Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Mega kali ini didampingi dengan Ibu Carolina Soputri, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Selamat Dari Salah Pilih Jurusan". Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
MT : Pak Sindu, ketika saya membaca judul dari topik kita kali ini saya merasa bahwa topik ini sangat-sangat menarik sebab judulnya adalah "Selamat Dari Salah Pilih Jurusan". Jika ada kata ‘selamat’ berarti ada kemungkinan bisa tidak selamat ya Pak di dalam salah memilih jurusan itu? Kalau saya tidak salah mengerti jurusan yang dimaksud adalah jurusan untuk kuliah, begitu ya Pak; untuk mereka setelah lulus SMA ?
SK : Betul Bu Mega dan Bu Carolina. Inilah situasi nyata yang saya temukan sekian puluh tahun yang lalu bahkan sampai hari ini dan sangat mungkin juga ke depan, kita masih cukup mudah menemui pelajar-pelajar SMA yang masih gamang dalam menentukan pilihan setelah SMA mau kemana. Sebagian karena kurang mengenal diri, sebagian karena orang tua yang cenderung memaksakan diri. Sehingga akhirnya mereka salah pilih jurusan, pelajar-pelajar ini setelah lulus SMA dan itu bisa berakibat fatal.
MT : Jadi apakah menurut Pak Sindu, ketika anak-anak atau siswa ini memilih jurusan itu orang tua memiliki peran yang besar atau bagaimana ya, Pak ?
SK : Betul. Jadi rupanya memang dalam kultur kita di Indonesia yang patriarkhal dimana ayah masih dominan didalam keputusan seorang anak remaja; jadi cukup banyak orang tua yang lebih mudah mendikte anaknya didalam menentukan jurusan ataupun bahkan pekerjaan, profesi yang akan ditekuni anak itu kemudian.
MT : Jadi biasanya atau mungkin orang tuanya yang dokter minta anaknya untuk menjadi dokter. Kalau orang tua guru menginginkan anaknya untuk menjadi guru; apakah seperti itu yang dimaksud ?
SK : Iya memang demikian. Jadi rupanya orang tua itu sudah punya batasan definisi tentang apa itu sukses dan bagaimana cara untuk mencapai sukses itu. Jadi batasan itu, batasan yang sayangnya cukup sempit. Sehingga ini yang memberi ruang gerak anaknya menjadi juga sempit didalam menentukan pilihan yang tepat.
MT : Apakah kalau dari pengalaman bapak, apakah pernah mungkin menemui klien-klien dari remaja-remaja tersebut, remaja SMA tersebut yang ketika mereka menuruti keinginan orangtua, mereka sebetulnya mau atau sebetulnya terpaksa, Pak ? Bagaimana dengan pengalaman Bapak sendiri ?
SK : Sebagian mereka, anak-anak remaja ini memang gamang kurang mengenal diri, sehingga lebih mudah mereka untuk didikte oleh orang tuanya. Sebagian memang ada satu dua situasi remaja atau siswa SMA ini gigih pada pilihannya dan akhirnya orangtua mengalah.
CS : Pak, kalau misalnya ada orangtua berkelit dan berargumentasi seperti ini; "Sanggup nanti anak saya jika memilih jurusan yang dia minati bisa membeli mobil, membeli rumah dengan kemampuannya sendiri?", sedangkan pilihan profesinya itu dianggap oleh orangtua kurang mampu mencapai yang baik.
SK : Iya. Saya jawab tetap ada kemungkinan. Karena saya boleh melihat pada firman Tuhan di dalam Amsal 10:4, "Tangan yang lamban membuat miskin tetapi tangan orang yang rajin menjadikan kaya." Kemudian ada juga dari Amsal 10:22, "Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya". Dari kedua firman Tuhan ini, maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa kecukupan, kemapanan secara ekonomi itu produk dari orang yang rajin dan produk dari berkat Tuhan. Jadi bukan bergantung semata kepada jurusannya apa, profesinya apa. Tapi yang lebih penting etos; hidup etos, kerjanya rajin, bertanggung jawab, kreatif dan juga mengandalkan Tuhan. Meminta berkat Tuhan. Itulah yang membuat berhasil dalam profesi termasuk di dalam kehidupan ekonomi yang layak.
CS : Jadi prinsip firman Tuhan ini sangat penting diperhatikan oleh para orang tua dalam membimbing anak-anak untuk memilih jurusan ?
SK : Betul, maka dalam hal ini saya sangat melihat titik penting bagaimana menolong anak-anak kita selamat dari salah pilih jurusan; yaitu orang tua sendiri perlu menghayati dan perlu menanamkan pada anak-anak mereka sejak usia dini perspektif kekekalan.
CS : Apa yang dimaksud perspektif kekekalan tersebut ?
SK Bahwa hidup bukan sekadar soal kesementaraan di dunia. Setelah kematian fisik ada kekekalan yang dimasuki; entah itu di surga, entah itu di neraka. Maka tidak heran Tuhan Yesus di Matius 16:26 mengatakan, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?". Jadi itu yang perlu dimiliki, dihayati orang tua, hidup bukan sekadar bekerja, mapan, selesai. Tidak! Itu hanyalah sekelumit dari kehidupan. Ada kekekalan yang akan dimasuki. Dan kekekalan itu juga bukan hanya berhenti, apakah saya masuk surga? Karena firman Tuhan mengingatkan bagi setiap kita yang telah menerima anugerah keselamatan, kita dipanggil untuk menabur kekekalan dalam kesementaraan hidup di dunia. Yaitu bagi kita dipanggil oleh Tuhan untuk setia hingga garis akhir mengakhiri pertandingan iman dengan baik dan kita akan menerima mahkota kebenaran. Sebagaimana yang dinyatakan dalam 2Timotius 4:8. Jadi maksud saya dengan cara pandang perspektif kekekalan ini maka kita akan melihat hidup itu adalah sebuah karunia dan kesempatan yang Tuhan berikan yang nantinya kita akan perlu pertanggung jawabkan di akhir hidup ini. Maka poinnya adalah didalam perspektif kekekalan ini, orang tua perlu menghayati dan orang tua juga menanamkan kepada anak-anaknya; awalilah dengan Tuhan! Tujukan untuk kemuliaan Tuhan dan jalani bersama dengan Tuhan.
CS : Dengan demikian bisa dikatakan bahwa orang tua itu sebagai wakilnya Tuhan, Pak, dalam mendidik anak ?
SK : Tepat yang disampaikan Ibu Carolina. Jadi ukuran sukses, itu perlu melihat dari suksesnya Tuhan. Bahwa Tuhan memang menciptakan kita makhluk kekal. Dan dimana kita akan mempertanggungjawabkan di akhir kesementaraan kita di dunia ini. Ini yang orangtua lebih mudah lalai, saya melihat, yang dikiranya ialah mapan ekonomi sehat walafiat turun temurun. Tapi bagaimana setelah kematian? Ada tidak hubungannya dengan karier, profesi jurusan anak, masa depan anak dengan setelah kematiannya? Apa artinya sukses menurut ukuran dunia, tapi akhirnya di dalam pengadilan terakhir kita gagal. Kita tidak dikenal Tuhan. Kita tidak mendapatkan posisi puncak yaitu mahkota kebenaran. Kalau bahasa sekarang, "Kasihan deh". Terlalu bersusah payah tapi ternyata kita investasinya jangka pendek, bukan jangka panjang yaitu kehidupan setelah kematian.
MT : Jadi kalau saya bisa ringkas begitu ya Pak, ketika orang tua memiliki seorang anak maka tugas orang tua adalah untuk menolong anak-anak itu untuk menemukan apa sebenarnya yang menjadi kehendak Tuhan di dalam hidup mereka, begitu Pak ?
SK : Tepat.
MT : Sehingga dengan demikian mungkin anak-anak ini bisa memenuhi tujuan dan panggilan khusus yang telah Tuhan berikan kepada setiap mereka?
SK : Tepat, Bu Mega. Akhirnya orang tua perlu melihat dalam Injil Matius 25:21, di dalam perikop itu Tuhan Yesus mengingatkan ".. hidup adalah sebuah pertanggungjawaban" dimana orang tua sendiri dimintai pertanggung jawaban. Setiap anak yang Tuhan karuniakan dalam pernikahannya, Tuhan menuntut apakah anak-anak ini dididik menurut cara dan tujuan Tuhan. Kalau orang tua setia maka dia akan menerima komentar sebagaimana di dalam Matius 25:21, "baik sekali perbuatanmu hai hambaku yang baik dan setia"; "Hai orang tua yang baik dan setia. Engkau orang tua telah setia dalam perkara mendidik anak-anak yang Aku percayakan menurut cara-Ku menurut tujuan-Ku, maka Aku Tuhanmu akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu di surga". Jadi orang perlu melihat bahwa hidup anak-anak mereka milik Tuhan dan harus dirancang bagaimana mencapai tujuannya Tuhan seperti yang tadi Bu Mega paparkan.
MT : Jika demikian Pak, bagaimana orang tua ini bisa menemukan seperti apa rancangan Tuhan bagi setiap masing-masing pribadi dari anak-anak ini ?
SK : Di dalam hal ini, ini bukan seperti dunia misteri, Ibu Mega. Tetapi Tuhan ketika memanggil, memberi panggilan-panggilan khusus, Tuhan juga sudah memberi modal-modal khusus dalam diri setiap kita, termasuk anak-anak kita. Ada berbagai pendekatan yang bisa kita lihat, intinya mengenali minat, bakat, kemampuan anak. Termasuk dalam hal ini, saya ingin berbagi salah satu pendekatan yaitu melihat anak dari sisi kecerdasan majemuk.
MT : Bagaimana Pak, kecerdasan majemuk ? Jadi maksudnya kecerdasan itu ada bermacam-macam ya ?
SK : Jadi ada seorang ahli yang bernama Howard Gardner, beliau sekian puluh tahun lalu sudah mengeluarkan gagasan ini. Kemudian gagasan ini ditambahkan oleh orang lain, jadi saya mengambil dari rangkuman beberapa orang ini. Ada 9 kecerdasan majemuk; yang pertama, cerdas logis matematis. Kedua, cerdas bahasa. Ketiga, cerdas musik. Keempat, cerdas sosial. Kelima, cerdas diri. Keenam, cerdas tubuh. Ketujuh, cerdas ruang. Kedelapan, cerdas alam. Kesembilan, cerdas eksistensial.
CS : Ini pemahaman yang sangat bagus untuk orang tua untuk mengenali kecerdasan-kecerdasan yang menolong anak untuk bisa menemukan tujuan dan panggilan yang Tuhan rancangkan. Mau tanya Pak, kalau misalnya kecerdasan ini ada sekitar 9 dan kalau seorang anak, apakah itu harus memiliki minimal satu atau mungkin bisa beberapa kombinasi kecerdasan ?
SK : Jadi yang menarik dari pandangan tentang kecerdasan majemuk ini atau bahasa Inggrisnya multiple intelligences bahwa setiap anak, setiap manusia itu pada dasarnya cerdas. Jadi pertanyaannya bukan seberapakah cerdasnya kamu dan saya atau seberapakah tinggi IQ kamu dan IQ saya. Tetapi seberapa banyak, ‘how much’, seberapa banyak kecerdasan yang kamu dan saya miliki. Jadi kalau boleh saya sedikit jelaskan, cerdas logis matematis itu sudah kita familiar sekali, akrab tentang kemampuan analitis, sistematis yang seringkali dikaitkan dengan nalar eksakta yang seringkali muncul dalam tes-tes IQ logis matematis. Yang kedua cerdas bahasa. Jadi kemampuan anak tersebut untuk cepat memelajari bahasa. Kadang kita bertemu orang yang ada di suatu tempat dalam jarak 2 bulan sudah memiliki logat, kosakata persis dengan bahasa daerah, di tempat tersebut misalnya. Jadi dia cepat. Yang ketiga cerdas musik. Ini kepekaan musikal, kita juga lebih akrab akan hal ini. Yang keempat cerdas sosial. Jadi kemampuan untuk cepat berempati, memahami orang lain, berkomunikasi, memenangkan hati orang lain, negosiasi konflik, kemampuan mengumpulkan teman-teman. Ini cerdas sosial, jadi cerdas interpersonal. Kelima cerdas diri, atau bahasa lainnya cerdas intrapersonal; kemampuan untuk menganalisis dan memahami diri. Peka dengan perasaannya, gemar introspeksi, sehingga dia memunyai sikap yang cenderung independen kuat.
MT : Pak, tadi berarti sudah dijelaskan ada 5 macam kecerdasan Pak; cerdas logis, cerdas bahasa, cerdas musik, cerdas sosial dan juga cerdas diri. Mungkin bisa dijelaskan juga kira-kira profesinya seperti apa ya, Pak. Jadi nanti pendengar bisa lebih jelas dari kecerdasan-kecerdasan ini contoh nyatanya apa, contoh riil-nya seperti apa kira-kira ?
SK : Pertanyaan yang baik, Bu Mega. Jadi kalau cerdas logis matematis intinya modalnya dia cukup kuat dalam hal kemampuan bernalar dan berpikir secara logis analitis. Maka intinya bidang-bidang apapun, baik itu yang managerial, bidang-bidang pengambilan keputusan, kaitannya juga sebagai ilmuwan, dosen. Jadi cukup luas cakupannya. Yang kedua cerdas bahasa. Intinya berarti menggunakan kemampuan bahasanya ini sebagai apapun; dari penerjemah sampai menjadi komunikator. Dan ini bisa dikombinasikan dengan berbagai profesi. Ketiga cerdas musik; tentunya kita cukup mudah menemukannya. Intinya berkaitan dengan dunia musik. Yang keempat cerdas sosial, ini juga kaitannya dengan perjumpaan dengan orang lain. Kerja tim, pemimpin tim, marketing, bagian promosi, ataupun hal-hal yang intinya kerja-kerja sosial dimana dia butuh bekerjasama dengan banyak orang, mengkoordinasi banyak orang. Kelima cerdas diri, ini kecenderungannya, karena sikap independen yang kuat, dia bisa jadi peneliti, filsuf atau pencipta.
CS : Ini contoh yang sangat konkret Pak, yang bisa membuat gambaran yang cukup jelas buat orang tua yang mendengarkan. Selanjutnya untuk 4 kecerdasan berikutnya; cerdas tubuh, ruang, alam, dan eksistensial seperti apa, Pak?
SK : Jadi Bu Carolina, kalau untuk cerdas tubuh itu berkaitan dengan kinestetik. Jadi karena keluwesan tubuh bisa menjadi seperti olahragawan pilihannya atlet, bisa juga menjadi penari karena gerak tubuhnya itu luwes, gemulai; artinya lentur. Bisa dunia olahraga bisa dunia dengan seni peran atau seni tari, Kemudian cerdas ruang, ini berpikir spasial. Jadi kemampuan untuk berpikir 3 dimensi. Jadi ini gradasi, tekstur, pembayangan ruang, maka ini cocok misalnya yang paling tipikal dunia arsitek di antaranya, dan juga dunia-dunia penataan mungkin desain interior, eksterior. Ataupun hal-hal yang berkaitan dengan seni, juga bisa, karena berpikir ‘ruangnya’ kuat yaitu spasial. Cerdas alam, ini naturalistik. Jadi dia memunyai kepekaan untuk membaca gejala alam; "Wah ini mau hujan. Ini kok seperti ini? Ini sepertinya akan muncul angin badai." Atau dia juga gemar ke alam bebas, panjat tebing, panjat gunung, meneliti bebatuan arkeologi, atau kaitannya dengan binatang dan tumbuhan dia menikmati seakan bisa berkomunikasi dengan binatang dan tumbuhan tersebut. Maka pilihannya menjadi ahli biologi, botanis, zoologis, astronomi, pendaki gunung, dokter hewan atau bidang geologi. Yang terakhir cerdas eksistensial itu dikaitkan dengan kepekaan dan minat yang kuat anak tersebut tentang hal-hal kekekalan; tentang hidup ini dengan Tuhan. Jadi kalau bahasa lain bisa disebut cerdas spiritual. Jadi sejak kecil punya minat tentang hal-hal yang bersifat dunia abstrak, dunia kekekalan di luar manusia alam ini; "Di luar alam ini ada apa?". Ini bisa menjadi seorang teolog, rohaniwan, menjadi seorang filsuf, di antaranya demikian.
CS : Dari penjelasan yang diberikan Pak Sindu, sangat memberkati. Jadi makin melihat Tuhan menganugerahkan banyak kecerdasan bagi manusia, ya Pak?
SK : Iya.
CS : Pertanyaan berikutnya Pak, untuk menolong anak-anak sejak dini memahami kecerdasan mereka, kira-kira apa dan mungkin kapan orang tua bisa menolong, sejak kapan ?
SK : Sejak dini, Bu Carolina. Bahwa orang tua perlu mendeteksi dan memberikan fasilitas yang kondusif, subur untuk minat dan kecerdasan anak itu tergali, ataupun terasah. Jadi anak jangan diberikan game elektronik, jangan berikan handphone, komputer di masa-masa 10 tahun pertama. Bawa dia untuk ke alam bebas, berinteraksi dengan anak-anak lain, bermain dengan benda-benda konkret, dan perkenalkan berbagai hal. Sehingga dia punya kekayaan, penggalian, pengalaman-pengalaman inderawi. Sehingga akhirnya orangtua bisa mendeteksi mana yang disukai, mana yang cukup kuat dalam diri anak tersebut. Termasuk bisa mulai mengarah untuk mengikuti sanggar, les privat, ataupun kegiatan-kegiatan ‘ekskul’ (ekstrakurikuler) sekolah. Maka orangtua juga perlu kerjasama dengan guru sekolah banyak bertanya, meminta umpan balik di sekitar anak-anak itu apa yang menonjol, apa yang disukai. Dari sinilah orang tua meletakkan fondasi sekaligus menjadi semacam penjaring kecerdasan bakat kekhususan anak-anaknya.
CS : Pendeteksian ini sangat menolong anak supaya selamat dari salah pilih jurusan ya, Pak?
SK : Betul, tepat Bu Carolina. Berbicara pilih jurusan jangan menunggu waktu SMA. Mulai sejak anak balita. Itu sudah diberi ruang yang kondusif. Jadi ada tahapannya bahwa bahasa teknisnya itu berbicara tentang kematangan keputusan karir, atau kematangan karir itu bertahap. Fondasinya dari balita, masa SD, masa SMP, masa SMA dan seterusnya. Dari orang tua sudah pro aktif mengerjakan bagiannya maka nantinya orang tua tidak kesulitan untuk mengenali anak-anak ini kemana; apa yang Tuhan sudah taruh di dalam diri anak itu. Dan anak itu sendiri tidak gamang karena dia sudah mengeksplorasi banyak hal dan menerima umpan balik dari orang-orang sekitarnya terutama orang tua; "Oh iya kamu bagus ini. Untuk hal ini kamu rajin tapi tidak menonjol ya?". Itu bagian-bagian penting yang orang tua perlu kerjakan.
MT : Saya melihat dengan 9 kecerdasan ini sebetulnya Tuhan sudah memberikan banyak sekali hal-hal atau talenta-talenta yang diberikan kepada setiap masing-masing pribadi. Cuma karena saya sendiri orang tua, kalau misalnya anak saya kelihatan cerdas matematis, saya pasti bangga. Tapi kalau kelihatan anak saya cerdas tubuh, misalnya pintar olahraga, pintar menari, mungkin saya membayangkan apakah dari pendengar juga memiliki pemikiran yang sama dengan saya; "Yah, cuma menari, kok tidak pintar matematika, kok tidak pintar kimia". Jadi saya kembali yang tadi bapak jelaskan apa yang menjadi panggilan Tuhan, dibutuhkan kebesaran hati orangtua untuk bisa menerima apa yang sebenarnya yang Tuhan taruh di dalam diri setiap anak-anak ini ?
SK : Betul. Kita secara alamiah ada pengkastaan, seperti yang Bu Mega paparkan. Dan itu gambaran masyarakat kita pada umumnya, pengkastaan, pengkelasan, ini yang level superior unggulan. Dan ini pekerjaan profesi ini level secukupnya, yang ini level bawah yang tidak berharga secara status sosial ekonomi misalnya. Ini yang memang dalam hal ini kita orangtua perlu kembali memiliki perspektif kekekalan. Bahwa ini bukan sekadar, jangan berhenti pada paradigma perspektif dunia yang tidak mengenal Allah, yang menghakimi orang berdasarkan ukuran-ukuran materialisme. Mari lihat dari segi kekekalan. Maka dalam hal ini perlulah paling penting juga sejalan dengan perspektif kekekalan miliki etos hidup, etos kerja yaitu selalu memberi yang terbaik bagi Tuhan. Karena hidup adalah sebuah pertanggung jawaban. Jadi apapun yang dilakukan berikan yang terbaik untuk Tuhan, seperti yang dinyatakan dalam Kolose 3:23, "Apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia". Jadi di dalam hal ini, ketika orang tua menghayati dan menanamkan kepada anaknya etos hidup, etos kerja yang demikian yaitu gigih, pantang menyerah, kreatif, bertanggungjawab, dapat dipercayai, maka apapun yang akan dikerjakan anak, profesi apapun, itu akan berhasil. Jadi jangan kita membatasi menurut pengalaman kita orang tua; "Papa mama, ayah ibu sudah makan ‘asam garam’ kehidupan". Iya, puluhan tahun mengalami tapi jangan lupa, hidup itu dinamis, jaman itu bergerak. Apa yang dulu kita anggap tidak berhasil secara sosial ekonomi, masih mungkin untuk berhasil di era anak kita. Dan yang paling utama adalah kerja keras, bertanggungjawab, memberi yang terbaik, seperti untuk Tuhan. Maka tangan orang yang rajin akan membuat berhasil. Berkat Tuhanlah yang membuat seseorang kaya ataupun berkecukupan.
MT : Jadi secara singkat orang tua dapat menghayati perspektif kekekalan dan juga belajar untuk bisa menanamkannya pada anak-anak sejak dini, sehingga dengan demikian di dalam diri anak-anak ini juga akan muncul bahwa mereka hidup untuk sebuah panggilan yang bernilai kekal. Jadi mereka bisa mengenal makna hidupnya. Kemudian mereka juga memiliki etos hidup, yaitu memberikan kerja yang terbaik bagi Tuhan. Dan yang terakhir mereka juga bisa mengerjakan bagiannya bersama-sama dengan Tuhan. Itu adalah tugas orang tua yang juga bekerjasama dengan anak-anak.
SK : Iya. Saya setuju dengan yang disampaikan Bu Mega. Jadi poin yang ketiga Bu Mega sampaikan, bahwa penting anak itu ditumbuhkan rasa percaya diri yang sehat. Anak sering di apresiasi secara positif untuk tiap usaha dan pencapaiannya sekecil apa pun. Sehingga anak punya penghargaan diri yang sehat. Sehingga dia punya sebuah keyakinan, "Aku mampu mengerjakan bagianku bersama dengan Tuhan". Maka dengan demikian, apa yang dikerjakan anak tidak berhenti kepada jurusannya, menurut orangtua semata. Tetapi memilih jurusan yang sesuai dengan apa yang Tuhan mau. Dan karena dia punya etos, punya keyakinan diri maka dalam anugerah Tuhan akan, pasti berhasil memberkati anak itu, memberkati orang tua, memberkati dunia ini. Sebagaimana Tuhan maksudkan bagi setiap anak dan kita memberkati dunia dengan apa yang Tuhan rancangkan. Maka dalam hal ini saya ingin mengakhiri dengan membacakan dari ayat firman Tuhan Matius 6:33, "Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu". Jadi ini sebuah janji Tuhan universal; segala jaman bagi kita orang tua dan bagi sekian anak-anak. Bahwa ketika kita mengutamakan maksud Tuhan mencari kehendak Tuhan dan mengikuti pimpinan-Nya, maka apa yang kita butuhkan; makanan, pakaian, perumahan, berbagai kebutuhan-kebutuhan primer, Tuhan pasti sediakan.
MT : Sangat menarik sekali ya Pak, topik yang kita angkat pada hari ini. Dimana kita mengajak untuk setiap pendengar boleh menjadi orang tua yang mengajarkan juga kepada anak-anaknya untuk mendahulukan Allah dan juga mendahulukan kebenaran Allah, demi kehidupan dari anak-anak ini sendiri nantinya yang di masa depannya juga akan memuliakan Allah.
Terima kasih banyak, Pak Sindu untuk apa yang telah dibagikan, sekiranya dapat bermanfaat bagi setiap pendengar yang mendengarkan pada hari ini.
Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Selamat Dari Salah Pilih Jurusan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat menggunakan e-mail ke alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhir kata dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.