Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang kecemburuan, tentunya dalam hubungan suami istri dan kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian. Dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, kita seringkali mendengar bahkan mungkin juga mengalami, kadang-kadang di dalam hubungan kita sebagai pasangan suami istri Kristen ada yang namanya rasa cemburu. Memang biasanya yang sering terjadi itu dari pihak istri Pak Paul, tapi kadang-kadang si suami juga pernah merasa cemburu kalau istri kita bicara terlalu intim dengan rekan prianya dsb, timbul perasaan yang tidak enak. Tapi sebenarnya apa yang disebut cemburu?
PG : Saya mendefinisikan rasa cemburu sebagai suatu perasaan terancam akan kehilangan seseorang yang kita kasihi karena kehadiran orang lain. Jadi bukan saja kehilangan orang yang kita kasih, namun ada faktor karena campur tangan pihak ketiga atau orang lain.
GS : Tapi kecemburuan itu bisa muncul juga walaupun baru sekali saja kita melihat, lalu kita merasa akrab sekali bicaranya, ya Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, sebab kecemburuan itu pada dasarnya bersumber dari rasa takut akan kehilangan. Kehilangan orang yang berharga buat kita. Dan pada waktu kita melihat kehadiran rang ketiga tersebut dan bisa begitu akrab dengan pasangan kita, tiba-tiba terbersit suatu ketakutan bahwa orang itu bisa mengambil yang kita hargai dan kita kasihi.
GS : Kalau begitu sebenarnya positif ya Pak Paul? Tapi seringkali kecemburuan itu dinilai negatif.
PG : Ya, ada dua posisi yang ekstrim, yang saling berseberangan mengenai masalah kecemburuan ini. Ada yang beranggapan bahwa cinta harus diikuti atau disertai oleh kecemburuan, kalau tidak aa kecemburuan berarti tidak ada cinta.
GS : Kadarnya kurang, tidak betul-betul mencintai begitu Pak Paul?
PG : Betul, dan adakalanya ini yang dicari-cari, apalagi oleh para pemuda-pemudi yang masih dalam tahap berpacaran. Dia mencari reaksi pacarnya yang dia inginkan untuk cemburu, waktu dia temkan bahwa pacarnya tenang-tenang tidak pernah cemburu, dia mulai meragukan apakah si pacar mencintai dia.
Jadi adakalanya cemburu diidentikkan dengan cinta. Tapi ada lagi pandangan yang berseberangan dari yang mengatakan bahwa cinta itu seharusnya tidak memiliki kecemburuan sama sekali. Jadi kalau menjawab apa yang tadi Pak Gunawan tanyakan, cemburu saya kira memang ada tempatnya, tapi juga bisa menjadi sesuatu yang sangat merusakkan hubungan suami istri.
(2) IR : Kira-kira orang yang cemburu itu memiliki perasaan-perasaan apa dan ciri-ciri orang cemburu itu bagaimana, Pak Paul?
PG : Tadi saya sudah singgung cemburu itu sebetulnya adalah rasa takut kehilangan, bisa ada perasaan marah. Marah baik kepada pasangan kita ataupun orang yang lainnya itu. Kita merasa marah arena kita ini tidak suka kehilangan yang kita senangi dan kita hargai, bisa juga timbul perasaan panik.
Panik karena tiba-tiba kemungkinan pasangan kita itu meninggalkan kita rasanya begitu riil, begitu nyata sehingga menimbulkan rasa panik dalam diri kita. Dan yang ketiga adalah kita merasa tersisihkan, kita tidak penting lagi, kita yang dulu berpikir kita nomor satu dan yang terutama dalam hidup pasangan kita, tiba-tiba tidak menempati posisi seperti itu. Sebab pasangan kita rasanya memberikan perhatian yang cukup besar terhadap orang lain. Jadi kita merasa tersisihkan, tidak lagi yang paling utama dalam hidupnya.
GS : Kalau Pak Paul tadi katakan, ada perasaan marah yang timbul , tapi kadang-kadang saya sulit membedakan apakah saya sedang marah terhadap pasangan saya atau pada orang lain yang akrab itu. Sebenarnya kemarahan itu ditujukan ke mana, Pak Paul?
PG : Biasanya dua-duanya.
GS : Dua-duanya jadi obyek kemarahan kita?
PG : Biasanya begitu, meskipun ada yang tidak mengakui dia marah terhadap orang yang lainnya, dia hanya memarahi pasangannya dan dia berkata kenapa engkau tadi harus meladeni dia, menanggapidia, jadi yang menjadi obyek kemarahan kita adalah pasangan kita.
Tapi sebetulnya terbersit juga kemarahan terhadap orang lain itu, kenapa orang lain itu mengganggu atau mau mencampuri hubungan kita ini. Ada yang lainnya lagi, ia hanya memarahi orang lain tidak memarahi pasangannya. Saya kira sebetulnya dia juga memarahi pasangannya sebab pasangan kita memberikan tanggapan misalnya. Jadi seringkali kemarahan itu biasanya ditujukan kepada dua belah pihak.
GS : Tapi mungkin kepada pasangan karena dia merasa berhak begitu Pak Paul, memarahi pasangannya daripada orang lain atau tidak berani kepada orang lain itu. Tapi terkadang kecemburuan itu juga karena latar belakang kita sendiri. Mungkin dulu pernah pacaran lalu putus, karena ada pihak lain yang mengganggu dan kita tidak terlalu melindungi. Sehingga akibatnya pada waktu sudah menikah kita merasa was-was begitu melihat pasangan kita berbicara atau pergi dengan orang lain, kecurigaan itu muncul Pak Paul.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi pengalaman ditinggal atau dikhianati karena adanya orang ketiga pada masa berpacaran bisa menghantui kita sehingga kita selalu berpikir jangan-jangan peritiwa yang sama terulang kembali, itu bisa terjadi.
Yang lainnya lagi adalah yang berkaitan dengan latar belakang keluarga kita, misalkan kalau kita melihat ayah kita meninggalkan ibu kita dan akhirnya dilukai karena si ayah mengkhianatinya. Saya kira ketakutan bahwa ini terulang pada kita cukup besar sehingga waktu kita berpacaran kita sangat was-was sekali dengan orang ketiga, jangan-jangan pacar saya nanti diambil oleh orang lain sama seperti mama dulu kehilangan papa. Kadang kala terjadi begitu, jadi kecemburuan memang mempunyai banyak akar, salah satunya memang yang berasal dari masa kecil itu.
IR : Kemudian kira-kira respon apa yang dilakukan oleh si pencemburu itu, Pak Paul?
PG : Ada beberapa respon Bu Ida, biasanya yang kita lakukan. Pertama, waktu kita merasa pasangan kita ini mulai memperhatikan orang atau kita merasa cemburu, kita ingin menguasai keadaan yaiu kita mau menguasai pacar kita atau suami kita atau istri kita.
Kita mau melarang dia bergaul, mengobrol dengan orang lain. Jadi kita benar-benar ingin membelenggu pasangan kita agar dia tidak berkesempatan menjalin hubungan dengan orang lain atau terbuka terhadap orang lain. Respon yang kedua, yang biasa kita lakukan juga adalah kita ingin menyingkirkan ancaman dari luar itu, yaitu kita mau menyingkirkan orang lain itu. Kita berkata kepada dia jangan mengganggu pacar saya atau apa, meskipun mungkin dia tidak mengganggu pacar kita. Namun karena ketakutan, kita menghampiri dia dan meminta dia jangan mendekati pasangan kita.
GS : Ada yang mengatakan kecemburuan itu suatu wujud dari egoisme seseorang.
PG : Itu adalah kasus memang, dia tidak bisa mempunyai cinta yang matang, Pak Gunawan. Jadi adakalanya cinta itu tidak terlepas atau tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan. Cinta memang biasana mengandung kebutuhan artinya kita mencintai seseorang karena orang itu memenuhi kebutuhan kita, itu cinta manusiawi.
Saya kira cinta Tuhan, cinta agape adalah cinta yang memberi tanpa pamrih sedikitpun. Tapi cinta manusia, selalu ada unsur pemenuhan kebutuhan. Cinta yang sehat adalah cinta di mana kebutuhannya tidak terlalu besar, sedangkan kerelaan, keinginan untuk memberi jauh lebih besar. Cinta yang tidak sehat adalah kebalikannya, kebutuhannya yang menggunung sedangkan kesediaan dan kemampuan untuk memberi sangat sedikit. Sehingga akhirnya karena dia sangat membutuhkan orang itu untuk memenuhi semua keinginannya atau kebutuhannya, dia sangat takut sekali kehilangan orang itu, jadi yang dia lakukan adalah memang benar-benar seperti burung, dia akan menggunting bulunya, supaya burung itu tidak bisa dan tidak akan pernah terbang.
(3) IR : Jadi juga ada ya Pak Paul, tingkatan, level rasa cemburu itu. Kadang-kadang disebut cemburu biasa, ada pula yang dikatakan cemburu buta itu apa, Pak Paul?
PG : Saya kategorikan cemburu buta sebagai kecemburuan yang tidak ada dasar obyektifnya. Jadi benar-benar menuduh tanpa ada alasan, tanpa ada bukti, tanpa ada hal-hal yang terjadi, namun isihatinya sangat dipenuhi dengan ketakutan bahwa si pacar atau si istri atau si suami ini akan meninggalkannya.
Jadi dia harus mengikuti, dia harus memastikan si pasangan ini tidak melihat orang lain, tidak berbicara dengan orang lain, itu yang saya kategorikan cemburu buta. Otomatis kita bisa simpulkan cemburu buta seperti itu sangatlah tidak sehat, pada masa berpacaran mungkin sekali, orang itu akan tunduk pada kontrol atau kendali si pencemburu. Mungkin adakalanya membuahkan kesenangan pada awal-awalnya, saya sangat dicintai, pacarku itu baik memperhatikan aku, melarangku bergaul dengan orang, dan cemburu mula-mulanya menyenangkan. Saya kira rasa dicemburui menyenamgkan, tapi lama-lama memuakkan, lalu biasanya kita akan berusaha menghindarkan diri dari orang seperti itu dan kalau sudah menikah akibatnya fatal. Akhirnya mencari kesempatan-kesempatan, sembunyi-sembunyi untuk bisa ketemu orang lain.
IR : Apakah orang yang cemburu buta dapat digolongkan sebagai orang yang paranoid?
PG : Mungkin tidak sampai paranoid yang secara klinis, tapi saya bisa katakan kalau misalnya cemburu buta seperti itu ada gangguan dalam masa pertumbuhannya sehingga jiwanya menjadi tidak stbil.
Jiwa yang butuh sekali tongkat atau pegangan agar dia bisa berjalan dengan tegap, dengan lurus. Sebab kalau pasangannya tidak ada, tidak ada lagi yang bisa memenuhi kebutuhannya dan dia akan menjadi hilang keseimbangan. Jadi saya simpulkan memang dia kurang stabil.
(4) GS : Saya pernah melihat kasus yang nyata, seorang istri itu mencemburui suaminya terhadap anaknya yang perempuan, Pak Paul. Itu bisa terjadi, dan saya tidak bisa mengerti hanya karena anak itu begitu akrab dengan ayahnya, maka si istri itu marah-marah terhadap suaminya.
PG : Bagus sekali yang Pak Gunawan tanyakan, karena cemburu itu memang bisa sehat tapi bisa juga tidak sehat. Tapi cemburu dalam kasus di mana misalkan, istri kita itu normal-normal saja tidk cemburuan pada masa sebelumnya, juga tidak mencemburui kita dengan wanita lain dan sekarang tiba-tiba mencemburui kita dengan anak kita sendiri, otomatis cemburu di sini bukan cemburu romantis seperti dengan gadis lain.
Tapi apa yang terjadi sekarang si istri tiba-tiba mencemburui si suami yang seolah-olah lebih memberikan waktu dan perhatian kepada si anak putri. Kesimpulannya adalah si suami bagi si istri tidak lagi cukup memberikan rasa perhatian, rasa mengasihi, rasa mengagumi, rasa melindungi. Karena dia merasa kekurangan maka waktu melihat si suami memberikannya pada orang lain, tidak peduli orang lain itu anaknya sendiri, dia merasa tersinggung dan marah. Sebab ia merasa ini adalah hak saya, saya seharusnyalah yang menerima porsi terbesar dari perhatianmu. Namun sekarang anakku yang menerima porsi terbesar, sehingga bisa timbul rasa cemburu di situ. Si suami di sini, saya duga tidak mau menerima dan marah, kenapa engkau cemburu buta, aku mengasihi anakku, aku memperlakukan dia dengan spesial kenapa engkau yang marah, engkau tidak waras lagi dsb. Jadi saya minta si suami tidak tergesa-gesa melabelkan istrinya itu tidak waras atau apa, sebab butuh perhatian yang besar kepada si istri, dengan catatan memang sebelumnya si istri itu bukanlah seorang pencemburu buta.
GS : Tapi kalau istri itu diberitahu, bahwa dia itu cemburu, dia juga tidak mau mengakui Pak, dia cuma mengatakan tidak pantas masa begitu, anaknya sudah mulai remaja, sudah mulai besar, dia tidak mengaku bahwa dia sedang mencemburui. Dan faktanya seperti itu.
PG : Betul, jadi tindakan yang bijaksana dari si suami sebetulnya adalah tidak mendebatkan persepsi si istri, namun melimpahkan si istri dengan cinta kasih dan perhatian. Sebab dugaan saya dlam kasus di mana si istri bukan pencemburu buta, kalau dia dikasihi dan dia menerima kelimpahan perhatian dari si suami, ia tidak akan cemburu pada anaknya.
IR : Ada seseorang yang mempunyai anak angkat, Pak Paul, dan si istri kadang tidak sadar melayani anak angkat yang masih kecil ya, apakah itu bisa menimbulkan cemburu untuk anaknya sendiri dan untuk suaminya?
PG : Bisa, kalau memang adanya perbedaan perlakuan dulu dan sekarang, karena kehadiran si anak angkat itu. Dalam hal ini diperlukan pengertian dari kedua belah pihak, dari pihak si suami dananak-anak yang lain perlu mengerti bahwa kehadiran anak angkat ini bisa mengurangi waktu yang biasanya diberikan kepada mereka.
Di pihak lain, ibu ini harus peka dengan hal ini dan mungkin perlu berbicara langsung kepada anak-anak lain dan juga suaminya, mengatakan bahwa "aku tetap mencintaimu seperti biasa, kalian tetap adalah orang-orang yang terutama dalam hati saya tapi sekarang kita punya anak angkat, kita semua adalah sebetulnya saudara dan orang tua angkatnya." Jadi ini beban dan tanggung jawab kita bersama untuk mengayominya. Saya kira dengan komunikasi yang terbuka seperti itu mereka bisa memahami.
GS : Ya memang kadang-kadang sulit untuk mengukur bahwa kecemburuan itu positif atau negatif, Pak Paul? Kecemburuan itu pasti ada, kalau kita memang betul-betul mengasihi. Tetapi bagaimana kita membuat supaya jangan terjadi cemburu yang berlebihan, sehingga tidak mengekang kebebasan seseorang yang kita kasihi, sebenarnya sikap apa yang perlu kita lakukan?
PG : Ini memang masalah yang pelik, Pak Gunawan, sebab orang yang dalam keadaan cemburu tidak bisa menerima dikatakan dia cemburu. Dia tidak bisa menerima masukan itu dan dia akan berdalih bhwa seharusnyalah dia cemburu, sebab ada hal-hal yang dia lihat, yang merupakan bukti bahwa pasangannya mulai tidak setia dan lain sebagainya.
Dalam kasus di mana memang pencemburu buta tidak ada, sebab tidak ada masalah tapi terus mencemburui pasangannya. Saya kira si pencemburu itu yang harus mendapatkan bantuan, harus mendapatkan bantuan dari pihak ketiga. Seorang konselor profesional, agar dia lebih memahami dirinya dan kebutuhannya. Si suami tidak bisa diberitahu kamu sudah memperhatikan istri misalnya istri yang pencemburu ya. Biarkan dia itu merasa spesial sebab tidak akan ada habisnya, si pencemburu itu akan terus menuntut perhatian yang eksklusif, jadi tidak realistik dan tidak akan sehat. Jadi saya kira dalam kasus seperti itu perlu adanya orang ketiga yang bisa mengkonseling mereka dengan penuh kasih sayang dan pengertian. Kalau tidak, akhirnya bisa bertambah rusak.
(5) IR : Pak Paul apakah cemburu itu memang seharusnya ada?
PG : Pertanyaan yang bagus ya Bu Ida, saya rasa sebetulnya tidak harus ada, dalam pengertian seharusnya dua-dua itu memang memasuki hubungan pacaran dan hubungan nikah dalam keadaan matang, rtinya mereka sudah menyadari kebutuhan mereka dan mereka mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri, tanpa dibantu oleh pasangannya.
Jadi orang yang matang tidak membebankan kebutuhannya pada pasangannya, dia bisa mencukupinya sendiri. Kedua tidak harus, dalam pengertian dua-duanya seharusnya bisa menjaga perasaan dengan baik dan dua-dua mengerti batas-batas yang boleh, yang harus mereka taati dan tidak boleh mereka lewati. Akibatnya dalam keadaan seperti itu tidak ada lagi rasa cemburu. Jadi memang hubungan yang sehat dan kuat seharusnya tidak lagi melahirkan rasa cemburu.
GS : Ada orang yang memang pencemburu, mencoba membela dirinya dan mengatakan : "Tuhan Allah itu sendiri pencemburu" Dia katakan, Dia cemburu kalau melihat umatNya itu menyembah berhala dan sebagainya. Dan terang-terangan Allah itu mengatakan : Aku itu cemburu, ada tercantum di dalam Alkitab, itu penjelasannya bagaimana Pak Paul?
PG : Tuhan Allah itu sebetulnya pencemburu atau cemburu dalam pengertian Dia menuntut apa yang menjadi hak Dia dan bukannya mengada-ada. Orang Israel bukannya dalam keadaan baik dengan Tuhan menyembah Tuhan lalu Allah itu cemburu, tidak.
Allah itu hanya mencemburui orang Israel karena orang Israel telah berkhianat pada Dia. Hubungan antara umat Israel dengan Tuhan adalah hubungan seperti antara suami dengan istri, seperti raja dengan umatnya, jadi memang Tuhan meminta suatu pengabdian yang total dan eksklusif. Lalu orang-orang Israel berkhianat, menyembah dewa-dewa lain sehingga Tuhan marah. Jadi bagi saya reaksi Tuhan memang reaksi yang seharusnya, karena sudah ada tindakan yang jelas dari orang Israel. Kalau Tuhan melihat orang Israel menyembah dewa lain dan kemudian berkata : "Aku tidak apa-apa, engkau menyembah mereka boleh, menyembahKu ya boleh", saya rasa sungguh aneh jika Tuhan berkata seperti itu. Jadi reaksi marahnya beralasan. Sama dengan hubungan suami istri pula kalau memang si suami misalnya main mata dengan orang lain, seharusnyalah si istri marah dan itulah cemburu yang memang pada tempatnya. Meskipun secara sekaligus kita bisa berkata itu hubungan yang tidak terlalu sehat karena si suami main mata dengan orang lain.
GS : Mungkin Pak Paul mau memberikan nasihat sehubungan dengan firman Tuhan dalam pembicaraan tentang kecemburuan ini.
PG : Saya akan bacakan dari Amsal 11 : 25-26. "Siapa banyak memberi berkat diberi kelimpahan, siapa memberi minum dia sendiri akan diberi minum. Siapa yang menahan gandum ia diktuki orang, tetapi berkat turun di atas orang yang menjual gandum."
Prinsip yang dikatakan oleh firman Tuhan ini adalah bahwa Tuhan memberkati orang yang murah hati, orang yang besar hati. Maka di sini dikatakan orang yang rela memberikan minum, orang yang rela untuk menjual gandumnya, orang yang berbesar hati, orang yang tidak sempit hatinya. Cinta yang sehat adalah cinta yang menghuni hati yang besar, hati yang luas. Ini bukan berarti saya mengatakan siapapun boleh kau cintai, kita ya mencintai, tapi engkau boleh mencintai orang lain, bukan itu yang saya maksud. Tapi hati yang dewasa, hati yang besar, akan berkata kalau engkau mencintaiku, aku akan tahu itu dan kamu akan terus setia kepadaku. Kalau memang kamu tidak mencintaiku, akupun tahu dan aku harus siap menerima fakta itu. Kita bukanlah polisi yang memata-matai pasangan kita, itu tidak sehat, jadi biarkan cinta berkembang dengan natural tanpa paksaan atau manipulasi. Saya sudah melihat kasus di mana suami atau pria yang luar biasa cemburunya, benar-benar memperbudak si pacar atau si istri. Tapi saya juga melihat kasus yang sebaliknya, itu sangatlah tidak sehat.
GS : Jadi memang rasa cemburu itu yang ada pada diri kita, kita harus tahu dan bisa mengendalikannya ya Pak Paul?
PG : Dan tahu sumbernya juga.
GS : Tahu sumbernya, mengapa timbul kecemburuan itu?
PG : Tepat sekali, memang bisa merupakan pertanda akan hubungan kita yang memang kurang sehat lagi.
GS : Tentunya kita semua berharap, hubungan suami istri kita masing-masing itu makin hari makin bertambah sehat khususnya setelah mengikuti program dari TELAGA ini Pak Paul.
Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan sebuah perbincangan seputar masalah kecemburuan suami istri bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Dan kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
PERTANYAAN KASET T 33 A
- Apakah yang dimaksud dengan cemburu?
- Apakah ciri-ciri orang yang cemburu?
- Apa yang dimaksud dengan cemburu buta itu?
- Apa penyebab seorang istri cemburu terhadap anak perempuannya?
- Apakah cemburu itu harus ada?