Melepaskan Kebencian
"TERBAIK & TERBURUK"
Oleh: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Tema terbaik-terburuk mengalir dengan jelas di dalam kisah penangkapan dan penyaliban Tuhan Kita Yesus. Mari kita melihat beberapa di antaranya. Pertama adalah para imam kepala. Mereka adalah pemimpin rohani, orang yang dipanggil dan menyerahkan hidup untuk melayani Allah. Mereka adalah orang yang memelajari dan mengajarkan Firman Tuhan. Mereka adalah orang yang terbaik, namun sebagaimana kita ketahui, merekalah yang berencana menangkap Tuhan Kita Yesus dan membunuh-Nya. Mengapa?
Sebab Tuhan Kita Yesus mengusik otoritas dan kehidupan beragama yang selama ini terjalin. Pada saat itu Ia begitu populer sehingga ke mana pun Ia pergi beribuan orang mengikuti-Nya. Meski orang masih pergi beribadah ke Bait Allah namun perlahan tetapi pasti orang tidak lagi pergi kepada para imam untuk mencari jawaban dan tuntunan rohani. Sekarang mereka mencari Yesus, yang mereka anggap sebagai nabi yang diurapi Allah. Puncak ketidaksukaan mereka pada Yesus adalah ketika Ia mengusir para pedagang di halaman Bait Allah. Begitu populernya Tuhan Kita Yesus sehingga tidak ada seorang pun yang berani menghalangi perbuatan-Nya.
Hilangnya pengaruh menimbulkan iri di hati para imam — orang tidak lagi menghormati mereka seperti dulu. Dan hilangnya otoritas menimbulkan ketakutan terjadinya perubahan hidup beragama — orang tidak lagi pergi ke rumah ibadah tetapi ke pantai dan bukit untuk mendengarkan Tuhan Kita Yesus berkhotbah. Iri dan takut membangkitkan yang terburuk pada diri mereka dan membukakan pintu kepada Iblis untuk masuk. Bagi mereka, Yesus harus mati.
Tema "Terbaik dan Terburuk" dapat kita lihat pula pada waktu penyaliban. Injil Matius dan Markus menyebut kedua orang yang disalib bersama Tuhan Kita Yesus, penyamun; sedang Injil Lukas menyebut mereka, penjahat. Injil Yohanes tidak memberi julukan kepada mereka. Oleh karena penyaliban adalah jenis hukuman mati terberat yang biasanya dijatuhkan kepada pemberontak, dapat kita duga bahwa kedua orang itu adalah penjahat dan penyamun kelas berat. Bukan saja merampok, mereka pun membunuh; besar kemungkinan bukan sekali, tetapi berkali-kali. Bersama mereka — yang terburuk — Tuhan Kita Yesus — yang terbaik — disalib. Yang terbaik dari Allah turun untuk mati bersama yang terburuk dari manusia; yang paling suci dari surga turun menjangkau yang paling berdosa dari dunia. Kasih dan pengampunan Allah rela datang menemui penjahat yang terjahat.
Ada dua pelajaran yang dapat kita petik. Tuhan Kita Yesus disalib, bukan oleh dua penjahat ini melainkan oleh para imam; bukan oleh manusia terburuk melainkan oleh manusia terbaik. Dosa yang jelas terlihat — merampok dan membunuh — ternyata tidak seberbahaya dosa yang tidak terlihat — iri dan takut kehilangan kuasa. Jadi, berhati-hatilah terhadap semua dosa, terutama dosa yang tidak terlihat. Ingat, dosa pertama yang dilakukan oleh manusia setelah berdosa adalah pembunuhan — kakak membunuh adik. Dan pencetusnya adalah iri. Kain tidak membunuh, baru iri; Kain iri, baru membunuh.
Sewaktu disalib, Yesus "yang terbaik" menjadi "yang terburuk" sebagaimana ditegaskan di 2 Korintus 5:21, "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." Bukan saja Tuhan Kita Yesus menanggung dosa; Ia pun dibuat menjadi dosa sehingga yang disalib bukan saja Sang Penebus Dosa tetapi juga Dosa Itu Sendiri. Kita dibenarkan di hadapan Allah sepenuhnya oleh Allah melalui Anak Tunggal Allah. Yang terbaik menjadi yang terburuk supaya yang terburuk menjadi yang terbaik.
MELEPASKAN KEBENCIAN
Salah satu ayat yang sering kita dengar namun sukar dilakukan adalah Roma 12:19, "Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firmanTuhan." Kebanyakan kita tidak membalas bukan karena kita mau taat kepada Tuhan, melainkan karena kita tidak bisa membalas—kita berada di pihak yang lemah dan tidak berdaya. Marilah kita melihat, mengapaTuhan melarang kita membalas dendam dan bagaimana kita dapat menaati FirmanTuhan ini.
Setidaknya ada dua alasan mengapa Tuhan melarang kita membalas dendam. Pertama adalah karena membalas dendam keluar dari KEBENCIAN dan sebagai anak Tuhan, kita tidak boleh memunyai, apalagi menyimpan, kebencian. Perintah Tuhan Yesus di Matius 22:37-39 dengan jelas menyatakan, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Singkat kata, membenci adalah pelanggaran terhadap perintahTuhan dan merupakan kebalikan dari karakterTuhan yakni kasih.
Allah menyelamatkan kita dari dosa bukan saja supaya kita bebas dari hukuman dosa yaitu kematian, tetapi juga agar kita menjadi serupa seperti putra-Nya, Yesus Kristus. Tuhan ingin kita, makin hari, makin dipenuhi oleh kasih, yang adalah karakter utama Allah. Itu sebab, Ia melarang kita untuk membalas, sebab barangsiapa membalas, ia sudah diikat oleh kebencian. Dan barangsiapa diikat oleh kebencian sesungguhnya telah diikat oleh Iblis sendiri, yang karakter utamanya adalah kebencian.
Alasan kedua mengapa Tuhan melarang kita untuk membalas dendam adalah sebab membalas dendam adalah tindak pemuasan kemarahan, bukan tindak keadilan. Di dalam kemarahan, kita sulit menerapkan prinsip keadilan sebagaimana diperintahkan oleh Allah di Imamat 24:19-20, "Apabila seseorang membuat orang sesamanya bercacat, maka seperti yang telah dilakukannya, begitulah harus dilakukan kepadanya: patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi; seperti dibuatnya orang lain bercacat, begitulah harus dibuat kepadanya." Di dalam kemarahan, kita menuntut dua gigi ganti satu gigi.
Sewaktu anak-anak Yakub mendengar bahwa adik perempuan mereka, Dina, dinodai oleh Sikhem, seorang anak raja, mereka membalas dendam bukan dengan membunuh Sikhem saja, melainkan setiap laki-laki di wilayah itu sebelum akhirnya menjarah kambing domba, lembu sapi, keledai dan segala kekayaan penduduk. Tidak berhenti di situ, mereka pun menawan semua anak dan perempuan (Kejadian 34). Di sini dapat kita lihat, pembalasan dendam tidak pernah berhenti pada satu gigi.
Tuhan adalah Allah yang adil; di dalam keadilan Ia menghukum, bukan membalas dendam. Dan Ia adalah Allah yang mengetahui semua, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Penghakiman-Nya adil dan tidak bercacat. Itu sebab Ia melarang kita membalas dendam; Ia meminta kita melepaskan hak membalas dan menyerahkannya kepada Dia, Hakim yang Mulia dan Adil. Tuhan meminta kita untuk percaya pada keadilan-Nya—bahwa Ia tidak tinggal diam dan akan bertindak, sebagaimana dikatakan di 2 Tesalonika 1:6-7, "Sebab memang adil bagi Allah untuk membalaskan penindasan kepada mereka yang menindas kamu dan untuk memberikan kelegaan kepada kamu yang ditindas." Kelegaan kita peroleh bukan dari pembalasan, tetapi dari Allah sewaktu kita menyerahkan dendam kita kepada-Nya.
Sekarang marilah kita lihat bagaimana kita dapat menaati perintahTuhan ini.
Hal pertama yang mesti kita lakukan sewaktu dilukai atau dijahati adalah berdoa kepada Tuhan. Kita harus datang kepada Tuhan, bukan kepada diri sendiri atau orang lain. Kita mesti mencurahkan isi hati kita kepada Tuhan, bukan kepada diri sendiri atau orang lain. Dan di dalam doa, kita katakan betapa terluka dan marahnya kita akibat perbuatan orang terhadap kita. Dan, utarakan keinginan kita untuk membalasnya, untuk melihatnya menderita. Luapkanlah semua ini di dalam doa kepada Tuhan; Ia siap mendengarkan. Di dalam kemarahannya terhadap orang yang menjahatinya, Daud berdoa, "Ya Allah, hancurkanlah gigi mereka dalam mulutnya, patahkanlah gigi geligi singa-singa muda, ya Tuhan!" (Mazmur 58:7).Sewaktu dihina oleh Nabal, Daud marah dan siap membalas dendam—membunuh bukan saja Nabal tetapi juga setiap laki-laki di dalam lingkungan Nabal (1 Samuel 25). Tuhan melarang Daud melaksanakan niatnya dengan cara mengutus Abigail, istri Nabal, untuk berbicara kepadanya. Daud taat dan mengurungkan niatnya, dan Tuhan membalaskan kejahatan Nabal dengan penghukuman yang keras yakni kematian. Tidak apa meluapkan kemarahan di dalam doa, selama kita tidak melampiaskannya kepada orang.
Langkah kedua yang dapat kita ambil untuk menaati perintah Tuhan ini adalah mendoakan orang yang telah berbuat jahat kepada kita. Sewaktu Stefanus, diakon pertama Gereja, dirajam, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, ia berdoa, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah Para Rasul 7:60). Di atas kayu salib, kata pertama yang keluar dari mulut Tuhan Kita Yesus adalah, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas 23:34). Dari kedua doa ini dapat kita lihat bahwa baik Stefanus maupun Yesus berdoa memohonkan pengampunan bagi mereka yang berbuat jahat kepada mereka. Jadi, berdoalah bagi orang yang berbuat jahat kepada kita agar mereka menyadari perbuatan mereka yang salah, supaya mereka bertobat dan menerima pengampunanTuhan. Singkat kata, kita berdoa supaya yang baik turun atas mereka.
Mungkin ini adalah bagian tersulit; biasanya kita justru berharap dan menunggu supaya yang buruk menimpa orang yang jahat kepada kita. Tidak heran, Yunus tidak rela melihat Tuhan mengampuni orang di Niniwe. Ia ingin melihat mereka dihukum, bukan diampuni Tuhan. Itu sebab ia menjadi begitu marah ketika melihat orang Niniwe bertobat dan menerima pengampunan. Tuhan ingin Yunus memiliki hati Tuhan, hati yang berkata, "Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?"(Yunus 4:11).
Mungkin kita bertanya, bagaimanakah mungkin kita berdoa agar yang baik turun atas orang yang jahat kepada kita? Jawabnya adalah mungkin, asal mau. Tuhan memang tidak membuat kita secara ajaib mengampuni orang, seperti memprogram robot. Yang dilakukan-Nya adalah memberi kepada kita PIKIRAN untuk itu dan KEKUATAN untuk itu; yang tidak dilakukan-Nya adalah membuat kita MELAKUKANNYA. Tanggungjawab dan pilihan itu ada pada kita. Begitu kita katakan bahwa kita mau melepas kebencian dan menggantinya dengan pengampunan dan berkat, maka Ia akan menyuplai kekuatan kepada kita untuk melaksanakannya. Begitulah cara Tuhan bekerja.
Di dalam Doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya, tercantum permohonan berikut ini, "Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami" (Matius 6:12). Secara sengaja Tuhan meminta agar kita memohon pengampunan atas dosa kita sendiri, sebelum kita menyebut perbuatan kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Lewat doa itu Tuhan mengingatkan bahwa kita adalah sama-sama orang bersalah dan berdosa, dan bahwa kitapun menerima pengampunan dari Tuhan. Tidak ada alasan bagi kita menyimpan kebencian dan menahan pengampunan; jadi, lepaskanlah kebencian dan hiduplah merdeka dalam anugerah.
Ringkasan T594A
Oleh: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Simak judul-judul lainnya tentang "Masalah Hidup" di www.telaga.org
PERTANYAAN :
Saya mau curhat……saya dengan sahabat saya ikut test "finger print" dan ketika hasilnya sudah keluar, kita berdua konsultasi. Pada saat konsultasi ada perkataannya yang cukup menyakitkan untuk saya secara pribadi. Ketika konselornya mengatakan tentang masalah pengungkapan perasaan dan sebagainya, saya dikatakan bahwa saya termasuk bukan orang yang bisa mengungkapkan. Kemudian sahabat saya sedang ada masalah, dia membutuhkan orang yang bisa memberikan solusi dan sebagainya. Kemudian konselornya mengatakan bahwa saya bisa dipercaya dan aman kalau curhat atau cerita. Nah, kita berbicara seperti itu dia langsung mengatakan kalau dia suka malas curhat dengan saya, karena saya tidak ada tanggapannya. Dari situ saya merasa sangat sedih dan menjadi kecil hati. Saya merasa tidak dihargai sama sekali. Dia tidak menghargai waktu dan perhatian yang saya berikan kepadanya selama ini. Saya bukan orang yang sepandai psikolog atau para konselor yang bisa memberi tanggapan. Selama ini saya berusaha memberi masukan untuknya, tapi mungkin setiap masukan tidak sesuai dengan hatinya, sehingga dia mengatakan seperti itu. Kalau misalnya dia mau, mengapa dia tidak mencari teman-temannya yang lulusan psikologi saja semuanya? Bukankah mereka pasti dapat memberikan masukan? Dan terus terang seringkali dia mengetahui jawabannya seperti apa tetapi tetap saja masih merasa kalau itu kurang…..dan dia sering merasa kalau saya bersahabat dengan dia hanya merasa kasihan saja, padahal tidak sama sekali. Saya sayang sekali dengan sahabatku yang satu ini…..sekarang apa bedanya rasa kasihan dengan tidak enak? Dia tidak bisa menerima saya apa adanya….dia selalu ingin orang seperti apa yang ia inginkan, tapi dia sendiri ingin diterima apa adanya. Apabila memang dia sahabat yang baik, dia akan melihat segala kelebihan yang saya miliki dan fokus pada hal-hal yang positif dalam diri sahabatnya, bukan yang menjadi kekurangan dari sahabatnya. Saya merasa menjadi seorang pendengar yang baik itu tidak mudah dan itu merupakan satu kelebihan untuk saya. Saya ingin minta masukannya saja, sekarang ini saya memang menjauh dan lebih menyendiri sambil bermain dengan yang lain, apakah itu lebih baik untuk sementara? Terima kasih, sebelumnya. God bless you !
Salam: JPE
JAWABAN :
Sdri. JPE, terima kasih untuk curhatmu, maaf hari ini kami baru menanggapinya. Persahabatan biasanya jauh lebih "dalam" dari sekadar teman biasa. Kalian sudah cukup lama bergaul bersama dan meluangkan waktu bersama, bahkan mengikuti test "finger print" bersama. Dalam persahabatan dibutuhkan tenggang rasa dan saling menolong, juga menghibur. Apabila persahabatan hanya menjadi "beban" bagi yang lain, menurut kami itu bukan persahabatan yang sehat. Nanti akan berkembang menjadi saling membebani dan sungkan satu sama lain. Sahabatmu cukup terbuka dan apa yang dia katakan sebenarnya kamu sendiri sudah sadari (bahwa kamu bukan tipe orang yang bisa mengungkapkan). Mulailah belajar terbuka, karena persahabatan adalah salah satu proses pendewasaan juga. Dari pihakmu kamu merasa menjadi pendengar yang baik dan itu tidak mudah, tapi yang menjadi kendala apakah sahabatmu itu tahu?
Permasalahan banyak terjadi karena :
- Kita tidak mengucapkan apa yang seharusnya diucapkan dan mengucapkan sesuatu yang tidak seharusnya diucapkan.
- Kita melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan dan tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Saudari JPE bisa mulai terbuka dengan sahabat apa yang kamu rasakan tentang persahabatan ini. Kalau sahabatmu tetap demikian, kami bisa hargai dan mengerti kalau sementara waktu kamu menjauh dahulu, sambil memberi waktu bagi kalian berdua untuk saling koreksi diri.
Semoga jawaban ini bisa menolong.
Salam: Esther Rey
SEMBUH DARI LUKA MASA LALU
Oleh: Deby Johannis, S.Kom., M.Div.*)
Apakah Anda suka berlibur menikmati suasana pantai? Deburan ombak, pasir halus dan angin yang sepoi-sepoi selalu memikat seseorang untuk berada di sana. Sekitar bulan Juni 2019 lalu, seorang pria bernama Bruce Kagan (68 th.) asal Connecticut, Amerika Serikat berangkat berenang di pantai. Nahasnya, saat berenang, kaki kanannya terluka, tapi ia tidak terlalu memedulikannya. Beberapa hari kemudian, Kagan baru merasakan sakit dan badannya lesu. Ia pun dilarikan ke rumah sakit dan dokter mendiagnosa bahwa Kagan mengidap ‘Necrotizing Fasciitis’ dan ‘Vibrio Vulnificus’, sejenis bakteri yang menginfeksi, bergerak dengan cepat dan bahkan sering mematikan karena memakan jaringan tubuh manusia. Setelah berhari-hari dirawat, akhirnya dokter terpaksa memutuskan untuk mengamputasi kaki kanan Kagan demi menyelamatkan hidupnya. Melewati peristiwa itu, sebuah kalimat penyesalan keluar dari mulut Kagan. Dia berkata, "Itu semua karena luka kecil. Hanya itu, sedikit luka saja, tidak lebih tidak kurang."
Sama seperti luka fisik yang meskipun kecil tapi ternyata dapat berdampak besar, luka hati yang terjadi di masa lalu pun, meski kecil tapi bila tidak dibereskan, dapat berdampak besar. Bedanya, kalau luka fisik mudah terlihat dan bisa langsung diobati, luka batin itu tidak mudah terlihat karena itu biasanya orang meremehkannya dan tidak membereskannya dengan berkata, "Ahh…sudah jangan ungkit-ungkit masa lalu," "Ahh…gitu aja koq baper," "Ahhh… semua akan baik-baik saja koq seiring waktu," dan lain-lain. Pertanyaannya, sungguhkah dengan berlalunya waktu sakit hati kita sembuh?
Di Alkitab, ada beberapa kata yang dipakai untuk menyatakan keadaan orang yang hatinya yang terluka, seperti kata "pedih hati, patah hati, kelemahan, kesengsaraan, kesedihan, penderitaan." Dan Alkitab dengan gamblang menyatakan bagaimana Allah memberi perhatian bagi orang yang terluka hatinya. Maz. 147:3, "Ia (Allah) menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka". Yer. 6:14, dalam teguran-Nya kepada para nabi dan imam bangsa Israel, Allah berkata, "Mereka mengobati luka umat-Ku dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera." Dalam Roma 8:26-27, juga dituliskan "Roh membantu kita dalam kelemahan kita…" Kata "kelemahan" (Yun: "astheneia": kelemahan, penyakit). Ini merujuk pada kelemahan pikiran atau tubuh yang disebabkan oleh pergumulan akan dosa, dan memori-memori masa lalu yang menyakitkan, yang meninggalkan luka emosi yang mendalam sehingga kita sulit berdoa.
Dari mana kita tahu bahwa kita sedang menyimpan luka hati? Menurut David Seamands dalam bukunya "Pemulihan Luka Batin", ada beberapa ciri:
- Rendah diri (orang rendah diri sering berkata, "Aku tidak baik, aku tidak berarti apa-apa, tidak ada seorang pun yang mengasihiku, aku selalu salah").
- Perfeksionis kompleks (orang ini sering berkata, "Aku tidak akan pernah berhasil, aku tidak cukup baik, aku harus dapat melakukan ini, aku harus jadi yang terbaik").
- Supersensitif (orang ini biasanya sangat terluka di masa lalu sehingga baperan sekali, mudah marah dan tersinggung oleh perlakuan orang lain).
- Ketakutan (orang ini biasanya takut gagal, penuh kekhawatiran).
- Kecanduan (Seks, kerja, game dan lain-lain).
Apa dampak dari luka-luka hati di masa lalu yang tidak dibereskan dengan baik? Setidaknya ada tiga wilayah relasi yang cenderung akan rusak, yakni relasi kita dengan Allah, relasi kita dengan diri sendiri dan relasi kita dengan orang lain.
Tuhan Yesus sangat mengasihi kita. Dia tidak hanya peduli dengan persoalan fisik dan dosa kita, tetapi Dia juga peduli dengan luka-luka batin yang kita simpan selama ini, yang membuat kita lemah dan sakit. Matius 8:17, menuliskan, "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." Di atas salib itulah, segala dosa, kelemahan, luka-luka kita Dia pikul karena hanya Dialah yang sanggup menanggungnya. Kita tidak dapat hidup dengan terus menanggung dosa dan luka-luka masa lalu yang kita simpan rapat dalam hati. Jika demikian, hidup kita tidak akan penuh sukacita dan tentu korban akan memakan korban.
Jika Kristus sudah mau menanggung kelemahan, luka-luka batin kita di atas kayu salib, lalu apa bagian yang harus kita kerjakan supaya dapat sembuh?
- Akui luka dengan jujur. Pengakuan adalah awal dari kesembuhan. Memang ada orang yang tidak mau mengakui bahwa dirinya terluka karena mengaku itu berarti harus membuka luka lama yang terpendam dan merasakannya rasa sakit itu lagi. Banyak orang memilih untuk melupakannya atau pergi menjauh. Hasilnya luka itu meradang tanpa disadari dan makin merusak hidup. Demi sehat, mari kita mengaku dengan jujur kepada Tuhan dan kepada orang yang kita rasa aman.
- Menerima tanggungjawab kita. Ketika sakit hati, kita mudah sekali menyalahkan orang lain sebagai sumber luka kita. Tetapi kita lupa bahwa memelihara luka itu di dalam hati, membiarkannya berlarut-larut adalah perbuatan kita sendiri. Itu kesalahan kita, bukan orang tersebut. Karena itu kita perlu mengakui bahwa kita juga bertanggung jawab atas luka itu.
- Mengampuni. Ini bagian yang paling sulit, tetapi sangat penting. Betapa seringnya kita dengar soal pengampunan, tetapi berapa sering kita melakukannya? Mengampuni bukan berarti melupakan. Mengampuni berarti melepaskan hak untuk membalas supaya kita lebih sehat.
- Konseling. Terkadang, ada kasus-kasus tertentu yang kita tidak dapat menyelesaikannya sendiri. Kita mungkin sudah berdoa, membaca firman, berpuasa dan lain-lain, tetapi masih merasa terbeban dalam hati. Dalam hal ini, saya menyarankan untuk konseling. Hamba Tuhan, konselor atau psikolog Kristen dapat dipakai juga oleh Tuhan untuk membimbing kita menemukan isu-isu diri yang perlu dipulihkan.
Ibrani 12:1 menuliskan, "Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." Setiap kita harus menjalani pertandingan iman. Tuhan tidak berjanji hidup kita tanpa beban, tanpa luka, tetapi Dia menjanjikan penyertaan-Nya. Karena itu lepaskanlah semua beban luka dan dosa yang membebani hidup kita selama ini. Arahkan pandangan kita kepada-Nya supaya kita beroleh kemenangan dan sukacita. Tuhan Yesus memberkati.
*) Salah seorang konselor dari PKTK Sidoarjo yang berdomisili di Surabaya
Bersyukur kita telah memeringati Jumat Agung dimana Tuhan Yesus telah mengorbankan diri-Nya untuk umat manusia yang berdosa dan juga telah bangkit dari kubur, menyatakan DIA hidup. Beberapa doa syukur dan doa permohonan adalah sebagai berikut :
- Bersyukur selama bulan Maret 2024 telah berhasil dikirimkan rekaman Telaga T589 s.d. T596 ke 14 radio ; dan 1 radio yang telah mengunduhnya langsung dari situs Telaga.
- Bersyukur untuk 38 radio di tanah air, 1 radio di Hongkong dan 1 radio di Timor Leste yang masih menyiarkan program TEgur sapa gembaLA keluarGA (TELAGA).
- Bersyukur untuk perkembangan kesehatan dari Bp.Heman Elia, datang mengajar ‘onsite’ di kampus STT SAAT dan kita tetap doakan agar Tuhan memberikan yang terbaik untuk kesehatannya.
- Bersyukur untuk donasi yang diterima dari Ibu Gan May Kwee di Solo sejumlah Rp 500.000,-.
- Doakan untuk penyelesaian pengeditan rekaman Telaga dalam tahun 2023 (T597 s.d. T600), begitu pula penyelesaian transkrip, ringkasan dan abstraknya.
- Bersyukur untuk penyertaan dan pemeliharaan Tuhan kepada Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo, tanggal 14 Maret 2024 yang lalu telah memeringati HUT ke-4, semua karena anugerah Tuhan semata.
- Doakan untuk persiapan rangkaian video tanya-jawab dalam rangka HUT PKTK Sidoarjo yang ke-4. Video akan ditayangkan bertahap selama beberapa bulan ke depan melalui akun Instagram@telaga kehidupan. Doakan agar para konselor diberi hikmat dan setiap video yang ditayangkan dapat memberkati para pendengar; doakan juga agar tim editor diberi hikmat serta kekuatan.
- Doakan untuk pelayanan misi Telaga Kehidupan tahun 2024 ini, kiranya Tuhan menuntun dan membukakan pintu.
- Bersyukur atas pimpinan dan pertolongan Tuhan sehingga acara ucapan syukur HUT ke-1 Pusat Konseling Telaga Pengharapan (PKTP) yang diadakan pada tanggal 16 Maret 2024 telah berjalan dengan baik.
- Bersyukur atas undangan pelayanan dari GKT Jember pada tanggal 21 April 2024 dengan topik "Pulih dari Luka Hati", kiranya hikmat Tuhan menolong persiapan dan memberkati pelayanan Ev. Sri Wahyuni menjadi berkat bagi jemaat Tuhan di GKT Jember.
- Bersyukur atas kerjasama Telaga Pengharapan, Setitik Cahaya GenZ dan Ruang Pojok Setitik Cahaya untuk mengadakan zoominar pada tanggal 27 April 2024 pk.19.00 – 20.30 dengan topik "Free From Addiction", biarlah Tuhan Yesus menolong persiapan yang dilakukan dan memakai acara ini menjadi berkat.
- Berdoa untuk persiapan Ev. Yudi Handoko dalam menyelesaikan modul untuk mentoring remaja yang rencananya akan dibuka pada bulan Juli 2024 yang akan datang. Kiranya Tuhan memberi hikmat dan menolong dalam menjangkau remaja-remaja di kota Jember dan sekitarnya.
- Berdoa untuk kebutuhan rekan hamba Tuhan yang memiliki ‘passion’ (gairah/semangat) pelayanan menjangkau anak-anak, agar Tuhan mengirimkan orang yang tepat untuk melayani bersama-sama di Telaga Pengharapan.
- 1345 kali dibaca