Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Bapak Ev. Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Dan perbincangan kami kali ini tentang "Dimanakah Tuhan Ketika Penderitaan Terjadi?". Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y : Sebuah tema yang dalam ya, Pak Sindu, "Dimanakah Tuhan Ketika Penderitaan Terjadi?" Ungkapan ini berulang kali muncul ketika kita mengalami kehilangan, musibah, bencana, kecelakaan dan kemalangan dalam hidup kita.
SK : Ya, memang, Bu Yosie, saya sepakat hal ini seringkali muncul dan bahkan tidak jarang, Bu Yosie, kita akhirnya mulai memersalahkan Tuhan sebagai pribadi yang kita selama ini mengenali, kita anggap Pribadi yang mengasihi, namun lewat penderitaan, wabah, pandemi, lewat musibah yang kita alami, Tuhan itu kejam membiarkan kita mengalaminya. Terlebih kalau kita dalam posisi, kita sudah merasa hidup benar, kita sudah hidup saleh, rajin pelayanan, rajin memberi perpuluhan untuk gereja, pelayanan atau misi untuk orang-orang yang membutuhkan, maka kita kecewa sekali kepada Tuhan, akhirnya kita pun mulai marah kepada Tuhan, mengancam bahkan untuk meninggalkan Tuhan hingga puncaknya memang beberapa orang mengalami, mereka sungguh-sungguh meninggalkan Tuhan.
Y : Kadang ini menjadi pergumulan dalam perjalanan seorang anak Tuhan, ya Pak Sindu.
SK : Ya dan ini menjadi sebuah realitas yang kembali berulang dari zaman ke zaman kalau kita cek, bahkan lewat toko-toko buku, rata-rata tiap zaman, tiap era per sepuluh tahun mungkin ya, selalu ada buku seperti ini, bahasa seperti ini apalagi ketika terjadi musibah massal, orang akan bertanya, "Dimanakah Tuhan?" Ketika misalnya sebuah gereja dibom, dulu ada WPC tahun 2001, bahkan ada anak Tuhan dikabarkan meninggal tragis, di usia muda, di usia sedang baik-baiknya, kenapa, dimanakah Tuhan ? Ketika terjadi wabah, dimanakah Tuhan? Di tengah pandemi, dimanakah Tuhan ? Jadi berulang-ulang itu menjadi pertanyaan yang selalu muncul dan bahkan akhirnya dipercayai itu akan memunculkan orang-orang atheis baru, atau orang-orang agnostik baru. Artinya begini, kalau atheis adalah orang yang tidak mengakui bahwa Tuhan itu ada. Kalau agnostik mengakui Tuhan itu ada tapi aku tidak peduli soal Tuhan. Tuhan itu ada, tapi aku tidak mau peduli tentang Tuhan. Terserah Tuhan, aku juga mengurus diriku sendiri.
Y : Itu sebabnya tema ini sangat menarik, menjadi dasar iman kita. Membahas tentang penderitaan, apa yang mendasar yang perlu kita tanamkan dalam diri kita?
SK : Yang pertama, Bu Yosie, bahwa penderitaan sesungguhnya adalah buah pilihan manusia pertama.
Y : Menarik itu, maksudnya bagaimana ya Pak ?
SK : Kita bisa memahami dari Firman Tuhan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar Allah. Salah satu sifat Allah adalah Allah memiliki kehendak bebas. Maka manusia yang diciptakan Tuhan yang memiliki kehendak bebas diberikan oleh Tuhan kehendak bebas, ditandai lewat keberadaan pohon pengetahuan baik dan jahat. Jadi Allah adalah Allah yang memiliki kehendak bebas maka manusia sebagai sosok yang diciptakan menurut gambar Allah, juga diberi kehendak bebas. Tanpa kehendak bebas berarti manusia ?
Y : Tidak sesuai dengan gambar Allah ya Pak ?
SK : Tepat. Bagaimana wujud kehendak bebas diberikan kepada manusia? Manusia diberikan kesempatan untuk memilih, untuk taat atau tidak taat kepada Allah. Bagaimana wujud pilihan itu, diberilah pohon buah pengetahuan baik dan jahat. Allah mengatakan,"Seluruh pohon di taman Eden ini silakan kamu makan buahnya tetapi hanya buah dari pohon pengetahuan baik dan jahat, jangan kamu makan". Sayangnya dalam kehendak bebas manusia, di dalam ‘free will’ manusia, manusia memilih mengikuti bujuk rayu dan tipu daya iblis dan memakan buah itu. Maka sesuai dengan pernyataan Tuhan dalam kitab Kejadian 3:14-19 kita bisa melihat rentetan kutuk dosa yang terjadi atas seluruh alam semesta dimana relasi antar ciptaan, termasuk relasi antar manusia menjadi buruk dan dikatakan oleh firman Tuhan, tanah pun, bumi pun menjadi terkutuk. Sejak itulah penderitaan menjadi bagian mata kuliah wajib dalam kurikulum hidup manusia hingga berpuncak kepada kematian fisik dan kematian kekal di neraka.
Y : Sangat menarik, Pak. Tapi banyak orang yang berpikir begini Pak, itu ‘kan Adam dan Hawa bukan saya, kenapa saya yang harus menanggungnya?
SK : Karena manusia pertama itu bukan sekadar manusia pertama, tapi dia adalah hakekat kemanusiaan. Kita mungkin tahu peribahasa, "Nila setitik rusak susu sebelanga". Misalnya kita punya satu panci susu sapi murni yang sudah dimasak dan diberi sedikit gula, maka kita wow minuman yang sehat dan menyegarkan. Kemudian kita teteskan satu tetes potas, racun tikus…..tes….setelah itu satu jam kemudian ditawarkan kepada kita, maukah kita minum ?
Y : Ya tidak mau.
SK : Karena beracun, ‘kan cuma satu tetes, tapi langsung meragi atau mewarnai, memengaruhi satu panci susu itu. Lha sama, ketika manusia pertama jatuh dalam dosa, bukan sekadar Adam dan Hawa, tapi seluruh kemanusiaan terinfiltrasi, teresapi oleh dosa. Dosa masuk lewat seorang Adam, akhirnya Adam-Adam kecil, Adam-Adam yang lain, Hawa Hawa yang lain yaitu pria dan wanita, manusia di dunia ini juga terinfiltrasi membawa benih dosa ini dan akhirnya kembali bahwa penderitaan kembali sejak manusia jatuh dalam dosa. Akhirnya kutukan terjadi atas bumi ini. Penderitaan terjadi kita mengalami kematian kekal dan bagian dari kurikulum wajib, kematian kekal itu adalah sakit penyakit. Jadi sakit penyakit, wabah sudah muncul, bibitnya sejak manusia memilih berdosa dan akibatnya sakit penyakit dan kematian. Apakah ini salahnya Tuhan?
Y : Tentu saja tidak.
SK : Sama sekali tidak, itu pilihan manusia pertama. Pilihan kita sebagai manusia yang diberi kehendak bebas oleh Allah untuk taat atau tidak taat dan ternyata kita memilih tidak taat. Inilah konsekwensi ketidaktaatan itu, muncul sakit penyakit, pandemi. Mulai dari penyakit kusta yang kita kenali dari Perjanjian Lama, penyakit lepra sekarang namanya, penyakit pes atau sampar, tuberculosis atau TBC dan penyakit menular lainnya, hingga HIV AIDS yang sempat heboh tahun 1980an, tahun 2000an kita mengenal wabah flu burung, wabah SARS, MERS, wabah global COVID-19 dan nanti akan bisa muncul wabah-wabah, penyakit-penyakit yang aneh dan ajaib, yang baru sama sekali di era era kemudian.
Y : Kita tidak pernah tahu, ya Pak.
SK : Itu memang bagian dari rentetan bahwa dunia akan kiamat, rentetan bahwa manusia akan binasa dengan bumi ini untuk memunculkan langit dan bumi baru yang Allah ciptakan ketika Yesus datang yang untuk kedua kalinya.
Y : Wow luar biasa, itu sebabnya betapa penting kita mengenal Firman Tuhan, betapa penting kita mengenal kebenaran ini. Silakan dilanjutkan apa yang perlu kita tanamkan lagi berkenaan dengan penderitaan?
SK : Yang kedua, Bu Yosie adalah didalam Injil Matius 5:45 Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa "Bapa di surga menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik, dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar". Dari pernyataan ini kita dapat menarik pemahaman, Bu Yosie, bahwa dalam berbagai peristiwa Tuhan tidak selalu memberi keistimewaan kepada kita anak-anak-Nya atau kepada kita orang-orang percaya, perlindungan dari musibah dan penderitaan. Sebagaimana kembali dalam Injil Matius 5:45, "Bapa di surga menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik sekaligus menurunkan hujan bagi yang benar dan yang tidak benar". Artinya itu namanya bagian dari pemeliharaan Tuhan secara umum bahwa semua mengalami kebanjiran. Ada kebanjiran, ya kita orang percaya bisa mengalami kebanjiran. Ada yang mengalami kecelakaan massal, ya kita orang percaya bisa mengalami kecelakaan. Seperti tadi yang saya sebutkan tahun 2001 di WTC, menara di New York yang dibom oleh teroris secara tragis. "Kenapa Tuhan, anakku, kenapa dia pendeta, dia seorang yang sangat baik, Tuhan panggil di usia mudanya, okelah orang-orang jahat yang hidupnya melawan Tuhan, yang amoral, silakan binasa, mati sia-sia, mati tragis, tapi ini orang yang setia dan saleh, kenapa? Karena ini memang kebenaran umum atau situasi pemeliharaan Tuhan secara umum, bahwa di tengah dunia yang sudah rusak oleh dosa, di tengah penderitaan yang sudah menjadi kurikulum wajib, kehidupan manusia di bumi ini, maka tidak ada pengistimewaan kita untuk tidak mengalami penderitaan. Orang lain bisa mengalami penderitaan, sakit meninggal karena kecelakaan, secara tragis orang bisa mengalami sakit terinfeksi karena sebuah wabah. Kita pun bisa karena kita bagian dari dunia yang sudah jatuh dalam dosa, bagian dari kemanusiaan yang rapuh karena kematian yang ada di dalam diri kita dan kita sedang menuju kematian dimana sakit penyakit, infeksi, virus dan bakteri terjadi di dunia ini dan kita bisa mengalaminya. Kita tidak steril, kita tidak dilindungi, disinilah sebuah fakta yang kadang kita tidak mau mengamininya, bahkan tidak heran muncul sejak zaman dulu, sejak zaman Pemazmur pun sudah menuliskannya. Mazmur 73:3-5, Mazmur Asaf, "Sebab Aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; mereka tidak mengalami kesusahan manusia…." malah dikatakan di ayat 12, "Sesungguhnya itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya!" sementara aku yang takut akan Tuhan di ayat 13, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah" karena kenyataannya, di ayat 14, "Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi". Jadi dalam kisah Perjanjian Lama muncul orang-orang saleh yang hidupnya malah menderita. Orang yang melawan Allah, tambah gemuk, tambah makmur, tambah kaya raya sehingga dia tergoda untuk pahit kepada Tuhan dan meninggalkan Tuhan. Itu fakta dan bahkan muncul sebuah kepercayaan, jangan terlalu baik. Kamu kalau terlalu baik hidupmu, cepat mati, rata-rata orang yang baik hati, yang saleh, mati muda. Kalau mau umur panjang, berbuatlah dosa, rata-rata orang yang jahat itu umur panjang, matinya benar-benar waktu tua karena Tuhan beri kesempatan untuk bertobat. Bisa seperti itu, tapi itu bukan kebenaran, sebuah asumsi. Ini memang kenyataan, dalam konteks inilah maka kita perlu kembali kepada kebenaran bahwa kalau kita alami penderitaan, mengalami musibah janganlah salahkan Tuhan karena kita hidup kembali pada poin pertama, di dunia sudah jatuh dalam dosa, kita hidup dalam dunia yang sakit penyakit itu bisa dialami siapa saja. Siapa yang bermain-main dengan api akan terbakar, siapa yang bermain-main dengan virus akan terkena, terinveksi, jadi ada hukum tabur dan tuai, yang Tuhan ciptakan maka jangan semberono, atas nama iman virus aku lawan. Atas nama iman, aku akan seberangi jalan tanpa melihat kanan dan kiri dan pasti mobil tidak akan menabrak aku. Itu namanya memermainkan Tuhan, memermainkan anugerah Tuhan. Jadi tetap ada hal-hal yang di luar kontrol kita dan Allah ijinkan yang buruk terjadi karena memang dunia sedang menuju kepada kematian kekal, kebinasaan dan kita berada di dalam dunia yang demikian.
Y : Tapi tentunya kita juga harus maksimal melakukan bagian kita untuk tidak melakukan yang jahat tadi, ya Pak. Misalnya yang tadi menyeberang jalan sembarangan lalu ketabrak menyalahkan Tuhan. Ya, tidak apa-apa memang kita menderita tentunya tidak konyol seperti itu, ya Pak.
SK : Dan memang ini akan memunculkan pertanyaan, lalu kalau demikian untuk apa menjadi orang percaya, untuk apa menjadi anak Tuhan kalau pun kita mengalami penderitaan, musibah yang sama dengan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan bahkan orang-orang yang sengaja melawan Tuhan.
Y : Ya benar Pak, banyak orang yang begini Pak, kalau misalnya saya mencuri dan masuk penjara, oke saya bisa menerima konsekwensi itu. Tapi bagaimana masalahnya kalau saya sudah berbuat baik, saya sudah bekerja sungguh-sungguh, tapi misalnya ternyata difitnah dan saya tetap harus masuk penjara, pergumulannya yang tidak mudah disitu, Pak.
SK : Ya maka disinilah muncul kebenaran yang ketiga, Bu Yosie, yang perlu kita camkan berkenaan dengan penderitaan yaitu bahwa Tuhan telah memberi jaminan kepastian masuk surga kepada kita yang telah memercayakan diri kepada Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat kita dengan segenap hati, segenap jiwa segenap akal budi, agar sepanjang hidup kita sejak lahir baru hingga kita kelak berjumpa dengan Tuhan di surga lewat kematian kita agar kita menjalani kehidupan yang membuahkan kebaikan dan kemuliaan Allah, termasuk di tengah berbagai penderitaan dan musibah. Ingat bahwa sejak lahir baru kita memasuki awal yang baru, yaitu awal peperangan rohani, awal pertumbuhan rohani. Kita diminta mengikuti jejak Kristus. Saya tanya, Yesus hidupnya enak, lancar, bahagia seperti hidup di sebuah jalan tol atau penuh penderitaan?
Y : Penuh penderitaan.
SK : Ya, penuh penderitaan. Ya, Tuhan kita saja penuh penderitaan, sebagai manusia dibina, apakah kita mau enak di dunia yang sementara ini, kita dipanggil untuk bertumbuh makin serupa dengan Yesus, bukan serupa dengan Esau, bukan serupa dengan Adam pertama yang melawan Tuhan. Kita dipanggil untuk menjadi seorang yang serupa dengan Yesus. Artinya memang ini dunia yang menderita, dunia yang penuh sakit penyakit, penuh penindasan dan ketidakadilan. Yesus pun mengalami difitnah, Dia mengalami penindasan, Dia mengalami ketidakadilan. Seorang murid tidak lebih daripada gurunya, itu kata Tuhan sendiri. Maka kalau kita menderita demi kebenaran, menderita karena iman dikatakan dalam Khotbah di Bukit yaitu..
Y : Berbahagia.
SK : Berbahagialah, karena kamu menderita seperti Yesus, menderita seperti nabi-nabi di zaman Perjanjian Lama. Maka dikatakan, "Celakalah dan terkutuklah kamu dan kita kalau kita menderita karena kita bermain-main dengan dosa". Justru berbahagia, aku hidup benar, hidup saleh, hidup jujur tapi masih menderita. Ini justru kita diberikan kepercayaan mengalami penderitaan Kristus. Kita dipandang layak, dan ujungnya adalah mahkota kemuliaan, mahkota kehidupan. Siapa yang setia sampai garis akhir dialah yang menerima mahkota kemuliaan. Inilah namanya ujian iman. Kita dinaikkan level, kelas kita, bukan anak-anak gampang tapi anak-anak Allah yang sesungguhnya, yang menanggung sebagaimana yang Yesus telah tanggung. Jadi jangan lupa penderitaan yang kita tanggung di masa dunia yang sementara, di tengah kesalehan dan hidup kita yang takut akan Tuhan, tidak pernah sia-sia. Kita sedang menabur dalam kesementaraan, untuk menuai dalam kekekalan. Dikatakan dalam pemazmur, orang yang maju ke depan dengan mencucurkan air mata, menebar benih, ia akan kembali dengan penuh sorak sorai membawa tuaian. Kita memang digariskan kebahagiaan kita, sukses hidup kita didalam cucuran air mata, menderita sebagai orang beriman. Jangan lupa buahnya, tuaiannya kita akan berbahagia sebagai hamba yang setia. Kelak di surga itu upah yang sesungguhnya. Jangan lupa pandanglah wajah Yesus, lihatlah Yesus di tengah penderitaan sementara di dunia ini, karena ujungnya adalah kemuliaan kekal, kemenangan kekal, melampaui segala kebahagiaan, sukses, ketenaran, popularitas yang bisa didapatkan orang-orang yang tidak mengenal Allah di dunia yang sementara ini.
Y : Sangat dalam ini, Pak dan perlu waktu untuk mencernanya karena tadi saya catat, maksudnya begini, pertama kita harus menerima ini adalah bagian dari konsekwensi dosa. Yang kedua kita tidak boleh merumuskan Tuhan itu seperti yang kita mau, kalau saya baik pasti saya bahagia. Kalau saya jahat, baru saya akan binasa, tapi tidak semudah itu, ya Pak, tetapi hidup kompleks. Tapi yang ketiga ini lebih dalam lagi, bagaimana kita pindah fokus, dari fokus hidup di dunia yang ternyata hanya sementara menuju fokus Kristus di dalam kekekalan.
SK : Tepat, maka disinilah Efesus 2:10 berbicara, bahwa "kita ini buatan Allah diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya". Justru dalam kesementaraan kita, di tengah musibah, kecelakaan, penderitaan yang bisa kita alami, kita dipanggil untuk seperti Yesus, melayani Tuhan, melakukan pekerjaan-pekerjaan yang memberkati orang lain. Kita bisa menderita di tengah pandemi, di tengah wabah, di tengah kemiskinan tapi itu bukan alasan untuk kita tidak memberi uang kita, memberi sebagian makanan kita, memberi sebagian kebaikan kita kepada orang-orang sekitar supaya kemuliaan Allah juga dialami orang lain. Justru kita dipanggil menjadi saksi, oh dia ini padahal menderita, dialah janda miskin, dialah orang yang berkekurangan tapi mau-maunya menolak bansos (bantuan sosial), mau-maunya menolak pemberian orang lain. Dia mengatakan, "Aku masih bisa bekerja, aku bisa cukupi diri, biarlah bansos itu untuk orang lain malah sebagian makanan dan uangku aku berikan kepada tetanggaku, kepada orang lain yang membenci aku, karena mereka pun membutuhkan". Wih, kok bisa ya, karena ada Kristus dalam hidupnya, Kristus dimuliakan, Injil diberitakan bukan hanya lewat OMDO (omong doang) tapi lewat perbuatan dan inilah yang Tuhan akan katakan, "apa yang kamu lakukan kepada saudaramu yang paling hina ini, engkau sudah melakukan kepada Aku, Yesus", dalam Injil Matius. Jadi disinilah kesempatan kita untuk menabur dalam kesementaraan, memberkati orang-orang lain lewat kata dan perbuatan kita agar nama Allah ditinggikan, kemuliaan Allah dialami lebih banyak lagi orang di sekitar kita. Kalau menjadi berkat di tengah kelimpahan harta dan hidup yang lancar itu lumrah.
Y : Semua bisa ya, Pak.
SK : Ya, kalau menjadi berkat di tengah kita hidup yang serba terbatas, berkekurangan, kita sedang mengalami musibah, itu sangat istimewa. Kita sebagai anak-anak Tuhan, kita sebagai orang percaya justru dipanggil untuk menjadi berkat di tengah musibah, menjadi berkat di tengah hidup kita yang pas-pasan, itu karena ada Tuhan yang kaya, yang menjamin hidup kita, sehingga kita punya alasan untuk berbagi berkat. Kelimpahan hidup kita alami karena kita punya Allah yang memelihara, Dialah Bapa yang baik dan sempurna. Maka atas iman itu kita berani memberi apa yang terbatas, kita beri. Malah akan muncul mujizat "Lima Roti dan Dua Ikan".
Y : Betul, ya Pak. Anak kecil ya Pak, yang memberikan bekalnya cuma untuk satu orang tapi ternyata di tangan Tuhan Yesus menjadi makanan bagi 5000 orang, wow !!
SK : Ya dan bahkan lebih, dikatakan 5000 itu hanya laki-laki, bisa jadi 15.000 kalau ada istri dan satu anak dan sisa 12 bakul. Bagaimana juga dengan janda miskin di Sarfat hanya punya minyak dan sedikit tepung, sekali makan hanya cukup untuk dia dan satu anaknya dan setelah itu akan mati, tapi dia berani melangkah dengan iman untuk membagi, membuat lebih dulu untuk hamba-Nya, yaitu nabi Elia, malah apa yang terjadi ? Selama masa kekeringan itu, selalu tiap hari dipelihara Tuhan, minyak dan tepung ada, bisa hidup dari hari ke hari. Bertindak oleh iman, memercayai Allah, itulah panggilan kita di tengah penderitaan, musibah, kecelakaan yang mungkin sedang kita jalani sekarang ini.
Y : Pak, bisakah berikan satu kesimpulan yang membuat kita tetap kuat, tidak lagi memertanyakan Tuhan tapi justru menyerahkan hidup kita kepada Tuhan ?
SK : Penderitaan dan musibah akan selalu terjadi dan bisa kita alami sebagaimana semua manusia di muka bumi ini dari segala zaman karena buah pilihan manusia pertama yang memilih hidup melawan Allah, jatuh dalam dosa, maka penderitaan, sakit penyakit, musibah itu adalah bagian hakiki dari kehidupan yang sudah jatuh dalam dosa ini. Disini poinnya adalah bukannya bagaimana caranya menghindar dari penderitaan, itu keliru. Penderitaan itu selalu akan ada di dunia ini, sejak lahir sampai kita mati, penderitaan pasti akan kita alami. Poinnya adalah bagaimana supaya di tengah penderitaan dan musibah yang bisa kita alami berulang-ulang di dunia ini, kita menjalani penderitaan dan musibah itu secara berkualitas dan bernilai kekal. Bagaimana kita lulus dari ujian iman, yang kita alami di tengah penderitaan dan musibah yang kita dapatkan selama hidup di dunia. Itulah poinnya, agar kita bisa memiliki penderitaan yang berkualitas, memiliki penderitaan yang punya nilai kekal bagi kehidupan kelak di surga, untuk itu perlu bergaul intim dengan Allah dan firman-Nya. Ada istilah "garbage in, garbage out" yang masuk sampah dan keluar sampah, tapi kebalikannya "truth in, truth out" yang masuk dalam pikiran kita adalah kebenaran Allah maka yang keluar dari bibir mulut, keputusan dan respons hati kita adalah firman Allah, kebenaran Allah. Maka rajinlah bergaul dengan Allah dan firman-Nya dari hari ke hari sehingga pikiran Kristuslah yang menguasai hati dan pikiran kita sehingga kita akan sanggup mengeluarkan kata-kata, respons hati, keputusan, tindakan yang benar, yang memuliakan Allah, yang menjadi berkat bagi dunia ini, sekali lagi di tengah penderitaan dan musibah kita sebagaimana Ayub berespons benar, "Aku dilahirkan tidak membawa apa-apa, maka aku akan kembali kepada Allah tanpa membawa apa-apa, terpujilah nama Tuhan". Itu respons Ayub ketika musibah terjadi beruntun. Respons yang benar karena Ayub rajin bergaul dengan Allah dari hari ke hari.
Y : Amin. Terima kasih banyak untuk pembahasan kita kali ini, saya percaya sangat menarik dan bermanfaat bagi pendengar. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan terima kasih. Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Dimanakah Tuhan Ketika Penderitaan Terjadi?". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat mengirimkan e-mail ke telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.