Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Hendra akan berbincang-bincang dengan penginjil Sindunata Kurniawan M.K. beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang "Distorsi Seks" bagian pertama. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, kali ini topik kita menarik, judulnya distorsi seks. Apa maksudnya distorsi seks itu ?
SK : Mengenai distorsi ini berasal dari kata Bahasa Inggris "distortion", distorsi di Indonesiakan maknanya ini berkenaan dengan perubahan, penyimpangan, pemutarbalikan, kekacauan, kerusakan. Dan berkaitan dengan seks rupanya terjadi perubahan, penyimpangan, pemutarbalikan, kekacauan dan kerusakan tentang seks itu atau tentang pemahaman seks dan termasuk berarti penghayatan seks manusia atau kehidupan seks manusia. Dan ini menjadi topik yang sangat penting karena kalau kita melihat sekitar kita, distorsi seks ini merajalela dan bahayanya lebih lagi banyak anak-anak Tuhan tidak menyadari bahwa apa yang dia pahami dan dia hayati tentang kehidupan seks ini berangkat dari gagasan yang sudah terdistorsi. Jadi saya melihat topik ini memang topik yang sangat urgent atau genting untuk kita perlu bahas dan pelajari bersama.
H : Distorsi ini pastinya banyak, Pak Sindu ?
SK : Ada beberapa distorsi seks yang terjadi di antara kita dan ini yang perlu kita kenali. Apa saja bentuk distorsi itu dan apa yang sesungguhnya menjadi kebenaran sebagai kebalikan dari distorsi tersebut.
H : Jadi distorsi sebenarnya sudah hampir mencemari sebagian besar orang memahami tentang seks itu, begitu Pak Sindu ?
SK : Betul.
H : Kira-kira distorsi yang seperti apa yang bapak amati ?
SK : Distorsi yang pertama, orang berpikir bahwa seks itu identik dengan dosa dan Tuhan membenci seks. Jadi asumsi ini memberi dampak rata-rata orang percaya termasuk para pemuda, orang tua, pendeta dan gereja pada umumnya akhirnya cenderung gagap dan menjauhi percakapan yang berkenaan dengan seks. Bahkan khotbah kalau kita perhatikan di gereja kita masing-masing dalam setahun atau bahkan tiga tahun belum tentu mengangkat topik tentang seks dan ini yang membuat ada perasaan tabu, malu dan rasa bersalah kalau mempercakapkan itu di ruang gereja. Akhirnya apa yang terjadi ? Orang-orang kecenderungannya menganggap bahwa seks itu tidak ada kaitannya dengan kekristenan dan tidak ada kaitannya dengan kehidupan iman dan Tuhan sebab Tuhan itu kudus dan seks itu dosa, dibenci oleh Tuhan. Jadi orang lebih banyak mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang seks secara umum lewat pelajaran biologi waktu sekolah untuk umum SD, SMP atau SMA. Atau kita tahu dari relasi atau pertemanan kita. Jadi kita tahu lebih banyak dari sekitar kita dan lebih bahayanya lagi ternyata sebenarnya informasi yang diterima banyak orang termasuk oleh kebanyakan orang percaya, lebih banyak informasi yang sudah miring, yang sudah keliru yang didapatkan dari media, dari novel, film dan bahkan produk-produk pornografi.
H : Kalau saya perhatikan bisa jadi karena faktor budaya, Pak. Kalau budaya itu sudah mentabukan pembahasan tentang seks maka mau tidak mau sekalipun ini terdistorsi untuk dibahas tanpa rasa tabu, ini tidak mudah.
SK : Ini bukan hanya budaya, tapi budaya itu berangkat dari konsep teologi tentang seks. Jadi kita melihatnya tidak hanya dari dimensi cultural, budaya relasi antar manusia, komunitas manusia, tetapi juga dibelakang itu ada nilai yang berangkat dari nilai-nilai iman, nilai-nilai teologi, dan kalau dilacak teologi yang dipegang oleh sekian banyak orang percaya ialah teologinya bahwa seks itu identik dengan dosa dan Tuhan membenci seks. Ini ada satu tokoh bapak gereja yaitu Bapak Augustinus yang masuk dalam bapak gereja di abad awal dia mengajarkan bahwa dosa mula-mula itu diwariskan melalui hubungan seksual. Jadi karena itu akhirnya tanpa sengaja gagasan ini, pernyataan bapak gereja Augustinus ini, memengaruhi pikiran bahwa seks selalu dikaitkan dengan dosa dan gereja sering mengalami kesulitan dalam menghubungkan kekudusan dan hubungan seksual yang aktif. Bahkan seorang peneliti sejarah gereja menemukan bahwa ternyata hanya sedikit sekali orang menikah yang diberi gelar sebagai orang kudus, atau dalam istilahnya gereja Katolik diberi gelar Santo atau Santa. Dan tidak ada seorang pun dari Santo atau Santa ini yang diberi gelar karena telah menjadi teladan berkenaan kekudusan dalam pernikahan. Ini sesuatu yang diakibatkan distorsi itu.
H : Jadi kebenarannya adalah seks tidak identik dengan dosa dan Tuhan tidak membenci seks.
SK : Ya.
H : Itu dasar Alkitabnya bagaimana, Pak ?
SK : Kita akan melihat Kejadian 2:18, Kejadian 1:27-31 di dalam bagian ayat-ayat firman Tuhan ini kalau kita baca kita akan memperhatikan bahwa Tuhan inilah yang menciptakan manusia, merancang manusia. Jadi dikatakan, "Aku akan menjadikan penolong baginya" dikatakan pula, "Allah memberkati manusia laki-laki dan perempuan yang diciptakannya." Dikatakan di Kejadian 1:28 diberikan perintah "Beranak cuculah" dan di Kejadian 1:31 dikatakan, "Maka Allah melihat segala yang dijadikan itu sungguh amat baik". Jadi kebenarannya berkenaan dengan distorsi tadi yaitu bahwa Tuhanlah yang menciptakan seks. Jadi seks itu idenya Tuhan dan bukan ide psikologi, bukan ide sosiologi, bukan ide antropologi, tapi ide teologi atau ide Tuhan dan bersamaan dengan itu berarti seks itu kudus adanya. Dikatakan setelah penciptaan manusia "Sungguh amat baik" termasuk seks yang ada bersama manusia berarti juga sungguh amat baik.
H : Distorsi yang lain apa, Pak ?
SK : Kalau sedikit saya tambahkan sebelum masuk ke distorsi kedua, berkenaan dengan distorsi pertama ini maka sesungguhnya sepatutnya kita perlu merasa nyaman untuk bicara tentang seks termasuk saat ini. Kita pun mendengar di radio kita masing-masing maka nyamanlah, kita bicara tentang kekudusan Allah, kekudusan manusia, mimbar-mimbar gereja mari banjiri dengan bahasan tentang seks dan seksualitas manusia di tengah dunia yang semakin tergilas dengan banyak distorsi dan nilai-nilai amoralitas tentang seksualitas manusia karena ini adalah bagian dari kekudusan yang Allah berikan kepada kita. Mari di ruang-ruang gereja dan di ruang remaja bahkan di ruang Sekolah Minggu, di sudut manapun bahkan di rumah tangga kita ketika ibadah keluarga percakapan orang tua dan anak, mari percakapkan juga tentang seks di dalam terang firman Tuhan, ini menjadi sesuatu yang mengangkat kemuliaan dan harkat kita sebagai manusia.
H : Jadi ini sangat menolong sekali dengan kita mengetahui bahwa ini sebenarnya bukan sesuatu yang berkaitan dengan dosa dan kita sebaiknya jangan merasa tabu atau risih lagi untuk membahasnya.
SK : Benar. Termasuk salah satu korbannya, konsep teologi yang keliru ini akhirnya orang tua merasa tabu bicara tentang seks, artinya banyak anak tersesat karena mendapatkan narasumber bukan orang yang berintegritas takut akan Tuhan, bukan sumber yang berasal dari kebenaran Allah. 'Kan sayang disini.
H : Lalu distorsi yang kedua apa, Pak ?
SK : Distorsi kedua yang seringkali muncul adalah dipercayai bahwa seks itu dipercayai hanya untuk bereproduksi, hanya untuk prokreasi, tidak boleh dinikmati manusia ?
H : Maksudnya reproduksi dan prokreasi itu bagaimana ?
SK : Jadi maksudnya reproduksi atau prokreasi yaitu berhubungan seks supaya terjadi pembuahan dan terjadi kehamilan untuk melahirkan keturunan, hanya untuk itu. Tidak boleh dinikmati, jadi memunyai bacaan-bacaan, atau mendengarkan seminar tentang bagaimana menikmati hubungan seks suami dan istri, itu berdosa sekali dan tidak boleh dinikmati. Seks mirip dengan konsep dosa tadi yaitu identik dengan kutukan, jadi seks itu hanya untuk keturunan saja, seperti perintah Tuhan tadi katakan dalam kejadian 1:28 "Beranak cuculah dan bertambah banyak" jadi hanya untuk prokreasi berreproduksi, tidak ada "Nikmatilah seks" sehingga bicara tentang distorsi ini salah satunya didukung oleh bapak gereja yang lain tanpa disadari di dalam abad ke 2 yang bernama Clement dari Aleksandria, dia hanya mengizinkan hubungan seks itu hanya untuk mendapatkan keturunan yaitu hanya dalam rentang waktu 12 jam dari 24 jam yang tersedia dalam satu hari. Jadi hubungan seksual hanya untuk mendapatkan keturunan dan itupun hanya separuh hari, jamnya dibatasi. Kemudian terjadi pada abad pertengahan itu melarang hubungan seks 40 hari sebelum Natal, itu tidak boleh. Jadi waktu itu kira-kira minggu adven tidak boleh berhubungan seks. Kemudian tidak boleh melakukan berhubungan seks 8 hari sesudah Paskah ataupun 40 hari sebelum Paskah dan berbagai batasan, akhirnya kalau dihitung hanya boleh berhubungan seks sebanyak 83 hari dalam setahun, itupun identik hanya untuk menghasilkan keturunan untuk bereproduksi atau prokreasi.
H : Itu kacau sekali, Pak? Itu 'kan abad awal dan pertengahan ?
SK : Abad pertengahan dan sekarang pun masih muncul.
H : Dampaknya seperti apa dalam kehidupan saat ini, Pak?
SK : Dampaknya beberapa orang percaya merasa bersalah kalau melakukan hubungan seks. Ada rasa tidak kudus. Ketika mereka melakukan hubungan seks menjadi terburu-buru dan tidak terlalu dinikmati. Ketika mereka berpikir bagaimana cara menikmati lebih lanjut, mereka tidak berani atau melakukan dengan rasa bersalah akhirnya mencari-cari buku tentang gaya-gaya berhubungan seks, mencari tahu bagaimana meningkatkan kepuasan tapi dengan sembunyi-sembunyi dengan rasa bersalah. Atau salah satu pasangan mengatakan, "Tidak boleh dinikmati, cukup sekian saja, kamu minta tambah frekuensinya, minta ini dan itu, itu berdosa, secukupnya saja hanya untuk kewajiban sebagai suami istri". Jadi ini bisa melahirkan bentuk-bentuk rasa frustrasi untuk beberapa pria atau wanita yang ingin menikmati karunia seks ini. Jadi ini menjadi salah satu akar masalah. Atau akhirnya beberapa yang ingin menikmati memilih untuk menikmati secara liar tanpa melihat lagi batasan yang sehat dan wajar, dengan pornografi baik itu gambar, film atau melakukan seks diluar nikah karena merasa Tuhan tidak peduli tentang saya yang butuh tentang seks. Jadi akhirnya cara dia menikmati seks itu di luar kontrol dan tambah merusak.
H : Jadi dampaknya bisa membuat orang frustrasi karena tertekan atau terikat dan ekstrem satunya lagi malah memberontak.
SK : Betul.
H : Jadi kebenaran sesungguhnya seperti apa, Pak?
SK : Jadi kebenaran yang sesungguhnya saya mau mengutip satu bagian firman Tuhan dari Amsal 5:18 & 19 dikatakan, "Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan istri masa mudamu, rusa yang manis, kijang yang jelita biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau dan engkau senantiasa birahi karena cintanya." Jadi teks firman Tuhan dalam kitab Amsal 5 ini menegaskan bahwa menikmati seks itu merupakan sesuatu yang sah, menikmati seks dalam pernikahan itu adalah rancangan dan bahkan perintah Tuhan "Diberkatilah, nikmatilah, puaskanlah" Jadi ini memang perintah Tuhan. Jadi kenikmatan seksual itu bukan dosa. Jadi kenikmatan yang memang Allah ijinkan dan karuniakan seks ini kepada manusia, bukan hanya untuk bereproduksi tapi juga untuk dinikmati. Jadi rancangan Allah demikian adanya.
H : Jadi kalau boleh disimpulkan dari ayat yang Bapak sampaikan sebuah kalimat kesimpulan untuk mengoreksi atau meluruskan distorsi tadi ?
SK : Yaitu adalah menikmati seks dalam pernikahan adalah rancangan dan perintah Tuhan. Itulah kebenarannya.
H : Distorsi yang berikutnya apalagi, Pak ?
SK : Distorsi yang ketiga yaitu bahwa seks adalah hubungan biologis semata, seks itu hanya berkenaan dengan pertukaran cairan kelamin, hanya berkaitan dengan kelamin saja. Jadi dampaknya kalau orang memiliki pemahaman demikian akhirnya dia merasa, "Ya sudah aku hubungan seks, kalau aku tidak puas dengan pasanganku, maka tidak apa-apa cari ganti. Memang dosa tapi hanya faktor seperti orang berciuman atau pegangan tangan, ini hanya soal penis masuk ke vagina dan kemudian tidak ada apa-apa dan tidak ada perselingkuhan emosi dan kami tidak ada suatu ikatan affair. Saya kepingin pas kami berjauhan, istri saya tinggal di plosok sana dan saya tinggal di negara yang lain untuk bekerja mencari dolar mensejahterakan keluarga, saya butuh pemenuhan biologis jadi kalau tidak ada istri ya sudah, yang penting saya setia dengan pernikahan ini, saya kirim uang dan sayang-sayangan lewat telepon, Skype teleconference, kalau hubungan seks hanya tukar badan saja. Itu saja. Buat apa repot ?"
H : Ini distorsi yang lebih mengerikan dan ini tampaknya banyak terjadi ?
SK : Benar. Jadi orang meremehkan hubungan seksual hanya sebatas hubungan biologis semata.
H : Yang seharusnya bagaimana, Pak ?
SK : Dalam hal ini saya ingin kita melihat bagian firman Tuhan dalam Kejadian 2:24 "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging". Jadi dari teks firman Tuhan ini kebenarannya adalah seks itu lebih dari sekadar hubungan biologis tapi seks itu membawa seorang suami dan seorang istri masuk ke dalam sebuah relasi yang saling mengikat dan mengalami kesatuan dimana dua menjadi satu. Jadi kalau saya bahasakan dengan lebih singkat lagi, hubungan seks itu kebenarannya adalah bukan sekadar hubungan badan atau biologis semata tetapi ketika kita melakukan hubungan seks terjadilah disana pertalian jiwa, pertalian roh. Jadi seks itu bukan dimensi fisik semata, penis ketemu vagina tapi jauh lebih dari itu adalah jiwa pria dan wanita itu bertemu dan menyatu. Itu sudah rancang bangunnya Tuhan, arsiteknya seks, Tuhan merancang dimana penis ketemu vagina disanalah jiwa dua menjadi satu. Maka dalam konteks inilah lahir keseriusan dosa percabulan ataupun perzinahan sebagaimana di dalam 1 Korintus 6:16-20 kalau boleh saya bacakan, "Atau tidak tahukah kamu, siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: Keduanya akan menjadi satu daging." Ayat 18, "Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri." Jadi ada sesuatu yang berbeda antara dosa seksual dengan dosa non-seksual. Maksudnya antara dosa perzinahan atau percabulan ini dengan dosa-dosa yang lain, karena ada jiwa yang dipersatukan sehingga kita jangan anggap remeh, "Tidak apa saya gonta ganti pasangan seks, karena hanya pertukaran cairan kelamin saja" Tidak sesederhana itu ! Kamu boleh berhubungan seks kemudian kamu tinggalkan tapi ketika kamu sudah melakukannya sebenarnya jiwamu sedang menyatu dan ketika kamu berhubungan dengan pria atau wanita yang lain berarti kamu terjadi distorsi dalam jiwamu. Jiwamu sebenarnya tercabik-cabik, sehingga kalau kita boleh meneliti siapapun yang melakukan hubungan seks secara liar, tidak setia kepada pasangan hampir dapat dipastikan jiwanya tanpa disadari mengalamai degradasi, kemerosotan, ada kekacauan jiwa. Mungkin secara tampilan lahiriah hidupnya baik tapi kalau diteliti jiwanya menderita dan ketika orang melakukan perzinahan dia tidak bisa meninggalkan perzinahan itu ada perasaan kesatuan yang sempat terjadi. Dan setelah orang melakukan perzinahan dan ingin bertobat, kalau dia tidak membereskan pemutusan jiwa atau roh yang terjadi ini maka dia akan terngiang-ngiang atau terobsesi untuk kembali lagi kepada pasangan seksualnya itu. Itulah yang membuat kenapa Allah mengurung berhubungan seks harus hanya di dalam pernikahan kudus, di luar itu adalah kesesatan dan kekejian, di luar itu adalah kenajisan dan kehinaan di hadapan Allah karena itu sangat eksklusif, ada jiwa yang sedang dipertaruhkan, ada roh manusia yang sedang "diperjualbelikan" ketika orang melakukan hubungan seks itu.
H : Pasti sangat menderita dan menyiksa sekali walaupun tampilan luarnya terlihat baik-baik saja.
SK : Ya. Jadi dalam konteks ini memang orang tidak boleh lagi memandang remeh hubungan seks, orang perlu serius, perlu menghormati hubungan seks itu. Jadi satu bagian firman Tuhan yang lain dikatakan di dalam Ibrani 13:4 saya tambahkan, "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah." Jadi berkaitan dengan perzinahan ini Allah memberi satu pernyataan yang sangat eksplisit, orang sundal, pezinah akan di hakimi Allah dan bukan orang yang tidak jujur, orang yang berbohong, orang yang menyakiti sesama, bukan seumum itu ! Tapi spesifik sekali yakni dosa perzinahan. Kalau dalam bahasa terjemahannya dari bahasa asli, "Hendaklah kita menghormati perkawinan itu, menghormati berkenaan dengan hubungan seks yang dihormati itu. Ini merupakan sesuatu yang spesifik, sakral di hadapan Allah.
H : Dari tiga distorsi yang kita bahas kali ini, kalau boleh saya simpulkan ternyata memang distorsi ini berkontribusi membuat seseorang berpotensi untuk jatuh di dalam dosa perzinahan atau percabulan. Misalnya yang pertama ketika kita menganggap seks itu tabu untuk dibicarakan, seks itu berdosa dan Tuhan membenci. Ternyata ketika tidak bisa dibicarakan dengan leluasa, ada kecenderungan mencari melalui pornografi dan itu sebenarnya membuka pintu terhadap dosa. Demikian juga pada distorsi kedua dan ketiga, itu semua membuat kita bukan saja salah memahaminya tetapi juga salah mengaplikasikan dalam kehidupan dan akhirnya terjerumus dalam dosa. Bukankah begitu, Pak Sindu ?
SK : Benar. Jadi bahwa seks itu bagaikan air, sungai, sungai yang melimpah airnya untuk dinikmati kesejukannya dan dinikmati kesegarannya dan Allah sudah memberikan alirannya, bagaimana cara menikmati alirannya. Tapi kalau orang dibendung karena merasa bersalah atau berdosa, merasa tabu dan malu, lama-lama bendungan itu bisa melahirkan frustrasi dan akhirnya meledak akhirnya menjadi liar kemana-mana dan tidak memahami konteks waktu, tempat, relasi, kalau sedang ingin ya tabrak saja, kalau sedang ingin lampiaskan saja dan ini yang liar. Atau sisi yang lain karena memandang rendah atau sepele akibatnya jadi pasaran dan tidak memandang lagi sebagai sebuah kemuliaan, hanya menjadi sebuah mekanisme biologis. Dalam konteks ini saya boleh mengatakan kita bisa lebih hina bahkan bagaikan seekor anjing. Anjing saja ada masa birahi kapan dia ingin dan melakukan hubungan seks dan kapan tidak. Kalau tidak masa birahi dia tidak kepingin. Tapi manusia tidak seperti binatang. Setiap saat kalau dia dirangsang maka dia akan selalu mengingini sepanjang hari, kalau dia umbar dengan pornografi dan sebagainya maka dia semakin terobsesi dan semakin melakukan dan makin lama makin kehilangan makna dan kemanusiaannya. Sehingga orang itu kalau ditanya, "Kamu bahagia tidak?" Dia jawab, "Tidak." Hidupnya hanya mekanisme hubungan seks, pikirannya hanya seks dan perasaannya sangat galau, kacau, tubuhnya tidak memiliki kesehatan karena jiwa yang kering ini. Jadi kita harus kembali pada kebenaran yang sesungguhnya tentang seks kalau kita mau kembali kepada kehormatan kemanusiaan kita dan kembali kepada kebahagiaan sejati sebagai manusia.
H : Saya yakin pasti banyak distorsi lain, tapi karena keterbatasan waktu kita harus mengakhiri pada segmen kali ini. Terima kasih Pak Sindu, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Distorsi Seks" bagian pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.