Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang tentang "Kehidupan Sebagai Duda" untuk itu telah hadir bersama saya di studio bersama Bp. Hendrik Soplantila selaku nara sumber dan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Hendrik, pertama-tama kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak menjadi nara sumber pada acara Telaga kali ini. Kami turut berduka atas meninggalnya istri Bapak beberapa waktu yang lalu dan kami ingin Bapak membagikan pengalaman kehidupan Bapak sebagai seorang duda. Kami yakin yang Bapak sampaikan akan banyak manfaatnya bagi kita sekalian. Pak Hendrik selama ini kalau kami boleh tahu, berapa lama Bapak menikah dengan istri Bapak, jadi pengalaman Bapak bagaimana?
HS : Pengalaman saya dalam pernikahan dengan istri saya itu sudah 36 tahun kalau ditambah dengan masa pacaran 5 tahun berarti 41 tahun.
GS : Berapa anak yang Tuhan karuniakan?
HS : Puji Tuhan hanya 2 orang tapi itu sudah memuaskan.
GS : Dan sekarang sudah dikaruniai cucu?
GS : Dan kemungkinan akan bertambah dari yang sulung. Pak Hendrik kami tahu bahwa meninggalnya istri bapak itu secara mendadak dan waktu itu setelah Bapak tahu bahwa istri Bapak meninggal, apa yang Bapak lakukan?
HS : Memang waktu itu saya baru pulang khotbah di satu gereja. Lalu ketika saya pulang, nyatanya pintu gerbang tidak dibuka. Jadi saya ketuk tidak dibuka dan saya langsung masuk, setelah saya nik pagar dan masuk ke dalam ternyata istri saya ada di kamar mandi sudah tergeletak.
Dalam pikiran saya, "Ini sudah tidak tertolong pasti sudah meninggal," itu pikiran pertama saya, lalu saya angkat dan saya berusaha memberikan nafas bantuan untuk pertolongan pertama tapi nyatanya tidak bisa. Saya pikir sudah tidak bisa ditolong dan saya berkata "Mami, kita berdoa," dan saya serahkan pada Tuhan, begitu saya selesai menyerahkan kepada Tuhan, beberapa saat kemudian tidak ada bunyi apa-apa lagi.
GS : Jadi Bapak masih sempat melihat bahwa istri Bapak hidup pada saat itu?
HS : Rupanya Tuhan masih memberi saya kesempatan untuk bertemu walaupun dalam keadaan koma. Jadi pada waktu itu, saya kemudian mengangkat dan menaruh di lengan saya dan berkata "Mami, kita berda dulu."
Lalu kami berdoa dan saya menyerahkan kepada Tuhan dan saya berkata "Tuhan Yesus saya serahkan istri saya kepada-Mu."
GS : Tentu ada berbagai macam perasaan yang berkecamuk di dalam hati Bapak pada saat itu, apa saja perasaan-perasaan itu?
HS : Waktu itu perasaan sedih, dan tidak ada sesuatu yang istimewa hanya kesedihan bahwa sebentar lagi saya sudah sendiri.
PG : Pak Hendrik, dalam hidup pernikahan Pak Hendrik apakah Pak Hendrik pernah juga berbincang-bincang dengan istri tentang kematian "Nanti kalau salah satu dari kita dipanggil Tuhan, apa yang kita lakukan dan sebagainya" ?
HS : Memang sudah beberapa kali, sejak saya di Sumatera kami sering berbicara tentang itu karena kami berdua begitu dekat dan sungguh saling mengasihi sampai kami berbicara tentang, kalau seandinya saya duluan yang pergi lalu bagaimana kamu dan kalau istri duluan pergi bagaimana kamu.
Jadi saya bilang "Yang jelas saya akan sendiri dan saya akan sendiri terus," kemudian dia berkata "Tidak mungkin, dilihat dari gayanya saja tidak mungkin." Tapi saya bilang "Nanti kamu tahu sendiri" dan saya berpegang dengan apa yang saya katakan sebab kasih itu tidak bisa dibagi-bagi walaupun ada peluang setelah meninggal kamu bebas, kamu bisa menikah lagi, tapi bagi saya tidak! Cukup satu sampai nanti ketemu di surga.
GS : Apakah pada waktu itu Pak Hendrik tidak bertanya balik kepada istri Bapak, seandainya saya meninggal lebih dahulu, lalu bagaimana?
HS : Dan jawabannya sama saja. Jadi sepertinya hati ini sudah disatukan, jadi tidak pernah kami pikirkan untuk cari lain atau apa, itu tidak ada sama sekali.
GS : Pak Paul, pertanyaan seperti itu yaitu tentang kematian kadang-kadang ada pasangan yang enggan untuk membicarakan, ini bagaimana Pak Paul?
PG : Saya mengerti ada orang yang memang takut membicarakan tentang kematian takut kalau-kalau itu menjadi kenyataan, masalahnya adalah itu akan menjadi kenyataan. Kita tidak akan menghindarkandiri dari kematian, jadi ada baiknya kita terbuka dengan pasangan kita dan membicarakan "Kalau ini sampai terjadi, apa yang kita alami, rencana apa yang akan terkandung dalam pikiran kita."
Maka bicaralah seperti itu dan saya kira ada baiknya juga kita membicarakan bagaimana rasanya kehilangan sewaktu dia pergi, karena pembicaraan ini bukan hanya berguna untuk nantinya mempersiapkan kita tapi juga berguna untuk saling menghargai peranan atau makna kehadirannya dalam hidup kita. Kalau boleh saya tanya kepada Pak Hendrik, apa yang Pak Hendrik rasa terhilang dalam diri Pak Hendrik dengan kepergian Ibu?
HS : Terus terang saja Pak Paul, kalau apa saja yang dikatakan terhilang? Itu banyak hal, sebab yang pertama arsitek rumah yang mengatur rumah tangga, yang mengatur 'accessories' rumah itu buka saya, tapi istri saya.
Yang kedua, tempat saya saling menyampaikan atau mencurahkan pikiran atau bertanya, tempat kita berdiskusi itu sudah tidak ada lagi sedangkan itu yang penting bagi saya, diskusi tentang macam-macam hal. Dan rumah, terus terang saja setalah Ibu tidak ada memang saya yang mengatur, tapi untuk membersihkan saya tidak ada waktu karena saya sibuk mengajar dan itu yang menjadi kehilangan bagi saya.
PG : Jadi ada dua aspek yang satu lebih bersifat fisik/jasmaniah yaitu seseorang yang biasa mengatur rumah dan yang kedua lebih bersifat emosional yaitu belahan hidup yang Pak Hendrik bisa tumphkan perasaan/pikiran berbagi suka dan duka dengan dia.
Itu kehilangan yang sangat besar dan saya kira inilah percakapan yang bisa kita lakukan dengan pasangan kita sekarang bahwa kalau sampai dia pergi inilah yang akan terhilang dalam hidup kita, sehingga dia menyadari bahwa inilah tempatnya dalam hidup kita. Jangan menunggu sampai dia tidak ada baru kita sebut-sebut, dia pun tidak bisa mengerti dan mendengarnya. Ada baiknya memang, saya setuju dengan Pak Hendrik bahwa jauh-jauh hari Pak Hendrik pernah membicarakan dengan istri. Jadi saya kira kita pun yang masih bersama dengan pasangan ada baiknya sekali waktu berbicara dari hati kehati dengan pasangan kita guna mempersiapkan diri dan sekaligus memberikan kepada pasangan kita sebuah kejelasan bahwa inilah maknamu dalam hidupku ini.
GS : Dan kadang-kadang Pak Paul, kalau dibicarakan seringkali pihak istri bisa saja usul dan mengatakan "Kamu menikah lagi saja, saya rela kamu menikah lagi asal saya tidak ada." Dan untuk menanggapinya susah, di satu pihak tadi Pak Hendrik katakan kita punya prinsip kita tidak akan menikah lagi, tapi si istri ini mendesak, "Kalau aku tidak ada kamu menikah saja lagi." Dan kita harus menanggapinya seperti apa, Pak Paul?
PG : Saya kira kita bisa berkata begini, "Bahwa yang saya akan rasakan adalah sewaktu engkau tidak ada itu merupakah kehilangan besar, setelah itu apa yang saya lakukan sudah tentu akan saya fouskan pada mengurus anak," kita memang harus mendampingi anak-anak supaya bisa bertumbuh besar setelah itu apa yang akan terjadi, kita akan katakan, "Saya tidak tahu, hidup memang dalam pimpinan Tuhan dan kita tidak akan pernah tahu rancangan Tuhan," jadi kita akan pisahkan mana yang memang milik Tuhan kembali kepada Tuhan, jangan kita memastikan sesuatu yang belum tentu merupakan rencana Tuhan atas hidup kita.
HS : Betul Pak Paul, prinsip itu yang dijadikan pedoman bagi saya.
GS : Pak Hendrik, dengan sekarang Bapak sebagai duda, apakah ada kekhawatiran menghadapi masa depan karena tubuh ini makin lama makin renta dan itu harus diakui dan anak-anak sudah besar, kekhawatiran apa yang sering muncul?
HS : Tidak sering tapi kadang-kadang saja, seperti bila saya berpikir kalau seandainya Tuhan memberikan usia sampai panjang maka saya nanti susah. Tapi saya berpikir tidak sampai di situ karenasaya percaya bahwa Tuhan akan mengambil saya pada saat yang Tuhan sudah tentukan.
Jadi Tuhan tidak akan membuat saya sengsara sampai saya pun menyusahkan anak-anak, saya yakin tidak. Waktu istri saya hadir bersama-sama, saya dan istri memperkirakan 70 tahun kami sudah selesai, jadi kami saling susul.
GS : Dalam hal ini Pak Hendrik, apakah ada hal-hal yang istri Bapak kerjakan dan sekarang Bapak harus kerjakan. Jadi misalkan terhadap anak atau terhadap cucu yang Bapak, misalnya Bapak berfungsi ganda, sebagai seorang pria tapi juga sebagai seorang pengganti dari istri, dan ini bagaimana melakukannya?
HS : Yang jelas/praktis ialah setelah pulang mengajar saya masak karena saya tinggal dengan anak saya satu dan karena anak saya keluar untuk melayani, jadi dia pulang harus makan sehingga saya asak untuk kami berdua.
Memang mula-mula saya berlangganan catering tapi saya lihat itu mahal, jadi saya bertanya kepada pembantu di sekolah, bagaimana kalau masak ini apa bumbunya? Kalau sudah tahu maka saya masak sendiri. Kemudian yang lain seperti terhadap anak, saya tetap mengusulkan supaya kerohanian itu tetap terpelihara. Jangan sampai sewaktu mereka sudah memiliki cucu mereka lupa, jadi saya harus tetap melayani anak saya. Sebab dulu istri saya juga mengatakan demikian "Doakan, layani kalau bisa beli buku-buku untuk anak ini supaya dia bisa melihat gambar-gambar. Memperkenalkan awal tentang Tuhan Yesus."
GS : Apakah Bapak sering membicarakan dengan anak-anak Bapak tentang Ibu?
HS : Ya pernah, kebetulan kuburan Ibu dekat dengan rumah kami. Jadi kami sering ke situ untuk membersihkan dan kami sudah memikirkan bagaimana nisannya dan sebagainya. Sekitar bulan Juli kami sdah benahi semuanya sehingga dengan demikian "Sudah, Ibu sebetulnya sudah enak di sana dan sudah tidak ada masalah.
Tapi sekarang kita mengurus kubur ini hanya untuk kesaksian saja kepada orang-orang yang kuburnya ada di situ juga."
GS : Kalau cucu masih belum bertanya-tanya?
HS : Dia sering bertanya juga tapi dia sudah diberitahukan oleh Mamanya bahwa Oma sekarang sudah ada di surga. Jadi kalau kami kunjungi ke kubur, lihatnya ke atas "Daag, daag, Oma."
GS : Apakah pembicaraan seperti itu wajar Pak Paul? Terutama kadang-kadang anak yang masih kecil, anak balita yang menanyakan tentang Omanya atau ibunya?
PG : Saya kira wajar dan memang anak-anak belum memiliki konsep yang jelas tentang kematian. Jadi kematian bagi anak-anak kecil lebih merupakan sebuah kepergian dan memang bagi anak-anak yang blia, mereka itu berpikir bahwa orang yang pergi itu nanti akan kembali.
Jadi memang belum mempunyai konsep seperti itu, tapi Bapak mengenalkannya dengan sangat baik yaitu Oma berada di surga bersama Tuhan dan memang Oma sangat senang bersama dengan Tuhan. Saya bertanya lagi kepada Pak Hendrik, Pak Hendrik sudah berapa lama kehilangan Ibu?
PG : Bagi Pak Hendrik, masa yang paling sulit itu kapan?
HS : Pada waktu anak saya pergi ke Surabaya dan tidak pulang karena menginap di sana, sehingga saya sendirian. Pada waktu saya sendirian itu, karena saya menaruh foto istri saya di buffet jadi aya bisa langsung lihat.
Dan saya berkata "Kalau ada Ibu, saya bisa ngobrol tapi sekarang sudah tidak ada Ibu." Jadi saya merasa kesepian tapi kesepian itu saya buyarkan atau saya hilangkan dengan puji-pujian rohani dan itu yang bisa menguatkan saya. Jadi puji-pujian rohani dari MP3 yang anak saya buatkan sampai ada 150 lagu dalam 1 CD itu saya putar dari pagi sampai sore. Jadi kalau Sabtu/Minggu anak saya tidak ada maka saya memutar lagu-lagu itu, sambil saya senang ikut menyanyi karena dulu memang pertobatan saya melalui pujian di GKI Kebon Jati Bandung.
GS : Jadi lewat pujian Bapak merasa dihibur dan dikuatkan kembali?
HS : Sebab saya tidak mendengarkan notnya tapi saya mendengar dari kata-katanya dan kata-katanya itu yang menguatkan saya juga, selain firman Tuhan dalam persiapan untuk khotbah dan sebagainya?
PG : Apakah bulan-bulan pertama itu lebih berat daripada akhir-akhir ini?
HS : Minta maaf Pak Paul, saya kurang begitu memperhatikan dalam hal itu namun jujur saja saya tidak merasa bahwa ini berat sekali atau tidak terlalu berat. Tapi saya merasa sama saja karena saa juga sibuk dan saya berusaha untuk menyibukkan diri bukan untuk melarikan diri dari kesepian, kalau melarikan diri dari kesepian itu kurang begitu cocok.
Tapi memang karena pekerjaan itu menuntut.
PG : Dan itu sangat membantu mengalihkan fokus Bapak, tapi waktu Bapak memang harus sendirian Bapak akan lebih merasakan kehilangan, tapi Bapak harus pintar-pintar mengatasinya dengan lagu-lagupujian dan sebagainya.
HS : Betul, dan saya ikut menyanyi.
GS : Pada umumnya selain kesepian yang Pak Hendrik alami, apakah ada masalah lain yang dihadapi oleh orang-orang yang menjadi duda?
PG : Biasanya adalah yang Pak Hendrik sudah katakan mengenai kehilangan teman untuk berbicara, akhirnya hal-hal yang biasa dipikirkan bersama dan sekarang harus dipikirkan sendirian, seolah-ola ini hal yang kecil tapi sebetulnya buat orang yang terbiasa terbuka atau diskusi, mengambil keputusan bersama, kehilangan rekan itu dampaknya besar sekali.
Akhirnya karena kita terbiasa mengambil keputusan berdua, terbiasa berpikir berdua menantikan tanggapan dan dari tanggapan itu kita memikirkan lagi suatu alternatif yang lain. Jadi tiba-tiba sekarang tidak ada lagi seperti kosong, seperti kita lempar batu ke air dan tidak kembali lagi, hilang. Itu seringkali membuat orang akan kagok dalam pengambilan keputusan, dalam pengambilan sesuatu dan tidak jarang ada yang merasa buntu waktu memikirkan masalah karena tidak ada lagi pasangan, dia tidak tahu harus bicara dengan siapa. Mungkin orang akan berkata "Bicaralah dengan anakmu atau dengan orang lain," tapi tetap tidak sama karena kita terbiasa dengan orang yang sama tahun demi tahun, dan sewaktu tidak ada lagi, kita agak bingung untuk bicara dengan orang lain karena memang tidak sama. Jadi itu salah satu dampak kehilangan yang cukup besar. Yang kedua adalah yang sering orang alami, pada malam hari sebelum tidur dan pada waktu ingin tidur. Jadi waktu malam hari adalah waktu dimana aktifitas menurun dan benar-benar malam itu kita lebih menyadari apa yang ada di sekeliling kita, misalkan di malam hari kita mendengar lonceng berdentang, kita mendengar jangkrik, mendengar suara malam. Jadi dalam kesunyian malam kita mendengarkan lebih banyak, itu sebabnya juga di malam harilah kita lebih merasakan kehilangan pasangan kita. Sewaktu ingin tidur di kamar, ranjang itu kosong karena kita terbiasa melihat ada pasangan kita, pagi hari pun waktu kita bangun, ranjang kita sebelahnya kosong. Waktu pulang ke rumah ada berita bagus kita ingin membagikannya tapi tidak ada orang yang menunggu untuk kita bisa membagikan berita baik itu. Jadi biasanya hal-hal ini menjadi kehilangan yang besar pada diri orang yang ditinggalkan pasangannya.
GS : Ada juga yang kemudian menarik diri dari bermasyarakat, dia katakan "Biasanya saya ini pergi-pergi dengan istri saya, misalnya ke gereja atau undangan dan sebagainya," lalu karena tidak ada istri dia tidak mau datang lagi baik itu ke gereja atau kalau diundang orang juga tidak datang, ini bisa terjadi seperti itu?
PG : Bisa, apalagi kalau memang acara-acara itu biasa dihadiri oleh suami istri, dan kita datang sendiri akhirnya agak canggung. Apakah Pak Hendrik pernah mengalami hal serupa?
HS : Betul, saya terus terang saja dalam hal ini memang kagok sebab tidak berdua lagi, seperti mengendarai mobil biasanya Ibu disamping saya tapi saya lihat sudah tidak ada jadi kadang-kadang sya hanya menaruh tangan saja sambil menyupir.
Mengenai yang Pak Paul katakan tadi, kalau malam hari semua kegiatan menurun saya tidak mengalami apa-apa karena waktu mau tidur saya langsung berdoa dan saya serahkan seluruhnya, baik pikiran, perasaan dan kehendak saya, saya meminta kekudusan Tuhan saja yang menguasai saya, semua yang tidak berkenan kepada Tuhan maka Tuhan ambil dan saya bisa tidur sampai pagi dan jam empat saya sudah bangun dan tidak ada masalah.
GS : Itu sesuatu yang baik yang mungkin sangat berguna bagi kita sekalian. Pak Hendrik selama Bapak hidup bersama-sama dengan istri Bapak, hal yang paling berkesan itu apa?
GS : Mungkin bisa disebut satu atau dua hal?
HS : Yang paling berkesan yang pertama secara jasmaninya, yang berkesan bagi saya adalah kalau dia sedang lelah, saya melihat wajahnya dan saya merasa dia cantik sekali, saya tidak tahu kenapa,tapi dari dulu kalau saya melihat dia dalam kondisi lelah saya melihat cantik sekali.
Lalu kemudian saya ingin memeluknya. Dan secara rohani, kami bisa selalu sharing, sharing firman Tuhan. Jadi kalau saya mengalami kesulitan misalkan dalam teologia walaupun saya bisa tapi saya bertanya kepada dia, "Punya pandangan bagaimana mengenai ini."
GS : Memang istri Bapak terlibat dalam pelayanan mengajar dan sebagainya?
HS : Ya, jadi kami bisa diskusi. Itu yang sangat menarik.
GS : Untuk masa mendatang ini, dengan hidup sendiri sebagai duda, harapan Pak Hendrik apa?
HS : Harapannya ialah saya bisa melayani Tuhan sebab itu yang menjadi tujuan akhir sebab saya berpikir bahwa ini adalah waktu yang Tuhan berikan kepada saya untuk sendirian dan bagaimana saya mnggunakannya untuk memuliakan Tuhan.
Jadi saya ingin memberikan semua waktu saya yang ada untuk melayani Dia karena nanti di sana saya juga melayani Dia.
GS : Jadi persiapan atau semacam 'training center'nya, dan ini memang banyak dialami olah orang-orang yang sudah sendiri lagi karena pasangannya sudah meninggal, lalu menjadi tersadar bahwa dia punya lebih banyak waktu untuk melayani dan ini sesuatu yang positif, Pak Paul?
PG : Betul, jadi waktu hidup sendiri kembali dan melihat ini memang sebagai kehendak Tuhan bahwa sekarang tidak ada lagi pasangannya. Dan yang Pak Hendrik katakan memang sering banyak dilakukanyaitu kita memang menyadari inilah waktunya kita berbuat lebih banyak lagi untuk Tuhan.
Waktu ada istri kita pun membagi waktu dengan istri tapi sekarang tidak ada, baiklah sekarang kita curahkan semuanya untuk pekerjaan Tuhan.
HS : Betul Pak Paul, itu yang saya maksudkan tadi.
GS : Dalam hal ini kadang-kadang orang salah mengerti, dianggap kita itu melarikan diri. Tadi Pak Hendrik katakan ini bukan pelarian tapi ini pelayanan dan ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Mungkin kita perlu jelaskan kepada orang bahwa saya bukan melarikan diri tapi saya menggunakan kesempatan yang Tuhan berikan kepada saya. Umur sudah tidak muda lagi dan inilah yang masih trsisa dan kita mau berikan sepenuhnya kepada Tuhan.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan sehubungan dengan perbincangan ini?
PG : Saya akan bagikan dari Mazmur 116:15, "Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya." Jadi sewaktu hidup, kita menjadi orang yang dikasihi Tuhan, karena sewaktu kita mati uhan akan berkata "Berhargalah engkau."
Saya tahu istri Pak Hendrik adalah orang yang dikasihi Tuhan dan waktu hidup pun dikasihi oleh Pak Hendrik serta anak-anak. Jadi walaupun dia sudah tidak ada, dia tetap adalah orang yang dikasihi. Sekarang dikasihi Tuhan, dulu dikasihi Tuhan dan keluarganya. Ini yang saya kira perlu lakukan pada pasangan kita, pada anggota keluarga kita, kita mengasihi mereka sewaktu mereka masih hidup dan biarlah mereka juga hidup berkenan kepada Tuhan sehingga Tuhan mengasihi mereka, sewaktu Tuhan panggil mereka Tuhan berkata "Berhargalah engkau," memang orang yang mati dan dikasihi Tuhan, kematiannya adalah kematian yang berharga.
GS : Terima kasih Pak Paul, Pak Hendrik terima kasih banyak Bapak sudah hadir dan sudah sharing membagikan pengalaman Bapak, saya percaya ini banyak menolong para pendengar kita. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Hendrik Soplantila selaku nara sumber dan juga bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kehidupan Sebagai Duda" Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
END_DATA