Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Mega akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Selamat Dari Salah Pilih Jurusan" bagian ke 2. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
MT : Dari dialog yang lalu, Pak Sindu sempat mengangkat satu frasa yang sangat penting, begitu Pak ya, yaitu perspektif kekekalan. Apakah untuk dialog yang sekarang bapak bisa menjelaskan sekali lagi, apa makna dari perspektif kekekalan itu?
SK : Perspektif kekekalan Bu Mega, menjadi satu batu penjuru yang sangat penting untuk dihayati orangtua dan juga ditanamkan orangtua kepada setiap anak-anaknya sejak dini. Dimana ada 3 hal yang terkandung di dalam perspektif kekekalan; yang pertama, aku hidup untuk sebuah panggilan yang bernilai kekal. Ini memberikan fondasi makna hidup karena di zaman sekarang dan sejak dulu apalagi zaman ke depan ada banyak orang yang sukses menurut ukuran dunia, tetapi akhirnya terjerembab karena apa yang dikerjakan tidak memunyai makna bagi dirinya. Maksud saya, dia dengan mudah ganti-ganti profesi dan kebingungan. Karena dia memang membutuhkan makna hidup. Yang kedua, aku hidup untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan dalam segala sesuatu. Ini menciptakan, melandasi sebuah etos hidup, etos kerja, semangat hidup. Yang ketiga yang terkandung di dalam perspektif kekekalan adalah aku mampu mengerjakan bagianku bersama dengan Tuhan. Jadi kita atau anak punya rasa percaya diri yang sehat sehingga apapun yang dipilih ketika mengikuti pilihan tuntunan dari Tuhan akan menjadi berhasil. Tidak akan dipermalukan anak-anak kita karena memunyai rasa percaya diri yang sehat, di antaranya, sebagai bagian dari perspektif kekekalan tadi.
MT : Jadi dengan demikian didalam menentukan arah hidup, di dalam menentukan baik jurusan yang nantinya akan berlangsung untuk mungkin tidak setahun dua tahun tapi untuk jangka waktu yang cukup lama, setiap anak atau setiap siswa SMA yang akan menempuh kuliah ini harus dapat memahami apa yang menjadi panggilannya sesuai dengan apa yang Tuhan rancangkan bagi setiap mereka, begitu ya Pak ?
SK : Iya, memahami panggilannya, yang kedua punya etos aku akan selalu memberikan yang terbaik seperti untuk Tuhan dan ketiga aku mampu mengerjakannya karena Tuhan bersama aku.
MT : Berkaitan dengan jurusan itu sendiri, kalau dari Pak Sindu bagaimana untuk menjelaskan banyaknya jurusan dengan berbagai macam pekerjaan yang saat ini ada, atau mungkin ada pekerjaan yang sangat diminati atau pekerjaan yang kurang diminati, bagaimana kita bisa melihat dari berbagai macam pilihan tersebut dan bisa menentukan pilihan yang tepat.
SK : Dalam hal ini, bu Mega, perlu sekali orangtua terlebih bagi anak remaja atau siswa tersebut memperluas cakrawalanya atau wawasannya tentang dunia profesi, jadi kalau dunia profesi itu bersifat dinamis, apa yang dulu ada sangat mungkin sekian puluh tahun kemudian lenyap dan apa yang dulu tidak ada muncullah profesi yang baru, sejalan dengan perkembangan dunia ilmu, sains atau perkembangan teknologi. Misalnya sekian puluh tahun yang lalu subur profesi tukang ketik, jasa pengetikan skripsi, jasa pengetikan ini dan itu. Sekarang nyaris saya tidak bertemu di papan jalan, di beberapa kota, jasa tukang ketik karena memang sekarang orang sudah memunyai komputer sendiri. Kemudian muncul profesi baru misalnya animator, profesi bergandengan dengan web desainer, perancang laman di dunia maya dengan internet. Dalam hal ini orangtua tidak bisa membakukan ini harus profesi seperti ini. Itu apa profesinya ? Tidak tahu kalian tidak mengerti, tidak boleh seperti itu. Lha itu kekeliruan yang lebih besar, orangtua perlu mau buka telinga, buka mata untuk mengetahui informasi tentang profesi-profesi baru itu atau mungkin yang diminati anak. Anak juga perlu mengecek.
MT : Jadi dengan demikian kita tidak hanya melihat apa yang menjadi kemampuan kita tapi kita juga melihat pasar yang ada. Apa yang saat ini sedang diminati atau sedang ‘booming’ di dunia atau di lingkungan sekitar kita, apakah seperti itu ?
SK : Bisa tapi itu bukan satu-satunya, jadi kita tidak bisa sekadar memilih jurusan dan profesi karena pasar sedang membutuhkan, tetap perlu apakah itu kompatibel, apakah ada kecocokan dengan minat dan kemampuan saya. Berbicara tentang profesi salah satu yang cukup menarik untuk saya dan yang saya sendiri juga tidak cukup tahu misalnya profesi aktuaris, bu Mega pernah mendengar ?
MT : Saya tidak pernah mendengar, baru dengar ini, aktuaris.
SK : Itu cukup menarik, perpaduan namanya ilmunya aktuaria, profesinya aktuaris. Aktuaria adalah perpaduan antara ilmu matematika dan keuangan, jadi aktuaria banyak berhubungan dengan asuransi pembayaran berjangka dan sejenisnya. Ilmu tentang pengelolaan resiko keuangan di masa yang akan datang. Jadi ilmu ini tentang peluang matematika, fisika, keuangan dan pemrograman komputer. Ini menarik dan dikatakan didalam informasi yang saya baca bahwa Indonesia sangat banyak membutuhkan aktuaris dan kalau tidak segera diisi oleh putra-putra Indonesia, akan diisi oleh orang-orang dari luar negeri. Orang-orang yang memang punya bakat, minat kalau bahasa kita yang lalu, cerdas logis matematis misalnya, bisa memertimbangkan profesi ini dengan melihat pada potensi dan minatnya. Ini berarti studinya harus di bidang matematika, S1nya dari MIPA jurusan matematika program studi matematika kemudian dia mengambil sertifikasi sebagai aktuaris.
MT : Cukup menarik ya, Pak jadi dengan perkembangan zaman ternyata ada juga perkembangan profesi, jadi kita tidak boleh hanya melihat satu masa saja mungkin masa hidupnya orangtua, masa hidupnya Oom Tante, kakek nenek tapi kita melihat masa hidupnya anak-anak nantinya. Jadi apakah kalau saya bisa simpulkan anak-anak ini juga diarahkan untuk melihat seperti apa peluang pekerjaan mungkin lima tahun ke depan, begitu Pak ?
SK : Bisa dan bukannya lima tahun, sepuluh, dua puluh, tiga puluh tahun ke depan. Maka saya jadi teringat dengan dialog kita sekarang ini, saya ingat ada seorang ahli marketing di Indonesia yang cukup dikenal, sangat dikenal di Indonesia sampai hari ini, dia bicara kepada anak-anaknya, dia disekolahkan sampai ke luar negeri, "Kamu jangan berharap meneruskan usaha papa di bidang konsultan marketing ini, ayo coba papa ajak kamu ikut konperensinya di Belanda". Ternyata di Belanda ditampakkan bahwa profesi konsultan marketing sekian tahun kemudian akan punah karena dengan digitalisasi orang tidak terlalu butuh lagi, apa-apa bisa dipakai dengan cara digitalisasi. Marketingnya sudah berubah, bentuk pendampingannya juga berubah. Maka sang ayah mendorong anak-anaknya mencari apa passionnya, hasratnya, minatnya. Papa kembangkan itu di luar kotak warisan, nah ini orangtua yang cerdas. Kadang lebih mudah saya menemui orangtua yang mengharuskan meneruskan usaha papa, kamu harus meneruskan usaha ayahmu, menjamin kamu tujuh turunan. Pokoknya kamu tidak ada dalam silsilah keluarga yang di luar profesi tersebut, itu malah sudah menyalahi garisnya Tuhan bahwa setiap anak memunyai panggilan masing-masing dan juga mengunci anak itu yang belum tentu anak itu akan bisa seberhasil orangtuanya karena jaman sudah berubah.
MT : Jadi memang sangat dibutuhkan kebesaran hati orangtua untuk bisa mengarahkan anak-anak, buka mata, buka telinga dengan apa yang sedang terjadi di dunia sekitar kita.
SK : Tepat, sejalan dengan itu anak perlu didorong untuk memunyai aktifitas yang sehat, berinteraksi, bermain sehat, mengembangkan fondasi diri yang sehat secara fisik, psikis, menjelajahi aneka kegiatan sehingga anak mengetahui ini aku suka, ini aku tidak suka, ini aku mampu melakukan dengan baik, yang ini kurang mampu aku lakukan dengan baik. Jadi anak mengenal dirinya sejak TK, SD, SMP, SMA bagian dari pengenalan karier sejak dini.
MT : Dengan demikian kita akan mengerucut pada pemilihan jurusan yang biasanya dilakukan oleh anak-anak SMA. Apakah bapak ada tips-tips yang cukup praktis yang perlu diketahui oleh orangtua atau mungkin praktisi dari pengajar-pengajar di sekolah-sekolah ?
SK : Dalam hal ini saya sangat mendorong, bu Mega, bagi siswa 3 SMP dan 1 SMA sudah mengikuti psikotest atau test psikologi berkenaan dengan bakat, minat dan kemampuan.
MT : Maaf saya potong dulu sebentar, Pak. Psikotest ini hanya untuk SMP, SMA, apakah untuk SD sudah bisa mengikuti psikotest ?
SK : Terlalu dini. Jadi memang kalau yang bersifat test minat, bakat, kemampuan lebih cocok SMA atau jika saya turunkan derajatnya, SMP kelas 3 OK, SMP kelas 1 OK tapi bagi saya terlalu dini. Maka inilah pentingnya tadi yang saya ucapkan sebelumnya, pengenalan karier sejak dini itu sudah perlu dibangun sebelum psikotest. Jadi anak diajak untuk melakukan kegiatan bermacam-macam sehingga ia tahu apa yang ia suka atau tidak suka, apakah dia mampu atau kurang mampu. Ini bagian dari pengenalan diri atau pengenalan karir sejak dini. Jadi psikotest bukan satu-satunya cara untuk mengenal diri. Itu hanyalah salah satu alat bantu. Psikotest pun tidak berdiri tunggal, perlu disertai dengan wawancara atau observasi psikolog atau konselor itu. Terutama orangtua yang seharusnya lebih banyak tahu lagi tentang anaknya. Jadi psikolog, konselor, guru, tim suksesnya orang tua. Jadi porosnya di orangtua dalam mensukseskan anak mengenali diri, panggilannya, profesi yang cocok bagi anak itu.
MT : Tadi bapak katakan bahwa psikotest itu merupakan salah satu alat, apakah ada alat-alat lain yang bisa dipakai ?
SK : Maksud saya, psikotest adalah salah satu alat untuk mengenal diri, cara yang lain yaitu dengan meminta umpan balik orang lain. Menurut kamu, aku bakatnya dimana, menurut kamu, aku bisanya dimana. Disinilah peran guru, guru yang mengitari anak, karena itu orangtua sejak dini perlu rajin komunikasi dengan guru. Saya suka dengan beberapa sekolah yang sudah bagus, mereka ada rapor tengah semester dan rapor akhir semester bukan hanya bicara tentang nilai akademis, tapi bicara tentang potensi-potensi anak. Itu sangat baik, maka orangtua bisa datang ke guru. Menurut ibu atau bapak guru, anak saya seperti apa dalam bersikap, berperilaku, dia tumbuh dalam hal apa, terbatas dalam hal apa, kalau rajin dari semester ke semester, tahun ke tahun, maka peta potensi, peta panggilan hidup, peta profesi yang cocok bagi anak kita sudah ada kisi-kisinya, sudah ada cetak biru yang orangtua bisa bayangkan dalam dirinya. Kembali tentang psikotest itu sebagai salah satu alat bantu, bisa umumnya sekolah-sekolah sekarang pada umumnya di perkotaan sudah umum memakai jasa psikolog untuk memberikan psikotest massal dan silakan pelajari benar, tanyakan kalau perlu ketemu dengan psikolog itu untuk minta pemahaman lebih lanjut, kemudian bisa juga sekarang berkembang lewat dunia digital, dunia maya, bisa coba ketik MBTI singkatan dari Myers-Briggs Type Indicator. Itu salah satu alat bantu untuk mengenali potensi diri, sudah ada yang bersifat gratis dalam bahasa Indonesia, coba kerjakan assessment itu, pertanyaannya dijawab menurut diri kita, nanti akan muncul profilnya kita. Kombinasi 4 huruf nanti akan ada paparannya, karakteristik kepribadiannya dan ada juga profesi yang cocok dengan karakteristik atau tipe kepribadian tersebut. Ada juga yang lain, singkatannya SDS (Self-directing Search) itu sifatnya lebih banyak pertanyaan tapi saya lihat dalam bentuk dollar Amerika dan itu masih tidak terlalu mahal, kita bisa memakai test online ini sebagai alat bantu, bukan sebagai yang bersifat final. Dipercaya sepenuhnya, diterima sebagai pembanding nanti didialogkan orangtua dengan anak atau anak diskusi dengan pembimbingnya. Dia lebih memunyai pengenalan diri yang lebih akurat dari beberapa alat bantu psikotest baik yang di sekolah maupun yang online atau pertemuan dengan seorang psikolog, konselor yang mendalami bidang bimbingan karir. Ini menjadi fondasi yang perlu.
MT : Kalau menurut bapak, apakah ketika kita menjalani sebuah test idealnya berapa macam test ? Apakah dua sudah cukup atau makin banyak makin baik ? Atau bagaimana ?
SK : Kalau secara ideal tidak ada. Lebih bersifat kalau dari pertanyaan bu Mega mungkin cukup dua. Intinya waktu kita mengerjakan dalam posisi kita sehat jadi konsentrasi, fit sehingga kita bisa fokus menjawab dengan penuh pemahaman dan juga yang lain bahwa kita menjawabnya apa adanya; maksudnya "Aku bukan seperti itu, tapi ingin seperti itu" ini sudah pasti salah jawabannya. Kembali dari hasil psikotest itu nanti akan memunculkan daftar profesi. Daftarkan itu, daftarkan profesi-profesi yang direkomendasikan dari hasil psikotest atau hasil assessment. Yang ketiga telusuri profesi-profesi itu secara sedekat mungkin misalnya carilah pelaku-pelaku profesi misalnya sosiolog, antropolog, akuntan, dokter, pebisnis. Coba cari pelaku-pelakunya, orangnya minta ijin bolehkah berkenalan karena saya tertarik dengan profesi bapak atau ibu. Bolehkah minta waktu 1 jam, cerita pengalaman suka dukanya dengan profesi ini. Senang atau susahnya, sambil didalamnya kalau waktu butuh kuliah sebaiknya kuliah jurusan apa, program studi apa atau mungkin ada rekomendasi di Perguruan Tinggi mana, di kota mana. Atau menelusuri profesi ini bisa dilakukan menemui mahasiswa yang kuliah di bidang itu, terutama yang sudah tahun ketiga atau tahun keempat. Kira-kira kuliah itu suka dukanya apa. Dan nanti arahnya profesi seperti apa, yang ketiga untuk menelusuri profesi kita juga bisa mengecek dari laman prodi, webnya program studi. Mata kuliahnya, rinciannya, profesi yang bisa dipilih setelah kuliah di jurusan itu. Jadi dengan begini, prinsipnya hindari "beli kucing dalam karung". Makin cermat dan makin riil akan makin presisi keputusan karir kita. Artinya makin kita cermat mengenali lewat berbagai psikotest, assessment, umpan balik dari orang lain, makin cermat dan makin nyata, kita ketemu orang-orang berprofesi itu, suka dukanya kalau perlu 1 minggu hidup bersama orang itu untuk mengetahui sepak terjangnya waktu harus lembur, senangnya seperti apa sehingga bisa masuk frekwensi nada dari depannya maka akhirnya keputusan kita makin tepat, akhirnya setelah kita mengambil keputusan kita ambil di bidang itu, kita merasa tepat, tidak merasa putus asa ketika kita menghadapi kesulitan kuliah. Ketika kita menghadapi persaingan pasar kerja, kita masuki dengan kemantapan. Karena kita sudah memersiapkan diri dengan berbagai hal. Ibaratnya ada garis lurus dari sejak lulus SMA, kuliah sampai profesi sampai sekian tahun itu garisnya semakin tajam. Itulah kematangan karier atau bahasa Inggrisnya "career maturity". Kalau saya sebutkan kemungkinan skala orang Indonesia rendah, skala kematangan kariernya, jauh lebih mudah ketemu orang yang di bidang ini dan profesinya kemungkinan yang tidak nyambung, berbeda, kontras.
MT : Kalau saya perhatikan penjelasan bapak ini, berarti untuk kita memilih jurusan bahkan sampai matang di dalam karir yang akan kita pilih nantinya itu membutuhkan perjalanan yang cukup panjang, tidak bisa sebulan dua bulan. Kapan sebaiknya anak-anak ini mulai benar-benar memikirkan, bukan seperti nantilah ‘kan masih lama, nantilah. Menurut bapak kira-kira di usia berapa atau di jenjang kelas berapa anak-anak ini sebaiknya sudah mulai memikirkan dan mulai mengambil langkah-langkah riil didalam memutuskan jurusan dan karier apa yang akan mereka tempuh?
SK : Secara fondasi, masa TK dan SD orangtua dan sekolah sudah perlu memperkenalkan berbagai profesi. Saya suka ada istilah beberapa sekolah "career day" dimana orangtua murid diundang untuk sharing selama 15 menit sesuai dengan profesinya atau anak dibawa ke pemadam kebakaran, dibawa kemana kemana, ketemu situasinya, karir orang itu cerita di lapangannya. Seperti ini jadi petugas pemadam kebakaran. Kalau dari sisi waktu kritis itu yang saya katakan 3 SMP atau 1 SMA sudah mengerjakan ini. Ikuti psikotest kemudian sempitkan pilihan profesinya apa kemudian telusuri profesi itu sedekat mungkin supaya tidak membeli "kucing dalam karung". Itu akan baik 3 SMP dan 1 SMA sudah dilakukan karena kuliah jaman sekarang, kelas 3 semester awal sudah mendaftar. Lebih baik waktu SMP kelas 3 atau SMA kelas 1 sudah memunyai ketajaman dalam keputusan karirnya.
MT : Kalau dari saya sharing sedikit, dari beberapa orang yang saya temui bahkan kelas 3 SMA ketika ditanya "Nanti mau kuliah apa ?" Jawabnya itu tidak tahu, itu banyak sekali anak-anak kelas 3 SMA masih tidak tahu potensinya apa, keinginannya apa, kira-kira mau pilih karier seperti apa ? Kalau menurut bapak kalau misalnya sampai anak kelas 3 SMA bahkan menjelang akhir dia tidak tahu mau memilih apa, saran bapak apa ?
SK : Untuk bagian yang terakhir saya lebih berani sarankan, setelah lulus SMA stop dulu setahun, jangan memaksakan diri kuliah dari pada dikatakan pengangguran, lebih baik ibaratnya mundur 2 langkah untuk maju 3 langkah dalam artian tidak bergegas-gegas daripada setelah 1 semester, lho aku kok tidak sreg ya, aku berhenti ya, pindah jurusan, pindah Perguruan Tinggi, lho uang sekian juta atau sekian puluh juta ! Jauh lebih baik berhenti setahun, ikuti pembimbingan, ikuti misalnya juga memfasihkan bahasa asing, kalau bahasa Inggrisnya kurang tidak apa-apa les bahasa Inggris atau les-les tertentu yang kira-kira memberi nilai tambah sambil seperti tadi, saya usul ikut bimbingan karier dengan seorang psikolog, konselor dan orang-orang yang mendalami bidang seperti ini supaya lebih baik lambat 1 tahun tapi panah itu melesat tajam tidak miring kanan dan miring kiri.
MT Jadi intinya keputusan itu harus dibuat secara matang, tidak sembarangan dan tidak karena waktu, begitu ya, Pak ?
SK : Tepat, maka dalam hal ini juga ibu Mega saya teguhkan kembali didalam pergulatan ini jangan lupa kita tetap dalam koridor perspektif kekekalan, bahwa profesi bukan semata-mata aku ingin kaya raya, aku ingin mapan, maaf kalau kita lakukan itu kegagalan mungkin kita bereaksi secara profesi tapi karena tidak melibatkan Tuhan maka akan ada kekosongan makna hidup, kekosongan makna hidup akan membuat kita mudah jatuh ke berbagai-bagai pencobaan dan dosa dan hidup kita akan runyam, maka penting dalam keputusan ini kita kenali dimana letak pergumulan rohani, dimana letak Tuhan, dimana letak pelayanan, dimana letak kekekalan dalam rencana studi dan karier, itu perlu kita ikut sertakan bawa dalam doa, minta pimpinan Tuhan.
MT : Berarti kesimpulannya adalah selain melihat potensi diri, selain memersiapkan diri dan mengambil keputusan yang matang, tetap Tuhan tidak boleh dilepaskan, ya Pak. Harus menjadi batu penjuru dalam setiap keputusan-keputusan yang akan kita ambil nantinya. Saya ada pertanyaan tambahan, Pak, ketika anak-anak ini nantinya sudah masuk ke dalam kehidupan perkuliahan. Bapak sebagai seorang praktisi dari remaja-remaja yang sedang memersiapkan kariernya, apakah ada tips-tips yang bisa diberikan bagi para mahasiswa, baik yang masih awal, tengah maupun yang sudah mahasiswa akhir ketika mereka menempuh studinya itu ?
SK : Sangat penting, bu Mega selama masa studi di Perguruan Tinggi untuk aktif berorganisasi, untuk magang, jangan hanya fokus dunia akademis ibaratnya sekarang sudah akrab dengan istilah "soft skills", jadi keterampilan yang berhubungan dengan orang lain, mengatur diri, kemampuan berpikir, kemampuan belajar, kemampuan untuk berintegritas beradaptasi, berkomunikasi, memimpin, mengambil keputusan, memecahkan masalah, menolak konflik karena memang sukses dunia kerja 20% berpotensi "hard skills", kemampuan teknis dari ilmu atau profesi itu, tapi 80% itu adalah "soft skills", kemampuan dalam berelasi dengan orang lain dan berelasi dengan diri sendiri. Silakan dikembangkan kemampuan "soft skills" selama kuliah plus bahasa asing. Bahasa Inggris minimal, bahkan kalau bisa bahasa-bahasa yang lain karena kita sedang dan makin akan memasuki pasar bebas Asia, pasar bebas dunia, dimana orang dari berbagai negara bisa masuk ke Indonesia dan kita pun bisa masuk ke negara-negara lain asal kita punya kemampuan berbahasa.
MT : Jadi intinya jangan hanya terpaku kepada satu bidang saja seperti subjek yang sedang ditekuni, melainkan mengembangkan diri, itu juga harus dilakukan oleh setiap siswa dan juga mahasiswa.
SK : Tepat.
MT : Ok, Pak untuk penutup apakah bisa ada ayat Firman Tuhan yang dibagikan kepada para pendengar dalam mendampingi anak-anak maupun anak-anak ini sendiri dalam nantinya memilih jurusan-jurusan maupun karier yang akan mereka tempuh nantinya.
SK : Amsal 15:22, "Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan tetapi terlaksana kalau ada penasehat banyak". Betapa pentingnya kita punya timses, tim sukses. Mari ikut sertakan orangtua, ikut sertakan guru, konselor atau psikolog, orang-orang di sekitar kita lewat doa, umpan balik, saran maupun lewat masukan-masukan, kisah-kisah hidup sehingga keputusan kita, rencana kita matang dan menuai keberhasilan.
MT : Terima kasih banyak, Pak Sindu untuk apa yang telah dibagikan pada dialog kali ini sekiranya boleh memberkati pendengar dimana pun pendengar berada. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Ev. Sindunata Kurniawan, MK dengan acara TELAGA (TEgur sapa gembaLA keluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Selamat dari Salah Pilih Jurusan" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang atau Anda dapat mengirimkan email ke telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio, kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda. Sampai jumpa dalam acara Telaga yang akan datang.