TELAGA
Dipublikasikan pada TELAGA (https://telaga.org)

Depan > Tangga ke Rumah 3

Tangga ke Rumah 3

Kode Kaset: 
T436C
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Penyebab dari masalah yang sering timbul dalam keluarga yang terutama adalah pribadi yang bersangkutan itu sendiri. Antara lain ialah Gaya Hidup Bermasalah, Cara Komunikasi Bermasalah dan Mekanisme Memenuhi Kebutuhan. Disini akan dijelaskan secara jelas mengenai tiga hal tersebut.

Bagian ini membahas mengenai Mekanisme Memenuhi Kebutuhan. Mekanisme Memenuhi Kebutuhan di bagi menjadi 3 bagian yaitu melimpahkan masalah, memunculkan masalah dan meniadakan masalah.

Audio
MP3: 
3.4MB [1]
Play Audio: 
Your browser does not support the audio element.
Transkrip

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami beberapa waktu yang lalu tentang "Tangga Ke Rumah" dan kami akan memperbincangkan bagian yang ketiga yaitu tentang "Mekanisme Memenuhi Kebutuhan." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, semakin menarik saja kita berbicara tentang tangga ke rumah ini, sudah dua sesi kita lampaui dan kali ini kita memasuki sesi yang ketiga dan terakhir yaitu tentang mekanisme memenuhi kebutuhan. Mungkin ada para pendengar kita yang tidak sempat mengikuti perbincangan kita yang pertama dan yang kedua. Dan sebelum kita membicarakan tentang mekanisme memenuhi kebutuhan, mungkin Pak Paul bisa mengulas pembahasan yang pertama dan yang kedua, silakan Pak Paul.

PG : Latar belakang dari istilah rumah tangga masa dahulu ialah biasanya rumah itu berada diatas tanah sehingga kalau kita ingin memasuki rumah, kita harus menaiki tangga. Jadi tangga adalah seuatu yang menghubungkan kita untuk masuk kedalam rumah.

Saya sering mengamati pernikahan dan saya menyimpulkan banyak pernikahan bermasalah, saya lihat banyak orang menjalani kehidupan nikah tapi tidak sungguh-sungguh menikmati kehidupan nikah. Akhirnya saya menjadi bertanya mengapakah demikian? Mengapakah begitu banyak pernikahan yang tidak bahagia? Akhirnya saya simpulkan, meskipun banyak faktor yang terlibat dalam pernikahan itu sendiri, tapi awalnya adalah karena kita memiliki masalah didalam diri kita sendiri. Masalah-masalah itulah yang kita bawa kedalam pernikahan dan pada akhirnya mengganggu relasi kita dengan pasangan. Pada sesi yang lampau, kita telah membahas dua hal yang kerap kali membawa masalah dalam diri kita. Yang pertama kita membicarakan tentang gaya hidup yang bermasalah, kita bahas tentang orang yang cenderung untuk tidak mau menanam tidak mau menuai yang penting hidup dalam pernikahan, alias hidup berdua tetapi tidak sungguh-sungguh hidup bersama karena tidak ada saling berbagi, saling tolong-menolong dan akhirnya masing-masing hidup dalam dunianya sendiri-sendiri. Gaya hidup seperti itu yang nantinya pasti menimbulkan masalah dalam pernikahan. Kita juga membahas tentang orang-orang yang tidak mau bekerja keras dalam pernikahannya tetapi maunya menuai. Dan ini adalah gaya hidup yang bermasalah sebab nanti dalam pernikahan dia akan selalu bermimpi besar, mau melakukan banyak hal tapi tidak menjadi kenyataan. Namun pasangannya tidak berhak untuk menghentikan langkahnya dan harus selalu menyetujui keinginannya sebab dia ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang cepat. Kemudian kita juga membicarakan tentang gaya hidup yang terus bekerja, terus memaksa diri tapi pada halnya tidak bisa menikmati apa yang telah dicapainya, orang seperti ini pun akan menimbulkan masalah dalam pernikahan karena pasangan dan anak-anaknya akan letih hidup dengan dia karena semua harus bekerja keras dan tidak boleh ada yang menikmati hidup. Kemudian kita juga berbicara tentang cara berkomunikasi yang bermasalah, kita berbicara tentang orang yang bicaranya tidak jelas, meliuk-liuk seringkali menimbulkan kebingungan dan akhirnya salah paham dan mengakibatkan pertengkaran. Atau ada orang yang kalau berbicara selalu menukik, tajam, menyerang, mengkritik, sehingga akhirnya orang merasa dilecehkan kalau berbicara dengan dia dan ini akan menciptakan jarak dalam pernikahan. Pasangannya tidak akan bisa tahan hidup dengan dia. Dan yang ketiga kita berbicara tentang orang yang cara berkomunikasinya itu meletup-letup, mudah sekali marah sehingga akhirnya pasangan menjauhkan diri dari dia, anak-anak menjauhkan diri dari dia karena takut terkena marah, sebab emosinya cepat sekali meledak. Inilah bahan-bahan yang kita bawa kedalam pernikahan, bahan-bahan bermasalah yang nantinya menimbulkan masalah dalam pernikahan. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas bagian yang ketiga.
GS : Pada bagian yang ketiga kita akan membahas tentang mekanisme memenuhi kebutuhan, jadi tidak seperti dahulu tentang cara berkomunikasi bermasalah dan gaya hidupnya yang bermasalah. Tapi ini adalah suatu mekanisme, apa ada suatu masalah yang lain yang dibawa dalam hidup pernikahannya?

PG : Kita semua mempunyai kebutuhan dan tidak ada yang salah dengan kebutuhan yang kita miliki. Yang menjadi masalah adalah cara atau mekanisme kita untuk memenuhi kebutuhan itu. Inilah yang nntinya akan kita bawa juga kedalam pernikahan.

Ada juga diantara kita yang mempunyai cara-cara atau mekanisme-mekanisme yang tidak sehat, misalnya yang pertama ada orang yang memenuhi kebutuhan dengan cara melemparkan masalah pada orang lain atau melimpahkan masalah pada orang lain, setelah dia menikah dia selalu melimpahkan masalah pada pundak pasangannya. Dia tidak mau mengakui bahwa dialah yang sesungguhnya mempunyai kebutuhan itu, tapi dia menuntut pasangan untuk menyediakan pemenuhan kebutuhannya. Akhirnya tema yang sering kita angkat adalah "Pasangan kita tidak cukup baik dalam memenuhi kebutuhan kita." Akhirnya pasangan menjadi sangat frustrasi, kehabisan tenaga untuk memenuhi kebutuhan kita. Jadi kita ini harus menyadari dan mengakui sebetulnya kita yang mempunyai kebutuhan ini, misalnya kita butuh diperhatikan karena pada masa pertumbuhan, kita kurang mendapatkan perhatian maka akuilah hal itu di depan pasangan dan berkata "Saya punya kebutuhan yang tinggi untuk diperhatikan dan tolong bantu saya." Biasanya orang yang suka melimpahkan masalah pada orang lain, dia sulit untuk mengatakan kelemahannya itu. Dan yang dia lakukan justru melimpahkan masalah pada pasangan. "Kamu yang tidak becus memperhatikan saya, kamu sebagai suami atau istri seharusnya memberikan perhatian kepada saya seperti ini," jadi yang disalahkan orang lain. Mula-mulanya orang lain mungkin mencoba memenuhi kebutuhannya tapi lama-kelamaan dia akan angkat tangan dan berkata "Tidak peduli," sebab tidak pernah cukup dan tidak pernah benar.
GS : Seringkali yang saya rasakan sebagai seorang suami itu butuh untuk dihargai. Ada kebutuhan untuk dihargai oleh pasangan, baik itu prestasi yang kecil atau yang besar. Ini menjadi kebutuhan saya dan sebaliknya istri saya sebagai wanita juga punya kebutuhan lain yaitu butuh untuk dikasihi. Apakah ini yang sering menjadi masalah?

PG : Saya kira ini sebagai akar masalah yang sering timbul dalam pernikahan. Saya berikan contoh dari apa yang Pak Gunawan katakan, misalkan kita sebagai pria butuh dihargai, sudah tentu ini meupakan kebutuhan pokok pria, tapi ada sebagian kita yang mempunyai kebutuhan yang sangat besar untuk dihargai sehingga manifestasinya, gejalanya adalah dia cepat tersinggung, sedikit saja dia tidak mendapatkan pengakuan dari orang seperti tidak disapa atau tidak diberikan penghargaan, dia langsung marah dan tersinggung.

Misalkan istrinya berbicara kepada dia dan saat berbicara, sepertinya dia lebih memperhatikan apa yang sedang dikerjakan dari pada kita, akhirnya marah lagi dan tersinggung lagi. Itulah tanda bahwa kebutuhan kita untuk dihargai sebetulnya sangat besar maka kita menjadi orang yang super peka dalam hal ini. Kebalikan dengan wanita, wanita pada umumnya membutuhkan untuk dicintai. Kalau kebutuhan untuk dicintainya super besar, kita bisa melihat gejalanya, manifestasinya yaitu dia sama sekali tidak bisa membagi pasangannya, suaminya bahkan dengan pihak keluarga suaminya, dengan adiknya dengan mamanya, sama sekali tidak bisa, hubungan itu seolah-olah lenyap waktu menikah dengan dia. Dialah satu-satunya orang yang boleh hadir dalam diri suaminya, orang lain sama sekali tidak boleh. Akhirnya dia mulai mengikat suaminya sekeras dan sekencang mungkin supaya suaminya tidak bisa kemana-mana. Kalau kita memang mempunyai masalah dengan kebutuhan yang besar ini sebaiknya kita jangan melimpahkannya pada pasangan, seolah-olah pasangan yang tidak becus memberikan atau menyediakan kebutuhan kita. Sebaiknya kitalah yang mengakui bahwa kita yang mempunyai masalah ini. Tapi sebagian kita memang sudah mengembangkan mekanismenya, sudah mengembangkan cara memenuhi kebutuhan yang paling jitu, yaitu menyalahkan orang.
GS : Uniknya kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi kalau kita menuntut dari orang lain selain pasangan kita, tapi kenapa kita justru mengharapkan dari pasangan Pak Paul?

PG : Kemungkinan besar ialah karena kita hidup paling dekat dengan pasangan, jadi meskipun kita secara sadar mengatakan pada diri sendiri tidak perlu meminta pada pasangan, tapi karena kita hidp bersama dengan pasangan dalam hubungan yang begitu akrab, intim akhirnya tidak bisa tidak ada tuntutan agar pasangan memenuhi kebutuhan tersebut.

Cara yang lebih sehat misalkan tentang penghargaan ialah kita yang berikhtiar melakukan hal-hal yang baik yang positif sehingga pasangan melihat dan menghargainya. Tapi kalau kita memiliki kebutuhan yang terlalu besar dan membuat kita tidak bisa melihat bahwa kita yang harus berikhtiar melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan penghargaan, kita seolah-olah telah membabi buta menuntut pasangan harus menghargai kita.
GS : Kalau pasangan kita itu suka melimpahkan masalah ini kepada partnernya, apa yang bisa dilakukan oleh pasangan itu?

PG : Seharusnya dia berkata "Saya akan berusaha sedapat mungkin memenuhi kebutuhanmu itu." Dengan catatan, memang orang tersebut mengakui kalau dia memiliki kebutuhan yang besar. Tapi si pasangn juga harus jelas berkata "Akan ada waktu mungkin saya lupa, ada waktu mungkin saya tidak dapat melakukan semaksimal yang kau harapakan.

Kalau itu terjadi, ini yang saya minta untuk kau lakukan yaitu kau ingatkan saya tapi jangan dengan nada marah, jangan dengan tuntutan. Kalau engkau tahu engkau akan marah, bisa tidak kau tuliskan saja di kertas dan tuliskan dengan kata-kata yang standart atau formal yaitu 'Saya tadi mengharapkan ini tapi saya tidak mendapatkannya darimu,' begitu saja." Waktu kau menuliskan itu dan saya membacanya, maka saya tahu kalau saya tadi tidak ingat untuk melakukan apa yang kamu inginkan, maka saya akan minta maaf kepadamu. Dengan kata lain mereka berdua harus mencipatakan sebuah sistem yang baru sehingga yang membutuhkan bisa mengutarakan permintaannya dan yang dibutuhkan bisa memberikan dengan lebih rela tanpa paksaan.
GS : Selain orang yang suka melimpahkan masalah, apakah ada hal-hal yang lain?

PG : Yang kedua adalah orang yang saya sebut dengan orang yang senantiasa memunculkan masalah, maksudnya ada orang yang terus memunculkan masalah sehingga setiap hal menjadi sesuatu yang tidak enyenangkan hatinya.

Masalah mungkin bisa berkaitan dengan kita dan mungkin juga tidak, namun pada intinya dia tidak pernah berbahagia dengan hidupnya. Orang yang selalu memunculkan masalah dan melihat hidup dari kacamata masalah, sesungguhnya orang ini mengalami kehampaan dan tidak mempunyai makna hidup. Ia ingin memenuhi kebutuhan akan makna hidupnya namun dia tidak tahu harus bagaimana. Alhasilnya selalu merasa tidak puas dan kerap menggerutu. Jadi orang ini memang mempunyai ketidakbahagiaan yang mendasar, itu sebabnya apa saja yang dilakukannya tidak membahagiakan. Apa saja yang orang lain perbuat pun tidak membahagiakannya, dia selalu melihat ada yang kurang. Jadi dia selalu memunculkan masalah karena yang selalu dilihatnya adalah masalah, dari dalam dirinya sudah tersedia genangan air, yaitu genangan ketidak puasan dan ketidak bahagiaan. Kebutuhan pokok ini akhirnya meminta untuk dipenuhi, dan karena tidak bisa dipenuhi baik oleh dirinya maupun orang lain akhirnya terus memunculkan masalah.
GS : Dalam hal ini apakah orang tersebut memang mencari-cari masalah atau memang masalah itu nyata?

PG : Sudah tentu masalah akan selalu ada karena bagi dia sesuatu yang tidak berjalan sesuai dengan yang dia inginkan, itu menjadi masalah. Kita tahu kalau kita hidup pada dunia yang tidak sempuna, akan ada hal-hal yang terjadi di luar kehendak atau selera kita, namun kita akan belajar menerimanya.

Tapi orang yang dasarnya tidak bahagia, itu akan sulit sekali menerima ketidakberesan seperti itu karena pada dasarnya dia tidak bahagia, itu adalah kebutuhan pokok yang dia tidak bisa penuhi. Maka dia selalu memunculkan masalah. Dengan memunculkan masalah, memang dia berharap dia akan lebih bahagia tapi itu tidak mungkin sebab dia akan menjadi sibuk karena selalu menyoroti orang, dan dia berkata "Mengapa kamu begini, kamu tidak seharusnya begini." Memang secara tidak sadar dia mengharapkan bisa menciptakan lingkungan yang lebih baik yang lebih sesuai dengan kehendaknya, menciptakan anak yang lebih baik, menciptakan suami yang lebih sempurna, menciptakan istri yang juga lebih baik, maka dia akan mendapatkan kebahagiaan itu. Jadi dia memang bertumpu pada lingkungan di luar dirinya untuk memberikan kebahagiaan kepadanya, makanya dia selalu sibuk mengoreksi, mencoba memberitahukan orang apa yang benar dan apa yang tidak benar, tapi kita tahu itu adalah mustahil. Pertama orang tidak selalu memberi respons, yang kedua memang dunia itu tidak sempurna, jadi selalu ada ketidak sempurnaan. Masalah satu selesai muncul lagi masalah yang lain, maka dia akan lelah hati terus-menerus.
GS : Itu yang seringkali dimunculkan, bukan masalah-masalah yang terlalu prinsip. Misalnya hanya meletakkan barang yang tidak tepat, atau janji yang meleset beberapa menit, itu juga bisa menjadi masalah?

PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi dari segala sesuatu, bisa tentang orang di rumahnya, bisa tentang lingkungan dan sekali lagi tidak ada yang sempurna dalam lingkungan hidup kita. Dia selalu menggeutu kalau ada yang tidak beres dan seolah-olah dia beranggapan bahwa dia bisa menciptakan dunia yang lebih indah.

Maka hidupnya pun lebih indah tapi dunia tidak akan lebih indah.
GS : Yang paling menderita adalah pasangannya atau anak-anaknya yang ada di sana. Dan apa yang bisa dilakukan oleh pasangan untuk mengurangi supaya tidak terus disalahkan?

PG : Memang agak sulit Pak Gunawan, sebab orang ini pada dasarnya menyimpan ketidakbahagiaan. Sebetulnya dialah yang harus mencari pertolongan agar masalah yang mendasar itu dapat dibereskan. Msalkan dia berasal dari latar belakang keluarga yang sangat tidak bahagia, penuh dengan kepahitan dan dia masih membawa semua itu sampai saat ini.

Tidak bisa tidak itulah yang harus dibereskan, jadi sebagai pasangan seyogianyalah dia menunjukkan pada orang tersebut bahwa kamu memang harus melihat akarnya. Sebab sampai kapan pun kamu tidak akan merasa puas, sampai kapan pun kamu akan terus menuntut lingkungan harus sempurna seperti yang kamu inginkan. Sebab kamu berharap dengan sempurnanya lingkungan maka akan hilanglah kesengsaraan hatimu, tapi itu tidak akan terjadi. Apakah mudah melakukan hal ini? Kebanyakan susah, sebab orang yang bersangkutan tidak mau berubah, yang pertama karena dia tidak mau mengakuinya, dan dia akan berkata "Memang kamu yang membuat masalah dan kamu memang melakukan ini," justru pasangan harus berkata "Memang betul ini semua terjadi, tapi apakah kamu akan terus-menerus menyoroti dan membuat dirimu itu menderita seperti ini, apakah itu yang kamu inginkan?" dan pasangannya memang harus mengkonfrontasi "Kalau itu yang kamu inginkan, kamu akan membuat satu keluarga menderita dan saya tidak bisa menjanjikan saya akan terus tahan, kalau saya tidak tahan bagaimana? Kalau anak-anak tidak tahan bagaimana?" Jadi perlu lebih konfrontatif dengan masalah seperti ini.
GS : Jadi yang bersangkutan perlu disadarkan dulu, yang dirugikan bukan saja orang lain tetapi juga dirinya sendiri.

PG : Betul, dia pun menderita tidak pernah mencicipi kebahagiaan.

GS : Apakah ada mekanisme yang lain, Pak Paul?

PG : Yang ketiga adalah yang saya sebut dengan meniadakan masalah, pernikahan dimaksudkan menjadi ajang penyatuan dan tolong-menolong. Didalam proses inilah keintiman dibangun dan berkembang, nmun ada di antara kita yang tidak nyaman dengan kebutuhan dan tidak bersedia melibatkan pasangan untuk memenuhi kebutuhannya.

Orang ini beranggapan bahwa dia sendirilah yang harus memenuhi kebutuhan itu, karena itu memang kebutuhannya. Namun ada pula orang yang tidak bersedia membagi kebutuhannya karena gengsi atau takut ditolak, daripada dihina atau ditolak lebih baik tidak membagi kebutuhannya sama sekali. Intinya adalah orang ini tidak mau membagi, tidak mau meminta, tidak mau menyatakan kebutuhannya dan mengharap pasangan untuk memberikannya. Jadi dia selalu menolak atau menyangkal, meniadakan masalah dan tidak mau melihatnya. Memang sampai kadar tertentu dia mungkin bisa menghilangkan kebutuhan dengan cara meniadakannya, tidak lagi mau memikirkannya tapi faktanya adalah kebutuhan tetap ada dan kalau didiamkan terus maka lama-lama akan bocor. Mungkin sekali bocornya di tempat-tempat lain yang tidak berkaitan, dan pasangannya akan kaget kenapa kamu begini? Kenapa kamu marah, begini saja kamu tidak bisa terima, ada apa? Tapi pasangannya tidak akan mengerti dan dia pun tidak akan mengerti. Sesungguhnya dasarnya adalah dia mempunyai kebutuhan yang tidak terpenuhi.
GS : Orang-orang secara tidak sengaja mengingkari, kalau hal itu merupakan masalah dalam kehidupannya?

PG : Betul, Pak Gunawan.

GS : Dan dengan tidak sengaja dia akan menciptakan masalah baru ditengah keluarganya?

PG : Betul sekali, meskipun dia tidak bermaksud demikian. Tapi akhirnya dia menciptakan sebuah masalah baru. Contohnya ada orangtua yang sangat tinggi menuntut anak-anaknya, mereka berharap ank-anaknya itu bisa berprestasi sangat tinggi.

Tapi alasan di balik itu semua adalah sebuah kebutuhan tertentu yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan di masyarakat, di kalangan teman-temannya. Tapi dia memang tidak mau melihat kebutuhan tersebut, dia meniadakan kebutuhan itu dan berkata "Saya tidak ada masalah itu," atau pun kalau dia mengakui masalah itu , dia berkata "Tapi bagaimana saya harus penuhi sendiri." Yang menjadi persoalan adalah dia akhirnya luber. Dalam hal ini lubernya ke anak, anak yang dituntut untuk berhasil. Sudah tentu dalam perkataannya dia tidak akan mengakui kalau dia memang mempunyai kebutuhan itu, yang dia akan lakukan adalah mengatakan kepada anak-anak "Kamu harus berhasil karena kalau kamu tidak berhasil, kamu nanti tidak bisa maju tidak bisa sukses dalam hidup dan sebagainya." Padahal anak-anaknya sudah bekerja dengan baik bahkan sangat baik, tapi terus-menerus ditekan dan ditekan lagi. Jadi itu yang saya maksud dengan luber, gara-gara mengingkari kebutuhannya sendiri.
GS : Apakah karena orang yang bersangkutan memang tidak berani menghadapi masalah karena dia merasa tidak mampu mengatasi masalah, atau cuma hanya mencari mudahnya saja?

PG : Yang pertama memang betul, ada orang yang memang tidak mampu. Daripada tidak mampu dan mengakui tidak mampu lebih baik diingkari. Tapi ada juga orang yang memang berprinsip saya harus mandri, saya harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan saya.

Misalkan kita sangat butuh untuk dikasihi, kita kurang menerima kasih sayang. Tapi kita berkata "Kita harus penuhi kebutuhan ini sendiri, kita tidak boleh menuntut orang untuk memenuhinya," jadi kita tidak pernah meminta kepada pasangan. Kita mencoba melakukan semuanya sendiri, kita tidak mencoba meminta pasangan untuk memberikan perhatian khusus kepada kita dan itu terus kita lakukan. Padahal kebutuhan akan dikasihi itu tetap ada, karena tidak dapat kita penuhi dengan baik. Akhirnya bocor dan bocornya di tempat yang lain. Misalnya pasangannya lupa memberikan kartu ucapan ulang tahun, karena kelalaiannya maka bisa terjadi perang dunia. Padahalnya mereka sudah menikah 15 tahun dan tidak pernah lupa, hanya sekali saja lupa, maka marahnya bisa sampai satu bulan. Waktu ini terjadi, barulah pasangan menyadari "Rupanya dia mempunyai kebutuhan yang besar sekali, tetapi tidak pernah mau mengakuinya. dan waktu ditanya, tetap saja tidak mau mengakui, dan tetap berkata "Orang berulang tahun masa bisa sampai lupa," dia tidak mau menerima kalau orang bisa lupa. Akhirnya masalah berlarut-larut.
GS : Sebenarnya kalau masalah itu kita diamkan maka tidak mungkin bisa hilang dengan sendirinya tanpa kita mau mengatasinya, Pak Paul?

PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi kita harus melakukan sesuatu.

GS : Dan kalau tidak, maka akan menimbulkan masalah lain yang lebih besar daripada masalah yang semula.

PG : Betul sekali.

GS : Apakah kita sebagai pasangan bisa menolong orang seperti itu?

PG : Kita memang harus dengan lembut mengatakan padanya bahwa "Saya melihat inilah yang saya butuhkan dan saya mau sekali memenuhinya, saya mengerti tidak mudah bagimu untuk melihatnya. Mungkindi masa lampau kamu menerima kekecewaan karena apa yang kamu minta itu tidak diberikan oleh orang.

Jadi kamu sekarang menutup diri, dan saya mau memberikan itu kepadamu. Mari kita kerjasama, tapi saya butuh bantuanmu, saya tidak selalu tahu apa yang kamu inginkan. Bisa tidak kalau kamu tidak bersedia bicara panjang butuh apa, misalkan kamu ingatkan saya dengan memberikan saya kartu kecil atau berikan saya isyarat yang lebih ringan supaya saya diingatkan apa yang kamu butuhkan, dan nanti saya bisa berikan kepadamu." Waktu hal itu terjadi yaitu dia meminta dan kita memberikan, kita langsung berkata lagi "Bagaimana rasanya, senangkan yang kamu butuhkan kamu dapatkan, mari kita coba teruskan kerjasama ini."
GS : Pak Paul, apakah ada ayat firman Tuhan yang melandasi perbincangan kita kali ini?

PG : Saya akan bacakan Amsal 22:9 "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin." Orang yang baik hati akan diberkati intinya kita mau membangun tangga yaiu menjadi orang yang baik hati, menjadi orang yang sehat, sehingga nanti itulah yang kita berikan.

Dan waktu kita bawa dalam pernikahan tidak bisa tidak berkat demi berkatlah yang akan kita petik. Jadi cobalah sebelum kita menengok ke kiri dan ke kanan untuk menyalahkan orang, kita tatap diri sendiri dulu, kita coba melihat dan kita coba koreksi. Orang yang seperti ini menjadi orang yang akan menerima banyak berkat.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan yang sangat menarik ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mekanisme Memenuhi Kebutuhan" sebagai bagian yang ketiga dari tema "Tangga ke Rumah". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id [2] kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org [3] Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

Ringkasan

Jika kita memperhatikan pasangan nikah di sekitar kita, tidak bisa tidak kita harus mengakui begitu sedikit pasangan yang sungguh-sungguh menikmati pernikahannya. Bahkan cukup banyak yang sebenarnya tidak lagi hidup dalam pernikahan meski masih mempertahankan status nikah. Pertanyaan yang timbul adalah, mengapakah demikian?

Pada akhirnya saya menyimpulkan kendati ada banyak faktor yang dapat menimbulkan masalah dalam pernikahan, namun sering kali penyebab pertama dan mungkin terbesar adalah pribadi yang bersangkutan itu sendiri. Bukankah pribadi yang bermasalah bermuara pada gaya hidup bermasalah, cara berkomunikasi bermasalah, dan mekanisme memenuhi kebutuhan bermasalah? Dan bukankah gaya hidup, cara berkomunikasi, dan mekanisme untuk memenuhi kebutuhan semuanya berkaitan langsung dengan pernikahan itu sendiri?

A. Gaya Hidup Bermasalah

Ada beberapa gaya hidup bermasalah yang kerap dibawa masuk ke dalam pernikahan. Pertama adalah gaya hidup tidak mau menanam dan tidak mau menuai. Ini adalah gaya hidup tidak bertanggung jawab. Pada umumnya gaya hidup tidak bertanggung jawab mengharuskan pasangan untuk menjadi penanggung jawab hidupnya. Pasangan berkewajiban menyenangkan hatinya dan tidak boleh mengecewakannya. Pasangan seyogianya memahani keinginannya tanpa ia harus menyuarakannya. Pasangan senantiasa harus memperhatikan gejolak di dalam dirinya dan berusaha menenangkannya. Gaya hidup tidak bertanggung jawab sesungguhnya menempatkan diri pada posisi tidak pernah salah.

Kedua adalah gaya hidup menuai tanpa harus menanam. Masa kecil yang susah atau masa kecil yang manja dan mudah, berpotensi menciptakan ambisi untuk cepat menuai tanpa harus bersusah payah menanam. Atau, ada orang yang senantiasa membandingkan diri dengan saudara atau orangtuanya dan merasa bahwa ia kurang. Namun untuk mengisi kekurangannya bukannya ia menempuh jalan panjang, ia malah mencari jalan pintas. Misalnya ia ingin cepat kaya dengan cara semudah mungkin. Gaya hidup seperti ini acap kali diikuti dengan gaya hidup penuh spekulasi yang berakhir dengan kehilangan besar. Masalahnya adalah, ia tidak bersedia melihat realitas; sesungguhnya ia hidup dalam khayalannya.

Ketiga adalah gaya hidup terus menanam dan tidak menuai. Gaya hidup ini membuat dirinya-dan orang lain-sengsara sebab orang ini tidak dapat menikmati hidup dan melarang orang menikmati hidup pula. Orang ini mungkin sekali bergelimang dengan kelimpahan namun ia senantiasa melihat dirinya kurang. Ia selalu berusaha irit dan memandang kenikmatan sebagai musuh yang harus dilawan. Ia penuh ketakutan dan menciptakan banyak larangan guna menghindar dari ketakutannya.

Firman Tuhan

Salah satu tema utama Kitab Pengkhotbah hidup dalam keseimbangan. Misalnya Pengkhotbah 2:22-25 "Apakah faedahnya yang diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payah di bawah matahari dan dari keinginan hatinya? Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan perkerjaannya penuh kesusahan hati, bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. Ini pun sia-sia. Tak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa ini pun dari tangan Allah. Karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia?" mengajarkan kepada kita bahwa tidak benar bagi kita untuk terus bekerja (menanam) tanpa menuai. Selanjutnya Pengkhotbah 2:24-26 menekankan bahwa Tuhanlah yang mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk menikmati buah kerja kita. Jadi, Tuhanlah yang memberi kita kesempatan untuk bekerja dan Tuhanlah yang memampukan kita untuk menikmati jerih lelah kita.

B. Cara Komunikasi Bermasalah

Pribadi bermasalah kerap membawa cara berkomunikasi bermasalah ke dalam pernikahan. Ada beberapa yang sering menjadi duri dalam pernikahan dan yang pertama adalah cara berkomunikasi yang saya panggil, meliuk. Cara berkomunikasi ini tidak langsung dan samar; apa yang dikatakan tidak mengatakan apa yang ingin dikatakan. Hari ini berkata, tidak, besok berkata, ya, namun apa yang sesungguhnya ada di hati tidak pernah tercetus keluar.

Tidak bisa tidak, gaya berkomunikasi seperti ini membingungkan dan berakhir dengan frustrasi. Kita tidak tahu bagaimana harus bereaksi sebab kita tidak tahu isi hatinya dan harus mereka-reka maksudnya. Kalaupun terpojok, ia sulit mengakui keinginan atau pendapatnya; malah ia sering melemparkan masalah kembali kepada kita seolah-olah kitalah yang salah mengertinya.

Cara berkomunikasi bermasalah lainnya adalah menukik. Saya sebut menukik sebab arah pembicaraan seakan-akan selalu memojokkan dan merendahkan lawan bicara. Apa pun yang dikatakannya, pada akhirnya kita akan merasa dilecehkan atau disalahkan. Ia selalu benar dan tahu, sedangkan kita tidak pernah benar dan selalu tidak tahu apa-apa. Gaya bicara menukik sukar membuka kesempatan terjadinya dialog sebab gaya bicara ini cenderung searah dan bermuatan instruksi.

Cara berkomunikasi lain yang juga sering menimbulkan masalah adalah cara berkomunikasi memercik-sudah tentu yang saya maksud adalah percikan api emosi. Ada orang yang penuh ketegangan sehingga mudah sekali meledak namun ada pula orang yang sebenarnya tidak penuh ketegangan namun sangat tidak sabar dengan ketidaksempurnaan sehingga mudah marah. Orang ini biasanya menuntut kita untuk berbicara dengannya dengan cara yang pas dengan suasana hatinya sebab ia sendiri pun dikuasai oleh suasana hati.

Firman Tuhan

Semua gaya komunikasi bermasalah berhulu pada putusnya tali komunikasi dan jika tali komunikasi sudah terputus, tali relasi pun akan putus. Efesus 4:25 mengajarkan kita untuk berkata benar kepada satu sama lain. Amsal 18:21, "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." mengingatkan kita akan pengaruh atau kuasa lidah yang dapat menghancurkan atau memberi hidup kepada sesama. Relasi nikah bergantung pada komunikasi dan komunikasi bergantung pada lidah-dan lidah orang benar membangun pernikahan.

C. Mekanisme Memenuhi Kebutuhan

Masing-masing kita membawa kebutuhan masuk ke dalam pernikahan. Tidak ada yang salah dengan kebutuhan untuk dikasihi dan dihargai; masalah timbul tatkala kita menggunakan cara yang salah untuk mendapat pemenuhan kebutuhan itu. Salah satu mekanisme yang salah adalah melimpahkan masalah pada pundak pasangan padahal kitalah yang mempunyai kebutuhan itu. Kita menolak mengakui bahwa sebenarnya kitalah yang mempunyai kebutuhan itu; sebaliknya, kita menuduh pasangan seakan-akan dialah yang tidak mampu menyediakan kebutuhan itu. Tema utama yang kerap kita lontarkan adalah bahwa dia "tidak cukup baik" dalam memenuhi kebutuhan kita. Sudah tentu pasangan menjadi frustrasi dan lama kelamaan kehabisan tenaga memenuhi kebutuhan kita.

Mekanisme kedua yang bermasalah adalah senantiasa memunculkan masalah. Ada orang yang terus menerus memunculkan masalah; setiap hal menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan hatinya. Masalah mungkin berkaitan dengan kita mungkin juga tidak, namun pada intinya ia tidak pernah dapat berbahagia dengan hidupnya. Orang yang selalu memunculkan masalah dan melihat hidup dari kacamata masalah sesungguhnya mengalami kehampaan dan tidak mempunyai makna hidup. Ia ingin memenuhi kebutuhan akan makna hidup namun ia tidak tahu bagaimana; alhasil ia selalu merasa tidak puas dan kerap menggerutu.

Mekanisme ketiga yang salah adalah meniadakan masalah. Pernikahan dimaksudkan menjadi ajang penyatuan dan tolong menolong; di dalam proses inilah keintiman dibangun dan berkembang. Namun ada di antara kita yang tidak nyaman dengan kebutuhannya dan tidak bersedia melibatkan pasangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kita beranggapan bahwa kita sendirilah yang harus memenuhi kebutuhan itu karena memang ini adalah kebutuhan kita. Namun ada pula orang yang tidak bersedia membagi kebutuhannya karena gengsi atau takut ditolak. Daripada dihina atau ditolak, lebih baik tidak membagi kebutuhan sama sekali.

Firman Tuhan

Apa pun itu yang kita lakukan, yang pasti adalah, cara yang keliru dalam memenuhi kebutuhan pada akhirnya memisahkan kita dari orang yang kita cintai. Amsal 22:9, "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin," mengajarkan kita bahwa orang yang murah hati akan diberkati. Murah hati berawal dari hati yang memberi dan dalam pernikahan, hati yang memberi akan menerima kembali dengan berkelimpahan.

Pdt. Dr. Paul Gunadi [4]
Audio [5]
Suami-Istri [6]
T436C [7]

URL sumber: https://telaga.org/audio/tangga_ke_rumah_3_0

Links
[1] http://media.sabda.org/telaga/mp3/T436C.MP3
[2] mailto:telaga@indo.net.id
[3] http://www.telaga.org
[4] https://telaga.org/nara_sumber/pdt_dr_paul_gunadi
[5] https://telaga.org/jenis_bahan/audio
[6] https://telaga.org/kategori/suami_istri_0
[7] https://telaga.org/kode_kaset/t436c