Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengatasi Keletihan Mental". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu sebenarnya kita sudah membicarakan tentang Letih Mental itu dan kini kita akan membicarakan bagaimana mengatasinya, karena Firman Tuhan yang Pak Paul bacakan pada waktu itu memberikan suatu titik terang bahwa keletihan mental seseorang itu sebenarnya bisa diatasi namun sebelum kita lebih jauh membicarakan bagaimana mengatasinya, Pak Paul bisa coba mengulangi sedikit tentang letih mental itu seperti apa dan ciri-cirinya.
PG : Letih mental itu seperti kejenuhan, tapi ini kejenuhan yang bersifat menyeluruh. Kalau jenuh itu biasanya pada satu hal saja, misalnya jenuh makan makanan yang sama, jenuh melakukan pekerjan yang sama hari lepas hari, nah ini jenuh tapi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita, misalkan ciri-cirinya adalah kita tidak mempunyai energi lagi untuk berkreasi, menciptakan sesuatu, tidak punya respons emosi, emosi kita menjadi datar, kita berusaha menyendiri, menghindar dari orang, tidak mau berinisiatif bergaul dengan orang, kita takut sekali dimintai tolong atau diberikan beban tambahan, kita kehilangan semangat merasa letih sekali secara fisik dan sering kali kita akhirnya juga merasa jauh dari Tuhan.
Nah biasanya semua ini disebabkan oleh beberapa faktor, misalkan kita tidak bisa mengatur energi kita sehingga terlalu letih, banyak sekali yang harus kita kerjakan atau kita tidak mendapatkan penghargaan yang cukup sehingga akhirnya kita hanya memberi, memberi, memberi, tidak pernah menerima. Kita merasa tidak adil, orang lain bisa mendapatkan, kita tidak bisa mendapatkan tapi kita harus bekerja terus-menerus atau kita juga tidak mempunyai keseimbangan hidup yang baik, kita jarang melakukan hal-hal yang menggembirakan hati kita. Ini semua adalah bahan-bahan yang bisa membuat kita letih mental, salah satunya juga adalah apa pun yang kita lakukan tidak membuahkan hasil atau kita merasa sendiri, tidak ada yang bisa mengerti kita dan pada akhirnya kita kehilangan perspektif akan makna hidup kita. Itulah kira-kira beberapa penyebab keletihan mental.
GS : Pak Paul, dalam hal ini apakah ada faktor kepribadian yang mempengaruhi sehingga seseorang rentan terhadap keletihan mental itu ?
PG : Ada, Pak Gunawan. Yang pertama adalah kepribadian yang pasif, yang saya maksud secara mudahnya adalah orang yang tidak bisa menolak permintaan. Takut sekali mengecewakan orang. Jadi hanya emberi reaksi tapi jarang memberikan aksi.
Orang-orang yang pasif, tidak bisa menolak permintaan takut mengecewakan orang saya kira adalah tipe kepribadian yang menambah kerentanan terhadap keletihan mental, sebabnya ya orang akan enak saja minta dia dan dia tidak bisa menolak sama sekali. Meskipun tidak bisa ya tapi takut mengecewakan orang akhirnya "overloaded", terlalu penuh terlalu berat bebannya, tidak bisa membagikannya dengan yang lain. Nah akhirnya ambruk, terlalu letih semuanya.
WL : Kalau dia takut mengecewakan orang, kalau dibalik dengan perkataan lain dia lebih memilih mengecewakan diri sendiri, ya Pak Paul ? Mungkin itu yang menyebabkan ya lama-lama setengah mati !
PG : "Kehabisan bensin", betul sekali. Karena kekecewaan itulah yang makin hari makin subur dalam hatinya, letih sekali akhirnya, nah seperti itu memang.
GS : Tapi memang ada orang yang ingin melakukan semua pekerjaan itu supaya dia lebih terpandang, dia lebih dipuji orang, dihargai orang, begitu Pak Paul.
PG : Nah ini memang tipe kepribadian yang tertentu juga, Pak Gunawan, yaitu orang yang haus akan penghargaan. Misalnya pada masa pertumbuhannya dia sangat kurang menerima penghargaan itu, sehinga sekarang ia mencari-cari penghargaan akhirnya dia bekerja sekeras mungkin menyenangkan hati orang dan dia melakukan semua itu tanpa mengenal batas.
Tidak tahu keterbatasan dirinya, pokoknya yang penting orang senang, orang senang apa pun yang diminta dilakukan sebisa-bisanya agar mendapatkan penghargaan. Rentan sekali terhadap keletihan mental. Kalau pun ia bisa melakukan semua ini, dia akan keletihan. Lama-lama keletihan itu akan menggerogoti dirinya dan dia mengalami keletihan mental. Nah, sebaliknya kalau ada kalanya dia gagal memenuhi permintaan orang, orang menjadi tidak suka, wah itu pun bisa sangat memukul dirinya. Satu kali saja orang tidak menghargai, tidak begitu memberikan penghargaan seperti yang diharapkan, wah itu cukup bisa menjatuhkannya, sehingga tiba-tiba ia lemas tidak mau berbuat apa-apa, rasanya semua ambruk gagal, letih sekali, nah ini salah satu dampaknya.
WL : Pak Paul, ada pengaruhkah temperamen kita yang beda-beda. Saya membayangkan kalau misalnya melankholik seperti saya, lebih rentan ya, lebih mudah redup, lebih mudah sedih, agak sulit untuk gembira, tidak seperti orang-orang yang sanguinis. Atau kalau kholerik lebih bisa marah, jadi tersalurkan begitu. Adakah pengaruhnya, Pak Paul ?
PG : Saya kira ada pengaruhnya, Ibu Wulan. Memang tipe-tipe melankholik karena memang perasaannya itu sangat peka dan sangat bertenaga ya bisa mengayunkan emosi orang atau diri orang dari atas e bawah, bawah ke atas, jadi memang lebih rentan.
GS : Pak Paul, dalam hal menerima tugas atau tanggungjawab, sebenarnya dia mengetahui kemampuan dirinya sendiri. Untuk menolak kalau sebenarnya memang tidak mampu 'kan bisa mengatakan tidak mau.
PG : Nah, masalahnya orang ini tidak tahu, Pak Gunawan. Ada sebagian orang yang memang tidak tahu dirinya. Jadi istilah "tidak tahu diri", cocok di sini. Artinya tidak memahami atau kurang pekadengan keterbatasan pribadi, tidak tahu kemampuannya sampai seberapa jauh dan celakanya dia juga tidak tahu kapan dia letih ! Dia tidak bisa membaca reaksi dirinya bahwa dia sudah keletihan.
Tidak bisa, benar-benar kurang peka, selalu menganggap diri bisa, bisa, bisa. Ini mungkin sekali orang yang menderita sindroma "single fighter". Lakukan semua sendiri, lakukan semua sendiri dan tidak bisa membaca reaksi dirinya sendiri, dia terlalu letih atau dia sebenarnya sudah tidak sanggup lagi, namun tidak bisa, harus - harus - harus. Nah, akhirnya benar-benar "kehabisan bensin", ia letih sekali dan tidak mau melakukan apa pun, hanya bisanya duduk diam dan tidak mempunyai gairah hidup lagi.
WL : Mungkin itu yang sering membuat orang terkaget-kaget ya Pak Paul. Biasa orang melihat dia begitu energik, melakukan banyak hal ke sana ke mari. Pokoknya segala sesuatu bisa ia lakukan dengan baik, Pak Paul, lalu tiba-tiba pada suatu hari, seperti yang Pak Paul jelaskan itu, seperti tidak punya tenaga, tidak mau apa-apa, orang menjadi kebingungan melihatnya.
PG : Betul sekali dan orang ini bisa jadi bukan orang yang melankholik, Ibu Wulan. Bisa jadi orang yang sanguin atau orang yang kholerik. Jadi memang keletihan mental bisa menyerang siapa pun, ukan hanya yang melankholik ya.
Yang sanguin pun yang penuh dengan tenaga, misalkan ia tidak memahami keterbatasan dirinya, akhirnya bisa ambruk mengalami keletihan mental pula.
GS : Ada orang yang memang sebenarnya tahu ia tidak mampu tapi karena oleh teman-temannya didorong-dorong, "Coba nanti saya bantu" dan sebagainya, walaupun pada kenyataannya tidak dibantu apa-apa, akhirnya ia ambruk sendiri.
PG : Betul, betul. Jadi sekali lagi penting bagi kita mengenal diri, bisa atau tidak bisa, batasnya kita seperti apa, sejauh apa itu penting dan bisa membaca reaksi dalam diri kita. Reaksi kitaseperti apa, kalau memang reaksi kita sudah berkata "lampu kuning, lampu kuning, stop, tidak bisa", ya dengarkanlah jangan akhirnya memaksakan diri sebab hasilnya bisa lebih buruk.
GS : Mungkin ini ada hubungannya dengan penghargaan yang dia terima, begitu Pak Paul ?
PG : Betul sekali, ya jadi orang-orang ini bisa jadi menghargai dirinya kalau melihat dirinya berfungsi. Kalau melihat dirinya tidak berfungsi, tidak ada guna, wah rasanya tidak berharga. Jadi enar-benar terus-menerus mesinnya harus jalan.
Nah ini tipe kepribadian yang memang merentankan orang untuk akhirnya terkena keletihan mental.
WL : Kalau mendengar penjelasan Pak Paul, seolah-olah saya memahaminya ini seperti bukan pilihan, ya sudah tiba-tiba ia tidak bisa melakukan apa-apa. Saya teringat pada satu buku yang saya baca "Happiness is A Choice", dijelaskan itu tanggungjawab kita dalam banyak area hidup, kita mau pilih untuk bisa bahagia atau kita pilih yang sebaliknya begitu. Sebenarnya bisa, Pak Paul.
PG : Saya kira dari awalnya memang kita mesti mempunyai prioritas yang jelas. Kita mesti juga mengenal diri kita, keterbatasan diri kita juga dengan jelas dan kita bisa menerima diri kita apa aanya.
Kalau kita menguasai hal-hal itu saya kira kita lebih dijauhkan dari kemungkinan terkena keletihan mental.
GS : Supaya lebih konkret, Pak Paul, di dalam Alkitab apakah ada contoh nyata seseorang yang mengalami keletihan mental.
PG : Di 1Raja-Raja 18,19 itu tercatat tentang kisah Elia. Nabi Elia adalah nabi yang perkasa sekali dan dipakai Tuhan dengan dahsyat. Pada suatu kali Tuhan memintanya untuk menghadp raja Ahab, raja yang sangat kejam sekali dan telah meninggalkan Allah Yehova, sehingga Allah mengirim nabinya Elia untuk menegur Ahab.
Ahab akhirnya bertemu dengan Elia dan Elia menantang Ahab untuk membawa nabi-nabinya, nabi-nabi palsunya yaitu 450 nabi Baal dan 400 nabi Asyera. Di atas gunung itu mereka beradu, apa yang kita ketahui adalah Allah membakar semua korban persembahan, sedangkan nabi-nabi Baal dan Asyera tidak bisa membakar korban persembahan. Akhirnya Elia dianggap menang dan Elia turun, tapi kemudian apa yang terjadi ? Izebel istri Ahab marah dan mengancam ingin membunuh Elia. Elia lari, kita bisa membaca di sana dan Elia akhirnya naik ke gunung Horeb dan di situlah ia benar-benar mengalami keletihan mental. Di sana Tuhan berbicara dengan dia dan memberikan kekuatan kepada Elia. Nah itu latar belakangnya, di
1Raja-Raja 18,19. Ada satu hal yang ingin saya angkat, yaitu Elia mengalami letih mental setelah melakukan pekerjaan yang besar, yakni melawan 850 nabi palsu di hadapan seorang raja yang begitu kejam, raja Ahab. Mengapa akhirnya ia bisa mengalami keletihan mental ? Pekerjaan besar cenderung menegangkan dan menguras energi, baik fisik maupun mental. Inilah prinsip yang kita harus ketahui, jadi penting bagi kita untuk mengatur jadwal dengan baik. Berilah waktu jeda yang cukup setelah pekerjaan yang menguras energi mental maupun fisik. Kadang kita tidak bijaksana, kita menyusun jadwal begitu dekatnya satu sama lain dan pekerjaan yang berat-berat kita susun berurutan, tidak ada waktu jeda yang cukup akhirnya kita kelelahan bukan saja secara fisik tapi juga secara mental.
WL : Uniknya juga kalau kita baca pelayanan Tuhan, selalu ada waktu-waktu Tuhan menyendiri dari kerumunan atau Tuhan pergi ke bukit seorang diri lalu berdoa dan sebagainya. Nah sisi ini nampaknya agak jarang diperhatikan oleh hamba Tuhan maupun jemaat. Jemaat lebih menuntut hamba Tuhan harus ini, ini, harus terlibat ini dan ini, tidak ada waktu sisa untuk diri kita sendiri, begitu Pak.
PG : Betul sekali, maka penting kita membuat jadwal yang cukup panjang. Misalkan yang saya tahu Billy Graham, setelah melakukan KKR, dia akan mengambil waktu untuk berlibur. Benar-benar ia akanberlibur, lepas dari segala tuntutan.
Nah itu saya kira sehat, jangan menjadwalkan hari lepas hari, minggu demi minggu, 365 hari dan kita berbangga, wah kita begitu sibuk. Bukan, kita bukan hanya sibuk tapi kita juga tidak bijaksana, tinggal tunggu waktu akhirnya kita mengalami keletihan mental.
GS : Memang jadwal itu sulit, ya Pak Paul. Kalau masih jauh rasanya kita menggampangkan, 'kan waktunya masih jauh, biasanya memang mendekati hari H-nya yang kita jadi bisa keletihan mental.
PG : Betul, maka kalau satu kali dua kali kita mengalami seperti itu, seharusnya kita belajar. Kita mulai kenal batas-batas kita, kita harus mulai menjadwalkan aktifitas kita dengan lebih longgr.
Memang setiap orang tidak sama longgar, dekatnya. Kalau kita perlu lebih longgar, ya silakan lebih longgar, tidak harus kita sama dengan orang lain. Yang penting kita melakukan pekerjaan itu. Nah sekali lagi saya tekankan, semakin besar pekerjaannya, semakin menguras energi baik mental maupun fisik, jadi berarti harus lebih panjanglah waktu jeda setelahnya.
GS : Reaksinya nabi Elia apa, Pak Paul, setelah ia mengalami keletihan mental itu ?
PG : Dia sangat sangat tidak bisa lagi menguasai emosinya dan reaksinya dan dirinya. Tidak bisa. Dicatat di Alkitab dia ketakutan, nah ini sesuatu yang aneh ya. Menghadap raja Ahab dia berani,menghadapi 850 nabi-nabi Baal dan Asyera, dia sendirian, berani ! Tapi sekarang diancam oleh permaisuri, Izebel, dia ketakutan.
Jadi benar-benar suatu reaksi yang menandakan dia kehilangan keseimbangan hidupnya. Akhirnya apa yang dia rasakan ? Dia lari, lari ke atas gunung dan dia merasakan kesendirian. Seperti yang telah kita bahas, keletihan mental itu juga disebabkan oleh perasaan sendiri sekali. Firman Tuhan mencatat di pasal 18 ayat 22, "Elia berkata hanya aku seorang diri yang tinggal sebagai nabi Tuhan" padahal nabi-nabi Baal itu ada 450 orang banyaknya. Nah apa yang Tuhan lakukan ? Tuhan mengirim Elisa, seorang hamba Tuhan yang lain untuk mendampingi Elia. Firman Tuhan berkata, "Dan Elisa bin Safat harus kau urapi menjadi nabi menggantikan engkau". Nah apa prinsip yang bisa kita pelajari di sini ? Ternyata memang kita memerlukan teman yang dapat mendampingi kita dalam suka dan duka. Kalau kita suka pun, tapi tidak mempunyai teman, kita tidak membagikan kesukaan itu dengan orang lain. Kita simpan sendiri, nah itu pun tidak terlalu sehat. Apalagi dalam keadaan duka, kita mesti mempunyai pendamping, seseorang, sahabat yang bisa kita ajak berbagi rasa dengan kita. Rupanya ini tidak terjadi dalam diri Elia. Dia sendirian, rupanya dia "single fighter" dan kita nanti akan lihat bahwa sesungguhnya Elia punya orang lain, teman-teman yang lain, dia tidak sendirian, tapi entah mengapa Elia cenderung mau melakukan semuanya sendirian dan itulah akibatnya, dia mengalami keletihan mental.
GS : Lalu bagaimana reaksi Tuhan, Pak Paul ?
PG : Ini menarik sekali, Tuhan itu waktu bertemu dengan Elia di bukit Horeb, Tuhan hanya bertanya, "Apa yang engkau lakukan di sini, Elia ?" Elia menjawab, "Aku bekerja segiat-giatnya bagi Tuhn, tapi orang Israel meninggalkan perjanjianMu dan sekarang mereka ingin mencabut nyawaku".
Terus Tuhan berkata kepada Elia, Allah mengingatkan Elia bahwa usahanya tidak sia-sia, karena masih ada 7000 orang yang tidak sujud menyembah Baal. Nah, apa yang bisa kita timba dari ayat ini ? Begini, Elia merasa bahwa semua usahanya sia-sia, dia bekerja segiat mungkin tapi tidak membuahkan hasil, karena apa ? Masih lebih banyak orang Israel yang menyembah Baal dan Asyera. Nah tadi kita sudah belajar bahwa kalau kita melakukan pekerjaan namun kita menganggap pekerjaan itu tidak berhasil, tidak membuahkan apa-apa, kita rentan terhadap keletihan mental dan rupanya ini yang dialami oleh nabi Elia. Apapun yang dilakukannya, tidak ada hasilnya, tidak membuat perbedaan apa pun. Jadi apa yang mesti kita lakukan ? Di sini kita mesti belajar melihat hasil sekecil apa pun dan kita mesti memiliki fokus yang jelas sehingga kita dapat melihat hasilnya. Ingatlah bahwa tugas kita adalah setia mengerjakan kehendak Tuhan, kita menyerahkan hasilnya kepada Tuhan. Jadi ini pelajaran yang bisa kita petik, orang yang luput melihat hasil meskipun sebenarnya ada hasil akhirnya mudah sekali terkena keletihan mental. Ada orang yang mengharapkan hasilnya lebih besar, lebih besar, sehingga hasil yang kecil tidak dipedulikannya. Ya ini orang yang memang rentan terkena keletihan mental.
WL : Pak Paul, rasanya menggelitik sekali ya. Sebelumnya Elia begitu menggebu-gebu menantang nabi-nabi palsu tersebut, Ahab dan sebagainya tapi tiba-tiba menjadi seperti ini hanya karena dia merasa semua usahanya sia-sia, atau karena dia memang waktu itu telah menargetkan target sekian tapi target itu tidak tercapai.
PG : Jadi ini seperti yang tadi kita bahas, Bu Wulan. Ada orang-orang yang bekerja - bekerja - bekerja, tapi tiba-tiba blek mesinnya mati ! Nah itulah yang terjadi pada Elia. Dia orang yang bekrja - bekerja - bekerja, tapi seolah-olah dia tidak mengenal batasnya, mungkin dia memakai energi terlalu banyak dan dia "single fighter", tidak melibatkan orang lain dan dia mengharapkan hasil yang lebih nyata, lebih besar, tidak dilihatnya semua itu, akhirnya dia ambruk.
Maka menarik sekali Tuhan mengingatkan Elia bahwa masih ada 7000 orang, bukan 7, bukan 70, bukan 700 tapi 7000 berarti cukup banyak di Israel orang yang tidak sujud menyembah Baal. Jadi saya menyimpulkan, rupanya Elia terbiasa sendiri, maka Tuhan akhirnya mengirim Elisa mendampingi Elia. Rupanya Tuhan juga meminta Elia untuk membagi pekerjaannya, membagi hidupnya dengan orang lain.
GS : Musa sendiri juga pernah kelelahan pada waktu memimpin orang Israel sebegitu banyaknya sampai mertuanya memberitahu mesti di pilah-pilah.
PG : Betul, karena dia harus menjadi hakim bagi semua orang Israel yang kalau dijumlah sebetulnya dengan anak, dengan orangtua, dengan wanita, mungkin ada sekitar 3 juta orang. Nah satu orang bgaimana bisa menjadi hakim untuk begitu banyak orang.
Karena itu Jethro mertuanya memberi masukan yang sangat baik. Ia harus memilih orang-orang yang matang, yang rohani, yang bijaksana untuk menjadi pendampingnya yang nanti bisa melakukan tugas yang dia lakukan.
WL : Pak Paul, tadi Pak Paul mengatakan bahwa Tuhan menyediakan Elisa sebagai pendampingnya nabi Elia, tapi ada beberapa penafsir yang saya baca justru menafsirkan bagian ini bukan seperti yang Pak Paul jelaskan tadi. Justru ini seolah-olah bagian akhir dari pelayanan Elia, setelah itu sudah tidak terlalu banyak diceri-takan pelayanan-pelayanan Elia dan memang Elisa dipersiapkan untuk menggantikan nabi Elia.
PG : Nah ternyata waktunya memang Alkitab tidak menyebutkan berapa lama, ya Bu Wulan. Namun cukup banyak hal-hal yang terjadi antara Elia dan Elisa, jadi tidak langsung begitu turun dari bukit oreb maka itulah akhir dari pelayanan Elia.
Memang Tuhan berkata, "Elisa akan menggantikanmu". Tapi tampaknya ada masa peralihan, tidak langsung Elisa dengan segera menggantikan Elia. Jadi ada waktu-waktu di mana Elia terus didampingi oleh Elisa. Saya kira masuk akal, agar Elisa pun bisa belajar dari Elia, sebagai nabi yang masih muda dan ternyata setelah dia bisa, Tuhan mengangkat Elia pergi.
WL : Kesannya bukan Tuhan membuang nabi Elia oleh karena ada peristiwa yang seperti ini ya, Pak Paul. Karena banyak penafsir menganggap karena Elia seperti ini, akhirnya hidupnya seperti ini langsung digantikan Elisa. Padahal saya pikir-pikir akhirnya Tuhan mengangkat nabi Elia naik kereta dan sebagainya, itu 'kan suatu pengalaman rohani yang luar biasa sekali, Pak Paul.
PG : Betul dan banyak tugas yang dilakukan. Elia yang mengurapi Hazael, kemudian dia juga mengurapi Yehu, jadi benar-benar Elia melakukan banyak pekerjaan besar setelah itu dan setelah itulah bru Tuhan mengangkat dia.
GS : Memang yang menarik adalah kesabaran Tuhan menghadapi Elia yang sedang kelelahan mental ini, diberi makan, mau tidur ya dibiarkan tidur, sampai akhirnya pulih.
PG : Dan tidak pernah sekali pun Tuhan memarahi Elia, tidak pernah. Tapi Tuhan memang mengajarkan sebuah prinsip di sini, waktu Tuhan menampakkan diri kepada Elia, Tuhan menampakkan diri mula-mla dengan gempa, kemudian dengan api terakhir dengan angin yang sepoi-sepoi.
Seolah-olah Tuhan pertama-tama ingin mengkomunikasikan kepada Elia, "Akulah Allah yang dahsyat, Aku mampu melakukan segalanya, Aku bisa menghancurkan segalanya, Akulah Allah yang dahsyat" , tapi waktu Tuhan berbicara kepada Elia, Tuhan berbicara dalam keheningan angin yang sepoi-sepoi, seakan-akan Tuhan ingin mengatakan meskipun Aku Allah yang dahsyat, Aku Allah yang teduh, Aku Allah yang mengerti penderitaanmu dan Aku akan mau mendampingimu. Jadi Allah tidak datang sebagai Majikan yang marah karena hambaNya tidak mengerjakan tugas dengan baik. Tidak ya, Tuhan menerima bahwa Elia memang letih secara mental dan memang ada hal-hal yang harus Elia perbaiki tapi Tuhan tidak menyalahkan atau memarah-marahinya. Inilah bagian yang penting, yang mesti kita selalu ingat. Kita bisa datang kepada Tuhan dan Ia akan mampu mengerti kondisi kita, kita tidak usah menjelaskannya, Ia sangat mampu mengerti kondisi hidup kita.
WL : Orang yang mengalami kondisi seperti yang dialami oleh nabi Elia waktu itu lalu didatangi oleh Tuhan memakai cara seperti itu, rasanya sejuk sekali, ya Pak Paul.
PG : Sejuk sekali dan mengharukan, bahwa Tuhan tidak memarahinya malah Tuhan menerimanya seperti itu.
GS : Memang ini menjadi penghiburan tersendiri buat setiap kita, Pak Paul yang suatu saat pernah mengalami keletihan mental ini dan Tuhan akan menyembuhkan kita dengan caraNya yang sangat ajaib, sangat unik, spesifik untuk masing-masing kita. Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan ini, juga Ibu Wulan terima kasih. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengatasi Keletihan Mental". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami mengundang Anda juga untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sekalian sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.