Pelancar Komunikasi II

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T338B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Salah satu masalah yang kerap muncul dalam pernikahan adalah masalah komunikasi. Oleh karena kita dibesarkan dalam latar belakang yang berbeda, sering kali kita menemui kendala dalam berkomunikasi dengan pasangan. Pembahasan ini akan diberikan tips singkat agar kita mudah dalam berkomunikasi khususnya dalam pernikahan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Salah satu masalah yang kerap muncul dalam pernikahan adalah masalah komunikasi. Oleh karena kita dibesarkan dalam latar belakang yang berbeda, sering kali kita menemui kendala dalam berkomunikasi dengan pasangan.

Berikut akan dipaparkan beberapa saran yang dapat menolong kita berkomunikasi.

      Kebutuhan di Balik Komunikasi

Kita mesti menyadari bahwa kebanyakan pembicaraan yang terjadi dalam pernikahan berkisar seputar tema tertentu. Kendati beragam namun sesungguhnya tema yang umumnya melahirkan topik pembicaraan dalam pernikahan hanyalah dua, satu berkaitan dengan suami dan satunya lagi berkaitan dengan istri. Pada dasarnya tema yang berhubungan dengan suami adalah KETERTIBAN sedang tema yang berkenaan dengan istri adalah KEPASTIAN.

Suami menginginkan agar segalanya berjalan dengan tertib alias tertata dan dapat dikendalikan. Pria berusaha untuk memegang kendali atau menguasai keadaan sebab hanya dalam kondisi ini ia dapat hidup lega dalam ketertiban. Bila ia tidak mendapatkannya, ia mudah terjebak ke dalam perilaku dominan dan bahkan, kasar alias memaksakan kehendak.

Istri menginginkan kepastian dan keinginan ini lahir dari kebutuhan akan rasa aman. Bila tidak diperolehnya, istri cenderung mengeluh dan menuntut, supaya kecemasannya berkurang. Tidak heran, dalam kebanyakan kasus, istri lebih mudah cemas dibandingkan dengan suami.

Sekali lagi, walaupun topik pembicaraan bervariasi, namun kalau kita telusuri dengan saksama, kita akan dapat menemukan dua tema umum ini. Berdasarkan pemahaman ini, sebetulnya dalam berkomunikasi, penting bagi kita untuk menyadari kebutuhan mendasar ini dan memenuhinya. Kadang kita meributkan banyak hal di permukaan, padahal yang memunculkan semua ini adalah kebutuhan akan ketertiban dan kepastian.

Jadi, kalau suami sadar bahwa yang dibutuhkan istri adalah kepastian yang dapat menciptakan rasa aman, sedapatnya berikanlah itu. Gunakan kata-kata yang menyejukkan dan sajikan informasi yang membuat istri tenang. Sebaliknya, istri pun sebaiknya memberi kesempatan kepada suami untuk berpikir tenang dan memutuskan persoalan. Beri bantuan namun sedapatnya berikan ruang yang cukup kepada suami agar ia tidak terganggu. Usahakan untuk tidak membantahnya sebaliknya dengan tenang dan sabar, ajak suami untuk melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda.

 

      Ketakutan dalam Berkomunikasi

Setidaknya ada dua hal yang menciptakan rasa takut dalam berkomunikasi.
Pertama adalah TAKUT TIDAK DIMENGERTI.
Banyak kali kita tidak berkomunikasi karena kita takut bahwa pasangan tidak akan mengerti apa yang akan disampaikan. Jadi, daripada mengatakannya dan tidak dimengerti, akhirnya kita memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa.

Itu sebabnya kita mesti memersiapkan pasangan sebaik-baiknya agar dapat mengerti apa yang ingin kita sampaikan. Misalnya, kita harus memerhatikan penggunaaan kata yang tepat sebab kata yang tidak tepat dapat mengaburkan makna atau bahkan memancing reaksi keliru. Kita pun harus memerhatikan kadar emosi sebab kadar emosi berlebihan dapat membuat pasangan mundur teratur sebelum sempat mendengarkan perkataan kita.


Kedua adalah RASA TAKUT TIDAK DIHIRAUKAN.
Sering kali hal ini terjadi dalam pernikahan. Kita berbicara dengan serius namun pasangan tidak memerhatikan kita. Matanya tidak tertuju pada kita, dan reaksinya juga sepotong-potong. Akhirnya kita merasa percuma mengungkapkan isi hati kepadanya. Inilah yang akhirnya membuat kita enggan berkomunikasi dengannya kembali.

Tidak selalu mudah untuk kita berkomunikasi, terutama bila yang ingin disampaikan adalah hal yang bersifat pribadi. Itu sebabnya kita mengharapkan tanggapan yang sepadan. Ketika pasangan tidak memberikan tanggapan yang menggembirakan, keinginan berkomunikasi surut. Akhirnya kita makin tidak berkeinginan berkomunikasi.

 

 

      Membangun Komunikasi

Komunikasi dibangun bukan saja di atas keinginan, tetapi juga keterampilan untuk berkomunikasi. Jadi, tidak cukup memiliki keinginan untuk berkomunikasi, kita pun mesti memiliki keterampilan yang mendukung sebab tanpa keterampilan, komunikasi cenderung kandas.

 

Berikut akan dipaparkan beberapa keterampilan praktis untuk membangun komunikasi.

PERTAMA, KITA MESTI MENCIPTAKAN SUASANA DALAM PERNIKAHAN YANG SELALU MENYEMANGATI TERJADINYA KOMUNIKASI.
Dengan kata lain, bukan saja kita harus menyepakati bahwa komunikasi penting, kita pun harus mengambil langkah konkret untuk menyuburkan terjadinya komunikasi. Nah, untuk menyuburkan komunikasi kita harus mendorong terjadinya keterbukaan dan kebebasan untuk mengutarakan isi hati.

KEDUA, KITA HARUS MENYUBURKAN TERJADINYA KOMUNIKASI YANG SEHAT DAN KOMUNIKASI YANG SEHAT ADALAH KOMUNIKASI DUA ARAH.
Nah, agar terjadi komunikasi dua arah, kita harus bersedia melakukan dua hal: berbicara dan mendengarkan. Berbicara kepada pasangan mesti dilakukan dalam bingkai respek. Kita tidak bisa berharap dan menuntut pasangan untuk mendengarkan bila kita mengutarakan isi hati tanpa rasa hormat terhadap perasaannya. Jangan beranggapan bahwa oleh karena ia adalah suami atau istri, maka seharusnyalah ia menerima dan mengerti kita. Ingat, pernikahan tidak memberi kita alasan untuk berbuat semaunya
! Jadi, sebelum mengatakan apa-apa, cobalah tempatkan diri pada posisinya terlebih dahulu. Mungkin ini akan dapat menolong kita menyeleksi kata dengan lebih tepat. Juga, jangan lupa untuk bertanya pendapat pasangan dan memberinya kesempatan untuk memberikan reaksi terhadap apa yang disampaikan. Jangan sampai kita mendominasi percakapan. Setelah mengutarakan satu poin, berhentilah dan biarkan pasangan memberi tanggapan. Bukan saja berbicara, kita harus mendengarkan pasangan agar tercipta komunikasi dua arah. Jadi, putarlah tubuh menghadapi pasangan, arahkan kepala dan mata kepadanya, serta lihatlah wajahnya. Berikanlah konfirmasi dan reaksi lainnya lewat mimik wajah dan tanggapan singkat. Bahasa tubuh yang seperti ini membuatnya tahu bahwa kita tengah mendengarkannya. Secara berkala kita pun mesti memberikan tanggapan yang mengintisarikan apa yang dikatakannya agar ia tahu bahwa bukan saja kita mendengarkan, kita pun memahami dengan jelas apa yang disampaikannya.

Hal ini penting, terutama untuk mencegah kesalahpahaman. Kadang kita berasumsi bahwa kita mengerti jelas apa yang dikatakannya, namun ternyata kita keliru menafsirkan perkataannya. Selain dari intisari, kita pun dapat mengajukan pertanyaan untuk memperjelas apa yang disampaikannya. Semua ini membuat pasangan tahu bahwa kita mendengarkan dan mengerti apa yang disampaikannya.

Satu hal lagi yang penting dilakukan adalah, sedapatnya tahanlah pencetusan opini, reaksi negatif dan tanggapan menghakimi. Ingat, pasangan mesti tahu bahwa kita telah mendengarkan dan mengerti apa yang disampaikannya. Bila kita cepat memberi jawaban dan opini, apalagi kata-kata penghakiman, mungkin ia akan merasa bahwa kita tidak tertarik untuk mendengarkannya. Atau, bahwa kita merasa diri benar dan tidak terbuka untuk melihat kekurangan pribadi.

TERAKHIR, KITA HARUS JELAS DAN TERBUKA DENGAN MOTIVASI DAN PERASAAN YANG MELATARBELAKANGI UCAPAN KITA.
Kadang dengan sengaja kita menyamarkan motif dan perasaan sesungguhnya yang mencetuskan perkataan kita karena kita tidak ingin mengakui bahwa sebenarnya itulah yang kita rasakan atau inginkan. Masalahnya adalah, percakapan seperti ini rawan menciptakan kesalahpahaman. Bila pasangan tidak yakin dengan motif dan perasaan kita, besar kemungkinan ia akan menduga-duga. Jika ini yang terjadi, bukan saja akan mudah terjadi kesalahpahaman, ia pun mungkin akan menuduh bahwa kita telah berbuat tidak jujur. Sudah tentu ini akan merusakkan komunikasi.

Motif dan perasaan yang dikemukakan juga berkhasiat untuk menciptakan keintiman. Komunikasi yang hampa motif dan perasaan, tidak akan lebih dari penyampaian berita. Komunikasi bukan hanya tentang penyampaian berita; komunikasi adalah juga tentang penyatuan dua pribadi lewat apa yang disampaikan kepada satu sama lain

.

Firman Tuhan di Efesus 4:29 menasihati kita untuk saling membangun, “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” Dan, salah satu cara membangun adalah lewat komunikasi. Di tangan Tuhan kita adalah sarana semata untuk membangun satu sama lain menjadi pribadi yang dikehendaki-Nya.