Salah satu wujud nyata kasih adalah memertimbangkan perasaan pasangan. Sayangnya tidak selalu kita berhasil mengingat perasaan pasangan sebelum kita melakukan tindakan yang melukai hatinya. Adakalanya kita melukai hati pasangan, baik dengan sengaja ataupun tidak. Apakah yang harus kita perbuat bila kita melukai atau mengecewakan hati pasangan?
Firman Tuhan:
Kembali ke Yohanes 8:1-11 [1] Tuhan bertanya kepada perempuan yang kedapatan berzinah setelah para penangkapnya pergi, "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau? Jawabnya,"Tidak ada Tuhan." Lalu kata Yesus, "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (Yoh. 8:10-11 [3]). Inilah berita suka dari surga yakni Injil bahwa Tuhan telah mengampuni dosa kita. Tidak ada dosa yang begitu besarnya sehingga mengalahkan kasih Tuhan. Semua dosa lebih kecil dari kasih Tuhan. Satu hal yang diminta-Nya yaitu bertobat—jangan berbuat dosa lagi.
Ringkasan T257 A [4]+B [5]
Oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Simak judul-judul lainnya mengenai "Suami-Istri" di www.telaga.org [6]
Saya seorang pemuda Kristen yang sedang berpacaran dengan pemudi Kristen dengan aliran teologi yang sama yaitu ‘reformed’. Konsep teologi dan sistem nilai kami sangat dekat, hanya saja karakter kami sangat bertolak belakang. Di satu sisi hal ini yang membuat kami sangat sepadan dan saling melengkapi kekurangan masing-masing. Di sisi lain, perbedaan ini sering menjadi sumber konflik. Karakterku lebih tenang, kalkulatif, relatif hati-hati dalam bertindak. Karakter pacarku lebih gesit, emosional, efisien dan efektif. Dalam hal keuangan, penghasilanku lebih besar namun pemakaianku jauh lebih sedikit dibanding pacarku, sedangkan pacarku relatif lebih mudah untuk membelanjakan seluruh penghasilannya. Dalam hobi, aku lebih menghabiskan waktu di rumah membaca buku maupun memelajari keterampilan baru, sedangkan pacarku lebih suka bersosialisasi dengan teman-temannya.
Hamba Tuhan di gereja kami menilai kami sangat sepadan karena sifat-sifat kami bertolak belakang. Perbedaan karakter orang tua sangat baik bagi perkembangan kepribadian anak karena anak akan dapat belajar dari banyak sisi. Dan memang didalam banyak kegiatan maupun pelayanan, saya sangat tertolong oleh kelebihan-kelebihannya begitu juga sebaliknya. Namun makin hari, konflik di antara kami makin besar. Kami sendiri melihat konflik adalah sarana kami bertumbuh karena melalui konflik, dosa-dosa kami seperti keegoisan, kemalasan, keserakahan dan lain-lain menjadi ditampilkan. Saya pribadi bertumbuh dalam setiap konflik yang ada. Hanya saja relasi kami menjadi tidak sebaik dulu akibat terlalu banyak konflik sampai jarang ada sukacita lagi dalam relasi ini.
Kami sendiri sadar tujuan pernikahan bukanlah mencari kebahagiaan, karena itu konsep pernikahan humanisme sekuler. Dalam khotbah sering diingatkan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk bertumbuh dan saling menolong menjalankan panggilan kerajaan Allah. Namun pacarku yang lebih emosional sering tidak tahan menghadapi konflik dan sering mengeluarkan kata-kata kurang hormat. Aku sendiri melihat konflik sebagai peluang agar ia bertumbuh juga dalam mengontrol kemarahan. Hanya dia sendiri sepertinya tidak dapat berpikir jernih dalam keadaan emosi. Sesekali dia tidak tahan dan meminta putus. Aku sendiri menyarankan dia agar mendoakan dulu dan mengingatkannya agar tidak mencari kesenangan diri, tapi lebih fokus pada penyelesaian masalah dan pertumbuhan masing-masing. Apa yang harus kami lakukan agar bisa menjalani relasi secara sukacita di tengah banyaknya konflik dan perbedaan?
Salam, HSSTerima kasih atas keterbukaan dan kepercayaan Saudara HSS berbagi beban pergumulan dengan Telaga. Saya mengapresiasi sikap Saudara yang siap sedia belajar dan berorientasi pada pertumbuhan. Maaf karena kesibukan, baru dapat memberikan tanggapan.
Mengamati pergumulan yang tengah Saudara hadapi dengan pasangan, saya setuju bahwa persamaan latar belakang gereja menjadi salah satu faktor pendukung untuk bertumbuh bersama. Saudara dan pasangan dapat beribadah dan melayani di gereja yang sama, belajar bersama, dibimbing oleh pembina/hamba Tuhan yang sama, yang tentunya sangat mendukung pertumbuhan kerohanian bersama. Namun kita perlu mengingat bahwa ini hanya salah satu faktor dan bukan satu-satunya faktor.
Saudara HSS yang dikasihi Tuhan, mencermati perbedaan karakter Saudara dengan pasangan yang cukup kontras, tampaknya perbedaan ini selain memiliki kekuatan (yaitu untuk saling melengkapi dan memerkaya aspek perkembangan anak kelak), pada sisi lain juga memiliki kelemahan yang menyebabkan kerentanan untuk berkonflik, sebagaimana yang Saudara utarakan bahwa eskalasinya semakin hari semakin membesar. Pada umumnya, semakin banyak perbedaan semakin banyak juga "PR" (pekerjaan rumah) yang harus dikerjakan bersama.
Saya mengapresiasi pandangan Saudara dan pasangan terhadap konflik sebagai sarana untuk bertumbuh. Saya setuju bahwa konflik dapat menjadi cermin refleksi untuk menyadari keberdosaan dan kelemahan diri untuk kemudian diperbaiki. Namun izinkan saya menambahkan sedikit masukan terkait pertumbuhan pasca konflik ini. Pertumbuhan yang diharapkan terjadi setelah konflik seyogyanya tidak hanya terbatas pada pertumbuhan karakter secara individu, tapi juga pertumbuhan dalam relasi. Jika Saudara berkata bahwa konflik yang terjadi makin hari makin membesar, saya khawatir aspek pertumbuhan dalam relasi ini ada kemungkinan terlewatkan, karena salah satu indikasi relasi kita bertumbuh adalah eskalasi dan frekuensi berkonflik seharusnya tidak membesar.
Setiap konflik yang terjadi perlu dilihat bersama apa penyebabnya dan apa kontribusi dari kedua belah pihak terhadap konflik tersebut. Masing-masing pihak perlu memiliki kerendahan hati untuk mengakui kesalahan atau kekhilafannya dan kesediaan untuk saling memaafkan. Masing-masing pihak juga perlu secara jujur dan terbuka menyampaikan harapannya, apa yang harus dilakukan pasangan supaya konflik serupa tidak terulang. Jika harapan ini sulit diwujudkan oleh pihak yang bersangkutan, kedua belah pihak harus bersedia mendiskusikan baik-baik alternatif atau opsi lain yang diharapkan dapat jadi solusi atau jalan keluar.
Pada akhirnya setiap pihak harus mempratikkan filosofi "more of you and less of me". Kita harus bersedia mengurangi tuntutan terhadap pasangan dan bersedia belajar secara perlahan memberikan ruang pribadi kita untuk memenuhi harapan pasangan kita (meskipun mungkin awalnya kita tidak nyaman atau menyukainya, sebagai contoh mendampinginya melakukan hobinya).
Terkait persoalan emosi kemarahan pasangan yang mudah meledak (sehingga sulit dikendalikan dan berakibat membuatnya mengeluarkan kata-kata kurang hormat), saya menyarankan Saudara bersama pasangan dapat mencari pertolongan konseling terdekat. Melalui konseling, Saudara dan pasangan akan dibantu untuk memahami apa penyebab dan bagaimana mengatasi isu kemarahan ini. Selain itu, Saudara juga dapat memeroleh bantuan untuk menguraikan dan memanajemen konflik yang telah terjadi. Terakhir jangan lupa untuk terus berdoa dan bersandar pada pertolongan Tuhan Yesus untuk membentuk dan mengarahkan Saudara berdua.
Saya berharap apa yang dibagikan ini dapat menolong Saudara mengalami sukacita bersama pasangan di tengah berbagai konflik dan perbedaan yang ada. Tuhan Yesus memberkati !
Salam, HendraOverthinking adalah kata yang akrab di telinga kita akhir-akhir ini. Banyak orang mengetahui bahwa dirinya terlalu overthinking, namun bingung bagaimana cara mengatasinya? . . Telaga Pengharapan bersama dengan Ruang Pojok Sharing Center mengadakan IG Live pada tgl 15 September 2023, pkl. 19.00 dengan membahas topik "Ways to Cope Overthinking."
Apa overthinking itu? Overthinking berasal dari kata over yang artinya berlebihan dan thinking yang artinya berpikir. Jadi overthinking berarti memikirkan sesuatu secara berlebihan.
Orang overthinking mengalami beberapa tanda berikut ini:
Ada beberapa penyebab seseorang mengalami overthinking, antara lain:
Overthinking membawa beberapa dampak buruk bagi kehidupan seseorang, yaitu:
Berikut beberapa cara yang perlu dilakukan untuk mengatasi overthinking, antara lain:
Silakan ikuti perbincangan lengkapnya melalui Instagram Live @ telagapengharapan.
Disusun oleh Sri Wahyuni & Riana Dwi Jayanti
Prinsip-Prinsip Membangun Hubungan Dengan
Orang Tua dan atau Mertua
Dalam Konteks Pernikahan Kristen yang Sehat
Oleh : Pdt. Kukuh Priyono, M.Th.(Konseling) *)
"Hubungan orang tua dengan anak merupakan suatu ikatan yang eksklusif yang melibatkan bagian-bagian terpenting dalam kehidupan manusia, termasuk pembentukan kepribadian, penetapan arah, jenis karier dan perkembangan emosi pribadi." Tidak heran bahwa ikatan yang kuat ini akan terbawa bahkan sampai kepada pernikahan. Ada kalanya pada waktu memasuki pernikahan dan membina hubungan keluarga, pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang disampaikan berkaitan dengan hubungan antara suami atau isteri dengan orang tua mereka masing-masing. Ilustrasi berikut akan memberikan contoh yang umum, yang sangat mungkin untuk terjadi dalam kehidupan pernikahan: Kevin memiliki segalanya – pendidikan yang baik, karier yang sukses dan istri yang yang cantik, yang baru saja dinikahinya, bernama Terri. Kevin adalah pria yang pintar, tetapi dia melakukan kesalahan yang tidak sengaja dia lakukan. Kevin menyampaikan suatu pertanyaan yang sangat mungkin menimbulkan konflik dalam pernikahannya. Ia berkata, "Terri, mengapa kamu tidak seperti ibu saya?"
Hal tersebut di atas menunjukkan betapa kuatnya sebuah hubungan keluarga. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi dalam sebuah sesi pranikah, maka akan sangat mungkin konflik terjadi dalam sebuah pernikahan. "Dalam keadaan baik maupun buruk, orang tua dan mertua merupakan bagian hidup yang intim dan tidak dapat kita hindari." Bukan berarti bahwa pasangan harus benar-benar melupakan orang tua mereka, tetapi lebih kepada bahwa pasangan harus diberikan pemahaman bagaimana mereka menjaga hubungan mereka tanpa melupakan kaitan hubungan mereka dengan orang tua dan atau mertua mereka masing-masing. Prinsip-prinsip dalam Alkitab akan dapat mengajarkan bagaimana pasangan dapat menjaga hubungan dengan orang tua dan atau mertua dalam kontekspernikahan yang sehat.
Prinsip 1: "Meninggalkan" Orang Tua.
Kejadian 2:24 [7] mengatakan, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Prinsip ini diulangi dalam Efesus 5:31 [8]. Dalam arti bahwa Allah jelas menghendaki setiap pribadi yang hendak menikah "meninggalkan" kedua orang tuanya dan menyatu dengan pasangannya. Hal ini menunjukkan adanya prioritas yang beralih atau berbeda yang harus dijalankan. Sebelum menikah, prioritas yang dijalankan seseorang adalah hubungannya dengan orang tua mereka. Tetapi setelah memasuki pernikahan, maka prioritasnya beralih kepada pasangannya. Meninggalkan orang tua menunjukkan adanya kematangan secara pribadi untuk memikul tanggung jawab yang baru, bukan lagi sebagai anak, melainkan sebagai suami atau istri.
Tujuan utamanya adalah kemandirian dan kemandirian akan terwujud apabila pasangan memisahkan diri dari kedua orang tua masing-masing. Hal ini seharusnya juga disadari oleh orang tua, sehingga orang tua pun dapat mendorong terwujudnya kemandirian dalam rumah tangga anak-anak mereka masing-masing. Apabila pasangan memilih untuk tinggal dengan orang tuanya atau salah satu dari orang tua mereka, maka potensi untuk terjadinya konflik sangatlah besar. Secara umum hal ini terjadi di sekeliling, di masyarakat. Banyak fakta menunjukkan bahwa potensi konflik semakin besar terjadi pada keluarga yang tinggal dengan orang tua atau mertua mereka, dibandingkan dengan keluarga yang dijalankan secara mandiri. Setiap pribadi yang siap menikah, seharusnya diberikan bekal agar mereka mulai memertimbangkan untuk memiliki rumah sendiri dan menjalankan rumah tangga mereka secara terpisah dari orang tua masing-masing.
Prinsip 2: Memertimbangkan nasihat orang tua.
Peran yang diambil oleh orang tua pada saat anaknya menikah adalah sebagai penasehat, bukan lagi sebagai orang tua dalam arti yang berhak menentukan arah dan hidup anak-anaknya. Bagian dari pasangan sebagai anak adalah memertimbangkan setiap nasihat yang diberikan dan mengambil nilai-nilai yang positif yang dapat diterapkan dalam rumah tangga mereka. Teladan yang sangat baik dalam Alkitab adalah kisah pada waktu Yitro, mertua Musa, mengunjungi Musa di padang gurun dan menyaksikan bagaimana menantunya menghakimi umat Israel. Yitro memberikan nasihat kepada Musa mengenai apa yang dilakukannya dan Musa menerima nasihat tersebut, bahkan melakukannya.
Pada waktu terjadi konflik dalam rumah tangga yang dibina, akan ada kecenderungan dari masing-masing pribadi untuk datang kepada orang tuanya dan menceritakan setiap persoalan yang dialami. Dalam hal inilah masing-masing pasangan harus menempatkan diri mereka pada posisi yang tepat, demikian juga masing-masing orang tua juga haruslah demikian. Tidak mencampuri setiap urusan yang terjadi dalam rumah tangga anaknya, melainkan memberikan nasihat dan masukan yang baik untuk dilakukan oleh anaknya dalam rumah tangga yang dijalaninya.
Prinsip 3: Menghormati Orang Tua.
Sangat jelas Alkitab mengatakan bahwa setiap anak harus menghormati orang tuanya (Kel. 20:12; Mat. 15:4; Mrk. 7:10; Ef. 6:2-3 [9]). Prinsip ini tidak dapat dibatalkan, sekalipun dengan pernikahan dari sang anak. "Setiap pasangan Kristiani yang akan menikah dipanggil untuk mengasihi dan menghormati kedua orang tua dan atau mertua mereka." Kata menghormati berarti untuk memerlihatkan rasa penghargaan, ini termasuk memerlakukan seseorang dengan keramahan dan keluhuran." Hal ini juga berlaku, sekalipun orang tua atau mertua yang dimaksud pun mungkin adalah orang tua atau mertua yang tidak baik. Memang benar bahwa tidak semua orang tua menjalankan peran mereka dengan baik, tetapi prinsip kebenaran firman Tuhan sekali lagi tidak dapat dibatalkan, sekalipun dengan hal sedemikian.
Rasa hormat ini dapat dinyatakan dalam tindakan sehari-hari yang sangat praktis dan sangat mungkin untuk dilakukan oleh siapa saja, termasuk pasangan yang akan menikah, seperti: berkunjung, menelepon, berkomunikasi dan lain-lain. "Kontak secara rutin merupakan hal yang mendasar dalam menghormati orang tua." Beban dan tanggung jawab ini juga harus dijaga oleh masing-masing pribadi. Ada kalanya suami atau istri mungkin mengeluh dengan kedua orang tua atau mertua mereka masing-masing. Dalam bagian ini, maka peran masing-masing pasangan dijalankan, yaitu menjaga rasa hormat di antara anak dan orang tua. Apabila salah satu melihat kelemahan atau kekurangan dari orang tua atau mertuanya, maka yang lain akan menunjukkan kekuatan atau kelebihan mereka, sehingga prinsip ini dapat dijalankan dengan baik.
Kesimpulan yang dapat diambil dalam bagian ini adalah, sekalipun ikatan yang ada antara orang tua dan anak sangat kuat, tetapi pada saat seseorang memasuki pernikahan dan tinggal dengan pasangannya, maka ada prinsip-prinsip baru dalam hubungan mereka yang harus dijalankan. Baik itu hubungan antara suami dengan istri, dan hubungan suami-istri dengan orang tua atau mertua mereka masing-masing. Dari kedua hubungan tersebut, maka hubungan suami-istri adalah hubungan yang paling ekslusif, menggantikan hubungan orang tua dan anak. Apabila prinsip-prinsip di atas dapat dipahami dan dijalankan sebagaimana mestinya, maka hubungan-hubungan yang ada pun akan terbina dengan baik.
*) Salah seorang konselor dari PKTK Sidoarjo yang berdomisili di Malang
Daftar Pustaka
Susabda, Yakub. Konseling Pranikah. Jakarta: Pionir Jaya, 2010.
Chapman, Gary. Pernikahan Yang Selalu Anda Dambakan. Bandung: PT. Visi Anugerah Indonesia, 2010.
Lon Adams, et. al.Menjadi Suami Yang Handal. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009.
Nugroho, Eko. Vitamin Kehidupan Untuk Keluarga. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2010.
Wright, H. Norman. Melestarikan Kemesraan Dalam Pernikahan. Yogyakarta: Penerbit Andi, 1994.
Akhir September 2023 ditandai dengan pengibaran bendera merah putih setengah tiang dan pada tanggal 1 Oktober 2023 bendera merah putih dipasang penuh, Hari Kesaktian Pancasila.
Tahun 2023 tinggal 3 bulan lagi akan kita tinggalkan, tetap bersyukur untuk kesehatan yang DIA berikan. Beberapa doa syukur dan doa permohonan adalah sebagai berikut :
Links
[1] https://alkitab.mobi/ayt/passage/Yoh+8:1-11
[2] https://alkitab.mobi/ayt/passage/Yoh+8:7
[3] https://alkitab.mobi/ayt/passage/Yoh+8:10-11
[4] https://telaga.org/audio/meminta_maaf_saja_tidak_cukup_i
[5] https://telaga.org/audio/meminta_maaf_saja_tidak_cukup_ii
[6] http://www.telaga.org
[7] https://alkitab.mobi/ayt/passage/Kej+2:24
[8] https://alkitab.mobi/ayt/passage/Efe+5:31
[9] https://alkitab.mobi/ayt/passage/Kel+20:12;Mat+15:4;Mrk+7:10;Efe+6:2-3
[10] https://telaga.org/jenis_bahan/berita_telaga