Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Heman Elia, M.Psi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengajarkan Kepatuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Heman, kita sering kali repot menghadapi anak yang bukan saja tidak patuh dan sebenarnya kondisi anak yang tidak patuh itu oleh sebagian besar orang dikatakan bahwa itu normal, karena anak memang begitu. Tapi sebenarnya bagaimana, Pak Heman?
HE : Betul, ketidakpatuhan itu sering kali kita katakan sebagai sesuatu yang normal di dalam batas-batas tertentu. Tetapi kita tetap perlu memberi batasan kepada anak karena tanpa arahan da batasan yang orangtua berikan, anak tidak akan belajar tentang arti disiplin dan rasa tanggung jawab.
Memberi batasan itu berarti kita adakalanya harus memaksa mereka untuk patuh.
GS : Artinya tidak ada seorang pun yang lahir di dunia ini dengan sifat kepatuhan atau otomatis patuh, Pak?
HE : Untuk setiap anak yang normal, ketidakpatuhan adalah sebetulnya suatu cara bagi anak untuk menyatakan sesuatu yang wajar, yang normal bagi anak yang cukup sehat.
GS : Sering kali kelihatan bagi anak yang masih sangat kecil pun yang baru berusia beberapa minggu kadang-kadang disusui menolak. Apakah itu sebagai salah satu bentuk ketidakpatuhan?
HE : Belum tentu ketidakpatuhan, jadi bisa saja karena mereka masih bayi itu merupakan respons yang spontan, yang terjadi secara otomatis, jadi dia menolak sesuatu yang tidak enak.
GS : Atau mungkin dia sedang kenyang dan sebagainya.
HE : Ya betul, yang penting dia tidak ingin melakukan misalnya minum susu.
GS : Tadi Pak Heman katakan sampai batas-batas tertentu tidak apa-apa, nah batasan-batasanya itu apa Pak Heman?
HE : Batasannya adalah kalau misalnya kita melihat anak-anak sudah tidak patuh, maka kita mesti melihat apa yang menyebabkan dia tidak patuh, karena ada banyak sebab yang bisa menjadikan anak tidak patuh.
Apakah itu suatu pernyataan bahwa dia ingin menyatakan saya ini berbeda dari Anda, dari orang tua. Saya adalah seorang yang unik, yang mempunyai kepribadian sendiri. Kalau hanya seperti ini sebaiknya diberi ruang, diberikan kesempatan pada dirinya supaya dia menjadi lebih mandiri.
ET : Tapi kadang-kadang membedakan itu yang sangat susah ketika anak sedang ingin mengembangkan diri. Tapi mungkin bagi orang yang lebih dewasa melihatnya bahwa ini ketidakpatuhan.
HE : Betul, memang susah untuk membedakannya, orangtua perlu kepekaan untuk merasakan mana yang ketidakpatuhan dan mana reaksi yang normal bagi anak.
GS : Sebenarnya apa perlunya kita mengajarkan kepatuhan kepada anak?
HE : Untuk semua segi kita perlu memberikan latihan-latihan, misalnya dia merasa ingin memberontak atau merasa ingin tidak menuruti orangtuanya, dia tidak ingin didisiplin. Karena pada dasanya setiap anak mempunyai atau bahkan setiap kita tidak ingin begitu saja mengikuti hal-hal yang tidak enak bagi kita.
Kadang-kadang kita memerlukan latihan-latihan bagi anak. Dengan latihan-latihan ini akhirnya membuat mereka patuh, membuat mereka mengikuti apa yang kita inginkan. Tetapi memang kita perlu berhati-hati kapan kita perlu memaksakan anak untuk memenuhi keinginan kita, keinginan seperti apa kita juga perlu kaji.
ET : Apakah Pak Heman bisa memberikan contoh latihan-latihan yang dimaksud tadi?
HE : Misalnya saja ada anak yang harus belajar menghadapi ulangan pada hari esoknya, tapi dia ingin bermain terus. Nah ini masalah disiplin dan tanggung jawab. Kita tahu dengan persis bahwaanak mempunyai waktu yang cukup untuk bermain, seharusnya sudah cukup bermain dan dia sekarang ini bisa belajar dengan baik kalau dia mau artinya dia tidak dalam keadaan lelah, mengantuk, lapar atau sakit.
Tetapi karena dia tidak mau belajar, kini saatnya kita perlu memaksanya untuk belajar, nah ini salah satu contoh.
ET : Dipaksa untuk patuh?
HE : Betul, kadang-kadang anak-anak memerlukan paksaan untuk patuh.
ET : Kalau situasi seperti tadi bagaimana Pak Heman?
HE : Dalam situasi seperti ini ada beberapa yang bisa kita lakukan. Beberapa cara ini misalnya yang pertama tetapkan dulu peraturan yang ingin kita terapkan, dengan sanksi yang sesuai denga kesalahan mereka, artinya tidak terlalu berat juga tidak terlalu ringan, jadi kita pikirkan dulu sanksinya seperti apa.
Salah satu sanksi yang dapat kita lakukan adalah misalnya mencabut hak mereka atau kesenangan mereka. Umpamanya membatasi mereka menonton TV lebih lama atau melarang mereka keluar rumah sesering biasanya. Ini sanksi, jadi bukan suatu larangan setelah perilaku itu terjadi, tapi kita tetapkan dulu sanksinya. Kedua, kalau terjadi pelanggaran segera terapkan sanksi yang telah ditetapkan. Ketiga, siapkan situasi yang dapat membuat mereka mau tidak mau harus belajar menurut jadwal yang ditetapkan. Misalnya setiap jam belajar orangtua ada di tempat itu dan duduk bersama mereka, mengawasi mereka. Mungkin orangtua tidak perlu harus terus-menerus mengetes mereka atau menguji mereka tetapi cukup orangtua mendampingi mereka dengan cara orangtua membaca buku. Ini hanya salah satu contoh yang bisa kita lakukan dan penerapannya nanti bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing keluarga.
GS : Tapi bukankah itu juga sangat tergantung pada umur berapa anak itu bisa kita terapkan sanksi seperti ini. Kalau masih terlalu kecil bukankah itu sulit?
HE : Ya betul, karena itu kita perlu juga melihat usia perkembangan anak. Memang kita tidak bisa memaksa anak melampaui dari usia perkembangannya. Misalnya anak usia 3, 4 tahun. Daya konsenrasi mereka paling lama hanya 15 menit saja dan ketika mereka belajar pun mereka perlu banyak istirahat dan mungkin juga perlu banyak gerak.
GS : Kadang-kadang kita sebagai orang yang awam dalam hal ini, mau menetapkan suatu sanksi itu sulit. Kadang-kadang ukurannya adalah ukuran untuk kita atau untuk anak yang sudah lebih besar daripada anak yang kita mau didik untuk patuh.
HE : Betul, itu tidak mudahnya di sana, kita perlu belajar juga saling menyesuaikan diri dengan anak. Jadi selain kita meminta anak untuk patuh kita juga perlu memperhitungkan daya kekuatananak.
Itu sebabnya tadi saya kemukakan sebelum kita memberikan paksaan atau sanksi kita harus memperhitungkan juga dan kita mesti fleksibel apakah mereka dalam keadaan lapar, kebutuhan emosinya apakah sudah tercukupi, kebutuhan fisik mereka apakah tercukupi. Juga termasuk bukan saja usia tetapi misalnya kalau anak dalam keadaan sakit tentu saja mereka rewel dan itu sudah otomatis. Dan kita mesti juga menempatkan diri kita dan perasaan kita pada keadaan anak pada saat itu.
ET : Bicara soal paksaan Pak Heman, kadang-kadang orangtua juga mengalami kebingungan karena khawatir mentalnya anak seolah-olah harus dipaksa. Kalau tidak ada itu tanggung jawabnya tetap tdak ada, padahal tadi sebenarnya tujuan kita melakukan ini untuk membangkitkan disiplin dan tanggung jawab.
Kadang-kadang sepertinya mesti didorong terus baru jalan.
HE : Kenapa anak nantinya berkembang selalu harus didorong, karena kita terlalu menghendaki anak kita itu 100% patuh sehingga anak tidak mempunyai ruang bergerak lagi. Anak tidak mengembangan dirinya, kemandiriannya seperti tadi pertama kali kita bicarakan.
Jadi anak perlu mempunyai ruang gerak juga, bagaimana caranya kita bisa membuat anak mempunyai ruang gerak yang cukup, salah satunya adalah kita tidak terlalu mengatur hal-hal yang terlalu mendetail. Jadi kita memegang terutama hal yang umum, yang prinsipnya saja. Misalnya tentang jadwal belajar, kita perlu fleksibel tentang ini. Yang penting adalah anak menyelesaikan belajarnya, jadi yang penting bukannya berapa jam dia belajar. Mungkin prinsip-prinsip ini yang perlu kita atur, sedangkan hal yang kecil-kecil misalnya mereka menumpahkan air minum dan sebagainya hal-hal yang kecil-kecil seperti itu kita hanya perlu melatih mereka supaya lebih hati-hati, tapi kita tidak perlu memaksa mereka.
GS : Nah ketergantungan akan dipaksa yang makin lama makin tumbuh, misalnya tadi Pak Heman katakan kalau belajar itu didampingi orangtua walaupun orangtuanya membaca buku dan sebagainya. Ada anak yang kalau orangtuanya tidak di rumah karena ada undangan atau apa, dia tidak belajar.
HE : Ya, jadi memang nanti di dalam perkembangan itu pada awalnya karena anak itu cenderung untuk menunjukkan dirinya dan kemudian tidak patuh maka kita memang melatih mereka untuk patuh telebih dulu.
Tetapi setelah mereka bisa patuh terutama di dalam hal yang prinsip di kemudian hari kita perlu memberikan kelonggaran dan kebebasan secara bertahap, sehingga anak belajar untuk menguasai dirinya. Hanya kalau kita melihat bahwa mereka sudah terlalu banyak menyimpang dari yang kita harapkan, baru kita memberikan batasan lagi. Tetapi batasan itu semakin hari harus semakin longgar dan semakin banyak tanggung jawab yang perlu kita bebankan kepada anak. Salah satu contoh ada kemungkinan kita perlu membiarkan anak itu gagal satu, dua kali ulangan. Biarkan mereka merasakan apa itu kegagalan.
GS : Untuk anak ini Pak Heman, sering kali mereka merasa kepatuhannya kepada orangtua itu hanya menguntungkan orangtua, sedangkan di pihak dia hanya dirugikan saja dengan adanya kepatuhan, nah ini bagaimana Pak?
HE : Sering kali begitu karena mereka tidak dari awal belajar untuk bertanggung jawab, jadi di dalam hal ini sesuatu yang dipaksakan dari luar itu hanya pada awalnya dan nantinya kita harapan sesuatu yang dari luar ini bisa tumbuh dari dalam.
Salah satu caranya adalah kita perlu memuji anak, membesarkan hati anak, menghargai anak sewaktu anak bisa mengerjakan sesuatu itu dengan sendirinya secara otomatis tanpa disuruh dan sebagainya, nah hal-hal seperti itu harus dihargai. Jadi begitu anak bisa melakukan sesuatu sendiri kita perlu lepaskan, kita biarkan mereka lalu sekali-sekali kita memuji mereka, sekali-sekali menghargai mereka.
GS : Tapi kondisi itu sering kali tidak stabil, kadang-kadang pada suatu saat anak itu kelihatan bisa dilepaskan, tapi beberapa hari kemudian dia kelihatan sebagai anak yang kalau tidak dipaksa tidak jalan lagi.
HE : Ya, ini baik sekali, ini sehari-hari yang kita temukan, karena itu kita tidak bisa serta merta atau sekaligus melepaskan anak. Jadi memaksa mereka untuk taat pertamanya, kemudian setelh mereka bisa perlahan-lahan dilepas.
Seperti contoh tadi di dalam hal ulangan, mereka tidak bisa belajar sendiri kalau tidak disuruh, coba kita lepas, kita lepaskan tentu tidak sepenuhnya, secara bertahap. Kita katakan kepada anak, "Nah sekarang kamu sudah lebih besar, jadi Papa dan Mama ingin memberikan kepada kamu kepercayaan yang lebih besar. Papa dan Mama ingin melihat kamu bisa belajar sendiri, jadi untuk hari ini dan besok Papa dan Mama coba tidak mengawasi kamu. Kami harapkan kamu bisa mengatur sendiri." Dan kita evaluasi setelah misalnya ternyata mereka gagal, kita bicara dengan anak itu kembali, kita tanyakan, "Kenapa kamu kelihatannya kok susah kalau misalnya Papa dan Mama lepas, bagaimana caranya apakah kamu mau Papa dan Mama bantu lagi supaya kamu bisa lebih baik." Kalau misalnya anak bilang, "Tidak, saya mau berusaha lagi, Papa Mama perlu memberikan kepercayaan kembali." Tetapi kalau anak bilang mau minta tolong Papa Mama, berarti rasa tanggung jawab itu mulai bertumbuh.
ET : Jadi kita sepertinya mau mengajarkan kepada anak sisi-sisi mana yang memang benar-benar mereka lakukan seperti yang orangtua inginkan dan sisi-sisi mana yang mereka bisa lakukan cengan cara mereka. Begitu Pak Heman?
HE : Ya, betul sekali Ibu Ester, ini kesimpulan yang sangat baik.
GS : Ada orangtua yang menggunakan moment ulang tahun anak, jadi setiap anak itu ulang tahun pada saat ulang tahunnya langsung diberitahukan, "Sekarang ini kamu kerjakan sendiri, yang ini tanggung jawabmu." Dan nanti di evaluasi, kalau gagal dan minta pendampingan ya didampingi lagi. Dan di tahun berikutnya akan ditambahkan- ditambahkan lagi Pak?
HE : Ya ini salah satu cara yang bisa dilakukan oleh keluarga moment yang baik di ulang tahun atau moment lain adalah kenaikan kelas.
GS : Tapi yang berkesan ini, ulang tahun itu sifatnya pribadi, jadi itu hari istimewa buat dia dan kita katakan ini tanggung jawabmu bertambah lagi karena kamu sudah tambah usia, tanggung jawabnya ditambah lagi. Mengenai anak-anak yang keras kepala akhirnya susah sekali untuk menurut, bagaimana kita menghadapinya, Pak?
HE : Pertama kita lihat penyebabnya dulu, jadi sebelum kita melakukan apa-apa kita harus tahu penyebabnya sehingga kita bisa memperlakukan mereka dengan lebih tepat. Saya mencatat ada beberpa kemungkinan penyebab anak bisa keras kepala dan sangat sulit diatur, karena ada kemungkinan mereka sedang menghadapi problem yang perlu diatasi.
Kemungkinan pertama adalah anak itu bermasalah karena menanggung stres yang besar. Dia tidak mampu menanggulangi stres itu dan sebagai akibatnya dia memberontak menjadi keras kepala. Stres salah satunya yang paling umum adalah masalah keluarga yaitu ketidakharmonisan antara ayah dan ibu ini. Jadi anak ini mau memberontak atau frustrasi tidak bisa menyatakannya, sehingga dia melakukan tindakan yang memberikan kepadanya label keras kepala. Kedua, ada kemungkinan karena orangtua salah menanganinya, misalnya anak ini sudah terlalu sering dihukum terlalu keras, atau sebaliknya orangtua membiarkan anak ini sehingga anak bisa bertindak sewenang-wenang. Waktu mau diatur, anak ini menjadi susah diatur dan dia menjadi anak yang keras kepala. Ketiga, secara bawaan anak ini tergolong anak yang sulit. Salah satu penelitian ada yang mengatakan bahwa ada anak yang sejak lahir memang kurang peka terhadap rasa sakit, jadi dihukum seperti apapun dia tidak merasa sakit atau bagi dia rasa sakit ini bisa dia tanggung. Anak-anak ini cenderung impulsif artinya susah untuk mengendalikan diri, tidak peka terhadap perasaan orang lain. Jadi anak-anak ini menjadi keras kepala dan susah untuk ditundukkan dan dijadikan untuk menjadi lebih taat.
ET : Sepertinya aturan yang bisa kita pakai untuk anak-anak lain, untuk anak-anak keras kepala ini seolah-olah harus dobel, Pak?
HE : Ya, atau kita menggunakan cara yang berbeda di dalam pendekatannya. Salah satunya kalau misalnya itu berasal dari kondisi pernikahan, anak ini mengandung stres maka kita harus mengadakn perbaikan untuk kondisi pernikahan.
Ada anak yang mengalami tekanan berat dari teman-teman maupun dari sekolahnya. Di dalam hal ini orangtua perlu tahu terlebih dahulu dan kemudian mendampingi dia untuk menghadapinya. Mendampingi, tidak harus ke mana-mana mengikuti anak, tetapi bisa dengan kata-kata penghiburan, nasihat dan sebagainya. Kemudian yang kedua kalau misalnya ada hal-hal yang seperti ini orangtua yang pertama-tama harus lakukan adalah memperbaiki dan meningkatkan relasi dengan anak. Jadi relasi ini akan mempermudah kita menuntut ketaatan, kepatuhan kalau itu diperlukan. Dan yang ketiga kita perlu perhatikan apakah anak sudah tercukupi kebutuhan fisik dan emosinya. Terutama untuk anak yang keras kepala barangkali kita tidak perlu melakukan paksaan kalau misalnya anak itu mudah untuk dibujuk atau dia peka terhadap pujian. Kalau kita memuji dia dan sebagainya dia bisa lebih menaati orangtuanya, barangkali ini yang dia butuhkan.
GS : Pak Heman, apakah keras kepala seperti ketidakpatuhan itu menurun, soalnya banyak orang mengatakan, "Anak ini keras kepalanya seperti kakeknya atau seperti ayahnya."
HE : Ya, sebagian memang seperti yang sudah dikatakan tadi bahwa ada anak-anak yang secara bawaan seperti itu. Tetapi sebagian kita perlu perhitungkan sebagian dari anak keras kepala itu buan menurun secara bawaan tetapi dia melihatmencontoh.
Ada orang-orang dewasa yang dia hormati ternyata mereka keras kepala atau mereka memang tidak mudah ditundukkan dan mereka meniru pola yang seperti ini.
GS : Kadang-kadang kita itu sebagai orang yang lebih dewasa atau orang tua itu sulit membedakan antara anak ini keras kepala, tidak patuh dan mempunyai kemauan yang kuat.
HE : Ya, betul, kalau anak ini mempunyai kemauan yang kuat, kita tidak mematahkan kemauan yang kuat ini tetapi kita mengarahkannya. Seperti misalnya dalam hal selera, umpamanya soal makan, da anak yang sedemikian keras kepala sehingga misalnya kalau dia minta, "Saya minta nasi goreng," asalkan dia konsekuen dia minta nasi goreng dan dia makan itu bahkan sampai sedemikian kuat kemauannya kemudian dia habiskan, dia konsekuen, kita harus hargai konsekuennya.
Ini soal selera, soal minat, saya kira ini tidak perlu dipaksakan mereka menyesuaikan diri dengan selera kita. Tetapi ada hal-hal tertentu yang kita memang harus tegas, kalau orangtua tegas, orangtua bisa menjaga wibawanya. Orangtua yang dihormati, tetapi dekat dengan anak ini lebih bisa menjaga kepatuhan dari anak. Karena di dalam masyarakat anak harus menyesuaikan diri, ada saatnya dia harus memimpin, ada saatnya di bawah, ada saatnya dia harus patuh, ada saatnya dia tidak boleh patuh. Jadi anak-anak perlu juga diberikan kesempatan di dalam hal selera, itu terserah anak. Anak mau memilih baju seperti apa sebaiknya kita berikan sedikit kebebasan. Tetapi untuk karakter, sifat-sifat baik, itu perlu kita latihkan.
GS : Sering kali ketidakpatuhan itu timbul karena orangtuanya yang tidak konsisten. Tegas tapi tidak terus-menerus tegas, jadi suatu saat dia perbolehkan, suatu saat dia melarang jadi anak bingung.
HE : Ini baik sekali, kalau orangtua tidak konsisten anak juga akan bisa semakin keras kepala, semakin kuat keinginannya untuk melanggar, karena dia tahu dia bisa lolos pada saat-saat tertetu, jadi dia paksakan saja.
GS : Untuk menyimpulkan perbincangan kita pada saat ini, apakah ada firman Tuhan yang ingin Pak Heman sampaikan?
HE : Saya ingin membacakan satu bagian Alkitab dari Amsal 13:12, "Siapa meremehkan Firman, ia akan menanggung akibatnya tetapi siapa taat kepada perintah akan menerima balasan." Bagian firmn Tuhan ini mengingatkan kita sebagai orangtua pada saat kita memaksakan atau mengarahkan anak kita supaya mereka patuh, terutama bukan patuh kepada keinginan kita tetapi kita mengarahkan mereka untuk taat kepada firman Tuhan.
Dan kalau mereka bisa taat kepada firman Tuhan maka mereka akan memperoleh balasan, di dalam hati mereka akan memperoleh berkat dari Tuhan.
GS : Itu saya rasa bentuk yang konkret yang perlu diajarkan oleh orangtua sedini mungkin kepada anak-anaknya untuk patuh kepada Tuhan. Terima kasih Pak Heman dan ibu Ester untuk perbicnangan kali ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Heman Elia, M.Psi. dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengajarkan Kepatuhan." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.END_DATA