Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi,
di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur
Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen
dan kali ini saya bersama Ibu Dientje Laluyan, kami akan berbincang-bincang
dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling
serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali
ini tentang “Pengkhianatan Dalam Pernikahan”. Kami percaya acara ini
pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat
mengikuti.
DL : Pak Paul, ada orang yang sudah
puluhan tahun menikah tapi akhirnya cerai karena suaminya berkhianat. Mengapa
dan apa sebabnya ada pengkhianatan dalam pernikahan padahal si istri adalah
orang yang taat pada suami dan mencintai suaminya.
PG : Ibu Dientje, memang salah satu atau
mungkin krisis terbesar dalam pernikahan adalah pengkhianatan. Berita bahwa
pasangan telah berselingkuh bisa diibaratkan seperti tornado yang secara
sekejap melanda dan menyapu bersih kehidupan yang telah dibangun bersama.
Pertanyaan Ibu Dientje memang pertanyaan yang memerlukan waktu yang agak
panjang karena kita harus menjawabnya dengan lebih menyeluruh. Ternyata memang
tidak sesederhana itu mengapa seseorang itu berselingkuh, coba sekarang kita
lihat dengan lebih terinci lagi. Yang pertama yang harus kita sadari bahwa
perselingkuhan sebetulnya adalah sebuah krisis yang ditimbulkan oleh
pengkhianatan. Mengapa dampaknya begitu dalam ? Kalau kita yang menjadi
korbannya karena memang ini sebuah tindakan pengkhianatan. Pengkhianatan itu seringkali
lebih tajam atau melukai dibandingkan dengan kejahatan yang dilakukan oleh
orang kepada kita. Kita sudah beranggapan orang ini akan berbuat jahat kepada
kita dan kita tidak lagi bingung, kita menganggapnya sebagai orang yang jahat,
tapi kalau kita dikhianati biasanya kita merasa lebih tertusuk karena sudah ada
unsur percaya, karena itu luka yang ditimbulkan oleh pengkhianatan begitu
mendalam. Satu hal yang perlu kita sadari bahwa seringkali krisis pengkhianatan
ini sebetulnya lebih luas dan lebih dalam daripada sekadar perselingkuhan. Kalau
kita hanya menyorotinya, “Oh orang ini menjalin asmara atau bersetubuh dengan
pria lain atau wanita lain”, itu bagian dari perselingkuhan namun seringkali
masalahnya lebih dalam dan lebih luas daripada sekadar menjalin asmara itu
sendiri. Jadi ada hal-hal lain yang terlibat.
GS : Hal-hal lain itu yang ingin kami
ketahui itu apa, Pak Paul ?
PG : Misalnya, Pak Gunawan, memang
seringkali karena sudah terlalu banyak problem-problem yang berkembang dalam
pernikahan itu sehingga akhirnya masing-masing sudah hidup dalam dua dunia yang
berbeda. Tidak lagi memiliki kesamaan, akhirnya seseorang itu mudah sekali
tertarik kepada yang lain karena sebetulnya hampir tidak ada lagi relasi antara
dia dengan pasangannya. Yang kedua, mungkin juga ada unsur bosan sehingga lebih
mudah tertarik kepada yang lain. Yang lainnya lagi yang seringkali menjadi
latar belakang mengapa terjadi perselingkuhan, misalnya seseorang itu sudah
tidak lagi merasakan penghargaan dari pasangannya. Salah satu penyebab yang
tersembunyi yang memunculkan perbuatan perselingkuhan, jadi cukup banyak bila
kita perhatikan baik si suami maupun si istri, sudah merasakan tidak ada lagi penghargaan
dari pasangannya, jadi sudah tidak lagi bernilai. Contoh, ada suami yang merasa
‘kalah’ di bawah, suaminya tidak merasa dia menjadi kepala dalam rumah
tangganya, tidak mendapatkan penghargaan dari istrinya. Akhirnya mudah sekali
jatuh dalam dosa perselingkuhan. Dari pihak wanita yang juga sering sekali
adalah kehausan akan kasih sayang karena dia merasa sudah menikah begitu lama,
hanya diperlakukan tidak lebih dari pengasuh anak-anak yang hanya bertugas untuk
memastikan anak-anak bisa sekolah dan bertumbuh besar dengan baik. Di luar itu
tidak ada lagi apa-apa sehingga dalam kehausan, kekeringan itu, ia mudah sekali
memberi respons pada orang yang memberikan perhatian dan kasih sayang
kepadanya.
GS : Jadi sebenarnya, pengkhianatannya
itu terletak di mana, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu pengkhianatan merupakan
tindakan yang melanggar kepercayaan, jadi pernikahan itu berasumsi bahwa kita
akan setia. Kita tidak akan menduakan pasangan kita, kita tidak akan berbalik
badan kemudian menjumpai pria atau wanita lain dan menjalin relasi dengannya.
Pengkhianatan adalah melanggar janji kesetiaan tersebut yang sudah diberikan
kepada kita dan sudah kita ikrarkan juga. Itulah letak pengkhianatan, Pak
Gunawan.
GS : Jadi seseorang itu bisa berkhianat
kepada pasangannya tanpa melakukan perselingkuhan, Pak Paul ? Artinya ia
mengingkari janji pernikahannya dan memilih untuk berpisah tetapi ia tidak
berselingkuh dengan orang lain, Pak Paul.
PG : Memang perbedaannya ini, sudah tentu
bila kita mengingkari dan meninggalkan, tidak lagi setia, itu sudah masuk dalam
kategori berkhianat. Namun perselingkuhan menjadi lebih menyakitkan karena kita
bukan saja meninggalkan, tapi kita menggandeng yang lain. Seolah-olah kita
mencampakkan, jadi ada perbedaan yang cukup mendalam antara orang yang berpisah
dan orang yang berpisah untuk bersama dengan orang lain. Perasaannya yang
ditinggal itu merasa disakiti, seperti sampah dibuang begitu saja, sudah tidak
ada lagi harganya. Itu juga yang membuat lebih parah.
GS : Tadi Pak Paul sudah singgung, bahwa
pengkhianatan itu lebih luas daripada sekadar perselingkuhan, Pak Paul ?
PG : Pengkhianatan bukan saja kita
bersama seseorang yang lain, tapi kita telah mengingkari janji. Kita
mengingkari kesetiaan itu, bahwa kita akan bersama dengan dia untuk
selama-lamanya. Itulah yang menjadikan tindakan yang jauh lebih luas daripada
selingkuh itu saja. Oleh karena itu dampaknya bisa begitu mendalam.
GS : Tentu saja itu ada latar belakang,
ada sebab-sebab yang seringkali muncul kemudian terjadi pengkhianatan atau
perselingkuhan. Sebab-sebab apa yang biasanya ada, Pak Paul ?
PG : Biasanya sudah tentu ada yang memang
tidak bisa setia, ada orang yang tidak bisa setia, susah sekali setia. Sebelum
dia menikah, dia berganti-ganti perempuan, berganti-ganti pasangan, seringkali
berhubungan. Konsepnya, sebagai laki-laki boleh berbuat semaunya, tidak terikat
oleh apa pun. Istri tidak berhak melarang dia, cukup banyak pria yang memunyai
konsep seperti itu. Sudah tentu konsep yang lahir dari keberdosaan dan sangat
salah. Jadi ada orang yang seperti itu dan juga ada orang yang melakukan dosa
perselingkuhan karena kebutuhan-kebutuhan yang tak terpenuhi. Tadi sudah saya
singgung, tidak merasakan lagi penghargaan, tidak merasakan lagi kasih sayang.
Ada lagi orang yang jatuh dalam dosa perselingkuhan karena memang dia sedang
mencari identitas yang baru, ada orang yang sudah menikah begitu lama dan dia
tidak menyukai hidup yang seperti ini, tidak lagi mau hidup seperti ini,
dikenal sebagai orang yang seperti ini, akhirnya dia mau keluar dari
kehidupannya, dia bersama dengan orang, dia merasa lebih menikmati hidup, lebih
bebas, dia menjadi dirinya yang sesungguhnya. Dengan perkataan lain, sebagai
jembatan untuk mendapatkan sebuah diri yang baru dengan orang yang lain.
Kadang-kadang itu pun terjadi. Sebagai contoh, Pak Gunawan, misalnya seseorang
hidup dalam ekonomi yang lemah, dalam status yang tidak begitu dipandang
masyarakat, kemudian datanglah seseorang yang menyukainya dan mau menikahinya
dan orang ini memang orang yang berada, ekonominya lebih bagus dan dia memang
tidak mau lagi hidup dalam kondisi yang seperti ini. Dia mau mendapatkan diri
yang baru yang dia impikan, akhirnya menyeberang menjalin hubungan dengan orang
lain.
DL : Pak Paul, apa yang harus dilakukan
oleh pasangan tersebut sehingga tidak terjadi pengkhianatan seperti itu ?
Apakah dia tidak boleh menikah dengan orang yang tidak seiman ?
PG : Memang kadang-kadang kita suka
terkejut mengapa orang yang sudah seharusnya mengerti firman Tuhan tetapi tetap
saja jatuh dalam dosa, memilih orang yang tidak berkenan kepada Tuhan dan
sebagainya, karena memang seringkali orang dibutakan oleh kebutuhannya pada
saat-saat seperti itu. Tidak bisa lagi berpikir dengan jernih, sebab yang umum
juga bukankah seharusnya dia berpikir bahwa hal ini akan memengaruhi
anak-anaknya, anaknya nanti akan bereaksi keras kepada dia. Tapi orang-orang
dalam kondisi seperti itu tidak bisa berpikir, kehilangan akal sehatnya, tidak
lagi menggunakan nalar dan nilai-nilai hidup yang biasa dianutnya. Dia
kehilangan dirinya. Orang yang akhirnya terlibat dalam pengkhianatan itu pada
akhirnya, kita tidak merasa puas. Kita mau hidup tapi seperti ini, suami saya
begini, istri saya begini, sangat tidak puas. Dalam ketidakpuasan itu muncul
masalah-masalah atau juga ada rasa buntu, tidak bisa masuk menembus pasangan
kita. Yang satunya lagi kita merasa sepi, merasa hampa, semua itu adalah
perasaan-perasaan yang seringkali mengiringi atau mendahului akhirnya kita
jatuh dalam dosa perselingkuhan. Jadi kita tidak bisa berpikir dengan jernih
lagi, untuk mengobati rasa tidak puas, mengobati rasa buntu, mengobati rasa
sepi dan hampa, tabrak saja siapa pun yang bisa memberikan yang kita butuhkan
itu.
GS : Intinya relasi suami istri yang
memang tidak harmonis lagi akhirnya bisa menimbulkan pengkhianatan, Pak Paul.
PG : Namun ada juga perkecualian, Pak
Gunawan. Sebetulnya perselingkuhan bukan karena ada masalah dalam pernikahan,
memang ada orang-orang yang berselingkuh karena itu kebiasaannya, tidak pernah
bisa setia, tukar-menukar pasangan akhirnya dia jatuh terperosok ke dalam dosa.
Jadi sekali lagi kita mau memandang perselingkuhan sehingga lebih memiliki
pemahaman yang tepat, seringkali orang berhubungan dengan orang lain sebab ini
merupakan alternatif daripada hidup tidak bahagia, hidup tidak puas, buntu, ini
sebuah alternatif, sebuah pilihan yang lain membuat hidup kita berubah. Atau
memang kita sudah merasa lelah, sudah tidak tahan lagi, dari pada terus begini
nah kita perlu istirahat. Akhirnya berhubungan dengan orang lain, jadi
kadang-kadang itu yang lebih umum. Namun selain yang kita baru saja bahas,
kadang-kadang ada orang yang sudah lama membawa kebutuhan yang lebih dalam
misalnya ada orang yang membutuhkan afirmasi atau pengakuan. Ada orang yang
merasa baru berharga jika orang mengaguminya dan itu harus dilakukan oleh lawan
jenis, ia tidak bisa dengan sendirinya begitu. Ia mesti mendapatkannya dari
lawan jenis, baru ia merasa dirinya berharga. Ada orang yang memunyai kebutuhan
khusus seperti itu, ada lain orang yang membutuhkan gairah atau stimulasi. Dia
merasa tidak bisa hidup tanpa gairah, mesti melakukan hal-hal yang berdosa,
yang salah tapi itu menggairahkan, baru hidup itu ada maknanya, lebih seru,
lebih ada variasinya. Ada orang yang seperti itu juga, jadi kita sadari memang
banyak sekali faktor yang terlibat dalam perselingkuhan.
GS : Ada beberapa orang yang suka
berpetualang, Pak Paul. Jadi perselingkuhannya diawali karena petualangannya
yang salah. Itu juga bisa terjadi, Pak Paul ?
PG : Itu saya kira termasuk dalam
kategori orang yang membutuhkan stimulasi, dia tidak bisa berhenti. Orang yang
seperti itu tidak bisa setop, dia akan terus mencari, jadi dia berpetualang
dengan orang ini, nanti dia akan berhenti dan mencari lagi yang lain. Sama
dengan yang membutuhkan afirmasi, Pak Gunawan. Yang berselingkuh karena problem
perlu istirahat, kecenderungannya terminal, hanya satu kali saja. Tapi yang
membutuhkan pengakuan, yang membutuhkan stimulasi, cenderungnya tidak bisa
berhenti. Benar-benar bisa berserie, nanti selama dia hidup, selama dia masih
bisa melakukannya, dia akan terus melakukannya.
DL : Berganti-ganti terus !
PG : Berganti-ganti terus, dia akan
membutuhkan pengakuan lagi. Sudah dari satu orang dia berselingkuh, bertahan
beberapa lama, dia akan berselingkuh lagi. Saya sudah menjumpai orang yang
seperti ini, Pak Gunawan. Sampai berkali-kali, tidak bisa berhenti, karena dia
selalu butuh afirmasi. Mengapa itu ? Akhirnya kita simpulkan karena latar
belakang, mungkin sekali ia tidak pernah merasa diri berharga, hidupnya sangat
kosong, mungkin keluarganya bermasalah sekali, sehingga ia selalu butuh
afirmasi dari orang dan dia butuh dari lawan jenis itu. Satu belum selesai, dia
mencari yang lain, sama seperti orang yang berpetualang meskipun motifnya
berbeda.
GS : Tapi orang yang berselingkuh, Pak
Paul, itu harus mendapatkan pasangannya supaya dia bisa berselingkuh dengan
orang itu. Pasangannya itu juga memunyai masalah dalam pernikahannya. Tapi
dalam pengkhianatan, Pak Paul, itu bisa terjadi walaupun tidak ada pasangan,
dia bisa melakukan pengkhianatan lewat pelacuran dan sebagainya. Atau memang
orang ini punya kelainan, saya baru saja membaca suatu artikel yang mengatakan
bahwa ada sepasang suami-istri yang sudah memunyai anak tiga. Setelah memunyai
anak tiga istrinya menjumpai bahwa ternyata suaminya itu gay, berpelukan dengan
sesama jenisnya. Istrinya melihat sendiri dengan mata kepalanya, sampai merasa
lemas. Akhirnya keluarga ini mau tidak mau, bercerai. Ini ‘kan kelainan jiwa
dalam diri suaminya dan bisa ditutupi sampai memunyai anak 3. Jadi kalau
perselingkuhan memang selamanya membutuhkan lawan jenis, partnernya tapi
pengkhianatan tidak perlu seperti itu, Pak Paul ?
PG : Ya memang banyak bentuknya,
pengkhianatan tidak selalu dalam bentuk perselingkuhan. Tadi Pak Gunawan
mengatakan, bisa juga main pelacurlah, bisa juga bentuk-bentuk yang lebih
tersembunyi misalnya mengunjungi situs-situs porno sehingga dalam pikirannya
yang ada adalah orang-orang lain yang porno-porno itu, bukannya pasangannya
sendiri. Itu bentuk-bentuk pengkhianatan yang tidak begitu terlihat,
perselingkuhan yang lebih nyata saja.
DL : Ada juga laki-laki yang tidak puas
dengan istrinya, dia melacur terus sehingga akhirnya dia harus berobat, tapi ada
juga wanita yang selalu mencari laki-laki, berganti-ganti tidak pernah
berhenti, pengkhianatan semacam apa itu, Pak Paul ?
PG : Itu contoh dari yang tadi Pak
Gunawan sudah angkat, orang yang mencari petualangan. Dia tidak bisa dengan
satu wanita saja, karena itu dia terus mencari wanita-wanita lain jadi dia
butuh pengakuan itu sedangkan ada wanita yang begitu, kebanyakan kalau wanita
biasanya kebutuhannya kalau tidak butuh afirmasi/pengakuan atau dia memang
membutuhkan kasih sayang. Karena dia butuh kasih sayang dan dia tidak
mendapatkan dari pasangannya, dia mencari dari yang lain. Nanti yang lain bosan
kepadanya, dia mencari lagi yang lain. Atau dia butuh afirmasi/pengakuan, ini
orang mula-mulanya memberikan pengakuan, menghargai dia tapi lama-lama tidak
lagi, nah dia mencari lagi yang lain. Jadi seperti itu.
GS : Jadi sebetulnya hal-hal seperti ini
bisa dicegah, bisa dihindarkan cuma masalahnya apa yang harus kita lakukan ?
PG : Ada beberapa yang bisa saya bagikan,
misalnya yang pertama dari awalnya seharusnya kita lebih berhati-hati memilih
pasangan. Sebab mengapa, banyak bencana bisa dihindarkan kalau saja kita lebih
berhati-hati dalam memilih pasangan. Kita mesti melihat sebaik-baiknya siapa
itu yang akan kita nikahi, yang akan bersamanya seumur hidup. Jangan kita sudah
merasakan ada masalah, tapi menutup mata dan beranggapan nanti bisa beres, dia
tidak seperti itu, tidak ! Saya selalu memberi perumpamaan seperti ini, kita
kalau mau membeli rumah kita berhati-hati sekali. Kita melihat lingkungannya,
kita melihat apakah tidak kebanjiran, kita melihat tanahnya apakah bisa turun,
merosot dan lain-lain. Kita melihat gedungnya kuat atau tidak, kita melihat
fondasinya, atap dan sirkulasi udaranya, Begitu banyak hal yang kita perhatikan
kalau mau membeli rumah, seperti itu juga kalau kita memilih pasangan hidup.
Rumah untuk kita tinggali untuk waktu yang lama, demikian juga dengan pasangan
kita akan bersama dengan dia untuk waktu yang lama kalau memungkinkan bisa
seumur hidup. Jadi mesti berhati-hati jangan hanya dengan mendasarinya atas,
“Oh saya senang dengan dia”. Terlalu banyak orang yang menggunakan ukuran, “Oh
saya senang sama dia”, karena saya senang sama dia pasti cocok, pasti
berbahagia nantinya. Ukurannya bukan “saya senang dengan dia” saja, tapi ukurannya
bahwa kita memang melihat dia dan dia itu pasangan yang sesuai dengan kita. Dia
orang yang baik, orang yang berkarakter, ini yang kita mau pilih.
GS : Sekarang ini serba terburu-buru, Pak
Paul, karena kesibukan dan sebagainya sehingga ada perkenalan lewat dunia maya
dan seterusnya yang kadang-kadang tidak realistis; kita belum mengenal pasangan
itu sebaik mungkin tapi karena usia, karena waktu, terdesak sudah menikah saja,
nanti dijalani saja. Begitu, Pak Paul.
PG : Banyak orang menggampangkan, apalagi
kalau sudah terdesak oleh usia, apalagi terima saja siapa pun asal ada yang
mau, kita mesti berhati-hati. Kalau saja kita lebih berhati-hati, banyak
bencana bisa dihindarkan, seperti misalnya tentang perselingkuhan,
pengkhianatan, kadang-kadang ada orang yang memang pada masa berpacaran pun
sudah dikhianati, sudah dibohongi, sudah dengan orang lain. Ada yang begitu,
ada juga yang memang ketahuan bahwa latar belakangnya sering kali berkencan
dengan wanita atau pria, akhirnya tetap menikah juga. Ada hal-hal yang sudah
memberikan kepada kita peringatan, jangan sampai kita akhirnya terjeblos.
GS : Memang orang tua-tua lebih teliti
dalam hal ini, Pak Paul. Memberikan pedoman, wejangan kepada anaknya yang akan
menikah dan mencarikan pasangan yang cocok buat anaknya.
DL : Seperti orang Jawa yang mengatakan
harus dilihat “bibit – bebet – bobot”nya.
PG : Dan kalau kita perhatikan memang
orang-orang dulu mereka tidak begitu memerhatikan unsur-unsur perasaan.
Mencintai itu dinomorduakan, benar-benar yang dilihat orangnya, latar
belakangnya sebab mereka beranggapan kalau itu sudah benar kebanyakan akan
beres. Pikir punya pikir memang ada benarnya.
GS : Hal lain yang perlu kita lakukan
apa, Pak Paul ?
PG : Supaya jangan sampai terjadi
pengkhianatan dan perselingkuhan adalah dalam pernikahan seharusnya kita lebih
memfokuskan pada hal-hal yang positif ketimbang yang negatif. Kita mesti ingat
kadang-kadang kita merasa kesal melihat kekurangan pasangan kita, dia begini,
dia begini, tapi kita mesti ingat bahwa yang awalnya menyatukan kita dengan
pasangan kita bukankah hal-hal yang penting. Hal-hal yang pentinglah yang kita
lihat pada dirinya yang membuat kita berkata, “Saya mau sama dia”, sedangkan
nanti yang memisahkan kita, yang membuat kita bertengkar umumnya hal-hal yang
tidak terlalu penting. Hal-hal yang lebih sepele, tentang kepribadiannya atau
tentang gaya hidupnya. Bukankah pada awalnya yang menyatukan kita adalah
hal-hal penting yang kita lihat pada dirinya. Sebaiknya dalam pernikahan kita
fokus pada hal-hal positif itu, jangan lagi terlalu membesar-besarkan hal-hal
yang negatif. Kita terima itu, kita fokuskan pada yang baik, kita sampaikan
pada dia apa yang baik, misalkan dia seorang yang bertanggungjawab, dia
bekerja, memerhatikan anak-anak. Ya sudahlah kita tekankan dan sering kita
katakan pada suami kita, “Saya sangat menghargai komitmen kamu untuk menjaga
anak-anak, kamu orang yang setia dan tidak macam-macam”, sering-sering
mengatakan seperti itu. Kita tidak terlalu lagi mengangkat-angkat hal-hal yang
menjadi kekurangannya, misalnya memang orangnya kurang bersih, kadang-kadang
suka terlambat. Jadi tidak terlalu kita fokuskan lagi, nah kadang-kadang dalam
percakapan kita bisa munculkan lagi, “Ya kalau bisa jangan terlambat”. Tapi
sekali-sekali, yang lebih kita fokuskan hal-hal yang positif. Setelah menikah
sayangnya yang terjadi kebalikannya, kita langsung akan mencari yang negatif,
yang kita sebetulnya sukai, hargai sebagai penyatu hubungan kita, itu tidak
lagi kita lihat dan tidak kita sampaikan penghargaan kita.
GS : Ya mungkin karena kebosanan itu
tadi, Pak Paul. Setelah menikah ketemu dengan banyak hal yang negatif, bosan
lalu yang lebih kelihatan menonjol adalah hal-hal yang negatif. Tapi saya
percaya masih ada banyak hal yang perlu kita bahas untuk menyadarkan kepada
kita sekalian, apa sebenarnya yang perlu kita lakukan supaya jangan terjadi
pengkhianatan dalam pernikahan ini, Pak Paul. Namun karena keterbatasan waktu,
kita harus mengakhiri dulu pembicaraan ini dan nanti akan kita lanjutkan pada
kesempatan yang akan datang. Kita tentu berharap para pendengar kita bisa
mengikuti kelanjutannya karena ini sangat penting untuk kehidupan pernikahan.
Namun Pak Paul sebelum kita mengakhiri perbincangan ini mungkin ada ayat firman
Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Saya akan bacakan dari Maleakhi
2:15-16, “Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh ?
Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu ? Keturunan ilahi ! Jadi jagalah
dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab
Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah Israel – juga orang yang menutupi
pakaiannya dengan kekerasan, firman Tuhan semesta alam. Maka jagalah dirimu dan
janganlah berkhianat !” Jadi firman Tuhan jelas berkata dua hal, jaga
diri jangan berkhianat. Itu yang mesti kita pegang.
GS : Terima kasih Pak Paul, jadi untuk
perbincangan ini akan kita lanjutkan pada kesempatan yang akan datang supaya
lebih lengkap dan lebih banyak hal yang bisa kita ungkapkan. Dan para pendengar
sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan
kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala
Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Pengkhianatan Dalam
Pernikahan” bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat
surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk
56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org
kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org.
Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya
dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa
pada acara TELAGA yang akan datang.