan akan terus mendoakannya. Kita mesti mengatakan bahwa kenyataan kita tidak bisa hidup sesuai dengan Firman Tuhan, itu tidak berarti kita boleh menurunkan standar Tuhan. Doronglah ia untuk mengakui keterbatasannya dan memohon pengampunan Tuhan. Ajaklah ia untuk terus berusaha kendati susah.

  6. Pada masa remaja anak harus berpapasan dengan ketidaksempurnaan dan ketidakkonsistenan. Mungkin remaja melihat tindakan orangtua yang tidak sesuai dengan perkataannya; atau, mungkin remaja mendengar atau mengetahui kasus kejatuhan pembina rohaninya. Semua ini berpotensi melemahkan iman kepercayaannya. Bagi remaja, kegagalan panutan rohaninya merupakan kegagalan iman kristiani. Tidak heran ada sejumlah remaja yang akhirnya meninggalkan iman kristiani dan hanya melandaskan kehidupan rohaninya pada doktrin, "terpenting adalah berbuat baik."

    Sebagai orangtua, jangan kita membela diri tatkala memang kita telah hidup tidak konsisten dengan ajaran Kristus. Akuilah kegagalan sendiri tanpa perlu merasa defensif. Terpenting adalah kita bertobat dan tidak mengulang masalah yang sama. Jikalau ini menyangkut ketidakkonsistenan Pembina rohaninya, akuilah dan jangan mencoba menutupinya. Tindakan ini hanyalah akan memerparah ketidakpuasannya.

    Tuhan Yesus berkata, "Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?" (Lukas 14:34). Memang sewaktu seorang Pembina rohani jatuh, itu sama dengan garam yang telah menjadi tawar dan membuat hati kita tawar. Tidak ada lagi keinginan untuk hidup kudus dan berkenan kepada Tuhan; sewaktu mendengar orang berkata-kata tentang Tuhan maka reaksi awal adalah tidak ingin menggubrisnya. Kita mengalami disilusi dan kecewa. Sungguhpun demikian ingatlah bahwa kita hidup untuk Kristus, jadi kita harus terus memandang-Nya, bukan orang lain.