Tuhan tahu apa yang AKAN terjadi sedang kita tahu apa yang TELAH terjadi. Oleh karena kita hanya tahu apa yang telah terjadi dan tidak tahu apa yang akan terjadi, kita mudah cemas. Sewaktu menghadapi kesulitan kita bingung dan dalam kebingungan kita mudah marah dan menyalahkan Tuhan. Lewat perjalanan Israel dari Mesir menuju Kanaan, kita dapat belajar satu pelajaran berharga yakni Tuhan sudah menyiapkan segala sesuatunya. Kita tidak perlu khawatir—apalagi marah—sebab Tuhan tahu dan Ia sudah berjalan di muka.
Tantangan pertama yang dihadapi Israel setelah keluar dari Mesir adalah kejaran serdadu Mesir. Tuhan menolong; Ia menenggelamkan Mesir di Laut Merah. Tantangan kedua yang dihadapi Israel adalah kesulitan air. Di Mara ada air tetapi airnya pahit. Tuhan menyuruh Musa melemparkan kayu ke dalam air, dan air itu menjadi manis sehingga dapat diminum. Setelah itu Tuhan membawa mereka ke Elim dan di situ terdapat 12 mata air dan 70 pohon korma. Tantangan ketiga adalah kelaparan. Tuhan menolong dengan cara menyediakan manna yang turun dari langit dan daging burung puyuh untuk lauknya. Tantangan keempat adalah tidak ada air sewaktu mereka tiba di Masa dan Meriba. Tuhan menyuruh Musa memukul gunung batu dengan tongkatnya dan keluarlah air, sebagaimana dapat kita baca di Kitab Keluaran 17. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik.
Ringkasan T 500 A [2]
Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi
Simak judul-judul tentang "MASALAH HIDUP" lainnya di www.telaga.org [3]
Saya seorang pemudi berusia 33 tahun, tidak memunyai figur ayah yang memimpin/pelindung/berkarakter kuat, karena ibu yang lebih dominan dan lebih pintar. Saat ini saya sedang didekati oleh seorang pria berusia 35 tahun, seiman, tapi kalau menurut analisa saya, tidak seimbang dalam hal cara berpikir, logika dan iman juga. Dia seorang pengurus/pelayan, tapi hubungan pribadi dengan Tuhan tidak dinamis dan baru mulai lagi setelah 10 tahun, sebelum bertemu dengan saya. Ada banyak hal yang tidak saya sukai dari dia, tapi berkali-kali ditolak, berkali-kali juga dia datang dan berjanji untuk berubah atau menjadi lebih baik. Meskipun saya tidak tahu apakah motivasinya sebatas supaya saya suka atau memang dia benar-benar berubah, terutama hal-hal yang berkaitan dengan karakter/sifat ayah saya yang saya benci.
Mohon nasihat untuk sikap saya ke depannya. Saat ini saya belum meng-iya-kan untuk berpacaran dengan dia, meskipun sudah jalan berdua beberapa kali, tapi hal ini malah menjadi beban saya, karena saya menjadi merasa sungkan atau bahkan sulit untuk menolak dia. Tapi di sisi lain saya juga mengingat umur dan apakah karena luka hati saya sehingga saya tidak bisa membuka diri untuk orang lain yang sifatnya mirip ayah, tetapi bukan ayah. Saya merasa sangat bingung.
Terima kasih, salam : NTL
JAWABAN :
Yang terkasih Sdri. NTL,
Terima kasih sudah membagikan pergumulan melalui email ini. Nampaknya kebingungan Anda bersumber dari kondisi yang serba salah. Di satu sisi Anda ‘dituntut’ karena usia untuk segera memiliki pasangan, namun di sisi lain Anda bertemu dengan figur pria yang tidak Anda sukai bahkan mirip dengan figur ayah. Anda merasa tidak cocok dan tidak suka, namun pihak pria terus maju, sehingga sepertinya tidak kuasa untuk menolak.
Memiliki pasangan hidup memang perlu sangat berhati-hati karena menyangkut keputusan seumur hidup. Anda perlu mengenali diri sungguh-sungguh dan juga mengenal calon pasangan. Kadang-kadang keputusan menjadi gegabah karena tekanan tertentu, misalnya tekanan pihak orang tua atau tuntutan usia.
Sekiranya Saudari NTL dapat memertimbangkan beberapa hal, yaitu :Mudah-mudahan Saudari NTL terus melibatkan Tuhan dalam pergumulan mencari dan menemukan teman hidup. Dia tahu yang terbaik dan terus mendampingi serta merencanakan yang terbaik bagi hidup Saudari NTL, baik ketika masih sendiri maupun sudah berpasangan. Percayalah kepada DIA !
Salam dari :
Stefani Sutedjo
KEGEMBIRAAN BERMAIN BARONGSAI:
ALLAH TURUT MERASAKAN
Oleh : Lidanial, M.K., M.Pd. *)
"Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15)
Beberapa waktu yang lalu, pengalaman bersama Andi (8 tahun, bukan nama sebenarnya), seorang anak laki-laki dengan autisme, mengajar dan mengingatkan saya kembali tentang pentingnya upaya memahami alasan yang melatarbelakangi sebuah perilaku tertentu muncul, khususnya perilaku yang sekilas terkesan negatif yang ditunjukkan oleh anak-anak yang pada umumnya masih terbatas kemampuan dalam mengomunikasikan perasaan mereka. Apalagi bagi anak-anak dengan autisme yang tidak atau belum mampu menyampaikan secara verbal keinginan mereka seperti Andi.
Dalam salah satu sesi pembelajaran (intervensi) di rumahnya, saya mengajak Andi bermain bulu tangkis yang merupakan salah satu aktivitas yang disenanginya. Setelah sekitar sepuluh menit kami bermain bersama, Andi tiba-tiba mengambil kok yang kami gunakan dan membawanya berlari sambil memutari ruangan. Bukan sekadar memegang kok tersebut, terlihat jelas gerakan jari-jari tangannya seperti ingin mencabut atau melepas bulu-bulu yang ada di kok tersebut.
Ayah Andi yang juga bersama dengan kami pada waktu itu segera menegur Andi, "Andi, tidak boleh dirusak koknya!" Saya juga mendekati Andi, berdiri di depannya sambil memegang tangannya yang memegang kok dan menatapnya, saya berkata, "Andi, tidak boleh dicabut ya." Tapi di luar dugaan saya, Andi menunjukkan respons yang tidak seperti biasanya. Sepertinya dia kesal dan tidak mau mengikuti permintaan kami. Terasa dia mengeraskan tangannya yang saya pegang. Kemudian dengan cepat dia menarik tangannya dari pegangan saya lalu kembali berlarian sambil jari-jari tangannya terlihat berusaha mencabut bulu-bulu kok tersebut. Dalam benak saya muncul pertanyaan, "Mengapa perilaku Andi agak berbeda hari ini ya? Biasanya dia nurut, tetapi mengapa tadi dia sepertinya kesal pada waktu saya memintanya untuk tidak mencabut bulu kok itu ya?"
Pada waktu itu, saya sempat terpikir untuk mengambil kok itu, atau lebih tepatnya merebutnya dari tangan Andi daripada kok yang masih baru itu rusak. Tetapi, sebelum saya melakukannya, tiba-tiba saja, saya teringat sesuatu ketika melihat Andi melakukan satu gerakan yang unik dengan kok tersebut. Sebuah gerakan yang sering saya lihat dilakukan Andi. Dengan kedua tangannya, Andi memegang dan mengangkat kok yang kecil itu dengan kedua tangannya, memposisikannya beberapa sentimeter di atas kepalanya dalam posisi seperti topi segitiga, lalu dia berlari sambil melompat-lompat.
Gerakan Andi tersebut mengingatkan saya tentang gerakan dalam permainan barongsai yang hampir dalam setiap sesi intervensi dilakukannya ketika dia merasa senang atau sudah bosan dengan satu aktivitas. Dia akan mengambil apa saja yang "dianggapnya" atau dapat dijadikannya seperti kepala barongsai, memposisikannya di atas kepalanya, kemudian dia akan melompat-lompat meniru gerakan pemain barongsai sambil tertawa kegirangan. Terkadang dia naik ke atas kursi lalu melompat sambil menggerakkan sesuatu yang dianggapnya "kepala barongsai" itu di atas kepalanya.
Rupanya Andi menganggap dan memerlakukan kok itu seperti kepala barongsai yang mungkin menurutnya terlalu kecil sehingga dia ingin "memperbesarnya".Karena itu dia melakukan gerakan seperti ingin mencabut atau melepaskan bulu-bulu kok tersebut. Dia sama sekali tidak berniat merusak kok tersebut, tetapi ingin menjadikannya lebih "besar" sedikit sehingga bisa lebih cocok digunakannya sebagai ganti kepala barongsai. Hal yang sebelumnya sama sekali tidak terpikirkan oleh saya maupun ayah Andi ketika melihatnya "menarik-narik" bulu kok tersebut.
Setelah saya mengetahui alasan di balik perilaku "negatifnya" tersebut, saya berusaha mencari cara mengalihkannya. Saya meminta izin mama Andi untuk menggunakan dua ember kosong yang ada di dapur pada waktu itu. Saya memberikan salah satunya kepada Andi sambil mengambil kok yang tadi tidak mau diberikannya kepada saya. Kemudian saya mengangkat ember yang saya pegang ke atas kepala saya dan memposisikannya seperti kepala barongsai. Saya berusaha semampu saya bergerak meniru gerakan pemain barongsai seperti yang berulang kali saya lihat dilakukan oleh Andi. Lalu saya mengajak Andi untuk melakukan hal yang sama. Beberapa menit setelah itu, untuk sejenak kami berdua terlibat dalam permainan barongsai dengan kedua ember itu. Mendengar tertawanya yang begitu lepas, terlihat Andi menikmati permainan "barongsai" kami tersebut.
Pengalaman bersama dengan Andi ini mengingatkan saya tentang karya inkarnasi Kristus. Allah Sang Pencipta alam semesta rela menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Inkarnasi menjadi cara yang dipilih-Nya untuk datang ke dunia dengan tujuan membebaskan manusia yang telah memberontak kepada-Nya dari belenggu kuasa dan hukuman dosa. Bahkan, sebuah kandang hewan di kota kecil Betlehem menjadi "kamar tidur" pilihan-Nya agar tubuh mungil-Nya dapat dibaringkan pada malam Dia dilahirkan di dunia ini. Philip Yancey dalam bukunya, "Bukan Yesus yang Saya Kenal" menuliskan: "Allah yang menggemuruh, yang bisa memerintahkan pasukan dan kekaisaran seperti menggerakkan pion di papan catur, Allah ini muncul di Palestina sebagai seorang Bayi yang tidak bisa bicara atau menelan makanan padat …. Kunjungan Allah ke muka bumi mengambil tempat di kandang hewan, tanpa pegawai dan tidak ada tempat untuk meletakkan Raja yang baru lahir kecuali tempat makanan hewan." Sesuatu yang melampaui kemampuan nalar manusia untuk dapat memahaminya.
Cara yang dipilih Allah untuk datang ke dunia ini mempresentasikan secara gamblang tentang hati-Nya. Penulis Ibrani mencatat: "Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan (Yunani – sumpatheo: bersimpati, merasa seperasaan) kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ibrani 4:15). Allah, Sang Mahakuasa dan Mahamulia, rela menyamakan diri-Nya dengan manusia yang hina dan tinggal di antara ciptaan-Nya ini, serta ikut merasakan berbagai pergumulan, kesulitan, masalah, dan tantangan di dalam kehidupan ini. Dia ingin hadir dalam keseharian pergumulan kehidupan manusia, bahkan rindu selalu dekat dengan mereka dan siap setiap saat menyatakan kuasa-Nya yang tidak terbatas dalam kehidupan ini. Kerinduan-Nya semakin hari kehadiran-Nya semakin dialami secara nyata oleh anak-anak-Nya.
Ketika mengingat kembali pengalaman bersama Andi pada waktu itu, saya sempat berandai-andai. Bagaimana jika seandainya saya dan ayah Andi, karena kemampuan dan kesabaran kami yang terbatas untuk bisa sampai memahaminya, kami tetap tidak mengetahui alasan di balik tindakannya yang "merusak" kok tersebut dan dia terus "merusakkannya"? Kemungkinan besar saya akan mengambil kok tersebut, yang mungkin dengan sedikit paksaan karena Andi pasti menolak untuk memberikannya. Respons saya tersebut kemungkinan akan membuat Andi merasa tidak dimengerti. Hal lain yang dapat dipastikan, saya dan Andi juga tidak akan pernah menikmati kebersamaan dan kegembiraan ketika bisa bermain barongsai bersama dengan menggunakan kedua ember tersebut.
Allah, Sang Sumber Kehidupan, yang kasih dan kuasa-Nya tak terbatas itu telah turut merasakan berbagai pergumulan kehidupan yang semakin tidak mudah dan tidak pasti hari-hari ini, termasuk berbagai harapan dan kerinduan hati kita, bahkan kekecewaan, kekhawatiran, ketakutan atau keputusasaan kita. Walaupun semua itu mungkin sangat sulit untuk diungkapkan dan tersembunyi begitu rapat dalam relung hati kita yang terdalam sehingga orang-orang terdekat dengan kita pun tidak mengetahuinya. Mari datanglah pada-Nya dengan penuh keyakinan dan penyerahan diri. Nantikanlah dengan penuh pengharapan pertolongan-Nya yang akan datang tepat pada waktunya!
*) Salah seorang konselor PKTK Sidoarjo yang berdomisili di Bengkayang, Kalimantan Barat
Tahun 2023 telah kita lalui dengan pimpinan dan pertolongan Tuhan. Biarlah apa yang sudah kita peroleh sepanjang tahun 2023, menjadi bahan evaluasi untuk memasuki tahun 2024 dengan satu keyakinan bahwa DIA yang hidup akan menyertai kita sepanjang tahun 2024.. Beberapa doa syukur dan doa permohonan adalah sebagai berikut :
Links
[1] https://alkitab.mobi/tb/Mzm/92/6/
[2] https://telaga.org/audio/ia_sudah_menyiapkan_segala_sesuatunya
[3] https://telaga.org/www.telaga.org