Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Gangguan terhadap Keharmonisan Keluarga." Dan kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, ada salah seorang pendengar setia acara Telaga yang menulis surat kepada kami, dan di dalam suratnya itu dia mengajukan permintaan kalau mungkin masalahnya itu bisa diudarakan, jadi dimasukkan di dalam acara bincang-bincang di Telaga ini. Dan kami merasa itu sesuatu yang baik sekali dan kami tidak akan mengudarakan suatu pertanyaan atau persoalan keluarga yang tidak diminta oleh si penulis surat. Jadi karena ini adalah permintaan dan kami rasa ini baik untuk kita ketahui bersama maka tanpa menyebutkan nama, penulis surat dan identitasnya kami akan mencoba mengemukakan ini dalam sebuah perbincangan dengan Pak Paul pada kesempatan ini. Yang menjadi persoalan dari seorang ibu atau seorang istri yang menulis surat kepada kami adalah dia mengatakan bahwa sebenarnya hubungan dia dengan suaminya itu tidak bermasalah Pak Paul, jadi semuanya berjalan dengan baik. Hanya si ibu ini sering kali mengingat akan seorang teman lamanya yang dulu dia pernah ya senang begitu ya, akhirnya tidak jadi sampai menikah, dia sudah membangun rumah tangga sendiri dan itu sangat menggelisahkan kehidupannya. Dia merasa bersalah bahwa dia sebagai seorang istri kok masih terus mengingat-ingat teman lamanya yang dia kagumi atau dia cintai itu. Nah hal itu juga pernah dikemukakan kepada suaminya dan suaminya itu penuh pengertian, bahkan dia bersedia untuk mengantarkan si istrinya ini untuk bertemu dengan orang yang dikasihinya dulu. Nah hal itu membuat dia tambah merasa bersalah lagi sehingga dia merasa perlu untuk menulis surat, sebenarnya bagaimana dia bisa mengatasi masalah itu Pak Paul. Dan kami sudah mencoba menjawab masalah ini lewat surat tetapi kali ini kami ingin kemukakan di dalam sebuah perbincangan lewat acara Telaga ini.
PG : Pak Gunawan sebelum saya menjawab, sekali lagi saya ingin menggarisbawahi yang tadi Pak Gunawan sudah kemukakan yakni kami hanya membicarakan kasus jika memang diminta oleh si penulis surat. Jadi saya ingin memberikan atau kami di Telaga ini ingin memberikan jaminan kepada para pendengar yang menulis surat kepada kami bahwa kami tidak akan membahas kasus yang saudara tulis di dalam acara radio ini.
GS : Ya itu saya rasa penting sekali karena ada hal-hal yang sifatnya sangat pribadi dan kami tentu tidak akan mengemukakan hal itu lewat acara seperti ini.
PG : Betul, jadi kalau misalnya para pendengar merasa bahwa ada pembicaraan kami yang seolah-olah bersangkutan dengan kasus yang saudara pernah tanyakan kepada kami melalui surat yakinlah bahwaitu hanyalah suatu peristiwa yang kebetulan, kami tidak sedang membahas kasus saudara sama sekali.
Kami benar-benar mencoba untuk menghormati kerahasiaan antara saudara dan kami jadi kami hanya membalas secara pribadi. Dan kalau saudara minta agar kasus ini diungkapkan di udara baru kami akan melakukannya. Dan ini pun Pak Gunawan kita perlu jelaskan bahwa kita tidak langsung membahas kasus ini, kami sudah menerima surat ini beberapa minggu yang lalu mungkin lebih dari sebulan, dua bulan, yang lalu ya. Jadi memang kami tidak mau memanfaatkan masalah yang saudara ajukan kepada kami.
GS : Ya saya rasa itu menjadi suatu pertimbangan yang sangat serius untuk kita bahas di dalam acara ini, jadi bagaimana Pak Paul dengan yang tadi itu?
PG : Yang tadi Pak Gunawan sudah uraikan, ada beberapa tanggapan yang langsung muncul dalam benak saya, pertama adalah kesan saya justru keluarga ini atau hubungan suami-istri dalam kasus ini lmayan kuat, lumayan baik.
Tanda-tandanya apa sehingga saya bisa menyimpulkan hubungan mereka lumayan baik, si istri memiliki keterbukaan terhadap si suami sehingga berani menceritakan tentang kesukaannya terhadap seseorang yang pernah disukainya waktu masih sekolah dulu. Nah ini menandakan bahwa si istri merasa aman dengan si suami, dia mengetahui bahwa suaminya mencintainya dan tidak akan marah atau kalab atau meninggalkannya gara-gara dia mulai mempunyai ingatan-ingatan mengeni seseorang yang pernah disukainya dulu. Jadi saya melihat ini suatu komunikasi yang baik karena adanya keterbukaan dan keterbukaan ini menandakan adanya rasa percaya yang tinggi, si istri merasa sangat aman. Dan dari jawaban si suami kita bisa menilai tepatlah apa yang dipikirkan oleh si istri yakni si suami bisa menerima, nah si suami memang sangat akomodatif, berani bahkan mengajak si istri untuk melihat kembali pria tersebut, melihat bukan berarti menjalin hubungan sama sekali tapi hanya untuk melihat dan bertemu saja supaya rasa keingintahuan si istri bisa terpuaskan meski hanya untuk sementara.
GS : Apakah sebenarnya yang timbul di dalam diri si istri itu perasaan kangen?
PG : Ini memang susah saya jelaskan juga saya tidak bisa secara pasti memahaminya Pak Gunawan. Yang menjadi dugaan saya adalah masalah cinta monyet atau cinta pertama kalau kita boleh katakan. aya tidak ingat pastinya umur berapa si istri itu menyukai pria ini, namun kalau tidak salah pada masa yang sangat muda sekali, masa sekolah kalau tidak salah ya.
Dan mereka sebetulnya tidak pernah berpacaran Pak Gunawan jadi hanya (GS : Hanya saling suka begitu saja mungkin) dan bahkan kalau tidak salah si istri ini saja yang menyukai pria tersebut, tidak ada timbal baliknya, tidak ada tanggapan. Jadi tidak pernah ada jalinan kasih antara mereka berdua. Menurut saya dia atau si istri ini mempunyai suatu memori yang indah sekali tentang si pria ini dan yang terjadi adalah memory yang indah ini muncul pada masa usia yang lebih tua dan ini bisa dianggap normal ya wajar. Kadang kala kita ini memasuki fase-fase di mana masa lalu kita itu tiba-tiba mencuat kembali dalam benak kita. Dan tiba-tiba lagi mengingat-ingat masa-masa di SMP atau di SMA dan yang mencuat dalam benak si wanita ini adalah kesukaannya, kekagumannya terhadap orang tersebut. Jadi saya masih menganggap ini sebagai sesuatu yang wajar bukannya wanita ini sedang berselingkuh atau apa itu yang saya lihat.
IR : Atau mungkin si istri ini, mempunyai kecenderungan rasa bosan pada suaminya, apa bisa begitu?
PG : Mungkin, ini memang tidak diungkapkan oleh si istri dalam suratnya jadi memang tidak kami ketahui, tapi mungkin si istri bosan atau hubungannya tidak baik dengan si suami. Namun kesan sayawaktu membaca suratnya justru hubungan dia lumayan baik, sebab adanya keterbukaan yang begitu kuat dan rasa percaya dan terutama sikap si suami yang penuh pengertian, rasanya menimbulkan kesan bahwa sebetulnya mereka lumayan harmonis maka si istri ini merasa sangat bersalah begitu seolah-olah kenapa saya yang dalam hubungan yang harmonis bisa memikirkan kembali seseorang yang lain dalam hidup saya.
Jadi mungkin saja bosan sebab kita harus akui bahwa sebagai manusia waktu kita menjalani kerutinan hidup hari lepas hari dan hidup dengan seseorang yang sama tidak ada gairah yang baru dan sebagainya mungkin saja kita merasa sedikit jemu atau bosan.
IR : Bagaimana Pak Paul kalau dikaitkan dengan firman Tuhan kalau seseorang itu sudah mempunyai suami kemudian masih memikirkan laki-laki lain apakah itu tidak mencobai diri, bahwa dia kemungkinan saja kalau hal itu diteruskan bisa mengakibatkan dia jatuh Pak Paul?
PG : Tepat sekali, saya akan melanjutkan yang tadi saya katakan bahwa yang dialami oleh si istri ini wajar dalam pengertian si istri ini bukanlah seseorang yang (maaf saya menggunakan istilah yng sedikit klinis atau keras) misalnya dia sedang sakit jiwanya, bukan.
Saya menganggap ini bukanlah masalah sakit jiwa atau apa. Jadi entah mengapa memang si istri ini sedang mengembalikan masa lalunya saja ke dalam hidup dia. Dan yang dikembalikan, yang menonjol dari masa lalunya itu adalah kekaguman dia terhadap seseorang. Nah kita ketahui bahwa orang yang kita sukai dari jauh itu selalu lebih cantik, lebih indah daripada orang yang kita kenal dan yang dekat, itu adalah hal yang wajar karena orang yang kita sukai dari jauh menjadi orang yang sangat ideal tidak bisa kita lihat kelemahannya. Jadi si wanita tersebut juga saya kira mengalami hal ini yaitu dia mempunyai kekaguman yang ideal yang tidak realistik sama sekali, tidak didasari atas kenyataan. Dia menyukai, mengagumi orang yang dianggapnya sangat baik, sangat ideal dan mungkin bagi si wanita ini itulah suami ideal yang dia dambakan dalam hidup. Namun yang kita bisa katakan bahwa kalau misalnya si wanita ini berkenalan dengan dekat dan misalnya menjalin hubungan berpacaran dengan pria tersebut dan akhirnya menikah, sudah pasti pria itu tidak akan menjadi pria ideal. Sebab semua orang yang kita kagumi dan kita idealkan ada kelemahan, ada kelebihannya. Masalahnya adalah si wanita ini tidak pernah mencicipi realitas dengan si pria tersebut sebab tidak pernah terjadi, jadi hanya berhenti dalam khayalan. Nah, masalahnya adalah tatkala hanya berhenti pada khayalan si pria tersebut terus menjadi sosok ideal, nah saya hanya sedikit khawatir kalau-kalau si wanita ini memang tetap mendambakan pria idealnya yang seperti itu dan setelah dia menikah dengan si suami yang juga sebetulnya dia cintai, suami yang hidup dengannya hari lepas hari memang berhenti menjadi pria ideal, dia menjadi suami yang realistik, yang nyata yang ada kekurangan dan kelebihannya. Tapi karena si wanita ini pernah melihat dan pernah mendambakan sosok yang ideal tersebut, sosok ini tidak pernah meninggalkan dia dan sekarang mungkin saja dia mengalami suatu kesenjangan antara suaminya yang dia nikahi dan sosok ideal seorang suami yang pernah dia miliki dalam khayalannya dulu begitu.
GS : Tapi si istri ini 'kan sudah bertekad untuk meninggalkan masa lalunya dan dia juga dengan menulis surat itu ada suatu kesungguhan yang dia mau atasi persoalan-persoalannya ini. Nah Pak Paul dalam hal ini 'kan hubungan mereka kita nilai cukup baik terbuka dan sebagainya, apa peran suami untuk bisa menolong istri ini?
PG : OK! Nomor satu tindakan si suami itu sangat tepat, yakni dengan penuh pengertian mendengarkan isi hati si istri. Nomor dua saya akan memberanikan diri bertanya kepada istri saya kalau misanya ini terjadi pada istri saya.
Apa yang menjadi harapan dia yang tidak terpenuhi pada saya atau dalam hidupnya dengan saya, sebab dugaan saya ada hal-hal yang tak terpenuhi sebab dia ini sekarang membandingkan diri dengan sosok idealnya tersebut. Nah mungkin saja si istri tidak membayangkan atau memikirkan hal ini dengan serius, sebab baginya tidak ada apa-apa, dia merasa bahagia dengan si suami, tapi dugaan saya ada hal-hal yang dia dambakan namun belum dia dapatkan, sehingga dambaan yang dulu itu muncul kembali. Jadi saya kalau sebagai suaminya saya akan bertanya: "Apakah ada hal-hal yang engkau inginkan dari seorang suami yang mungkin tidak engkau temukan pada diri saya." Nah dari situ akan ada kesempatan untuk membahas kalau ada hal-hal yang perlu atau bisa diperbaiki oleh saya sebagai suaminya. Nah kalau misalkan setelah dibahas dan memang sudah selesai, hanya beberapa hal saja yang perlu diperbaiki nah saya akan meminta si istri untuk nomor satu, waktu pikiran itu muncul dia tidak perlu panik. Waktu benaknya diisi lagi dengan gambar si pria tersebut yang dulu jangan panik, jangan misalnya menengking-nengking seperti mengusir iblis ya tidak perlu, diamkan saja, dalam pengertian sudah lewatkan saja biarkan pikiran itu lewat. Kalau kita mencoba melawannya, melawannya, pikiran itu lama-lama makin menguat dan dalam diri kita akan ada peperangan batiniah, peperangan mental yang akan lebih menguras daya tahan mental kita, sehingga akhirnya pikiran itu lebih mudah masuk. Jadi biarkan pikiran itu lewat, nah yang terakhir adalah serahkan kepada Tuhan. Jadi bukannya kita menyalahkan diri saya ini kok bisa berpikir seperti ini, saya ini kok tidak tahu diri dan sebagainya, diamkan saja kemudian serahkan kepada Tuhan. "Tuhan Yesus Engkau tahu inilah pikiranku, inilah yang ada dalam benakku biarlah Engkau ambil, biarlah Engkau yang kuduskan." Jadi setiap kali pikiran itu muncul serahkan kembali kepada Tuhan Yesus sebab bukankah FirmanNya juga berkata di
I Petrus 5:7 "Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepadaKu, maka aku akan memelihara kamu." Jadi ini adalah bagian dari kekhawatiran, bagian dari pergumulan serahkan kepada Tuhan kita tidak perlu melawan-lawannya, sebab makin dilawan makin menguat makin merasa bersalah, makin terkuras tenaga mental kita dan akhirnya kita makin lemah.
GS : Tapi itu tentu membutuhkan suatu keberanian tersendiri dari pihak si suami Pak Paul untuk kasarnya itu dibandingkan dengan orang lain yang justru menurut si istri itu sosok yang ideal, yang dia sendiri belum tentu tahu akan kelemahan-kelemahan orang yang didambakan itu tadi. Nah dalam hal ini langkah selanjutnya dari si suami setelah dibandingkan dan jelas tahu ada kekurang-kekurangannya, langkah apa yang harus ditempuh oleh suami?
PG : Saya menilai rupanya dia ini suami yang cukup aman, sehingga berani mendengarkan keluhan si istri ini dan juga berani untuk seolah-olah membandingkan diri, makanya dia bersedia mengantar utuk melihat kembali pria yang dulu itu.
Jadi dia memang memiliki kestabilan, nah saya kira si suami sekali-sekali tetap bisa bertanya kepada si istri "Apakah pikiran itu masih terus mengganggu engkau?" Tapi jangan membuat hal itu sebagai pusat perhatian atau pusat percakapan yang harus dibicarakan setiap kali. Sebab semakin terlalu banyak dibicarakan saya takut semakin menjadi-jadi, jadi biarkan, biarkan itu lewat, biarkan itu menjadi suatu peristiwa yang akan dilewati. Sekali-sekali si suami bisa bertanya apakah pikiran itu masih mengganggu engkau dan misalnya tidak ya sudah dan jangan bertanya lebih dalam lagi. Misalnya kalau si suami tidak aman dia akan bertanya, (saya berbicara lebih blak-blakan misalnya si suami karena tidak aman akan mengungkit setelah mereka berhubungan badan), "Apakah tadi waktu berhubungan badan engkau memikirkan pria itu?" Nah saya nasihatkan jangan bertanya-tanya hal seperti itu. Jadi biarkan si istri melewati fase ini, sebab semakin ditanya, diintrogasi, diawas-awasi seperti itu semakin si istri ini hidup dalam bayang-bayang masa lalu atau pikiran ini dan makin menjadi-jadi tidak akan pudar malah makin menguat.
GS : Ya satu hal yang positif itu karena istri ini berani mengemukakan masalahnya kepada si suami Pak Paul. Tapi saya percaya ada banyak istri yang tidak berani berkata seperti itu kepada suaminya, ya tentu dipengaruhi oleh faktor hubungan yang kurang baik/yang kurang sehat. Bagaimana hal itu, itu 'kan pasti mengganggu hubungan pernikahan mereka?
PG : Bahkan saya dapat tambahkan pernikahan yang sehat pun belum tentu mempunyai keberanian kepada si suami, baik suami maupun istri untuk mengemukakan hal-hal seperti ini. Jadi saya kira meman hubungan mereka ini tergolong kuat, sehingga berani bicara.
Bagaimana kalau misalnya pernikahan ini tidak sehat, kalau tidak sehat masalahnya memang menjadi lebih runyam, lebih runyamnya dalam pengertian si istri mendambakan sebetulnya pernikahan yang berbeda, pernikahan yang lain. Karena pernikahan yang sekarang ini menjadi sesuatu yang tidak nyaman baginya, tidak menyenangkan lagi. Jadi khayalan itu seolah-olah menjadi pelarian dirinya dan menjadi suatu ungkapan keinginannya bahwa pernikahannya itu sebetulnya tidaklah terjadi pada orang yang sama ini tapi dengan orang yang lain.
GS : Apakah hal yang sama itu juga bisa dialami oleh suami atau pria itu Pak Paul yang kasusnya sama seperti itu?
PG : Bisa Pak Gunawan, saya ini makin tua menjadi sedikit lebih sentimentil. Saya mengira bahwa yang namanya cinta pertama, kesan pertama itu sering kali kuat Pak Gunawan. Kenapa kuat, karena aa unsur khayalnya itu, ada unsur idealnya.
Pada masa remaja usia 16, 17 dunia itu memang setengah realitas, setengah khayalan. Jadi waktu seseorang mengasihi, menyukai seseorang yang lainnya pada usia 15, 16 misalnya itu biasanya memang meninggalkan dampak atau bekas yang lumayan dalam karena adanya campuran antara realitas dan khayalan. Sebab cinta yang sangat realistik akhirnya menjadi cinta yang matang, cinta yang matang itu menjadi cinta yang bisa diatur tidak liar, tapi cinta yang mengandung unsur khayalan atau fantasi tidak berdasarkan realitas sepenuhnya memang cenderung menjadi cinta yang sangat beremosi tinggi, sangat liar juga, bisa menguasai kita. Maka kita berkata anak remaja kalau sedang jatuh cinta itu benar-benar mabuk kepayang, tidak bisa belajar, tidak bisa mengerjakan tugasnya memikirkan wanita ini telepon terus. Sedangkan kita-kita ini pacaran umur 25, 27, 28 misalnya cinta kita akan berbeda, tidak lagi kita ini memikirkan terus dan kita yang sudah menikah berpuluhan tahun juga akan melihat cinta kita makin berbeda, cinta yang tidak lagi liar.
IR : Pak Paul, kalau orang itu sudah bersuami atau beristri seperti dalam firman Tuhan kalau kita itu mulai tertarik atau baru mempunyai angan-angan yang arahnya itu berselingkuh, apakah itu tidak dikatakan dosa atau perzinahan, kita melihat saja kalau itu menjadi angan-angan katanya kita itu sudah berzinah, entah itu di ayat mana saya pernah membacanya.
PG : Ya memang firman Tuhan melarang kita untuk bernafsu, untuk memiliki seseorang, jadi memang sebetulnya bagian dari khotbah Tuhan di atas bukit di Matius. Dalam kasus si wanita ini saya pribdi tidak menggolongkan itu sebagai berzinah, dalam pengertian dia memang tidak membayangkan hubungan-hubungan apa, tidak, dia hanya membayangkan pria tersebut dia sukai sekali.
Namun saya setuju dengan yang Ibu Ida katakan bahwa kalau tidak dijaga ini menjadi pohon yang besar, sekarang memang hanyalah benih yang kecil sekali, tapi memang bisa bertumbuh besar menjadi sebuah pohon yang akhirnya akan menguasai diri dia dan kalau itu terjadi memang itu suatu perselingkuhan mental, tepat sekali.
IR : Karena biasanya dosa besar 'kan asalnya dari yang kecil Pak Paul?
PG : Dari yang kecil betul sekali Ibu Ida, jadi memang sudah tentu tujuan kita adalah agar pikiran ini bisa lenyap dari benaknya. Nah yang saya berikan tadi adalah bukannya mengizinkan atau memiarkan pikiran ini bertumbuh dan dipelihara sama sekali tidak, namun bagaimana cara yang efektif untuk menghilangkannya.
Nah yang saya tekankan adalah hati-hati dengan rasa bersalah, sebab rasa bersalah tidak menolong kita untuk menguasai diri atau untuk mengenyahkan pikiran tersebut. Rasa bersalah makin menguras kekuatan kita dan akhirnya kita makin lemah dibuatnya, sehingga pikiran itu malah makin menguasai kita. Jadi hilangkan rasa bersalah dalam pengertian anggap ini sebagai sesuatu yang memang sedang mengganggu kita, tapi serahkan kepada Tuhan setiap kali muncul, "Tuhan, inilah pikiran saya biarlah Engkau yang menerimanya kuduskan saya Tuhan," daripada berkata: "Aduh saya orang yang jahat, saya orang yang tidak benar, perempuan yang tidak tahu diri, terus menyalahkan diri. Nah semakin dia begitu, semakin dia terlilit dalam lingkungan rasa bersalah yang akan makin membuka peluang pikiran itu muncul kembali.
IR : Tapi kalau si istri ini mempunyai pikiran mau menghilangkan tapi juga mempunyai rasa syukur, "Tuhan, saya bersyukur karena saya sudah mendapat suami yang baik. (PG :Itu baik) soalnya kalau mendapat suami yang jelek mungkin itu tambah menguasai ya, tapi kalau mendapat suami yang baik tentu lebih bersyukur dan berusaha untuk menghilangkan begitu Pak Paul.
PG : Tepat sekali, jadi ada satu ayat yang ingin saya bagikan, ini diambil dari Filipi 4:8, "Jadi akhirnya saudara-saudara semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil,semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."
Jadi di sini Tuhan meminta kita agar dengan terencana berusaha memasukkan hal-hal yang indah ke dalam pikiran kita. Hal yang suci, hal yang indah, hal yang manis, jadi bagi si wanita ini saya sarankan bacalah buku rohani yang baik, bacalah bacaan-bacaan yang baik. Terus misalnya dengarkanlah musik-musik yang baik, musik rohani yang membangun terus genangi pikiran dengan firman Tuhan, terus diisi. Sebab semua yang baik yang mengisi benak kita akhirnya akan menggusur pikiran pria tersebut. Sehingga nanti meskipun pikiran itu muncul pikiran itu akan mudah lenyap dan tidak lagi bertenaga.
GS : Baiklah jadi demikianlah para pendengar telah kami persembahkan ke hadapan Anda sebuah pembicaraan tentang masalah-masalah kehidupan berkeluarga bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Dan bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Kami mengucapkan banyak terima kasih untuk perhatian dan surat-surat anda dan bagi surat-surat yang belum terbalas kami mohon kesabaran anda tetapi kami tetap menantikan, pertanyaan serta tanggapan anda. Dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.