[memilih_pasangan_hidup_1] =>
Lengkap
Hidup Tanpa Penyesalan-"Memilih Pasangan Hidup" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan rangkaian atau suatu seri tentang Hidup Tanpa Penyesalan dan untuk bagian yang pertama ini kita akan membahas tentang"Memilih Pasangan Hidup" bagian yang pertama. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Ini suatu program baru yang kami coba untuk siarkan dalam bentuk rangkaian yang terdiri dari beberapa seri. Dan seri kali ini tentang Hidup dalam Penyesalan dan ini merupakan sesuatu yang penting karena ada banyak orang yang pada usia tuanya atau bahkan belum tua menyesali kehidupannya. Hampir tidak ada orang yang tidak menyesali kehidupannya,"Kenapa dulu saya tidak seperti ini dan itu". Tentu kita berupaya agar sedikit mungkin yang kita sesali, kalau menghilangkan sama sekali rasanya tidak mungkin atau bisa saja terjadi seperti itu. Apa yang Pak Paul ingin angkat kali ini ?
PG : Betul sekali. Jadi seperti yang Pak Gunawan katakan, saya kira hampir semua kita di hari tua menengok ke belakang dan kita bisa berkata,"Kalau saja saya begitu dan berbuat seperti ini". Jai akan ada penyesalan yang kita bawa sampai di hari tua, ada peribahasa berkata sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga, sebaik-baiknya kita merancang hidup supaya tidak menyisakan penyesalan-penyesalan di hari tua akhirnya ada saja yang kita lakukan yang keliru sehingga di hari tua kita membawa penyesalan itu.
Jadi yang kita akan coba lakukan adalah mencoba memberikan masukan kepada para pendengar kita mengenai hal-hal apa yang perlu diperhatikan dalam hidup ini supaya kita tidak menyisakan penyesalan di hari tua.
GS : Memang penyesalan itu datangnya terlambat. Jadi ketika kita menyadari dan kita sudah tua tidak mampu lagi berkarier, tapi untuk menghapus kesalahan yang kita buat itu hampir mustahil. Jadi apa yang kita jalani sekarang adalah buah dari apa yang kita lakukan terdahulu.
PG : Betul sekali. Jadi apa yang kita telah tabur akhirnya harus kita tuai maka mudah-mudahan lewat seri yang baru ini, kita bisa menabur benih-benih yang baik supaya pada akhirnya kita dapat mnuai buah-buah yang baik.
GS : Dan kali ini kita mencoba berbincang-bincang tentang memilih pasangan hidup. Ini memang yang seringkali membuat orang menyesal sehingga ada yang mengatakan,"Kalau saya dilahirkan kedua kali maka saya tidak akan menikah dengan kamu". Itu berarti ada penyesalan tentang pilihan yang dia yakini atau dia rasakan salah pada akhirnya.
PG : Betul. Saya masih ingat kalau saya pernah mengikuti sebuah pelatihan yang diberikan oleh H.Norman Wright, dia seorang terapis keluarga di Amerika Serikat. Di dalam pembicaraan, dia berkatabahwa kebanyakan orang di Amerika Serikat ternyata lebih banyak memberikan waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian mengambil Surat Ijin Mengemudi (SIM) dibanding mempersiapkan diri untuk pernikahan.
Saya kira ini suatu pengamatan yang baik dan sudah tentu beliau berkata demikian berdasarkan pengalamannya menangani begitu banyak permasalahan dalam keluarga yang sebenarnya bersumber dari kita yang tidak hati-hati memilih pasangan sehingga akhirnya harus menuai konflik dalam keluarga kita. Pak Gunawan, salah satu penyebab kenapa kita keliru memilih pasangan hidup adalah karena kita terlalu cepat mengambil keputusan. Saya ingin kita menggaris bawahi kata terlalu cepat. Saya kira dalam pemilihan pasangan hidup, ini yang menjadi kesalahan yang paling umum diperbuat oleh kita, terlalu cepat mengambil keputusan. Maka kita mesti belajar jangan sampai terlalu cepat mengambil keputusan.
GS : Memang ada orang yang memiliki konsep siapa cepat dia yang dapat. Jadi kalau dia berlambat-lambat maka dia tidak akan menikah-menikah dan kebanyakan menggampangkan bahwa seolah-olah ini adalah hal yang alamiah jadi kalau nanti tidak cocok maka pisah saja, begitu Pak Paul.
PG : Jadi banyak orang yang harus kita akui waktu memilih pasangan hidup tidak melihat terlalu jauh dan itu masalahnya, terlalu memfokuskan pada apa yang dilihatnya sekarang dan sudah tentu yan sekarang itu yang menyenangkan hati dan mata, sehingga akhirnya mengambil keputusan menikah dengan dia dan pada akhirnya menuai badai konflik di dalam pernikahan.
GS : Cepat mengambil keputusan yang keliru seperti ini, itu apa saja, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa dan misalnya yang pertama adalah ada orang yang terlalu bernafsu di dalam memilih pasangan hidup, mungkin saja kita memang bertemu dengan orang yang memenuhi profil pasangan yng kita dambakan misalnya kita mengharapkan orang ini berbadan atletik atau orang ini berwajah cantik atau orang ini memang memunyai kebisaan tertentu, jadi ada yang kita dambakan dan kemudian kita bertemu dengan dia.
Tanpa berpikir panjang akhirnya kita pun langsung memutuskan untuk menikah dengan dia, sebab bagi kita perjumpaan itu ibarat durian runtuh dan kita melupakan fakta bahwa pernikahan didirikan di atas pengenalan yang mendalam dan bukan perkiraan belaka bahwa orang ini kira-kira seperti ini, sudah kenal dan sebagainya. Bukan seperti itu, bukan perkiraan tapi pengenalan. Jadi akhirnya kita memutuskan menikah dengan dia dan ternyata setelah menikah perkiraan-perkiraan kita itu tidak lengkap dan mungkin saja ada benarnya, tapi tidak lengkap sebab di belakang perkiraan itu ada setumpuk perbedaan-perbedaan yang tidak pernah kita ketahui.
GS : Tapi semua orang itu tertarik kepada pasangan hidupnya dari penampilannya, dari apa yang nampak secara lahiriahnya, Pak Paul.
PG : Betul sekali bahwa umumnya kita mendasarkan keputusan kita menikah secara tergesa-gesa atas ketertarikan jasmaniah karena dia begitu memikat, kita tidak lagi berpikir panjang dan ingin beramanya.
Misalkan kita mengingini pria yang mapan yang memunyai pekerjaan yang stabil misalnya punya rumah dan mobil, sempurna sesuai dengan profil yang kita inginkan. Atau, misalkan kita ingin wanita yang keibuan, dia bisa masak dan rasanya dia bisa mengurus anak, rasanya orangnya juga rajin, maka dia langsung dan tidak berpikir panjang lagi, akhirnya perkiraan-perkiraan itu yang menjebak. Sebab ternyata perkiraan itu meskipun bisa saja benar, tapi di belakang perkiraan itu ada setumpuk hal-hal lain yang memang kita harus kenali sebelum menikah agar kita tidak hanya mencoba untuk menyesuaikannya, tapi menjadi salah satu faktor pertimbangan kita, apakah kita mau atau bisa menikah dengan dia. Jadi misalkan tadi saya katakan, suaminya kedudukannya baik punya rumah, stabil dan sebagainya, tiba-tiba setelah kita menikah barulah kita menyadari kalau dia menghendaki istri tunduk 100%, tidak pernah protes, tidak boleh bicara apa-apa dan harus jaga rumah, harus bisa mengurus anak-anak dan tidak boleh menuntut apa-apa dan harus mengikuti kemauan suami 100%. Dia tidak mengetahui hal itu sebelum menikah. Atau ada suami yang memikirkan istri yang keibuan, bisa masak, mengurus rumah dan anak, kira-kira cocok menjadi istri saya dan setelah menikah akhirnya baru ketahuan misalnya dia tidak bisa terima kalau suaminya memunyai teman lain di luar, baik laki atau perempuan, inginnya suaminya pulang kerja langsung pulang ke rumah, pulang dari gereja langsung pulang ke rumah jadi tidak boleh bergaul dengan orang-orang lain, sehingga si suami mulai diputuskan hubungannya dari teman-temannya dan lingkungannya. Hal-hal ini yang perlu diketahui sebelum menikah sehingga kita bisa menjadikan hal ini sebagai bahan pertimbangan apakah setelah kita menikah, kita siap menjadi orang yang diinginkan oleh pasangan kita dan kita sanggup atau tidak menjadi seperti itu. Kalau kita terlalu bernafsu karena cocok dengan profil kita, kemudian kita langsung menikahinya, setelah menikah barulah kita menyadari kalau banyak hal yang membuat kita tidak nyaman.
GS : Kalau untuk orang yang terlalu bernafsu seperti yang Pak Paul tadi katakan, sesuatu yang negatif itu dilihatnya sebagai positif, jadi sewaktu berpacaran dalam hal ini kelihatan bahwa pasangannya hemat tapi setelah menikah dia melihat yang hemat ini sebagai kikir, pengekangan terhadap dirinya. Ini hanya perspektif dia saja.
PG : Mungkin pada masa berpacaran dia berkata,"Calon istri saya ini adalah orang yang hemat jadi nanti dia bisa mengatur rumah tangga, keuangan bisa dia pegang dengan baik" setelah dia menikah arulah dia sadar bukan hanya mengatur rumah tangga, tapi juga mengatur dompet dia dan juga mengatur uang yang keluar dari dompet dia sepenuhnya, tidak memberikan kebebasan sama sekali.
Waktu suami ingin sedikit kreatif membelikan mainan untuk anak dan sebagainya, kemudian si istri marah,"Kenapa kamu harus keluarkan uang untuk mainan seperti ini ? Anak-anak tidak perlu dibelikan seperti ini karena mereka mudah bosan". Kita mencoba menjelaskan,"Tapi anak-anak juga perlu mainan meskipun hanya bertahan setahun tapi tidak mengapa, tahun depan bisa membeli lagi". Istri menjawab,"Itu tidak perlu kalau tahun depan tidak bisa dipakai kenapa harus membeli sekarang ?" Akhirnya terjadilah pertengkaran. Jadi sekali lagi jangan terlalu bernafsu, banyak orang hidup dalam penyesalan di masa tua karena terlalu bernafsu memilih pasangan hidup.
GS : Bagaimana pendapat Pak Paul dengan orang yang mengatakan bahwa memang pernikahan itu semacam perjudian, kalau dia menang maka itu untungnya dia dan kalau kalah berarti itu nasibnya.
PG : Memang ada orang yang berkata seperti itu tapi saya lebih melihat pernikahan itu merupakan sebuah perhitungan artinya kita itu menghitung-hitung melihat baik-baik, menilai dengan seksama aakah orang ini bisa hidup bersama kita dan apakah kita sanggup hidup bersamanya.
Jadi sebelum menikah kita harus membuka mata melihat hal ini.
GS : Selain akibat terlalu bernafsu mungkin ada hal lain, Pak Paul, yang membuat orang salah memilih pasangan ?
PG : Salah satu penyebab lain adalah dia terlalu rohani jadi dia merohanikan segalanya, seolah-olah seperti beriman tapi saya memanggil hal ini beriman yang semu dan tidak benar-benar sejati, yitu ada orang yang beranggapan secara rohani bahwa Tuhan pasti tidak akan membiarkan kita memilih pasangan yang salah.
Jadi siapa pun orang yang kita yakini sebagai orang yang disediakan Tuhan pastilah pasangan yang sesuai. Tapi masalahnya adalah bagaimana kita memastikan dia adalah orang yang Tuhan sediakan, karena kita terlalu merohanikan segala sesuatu,"pastilah ini kehendak Tuhan kalau tidak maka tidak mungkin ketemu dia, pasti ini kehendak Tuhan dan kalau kehendak Tuhan maka tidak perlu kenal lama-lama, satu atau dua kali saja sudah cukup yang penting kita seiman dan sebagainya". Kita tidak lagi berhati-hati dan tidak menjalani masa berkenalan yang panjang dan kemudian kita memutuskan menikah, akhirnya kita harus menuai masalah demi masalah.
GS : Orang yang beriman mengatakan demikian,"orang yang dipertemukan dengan kita maka kita anggap ini adalah kehendak Tuhan karena selama ini kita tidak pernah ketemu dan kemudian tiba-tiba ketemu", atau teman lama yang dulu sudah lama berpisah dan sekarang bertemu, kalau ini bukan kehendak Tuhan maka ini kehendak siapa lagi ?
PG : Ini sama dengan orang yang misalnya berkata,"Sudah pasti kehendak Tuhan saya dirampok, kalau tidak maka saya tidak akan bertemu dengan perampok itu". Tidak seperti itu, perampok ini memangadalah orang jahat yang mau merampok kita.
Dalam pemeliharaan Tuhan yang sempurna, Dia memang membiarkan dunia ini tetap berada dalam keadaan tidak sempurna akibat dosa kita. Jadi kita memang harus menanggungnya dan karena dosa itu maka ada orang-orang berdosa yang ingin merampok orang lain. Dalam kehendak Tuhan dalam pengertian, Tuhan mengizinkan hal ini terjadi tapi bukannya Tuhan mengirim perampok untuk merampok kita, kita tidak berkata,"Tuhan mengirim perampok untuk merampok kita" tidak seperti itu. Jadi kalau kita tidak akan berkata,"Tuhan mengirim perampok untuk merampok kita" maka kita harus berhati-hati waktu berkata,"Pasti Tuhan yang mempertemukan kita dengan calon pasangan kita" sebab memang belum tentu, sebab pasangan itu harus diuji lewat perkenalan dan waktu. Tidak bisa kita berkata,"Pasti ini dari Tuhan". Memang benar Tuhan menuntun kita, Pak Gunawan, namun Dia pun menghendaki agar kita melakukan bagian kita yaitu memastikan bahwa kita memang sepadan dan kita tidak bisa menggantikan akal sehat dengan iman,"Kita tidak perlu pertimbangan-pertimbangan, yang penting beriman". Itu salah ! Dalam pemilihan pasangan hidup, iman tidak menggantikan akal sehat dan Tuhan pun tidak mau kita menukarkan akal sehat dengan iman yang seperti itu. Makanya di Alkitab hanya ada contoh-contoh yang sangat langka, misalnya waktu Ishak menikah dengan Ribka, hamba Abraham itu berdoa meminta pertolongan Tuhan dan itulah pertemuan secara lebih ajaib, tapi di luar itu memang tidak, karena Tuhan memberikan kebebasan sekaligus tanggung jawab kepada manusia untuk memilih baik-baik pasangan hidupnya. Jadi kita harus menjalani masa perkenalan dan masa penyesuaian. Kita harus ingat keharmonisan dalam pernikahan bukanlah hasil dari doa semata, keharmonisan adalah buah dari kerja keras menyesuaikan diri satu dengan yang lain.
GS : Mereka berdua memang berdoa, jadi mereka sepakat kita masing-masing berdoa mencari kehendak Tuhan dan mereka bilang bahwa,"ini memang kehendak Tuhan" apakah ini murni kehendak Tuhan ? Tidak ada yang tahu dan ini yang sulit.
PG : Dan kadang-kadang ada orang menggunakan contoh, lihat si A dan si B, mereka cocok meskipun tidak ada masa perkenalan, tapi mereka yakin kalau Tuhan yang mempertemukan, ada contoh seperti iu dan saya tidak sangkali, tapi kenapa kita mesti mengambil resiko setinggi itu, sedangkan Tuhan pun tidak menjanjikan Dia menuntun kita kepada pasangan hidup kita dengan cara seperti itu, tidak ! Tuhan menggunakan cara yang alamiah sekali dengan cara pendekatan, mengenal, menyesuaikan diri.
GS : Pak Paul, apakah ada hal lain tentang hal ini ?
PG : Yang berikut adalah kesalahan yang seringkali kita perbuat dalam pemilihan pasangan hidup yaitu kita terlalu menyederhanakan masalah. Mungkin kita sudah mulai merasakan bahwa ada perbedaanantara kita, tapi kita menolak untuk menghadapi atau menerima realitas dan kita beranggapan bahwa segala masalah pasti dapat diselesaikan asal kita saling mencintai, alasan itu yang biasa kita gunakan.
Kita pun juga beranggapan bahwa semua pernikahan mengandung masalah, jadi kita tidak perlu mengkhawatirkannya,"Bukankah semua orang yang menikah pasti memiliki masalah, jadi mengalir saja dan kita menikah saja sebab akhirnya walaupun orang yang sudah berpacaran 3-4 tahun pun harus menghadapi masalah dalam pernikahannya". Kita mungkin beranggapan bahwa yang penting kita jalani dan nanti ada waktu untuk kita menyelesaikan masalah dalam pernikahan. Atau mungkin masalah itu akan selesai dengan sendirinya. Kita lupa bahwa masalah tidak akan selesai dengan sendirinya, akhirnya kita harus berhadapan dengan masalah demi masalah. Jadi ternyata masalah yang sederhana di mata kita tidaklah sesederhana yang kita duga, pada akhirnya kita menemukan bahwa masalah demi masalah yang tak terselesaikan bertumpuk menjadi gunung masalah yang siap meletus.
GS : Seringkali permasalahan yang disepelekan adalah antara lain masalah keuangan. Jadi mereka sebenarnya belum siap secara finansial tetapi tetap nekat untuk menikah dan akhirnya menimbulkan banyak hutang dan sebagainya, sehingga masalah keluarga itu menjadi parah.
PG : Dulu sewaktu saya masih studi tahun 1970, ada hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa sebetulnya di Amerika serikat, penyebab pertama mengapa orang bercerai adalah karena faktor keuanga atau ekonomi dan bukan masalah perselingkuhan.
Jadi betul sekali kata Pak Gunawan bahwa kematangan, kesiapan secara ekonomi dalam pernikahan itu penting, kalau tidak akhirnya menjadi masalah dan banyak orang yang memang menyederhanakan masalah ini, yang penting saling cinta dan nanti masalah ekonomi bisa dibereskan dengan sendirinya, padahal setelah menikah tekanan ekonomi begitu besar dan akhirnya pasangan tidak sabar dan menuntut-nuntut kita,"Kamu harus kerja lebih keras", kita marah,"Saya sudah bekerja keras tapi mau apalagi." Istri berkata,"Kamu tidak bertanggung jawab dan tidak memikirkan bagaimana anak kamu". Akhirnya sering ribut, yang satu merasa kehilangan harga diri karena ditekan-tekan dan yang satu merasa,"Saya bernasib sangat susah menikah dengan orang ini karena harus hidup susah" akhirnya masalah menjadi terus bertambah.
GS : Di era di mana kesulitan ekonomi menjadi-jadi, sebenarnya ini menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan masak-masak sebelum menikah, Pak Paul ?
PG : Betul dan yang lain lagi adalah perbedaan. Jadi pada masa berpacaran kita cenderung menyederhanakan masalah sehingga perbedaan yang sudah kita lihat kita coba minimalkan,"Tidak apa-apa, bia selesai dan sebagainya" kemudian kalau tidak kita coba selesaikan dan sesuaikan nanti itu akan menjadi duri dalam relasi kita.
GS : Faktor lain yang seringkali diabaikan apa, Pak Paul ?
PG : Yang sering diabaikan adalah motivasi yang tidak murni dan kadang-kadang ini menjadi penyebab kenapa orang terlalu cepat menikah dan setelah menikah barulah dia tersandung. Apa yang saya mksud dengan motivasi yang tidak murni ? Mungkin ada orang yang menginginkan status menikah, karena sudah terlalu lama hidup membujang sehingga waktu ada kesempatan menikah maka dia langsung menikah daripada tidak ada status menikah sama sekali.
Atau ada orang yang menginginkan harta dari pasangannya, sehingga waktu dapat orang yang diidamkan maka tergesa-gesa dia nikahi atau ada juga yang membutuhkan perlindungan, hidup dalam kesusahan ketakutan sehingga pernikahan seolah-olah menjadi benteng yang baru bagi dia. Apa pun motivasinya kalau tidak murni dan akhirnya kita cepat menikahinya akhirnya itu tidak menjadi fondasi yang kuat dalam pernikahan kita, sebab kita mulai masuk ke dalam pernikahan dengan ketidakjujuran. Dengan motivasi yang tidak lagi murni dan ketidakjujuran merusakkan fondasi pernikahan. Yang penting yaitu kepercayaan, sebab lama kelamaan pasangan bisa tahu,"Jadi kamu mau menikah dengan saya karena kamu ingin ini dari saya, sehingga kamu menyuruh saya cepat menikahimu". Begitu orang berkata seperti itu,"Kamu ini tidak murni menikah dengan saya", maka kepercayaannya rontok jadi kita tidak lagi percaya dengan ketulusan dan kejujuran pasangannya itu. Akhirnya apa yang terjadi ? Mungkin orang ini merasa diperdaya, tidak bisa lagi menyerahkan hidup sepenuhnya dan takut, akhirnya belum lama menikah tapi sudah menghancurkan pernikahan itu sendiri.
GS : Yang seringkali membelokkan motivasi yang tadinya sebenarnya murni tapi terbelokkan menjadi tidak murni, seringkali ada andil dari lingkungan entah itu orang tua atau masyarakat di sekelilingnya seperti yang Pak Paul katakan,"usianya sudah tua tapi tidak menikah-menikah" sehingga orang tuanya mendesak dia, sehingga yang tadinya tidak memiliki motivasi yang betul tentang pernikahan, karena desakan seperti ini akhirnya melenceng.
PG : Jadi adakalanya kita menjadi korban lingkungan atau kondisi dan saya mengerti tidak mudah untuk menyanggah desakan dari lingkungan itu, tapi kita harus memikirkan akibatnya daripada masuk ernikahan dengan motivasi yang tidak murni dan akhirnya menuai badai, orang tidak lagi bisa percaya pada kita, pasangan kita justru merasa tertipu oleh kita dan menyimpan kemarahan yang besar akhirnya pernikahan itu menjadi retak.
Misalnya yang lain, merasa terpedaya misalnya mau hamil, jadi pada masa berpacaran seolah-olah dia mau membuka diri supaya akhirnya terjadilah hubungan di luar nikah dan ketika terjadi akhirnya harus hamil, maka harus dinikahi. Akhirnya ada orang yang setelah menikah sadar,"Saya ini benar-benar dijebak, kamu memang sengaja membiarkan hamil supaya akhirnya saya nikahi", sudah tentu dia salah karena dia mau melakukannya, tapi karena dia tahu kalau ada unsur jebakan itu akhirnya dia menyimpan kemarahan dan pada akhirnya ini susah sekali dipadamkan.
GS : Kalau itu bukan unsur jebakan tapi atas dasar suka dengan suka, apakah kehamilan di luar nikah juga mengancam keutuhan suatu rumah tangga, Pak Paul ?
PG : Seringkali demikian. Kebanyakan orang mengalami goncangan dalam rumah tangga mengawali pernikahan dengan kehamilan, sebab sebetulnya mereka itu belum siap menikah saat itu tapi terpaksa meikah.
Jadi karena ketidaksiapan mereka saat itu untuk menikah, tapi terpaksa menikah maka dia sudah menggoncangkan sendi pernikahan sejak awalnya, belum lagi akan ada yang merasa terjebak baik pihak perempuan yang memang harus hamil atau pun pihak pria yang menghamili. Jadi adakalanya salah satu dari keduanya merasa terjebak,"Saya belum siap menikah dengan kamu, tapi kamu sengaja membuat saya menikah dengan kamu". Jadi akhirnya menimbulkan masalah.
GS : Walaupun sebenarnya tidak ada maksud untuk menjebak, Pak Paul dan itu hanya perkiraan atau anggapan dia saja.
PG : Memang ada yang tidak punya maksud menjebak, tapi ada juga yang sengaja menjebak, sebab dia memang sengaja mau menikahi orang ini, terlalu bernafsu dan ingin cepat-cepat jadi digunakanlahcara seperti itu.
Jadi sekali lagi faktor kehamilan akhirnya membuat orang menikah, tapi membuat mereka menikah atau mengawali pernikahan di dalam ketidakstabilan atau ketidaksiapan yang akhirnya membuahkan masalah dalam pernikahan dan di hari tua membuahkan penyesalan,"Kenapa saya harus menikah dan hidup dengan dia". Jadi kita angkat topik ini dengan harapan kita berhati-hati dalam memilih pasangan hidup sehingga tidak harus hidup dengan penyesalan di hari tua kita.
GS : Pak Paul, sebelum kita mengakhiri perbincangan ini mungkin ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Amsal 3:5-7 saya kira adalah ayat yang tepat untuk pembicaraan kita"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam seala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak". Jadi kita mesti menyadari bahwa pengertian kita terbatas dan jangan sampai kita dikuasai oleh pengertian atau nafsu kita dan dengan tergesa-gesa memilih seseorang untuk menjadi pasangan hidup kita dan akhirnya kita jatuh ke dalam masalah-masalah yang disebabkan karena kita terlalu cepat mengambil keputusan.
GS : Tapi rupanya ada banyak faktor tentang penyesalan di hari tua khususnya dalam memilih pasangan hidup sehingga perbincangan ini harus kita hentikan dulu pada kesempatan ini, namun nanti kita akan lanjutkan untuk tetap membahas Hidup Tanpa Penyesalan mengenai"Memilih Pasangan Hidup" dan kita mengharapkan para pendengar setia kita ini, tetap dengan setia mengikuti program ini, terima kasih, Pak Paul. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja memulai suatu seri perbincangan tentang Hidup Tanpa Penyesalan dan perbincangan kami kali ini tentang"Memilih Pasangan Hidup" bagian yang pertama dan kami akan melanjutkannya pada perbincangan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.