Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di manapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Heman Elia, M. Psi. beliau adalah seorang pakar di bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini kami beri judul "Mengoreksi Perilaku Anak". Kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Heman, memang mengoreksi atau memperbaiki itu bukan sesuatu hal yang mudah dilakukan, tetapi mau tidak mau tatkala kita mendidik anak-anak kita atau mempersiapkan mereka untuk masa depan mereka ternyata ada sifat atau tingkah laku atau kebiasaan yang kita anggap kurang tepat dan mau tidak mau ini harus dikoreksi. Tidak mungkin ini dibiarkan saja. Nah memang sering kali kita itu melakukan bentakan melampiaskan kemarahan kepada anak ini tetapi itu pun tidak selamanya membawa suatu hasil yang baik. Nah kadang-kadang kita merasa putus asa dan berkata apa perlu dibiarkan saja kesalahan-kesalahan ini, tidak perlu dikoreksi toh sulitnya setengah mati itu Pak, itu bagaimana Pak sebenarnya?
HE : Kita harus usahakan supaya kita bisa menggunakan cara-cara lain selain yang Pak Gunawan katakan dengan memarahi dan menghukum anak. Mungkin ada cara-cara yang lain yang masih bisa cukupefektif yang bisa kita usahakan.
GS : Kalau cuma dengan kemarahan apakah itu tidak cukup Pak?
HE : Kemarahan boleh dilakukan tetapi masalahnya adalah seperti ini, kadang-kadang anak itu sudah terbiasa orang tuanya ngomel-ngomel, setiap kali ngomel lama-lama anaknya kebal. Lama-lama da terbiasa dan tidak mempan lagi dan dengan hal seperti itu kadang-kadang kita perlu tambahkan kemarahan kita, tambahkan bentakan kita, tambahkan hukuman kita, tetapi itu pun ada batasnya.
Kalau misalnya kita sering memarahi anak, sering membentak, anak pun kadang-kadang hanya takut di depan kita dan kemudian perilakunya tetap saja berlangsung.
GS : Maksudnya itu menambah katakan kalau obat itu dosisnya kita tingkatkan supaya anak ini menjadi jera atau kapok, tetapi kenapa juga tidak berhasil Pak?
HE : Ya ada beberapa kemungkinan di sini kalau misalnya hukuman atau kemarahan kita tidak berhasil. Misalnya saja anak yang sulit, sulit untuk dikoreksi dan lebih bandel kalau dibandingkan dngan anak yang lain.
Memang ada anak-anak yang khusus seperti ini, tetapi juga ada kemungkinan bahwa orang tua tidak harmonis sehingga membuat anak itu tidak puas, frustrasi dan kemudian melakukan pemberontakan-pemberontakan. Kemungkinan lain juga adalah bahwa anak-anak tertentu itu kalau memakai cara hukuman atau dimarahi dia akan lebih sakit hati dan dia melawannya, tetapi kalau dengan cara-cara yang lain dia bisa misalnya dengan teknik-teknik untuk melatih dia supaya dia teralih ke perilaku yang lain yang lebih baik, adakalanya cara yang seperti ini yang lebih berhasil.
GS : Ya berarti dalam rangka membenahi tingkah laku anak tadi juga dibutuhkan suatu kreatifitas tersendiri untuk orang tua itu Pak?
GS : Nah kalau begitu kapan kita itu harus berpindah ke cara-cara yang lain, Pak?
HE : Kadang-kadang bukan saja harus berpindah tetapi kadang-kadang memang kita harus sudah menggunakan cara lain itu sebelum kita melakukan hukuman atau kita marah-marah. Yaitu kalau misalny anak melanggar sesuatu atau melakukan kesalahan itu karena kekurangmatangannya dan bukan karena kesengajaannya.
Kita melatihnya supaya dia memperoleh perilaku yang lebih baik dan perilaku yang baru.
GS : Ya, walaupun anak itu tidak atau belum matang atau belum mengerti benar, tetapi yang namanya kesalahan kita tetap mesti melakukan suatu tindakan koreksi terhadap anak itu Pak?
HE : Ya Pak Gunawan, kita harus koreksi mereka.
GS : Nah di dalam hal ini mungkin Pak Heman bisa menjelaskan tindakan-tindakan apa yang bisa kita ambil selain memberikan hukuman atau memarahi anak?
HE : Kalau misalnya ini bergantung kepada usia, kita berhadapan dengan anak yang masih sangat muda misalnya di bawah 2 tahun. Biasanya anak-anak di bawah usia 2 tahun itu perhatiannya mudah ita alihkan.
Cara mengalihkan perhatian anak ini cukup efektif, kadang-kadang karena kekurangmatangannya itu sang anak misalnya ingin terus-menerus merobek buku atau majalah yang kita simpan. Atau kadang-kadang dia suka bermain-main dan kita makin melarang dia, dia makin sengaja bermain misalnya colokan listrik yang biasanya cukup berbahaya. Kita bisa mengalihkannya misalnya membujuk dia lalu mengalihkan perhatian dia kepada hal-hal yang lebih menyenangkan misalnya kita sediakan botol-botol plastik bekas shampoo atau bekas isi kecap atau yang lainnya yang tidak berbahaya, yang tidak ada tajam-tajamnya. Dia bisa bermain di situ putar-putar kemudian buka tutup, dibanting, dilempar dsb dengan demikian perhatiannya untuk bermain hal itu teralihkan ke hal yang lain yang tidak berbahaya. Nah untuk hal ini kita juga bisa melakukan dengan manipulasi lingkungan, artinya kita tidak izinkan dia bermain di tempat-tempat yang banyak gelas atau banyak barang pecah belahnya. Untuk colokan listrik kita bisa menggantinya dengan colokan yang lebih tidak berbahaya jadi harus dengan diputar, dibuka tutupnya dan diputar misalnya baru bisa dihubungkan dengan listrik dsb.
GS : Menurut saya ada kebiasaan anak yang masih sangat muda itu agak sulit untuk diubah Pak Heman, ada anak yang kalau diberikan makanan itu tidak langsung ditelan, dibiarkan terus di dalam mulutnya nah ini mau mengalihkan perhatiannya bagaimana Pak. Tapi memang kalau anak ini diajak makan sambil jalan-jalan, keliling-keliling itu dia bisa makan tapi bukankah itu tidak sehat, makan dengan keliling jalan sana jalan sini, begitu Pak?
HE : Ya, kekhawatirannya adalah kalau diajak jalan-jalan seperti itu memang makan, tetapi dia memperoleh kebiasaan yang kurang baik, tidak bisa makan di (GS : Rumah atau di tempatnya, itu baaimana Pak mengalihkan perhatiannya?) Ada cara misalnya kita bisa bercerita, di dalam cerita-cerita itu kita sisipkan supaya dia bisa membuka mulutnya.
Misalnya kita bisa bercerita ada pesawat terbang, dia ingin terbang kemudian bersembunyi di sebuah gua, ini ada gua, buka dong guanya lebar-lebar. Nah minta anak membuka mulutnya lalu pesawat terbang ini masuk, nah akhirnya sendoknya masuk. Lalu bercerita tentang yang lain yang menarik sehingga anak itu ingin mengunyah dengan cepat. Saya mengenal ada orang tua yang dengan kreatif memakai cerita-cerita misalnya cerita anak-anak, cerita tentang pahlawan misalnya dia suka pahlawan apa begitu lalu dia mengatakan oh.....si ini. Kalau misalnya mau berperang apakah dia makannya lambat-lambat wah keburu dibunuh sama musuhnya misalnya begitu. Nah dengan begitu anak ini terdorong untuk makan dengan lebih cepat.
GS : Nah itu suatu cara, teknik tersendiri yang mungkin bisa berguna bagi para pendengar kita. Tetapi apakah ada cara lain lagi Pak Heman?
HE : Yang lain lagi misalnya adalah biasanya anak melakukan suatu perilaku itu dengan terus-menerus bahkan menjadi kebiasaan karena ada hasil yang menyenangkan yang dia bisa petik dari pelangaran atau kesalahannya itu atau perilakunya itu.
Jadi setiap kali dia melanggar dia menikmatinya, kalau kita bisa mencari sumber kenikmatannya dan kita menutup sumber kenikmatannya maka kita harapkan kita bisa menghentikan pelanggarannya ini.
(2)GS : Misalnya apa itu Pak Heman, kesalahan yang dibuat oleh anak itu yang menimbulkan kenikmatan bagi dirinya?
HE : Ya ini memang memerlukan sebuah contoh konkret. Mungkin seperti ini Pak Gunawan, kalau seorang anak misalnya suka merengek, menangis, kalau orang tuanya di rumah minta ini minta itu tidk dituruti menangis dsb, ini banyak terjadi.
Kalau misalnya anak ini dimarahi, dihukum, tangisannya, rengekannya justru menjadi-jadi suaranya justru terdengar sangat mengenaskan. Nah kalau diperhatikan ketika anak ini merengek atau menangis perhatian orang tua justru menjadi berlebihan. Dan cukup sering terjadi setelah diberi hukuman orang tua mungkin merasa bersalah lalu anak ini justru dibelikan apa yang tadinya diinginkannya yang dia minta atau yang dia paksa orang tuanya untuk memberikannya. Nah kalau ini terjadi, berarti ketika dia menangis dia justru bisa menarik semua perhatian dan juga selain itu dia memperoleh apa yang dia inginkan. Karena itu tidak heran setiap kali dia menginginkan sesuatu dia semakin menangis, semakin kuat merengek. Nah kalau pada situasi demikian bagaimana cara menutup sumber kenikmatannya itu, ya kita tidak memberikan apa yang dia inginkan kalau dia dalam keadaan menangis atau merengek. Bahkan misalnya kalau dia punya saudara yang lain, kita berikan apa yang dia inginkan tadi kepada saudaranya yang lain yang tidak merengek. Dan kita jelaskan pada anak ini kalau kamu merengek kamu tidak akan mendapat apa-apa, tetapi di lain pihak kita juga harus memperbanyak perhatian untuk anak yang bersangkutan, bila dia berperilaku manis. Juga kalau dia minta sesuatu tanpa menangis atau merengek nah kalau bisa kita mengusahakannya kita berikan pada saat itu, jadi dengan demikian kita melatih dia untuk meminta sesuatu tanpa merengek.
GS : Ya berarti itu semacam bisa kita janjikan kepada anak itu misalnya kalau kamu tidak menangis ini menjadi milikmu, bisa begitu Pak?
HE : Boleh dijanjikan juga.
GS : Tapi betul-betul kita harus penuhi itu Pak ya?
HE : Nah di situ orang tua juga harus memperhitungkan, kalau misalnya sesuatu yang sulit dipenuhi dan anak ini juga sulit mencapainya ya jangan. Sebab kalau orang tua tidak memenuhi janjinya lain kali anak tidak mau lagi berbuat seperti yang kita inginkan.
Di samping itu kalau anak merasa wah.....saya tidak mungkin bisa mencapai hal itu dan dia tidak pernah mendapatkan hal itu maka dia juga frustrasi dan dia peduli amat dengan janji-janji orang tua.
GS : Tapi memang sering kali anak itu menggunakan senjatanya yaitu menangis untuk memaksakan kehendaknya. Dan biasanya orang tua yang kalah apalagi nangisnya di tempat umum banyak saudara-saudara yang lain kita sebagai orang tua menjadi tidak enak. Akhirnya kita sebagai orang tua yang mengalah untuk memenuhi permintaan anak itu.
HE : Sekali orang tua mengalah di dalam situasi ini maka anak merasa bahwa dia menang, bukan cuma menang terutama dia mendapatkan apa yang dia inginkan, dan hukum perilaku adalah suatu perilku akan cenderung diulang kalau perilaku itu memperoleh hasil yang menyenangkan.
Jadi dia belajar dari situ dan mengulang itu, jadi dalam keadaan ini sedapat mungkin orang tua tidak boleh memenuhi permintaan rengekan dari anak. Bagaimana kalau hal-hal seperti ini terjadi di tempat umum, orang tua sendiri mungkin malu. Tapi saya kira salah satu cara yang kita bisa lakukan adalah mendiamkannya saja, hanya melihatnya saja. Kalau misalnya anak merasa bahwa dia merengek atau dia menggelesot di lantai itu tidak mendapat perhatian orang tuanya ya dia akan berhenti.
GS : Pak Heman, apakah ada cara lain juga selain mengalihkan perhatian dan mencabut sumber kenikmatan ini dalam rangka kita mau mengoreksi tingkah laku yang kurang benar itu?
HE : Cara yang lain lagi adalah misalnya dengan membiarkan atau memberikan konsekuensi yang tidak enak bagi anak. Jadi kita tidak mencegah konsekuensi yang tidak enak atau hasil tindakan dar anak itu untuk anak tanggung sendiri.
GS : Contohnya bagaimana Pak?
HE : Misalnya ini kembali soal makan yang sering kali menjadi ajang pertarungan orang tua-anak. Katakanlah misalnya orang tua sudah bersusah payah menyiapkan makanan lalu anak tidak mau maka, kalau dipaksa anak akan makan dengan lambat sekali atau kadang-kadang ada anak yang berpura-pura mau muntah.
Dalam hal ini kita bisa melakukan koreksi misalnya dengan cara membiarkan anak menanggung konsekuensi tidak enak dari tindakannya yang tidak mau makan. Kita misalnya bisa batasi waktu makan anak, katakanlah misalnya kalau anak biasanya makan 1 jam, kita bisa targetkan misalnya 45 menit harus sudah selesai makan atau mulai makan. Ketika anak tidak memenuhi itu konsekuensinya adalah dia harus tunggu jam makan berikutnya. Kadang-kadang dengan cara yang demikian hanya perlu satu kali ini dilakukan anak sudah jera dan selanjutnya dia akan berhati-hati untuk memenuhi jadwal makan ini. Paling dua atau paling banyak 3 kali setelah dia merasa bahwa orang tuanya pasti memenuhi perkataannya maka anak akan taat kepada orang tuanya.
GS : Yang sering kali ini terutama banyak dihadapi oleh ibu-ibu, bukan anaknya menolak seluruh makanan itu Pak tapi sebagian. Jadi misalnya begini kita sebagai orang tua tahu bahwa sayur-sayuran itu penting untuk pertumbuhan anak, tetapi anak hanya memilih dagingnya saja, sayurnya tidak mau makan. Padahal kita mau mengoreksi bahwa ini suatu tingkah laku yang kurang baik, kalau makan ya makan keseluruhan tapi dia tidak mau, dia selalu sisihkan, disisihkan begitu Pak.
HE : Kadang-kadang ada hal-hal yang memang kita tidak bisa koreksi dan langsung perilakunya menjadi baik sepenuhnya. Adakalanya seperti dia menyisihkan sayur-sayuran dsb, kita boleh variasikn entah dengan cara masaknya ataupun dengan disembunyikan, dibungkus di dalam daging dsb.
Cara mengolah tertentu yang kreatif bisa membuat anak itu berselera. Nah setelah dia merasakan enaknya dia akan belajar menyukainya, kadang-kadang anak itu bisa menyukai makan pare yang pahit itu, dengan memuji dia kalau dia makan itu dia menjadi kuat seperti popaye misalnya. Dan kita juga mengatakan wah kamu kelihatannya lebih sehat, kamu berani makan pare yang pahit itu dsb. Nah dengan cara-cara seperti ini kadang-kadang anak bisa menunjukkan keberaniannya.
GS : Ya karena kalau tidak boleh makan atau makannya ditunda itu kelihatannya kok agak terlalu kejam Pak, apalagi kalau serumah dengan neneknya dsb wah ini bisa menjadi masalah lain Pak.
HE : Ada satu prinsip yang melatarbelakangi kenapa ini juga kadang-kadang sebagai cara yang boleh kita lakukan. Dengan membiarkan anak mengalami konsekuensi yang kadang-kadang bersifat alamih ini, kita mengajarkan rasa tanggung jawab kepada anak.
Jadi karena tidak setiap kali orang tua berada di samping anak, kalau orang tua berada di samping anak orang tua selalu menolongnya. Dengan orang tua selalu menolongnya, anak jarang memperoleh kesempatan untuk merasakan pahit getirnya akibat perbuatannya sendiri. Jadi ketika anak sudah merasakan bahwa dari tindakannya itu ada konsekuensi yang harus dia tanggung dan itu bukan karena tindakan hukuman dari orang tuanya tetapi memang konsekuensi dia tidak mau makan ya berarti kehilangan makanan, maka anak akan belajar untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri seperti itu.
GS : Nah pada saat kita melakukan koreksi seperti yang Pak Heman katakan tadi dengan menunda makan dsb, berarti kita perlu mempertimbangkan beberapa hal Pak ya sebelum hukuman itu kita laksanakan, kira-kira hal-hal apa saja yang perlu kita pertimbangkan itu?
HE : Kembali soal makan, memang betul Pak Gunawan bahwa sebelum kita menerapkan suatu kosekuensi tertentu kita memang harus memperhitungkan beberapa hal misalnya yang perlu kita segera perhaikan adalah apakah perilaku tidak mau makan ini ada unsur manipulatifnya atau jangan-jangan ini disebabkan karena anak sedang tidak enak badan, dia tidak bisa cerita karena perbendaharaan katanya masih terbatas.
Atau terjadi karena kurang nafsu makan akibat suatu penyakit tertentu. Nah di dalam keadaan ini yang diperlukan oleh anak adalah obat dan bukan tindakan koreksi dari orang tua.
GS : Ya itu masalahnya anak sulit untuk menceritakan apakah dia sakit, atau menjelang mau sakit itu Pak, kita sebagai orang tua apakah cukup cepat untuk mengenali kondisi seperti itu?
HE : Orang tua memang perlu belajar peka dalam hal ini, nah saya kira ini memang tidak selalu mudah dan terutama pada masa-masa balita. Orang tua perlu mengorbankan lebih banyak waktu bersam anaknya sehingga orang tua tahu kondisi anak ketika ada perubahan tertentu, orang tua dengan segera bisa mengetahuinya.
GS : Apakah ada hal lain lagi yang bisa dijadikan bahan pertimbangan Pak?
HE : Ada hal lain yaitu apakah konsekuensi itu sudah pantas dan dapat ditanggung baik oleh anak maupun orang tua. Jadi bukan hanya bisa ditanggung oleh anak tetapi juga bisa ditanggung oleh rang tua.
Sebagai contoh ini juga banyak terjadi anak itu selalu berlambat-lambat ke sekolah, menyiapkan diri lambat dsb. Nah ada beberapa konsekuensi yang bisa dipertimbangkan, kalau misalnya tujuan anak untuk berlambat-lambat itu memang dia tidak suka sekolah dan ingin membolos, maka kita perlu pikirkan cara apa yang bisa membuatnya tetap harus ke sekolah namun dia jera untuk tidak berlambat-lambat. Masalahnya kalau kita dengan segera menjalankan konsekuensi kalau dia berlambat-lambat ya sudah dia tidak sekolah pada hari itu, padahal itu tujuannya maka kita akhirnya tidak bisa menanggung konsekuensi itu sendiri ketika anak semakin hari semakin buruk prestasinya. Nah salah satu alternatifnya adalah anak diharuskan berjalan kaki ke sekolah bersama orang tuanya, tentu saja dengan memperhitungkan jarak ke sekolah yang tidak terlalu jauh. Kalau misalnya dia biasa diantar dengan kendaraan pribadi nah kali ini dia harus misalnya bersama orang tuanya naik angkutan umum dsb. Nah konsekuensi ini kadang-kadang anak merasa tidak suka dan dia berusaha untuk lain kali tidak berlambat-lambat lagi. Nah sekali lagi ini juga perlu memperhitungkan konsekuensi, misalnya lagi kalau anak memang ingin bersekolah, memang suka bersekolah dan ada perasaan cemas kalau dia tidak bersekolah, adakalanya kita boleh membiarkan dia tidak masuk sekolah untuk hari keterlambatannya sebagai konsekuensi keterlambatannya itu. Di dalam situasi ini biasanya anak akan jera walaupun hanya terjadi sekali saja. Nah ini beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan.
GS : Bagaimana halnya dengan anak yang kalau sudah bermain itu lalu sering kali mainannya ditinggal begitu saja, nah orang tuanya yang harus membereskan sementara anaknya sudah main di tempat lain lagi, nanti di sana ditinggal lagi. Ada anak yang mempunyai kebiasaan itu dan itu saya rasa tingkah laku yang kurang baik Pak?
HE : Ya, satu contoh kita melatih anak untuk membereskan mainannya supaya dia bisa belajar untuk bertanggung jawab atas barangnya sendiri. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah menyediaka subuah kotak atau kardus besar, umpamanya kita bisa memberi nama kotak itu sebagai kotak Sabtu maksudnya kotak hari Sabtu.
Maksudnya apa, ini adalah salah satu alternatif semua mainan yang tidak dibereskan diberi peraturan akan dimasukkan ke dalam kotak itu kemudian di segel dan dikunci. Mainan-mainan itu baru boleh dibuka dan dimainkan pada hari Sabtu. Tetapi kalau misalnya mainan itu dimainkan lalu dibereskan, anak boleh bermain kapan saja asalkan dibereskan, kalau tidak beres kembali lagi masuk ke dalam kotak itu. Apa saja yang tercecer masuk ke dalam kotak itu setelah permainan selesai atau setelah malam pada saat jam tidur mainannya belum beres itu dimasukkan ke kotak itu. Dengan demikian anak menerima konsekuensinya sendiri kalau dia tidak membereskan mainan tanpa kita perlu menghukum mereka.
GS : Tapi memang kadang-kadang ada orang tua itu yang menurut saya agak berlebihan Pak, menyuruh mengembalikan mainannya itu harus ditata rapi lagi di rak-raknya ini, padahal bagi anak itu sulit. Nah apakah cukup anak ini mengembalikankannya hanya pada sebuah kotak tadi atau dus tadi atau box tadi ya sudah dimasukkan begitu saja pada kotak tadi Pak?
HE : Ya betul Pak Gunawan, jadi waktu kita menetapkan peraturan kita juga harus memperhitungkan kemampuan dan usia perkembangan anak. Katakanlah kalau misalnya usianya masih muda dia memanggerakan motoriknya masih terbatas, kita tidak perlu seteliti itu dan menuntut setinggi seperti yang dilakukan oleh orang dewasa.
GS : Ada anak yang saya rasa juga melakukan perbuatan yang kurang baik itu dengan mencoret-coret dinding pakai spidol dsb. Dia senang sekali melihat wah......ni dindingnya baru dibersihkan orang tuanya lalu dicoret-coret, nah ini bagaimana Pak mengatasinya?
HE : Nah ini bisa diberikan alternatif jadi memang harus diusahakan ada alternatif-alternatif. Kalau dia memang tidak ada alternatif dia akan mencoret dinding. Mungkin kita bisa berikan merea misalnya whiteboard atau papan yang besar atau pakai kertas, dan ini memang bergantung juga pada kemampuan orang tua sendiri.
Ada orang tua yang menyediakan satu ruang khusus di mana anaknya boleh mencoret, bermain di situ sesukanya dsb. Memang anak perlu satu lingkungan tertentu di mana dia bisa lebih bebas bergerak dan kita harus memperhatikan juga bahwa aturan yang kita tetapkan jangan sampai sedemikian mengekang kebebasan berkreasi anak dan ini juga kurang baik, dapat mematikan potensi-potensi anak sendiri.
GS : Sering kali anak itu cepat bosan Pak, jadi habis main di sini pindah lagi main di sana, nah orang tuanya terus yang membersihkan itu.
HE : Ya itu juga ekstrim yang lain lagi, jadi di sini diperlukan tahapan-tahapan, kalau untuk melatih anak selalu tuntutan kita itu tidak boleh sangat tinggi di atas kemampuan anak. Kita mentapkan peraturan itu sedikit lebih tinggi dari yang sekarang dia lakukan.
Misalnya sekarang mainan berantakan di mana-mana, maka dia harus membereskan bukan dengan sangat rapi tetapi misalnya cukup mengumpulkan di suatu ruangan tertentu. Setelah dia terbiasa mengumpulkan di ruangan itu, kembali lagi dipersempit aturannya jadi dia harus memasukkan ke dalam kotak tertentu atau lemari tertentu tanpa dirapikan dulu. Sampai pada akhirnya dia bisa merapikan seluruh mainan.
GS : Pak Heman apakah ada ayat firman Tuhan yang Pak Heman sampaikan sehubungan dengan mengoreksi perilaku anak ini?
HE : Dari Ibrani 12:11, "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang membrikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya."
Nah ayat ini sebetulnya ditujukan kepada ganjaran yang dimaksud ganjaran ini adalah ganjaran yang diberikan oleh Allah kepada anak-anak yang dikasihi-Nya. Tetapi ini juga bisa mewakili ganjaran yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Orang tua perlu kadang-kadang menegakan hati, menahan rasa kasihan karena pada waktu dia memberikan ganjaran memang tidak membuat sukacita anaknya tetapi dukacita, tetapi setelah itu anak bisa dilatih.
GS : Ya terima kasih Pak Heman, para pendengar sekalian terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Heman Elia, M. Psi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengoreksi Perilaku Anak". Dan bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Sekali lagi terima kasih dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.